TUJUAN PENDIDIKAN KHUSUS
(Mengubah Keadaan) : Q.S Ar ra’d ayat 11
Amrina Rosyada
(2021115145)
Kelas A
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur
kepada Sang Illahi Robbi yang mana atas berkat dan Rahmat-Nyalah kami
bisