KEWAJIBAN
BELAJAR SPESIFIK
“PENGEMBARAAN
UNTUK MENUNTUT ILMU”
Q.S
AL-ANKABUT : 19-20
Nur Faizah (2021115099)
Kelas D
JURUSAN TARBIYAH / PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur
saya panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “KEWAJIBAN BELAJAR SPESIFIK
(PENGEMBARAAN MENCARI ILMU) DALAM Q.S AL-ANKABUT : 19-20”. Sholawat beserta salam tak lupa pula saya haturkan kepada junjungan kita
Nabi agung Muhammad saw yang telah
membawa kita semua dari alam kejahilan ke alam yang terang benderang yang di
sinari oleh ilmu pengetahuan, iman dan islam. Tak lupa pula saya
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing saya
dalam menyelesaikan makalah ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah yang berjudul” KEWAJIBAN
BELAJAR SPESIFIK (PENGEMBARAAN MENCARI ILMU) DALAM Q.S AL-ANKABUT : 19-20” ” ini. Saya sadar
dalam penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan. Untuk itu, saya
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun.
Pekalongan, 25
Sepetember 2016
Nur Faizah
2021115099
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu unsur penting memiliki ilmu adalah dengan mencarinya,
walaupun tempatnya jauh dari tempat kita tinggal. Sedangkan hukum mencari ilmu
adalah wajib bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan. Kita bisa mencontoh
para sahabat terdahulu yang mencari ilmu dengan bepergian selama berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun, dengan mengembara kita akan mendapatkan ilmu yang lebih
banyak dan lebih luas lagi dan yang lebih baik jika ilmu tersebut dapat
bermanfaat bagi orang yang ada disekitar kita.
B. Judul
MENCARI ILMU SPESIFIK “PENEGEMBARAAN MENCARI ILMU”
C. Nash
أَوَلَمْ يَرَوْا كَيْفَ يُبْدِئُ
اللَّهُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah
menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali).
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(QS. 29:19)
قُلْ سِيرُوا فِي
الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ بَدَأَ الْخَلْقَ ثمَّ اللَّهُ يُنْشِئُ النَّشْأَةَ
الْآخِرَةَ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Katakanlah:` Berjalanlah di (muka)
bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari
permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.(QS. 29:20)
D. Arti Penting untuk Dikaji
Ayat ini penting untuk dikaji karena
dengan adanya kajian ini kita dapat mengetahui bahwa mencari ilmu itu hukumnya
wajib, selain itu mencarinya tidak hanya dalam satu tempat tapi kita juga bisa
pengembara (bepergian) untuk mencari ilmu seperti halnya yang dilakukan oleh
para ulama’ terdahulu. Dan dengan adanya kajian ini diharapkan agar kita lebih
bersemangat untuk mencari ilmu walaupun tempatnya jauh dari tempat tinggal
kita.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Terdapat hadits yang berbunyi :
اُطٌلُبُوا العلم ولو بالصين
“ Carilah ilmu
walaupun di negeri Cina”.
Mencari ilmu suatu kewajiban sekalipun
dimana saja dan dalam keadaan bagaimanapun pula, tidak ada alasan seseorang
meninggalkan ilmu atau tidak mencarinya. Makna walaw ((ول و dalam bahasa Arab menunjuk batas maksimal apa pun yang terjadi
(li al-ghayah). Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
makna mencari ilmu sekalipun dinegeri Cina adalah sekalipun jauh dari tempat
tinggal, sekalipun menderita dan sulit, sekalipun dating dari non-Muslim atau
sekalipun dinegeri minoritas muslim yang sudah maju. Sebagian pendapat Cina
sudah mengalami kemajuan pada waktu itu seperti membuat kertas dan lain-lain.
Dr. Luthfi Fathullah member komentar bahwa matan Hadis ini banyak dipertanyakan
dan diragukan orang dengan mempertanyakan, benarkah Nabi Muhammad SAW mengetahui
adanya negeri bernama Cina ? Hematnya, pertanyaan itu tidak perlu muncul,
karena kemungkinan Nabi Muhammad SAW emngetahuinya adalah sangat besar.
Pertama, dari sudut sejarah, baginda adalah pedagang
antarbangsa, Beliau waktu usia muda pernah dua kali minimal pergi ke Syam
sebagai kota perdagangan. Di kota itu sudah ada kebudayaan Romawi dan tentu
saja sudah berinteraksi dengan budaya lain. Jadi, tidak mustahil dalam
perjalanan itu baginda mendengar tentang peradaban negeri Cina yang sudah tinggi.
Kedua. Apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, tidaklah
berhenti pada pengetahuan Beliau saja, tetapi ada unsur wahyu Allah yang
berperan. Jika kemungkinan ini diambil, dan hal ini sangatlah mungkin, maka
unsur kejanggalan matan Hadis ini tidak muncul lagi.[1]
B.
Tafsir
1.
Tafsir
Ibnu Katsir
Ayat-ayat ini masih mengenai Nabi Ibrahim a.s yang mengajak kaumnya
agar memperhatikan bagaimana Allah menciptakan diri mereka sendiri dari tiada
sampai menjadi manusia-manusia yang sempurna lengkap dengan panca inderanya,
apakah Tuhan yang telah mencipatakan mereka dari sesuatu yang tiada tadi, tidak
mudah bagi-Nya untuk menghidupkan mereka kembali setelah mati ? Di samping diri
mereka sendiri yang hendaknya diperhatikan, mereka dianjurkan agar bepergian di
muka bumi Allah melihat-lihat penciptaan Allah yang berupa makhluk-makhluk
beraneka ragam dari yang bernyawa sampai yang tidak bernyawa, yang diatas bumi
maupun di angkasa, tidaklah semuanya itu menandakan kekuasaan Allah yang maha
luas.[2]
2.
Tafsir
Al-Azhar
“Dan apakah tidak mereka perhatikan bagaimana Allah memulai
penciptaan”. (pangkal ayat 19) Allah tidak lah akan dapat dilihat dengan mata.
Untuk meyakinkan adanya Allah, hendaknya perhatikan alam yang diciptakan oleh
Allah. Dalam ayat yang tengah kita renungi ini terdapatlah panggilan kepada
manusia yang selama ini kurang memeperhatikan, bahkan tidak teguh
kepercayaannya tentang adanya Yang Maha Kuasa. Atau kalaupun ada kepercayaannya
bahwa Tuhan itu ada, tidak diperhatikannya bagaimana caranya sebagai kita
sebagai Insan menghubungi Al-Khaliq itu. Untuk mencari Allah perhatikanlah
alam. Kian diperhatikan, akan kian teranglah dalam hatimu bantahan kepada
pendirianmu yang kaku dan kejang, yang selama ini mengatakan Tuhan itu tidak
ada. Di awal ayat ini kita dianjurkan memperhatikan bagaimana Allah memulai
penciptaan. Banyak terdapat permulaan penciptaan Ilahy yang sangat ajaib, yang
mustahil begitu teratur dan mengagumkan kalau dia terjadi sendirinya.
“Sesungguhnya pada yang demikian atas Allah adalah mudah.” (ujung
ayat 19). Dan setelah mati kelak, menurut waktu yang ditentukan Allah akan
bangkitkan kembali, yang bernama hari qiyamat, semuanya itu adalah urusan yang
mudah saja bagi Allah. Maka tidaklah mustahil jika manusia kelak dibangkitkan
kembali dalam keadaan yang lain, dihari yang bernama qiyamat, karena belum
termakan di akal atau penyelidikan kita. Karena barang yang kita lihat setiap
hari sendiri pun, yang berulang-ulang kejadian tidak jugalah dapat kita manusia
memecahkan rahasianya, namun bagi Allah dia itu adalah perkara mudah saja.
“katakanlah: mengembaralah dimuka bumi, lalu perhatikanlah bagimana
Dia memulai penciptaan”. (pangkal ayat 20). Disini perintah itu sudah lebih
tegas lagi. Manusia disuruh mengembara dimuka bumi. Supaya dia jangan menjadi
katak dibawah tempurung. Jangan membeku saja tidak berfikir, tidak menyelidiki.
Selidikilah bagaimana asal mula penciptaan dalam alam ini. Lanjutan ayat
menyuruh manusia sampai kepada penyelidikan selanjutnya; “Kemudian Allah
memunculkan kemunculan yang lain”. Artinya
ialah setelah manusia memperhatikan awal permulaan penciptaan ala mini sampai
menjadi ilmu, dianjurkan manusia supaya merenungkan kemungkinan yang amat luas bagi
Maha Penguasa itu. Setelah Dia sanggup menciptakan awal permulaan kejadian
menurut jalan yang mudah bagi-Nya, tetapi manusia bagaimanapun pintarnya tidak
dapat menciptakan seperti itu, niscaya akan bangunlah pancra indra menangkap
hasil dari penyelidikan, buat mengambil kesimpulan bahwa ala mini memang ada
penciptaannya, dan pencipta itu sanggup dan mudah saja memunculkannya kelak
dalam pemunculan yang lain. Ujung ayat ditutup dengan tegas: “Sesungguhnya
Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah Maha Kuasa.” (ujung ayat 20).[3]
3.
Tafsir
Al-Qurthubi
(19)
Allah juga menciptakan manusia kemudian mematikannya setelah memberikan anak
dan keturunan kepadanya dan dari anak tersebut kemudian lahirlah anak yang
lain. Demikian juga dengan binatang yang ada dipermukaan bumi ini, kita dapat
saksikan bagaimana Allah SWT menciptakan segala macam jenis binatang, mereka
dapat hidup dan berkembang biak hingga akhirnya mati dan dilanjutkan oleh
keturunan berikutnya. Hal ini berlangsung terus menerus sampai Hari Kiamat.
Semua ini menunjukkan bahwa betapa Allah SWT Maha Kuasa atas segalanya.
ان ذالك علي الله يسير“Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah,” maksudnya, tidak ada yang mustahil
bagi-Nya, karena jika Allah menghendaki sesuatu, maka Dia hanya cukup berkata,
“Jadilah, maka hal itu terjadi”.
(20) Firman Allah SWT, قل سيروا في الارض “Katakanlah,
Berjalanlah di (muka) bumi,” maksudnya, katakanlah kepada mereka wahai
Muhammad, “Berjalanlah kamu diatas permukaan bumi.” فانظروا كيف بدأ الخلق “ maka perhatikanlah bagaimana Allah
mnciptakan (manusia) dari permulaannya,” bagaimana banyaknya manusia dengan
segala perbedaan yang ada, baik dari segi bahasa, perbedaan warna kulit dan
tabiat masing-masing dan lihatlah perbedaan yang ada antara orang sekarang
dengan orang-orang terdahulu. Jika kita perhatikan dengan seksama kita akan
mendapatkan banyak perbedaan dengan mereka, baik dari segi tempat tinggal,
tingkah laku, dan perbedaan pola pikir. Semua itu terjadi karena kuasa Allah
SWT. Tidakkah kita tahu bagaimana Allah SWT menghancurkan mereka akibat ulah
perbuatan mereka sendiri yang melanggar aturan Allah SWT.[4]
4. Tafsir Jalalain
(19) اولم يروا (Dan apakah mereka tidak memperhatikan)
dapat dibaca yarau atau tarau, artinya memikirkan كيف يبدئ الله الخلق (bagaiaman Allah
menciptakan manusia dari permulaannya) lafaz yabdi-u berasal dari kata bada-a, makna yang
dimaksud bagaimana Allah menciptakan mereka dari permulaan – ثم (demikian) dia -
يعيده (mengulanginya kembali) maksudnya
mengulangi penciptaan-Nya kembali sebagaimana permulaan Dia menciptakan
mereka.- ان ذلك (sesungguhnya yang demikian itu) yaitu hal yang telah
disebutkan mengenai penciptaan pertama dan penciptaan kedua -علي الله يسير (adalah mudah bagi Allah) dan mengapa
mereka mengingkari adanya penciptaan yang kedua itu; yang dimaksud adalah hari
berbangkit.
(20) قل سيروا في الارض فانطروا كيف بداالخلق (katakanlah: “berjalanlah kalian di muka bumi, maka perhatikanlah
bagaimana Allah memulai penciptaan-Nya) yakni menciptakan orang-orang yang
sebelum kalian, kemudian Dia mematikan mereka -ثم الله ينشئ النشاة الاخرة (lalu Allah menjadikannya sekali lagi) dapat dibaca an nasy-atul
akhirata dan an-nasy-atal ukhra. – ان الله علي كل شئ قدير (sesungguhnaya Allah mahakuasa atas segala
sesuatu) antara lain ialah memulai dan mengulanginya.[5]
C. Aplikasi dalam Kehidupan
a. Hendaknya perhatikan alam yang diciptakan oleh Allah.
b. Selalu mencari ilmu dimanapun dan
bagaimanapun keadaannya.
c. Mensyukuri atas apa yang telah Allah
ciptakan untuk kita.
D. Aspek Tarbawi
a. Kita dianjurkan agar bepergian di muka bumi Allah melihat-lihat
penciptaan Allah yang berupa makhluk-makhluk beraneka ragam dari yang bernyawa
sampai yang tidak bernyawa, yang diatas bumi maupun di angkasa, tidaklah
semuanya itu menandakan kekuasaan Allah yang maha luas.
b. Kita harus memperhatikan
bagaimana Allah menciptakan diri mereka sendiri dari tiada sampai menjadi
manusia-manusia yang sempurna lengkap dengan panca inderanya.
c. Mencari ilmu suatu kewajiban sekalipun
dimana saja dan dalam keadaan bagaimanapun pula, tidak ada alasan seseorang
meninggalkan ilmu atau tidak mencarinya.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Mencari ilmu suatu kewajiban sekalipun
dimana saja dan dalam keadaan bagaimanapun pula, tidak ada alasan seseorang
meninggalkan ilmu atau tidak mencarinya. Makna walaw ((ول و dalam bahasa Arab menunjuk batas maksimal apa pun yang terjadi
(li al-ghayah). Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
makna mencari ilmu sekalipun dinegeri Cina adalah sekalipun jauh dari tempat
tinggal, sekalipun menderita dan sulit, sekalipun dating dari non-Muslim atau
sekalipun dinegeri minoritas muslim yang sudah maju.
[1] Abdul Majid
Khon, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2012), hlm 143-144
[2] Salim Bahreisy
dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya: Bima
Ilmu, 1990), hlm 200-201
[3] Hamka, Tafsir
Al-Azhar, (Surabaya: Bina Ilmu Offset, 1978), hlm 202-205
[4] Syaikh Imam Al
Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm
854-857
[5] Bahrun
Abubakar, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2,
(Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2010), hlm 426
Tidak ada komentar:
Posting Komentar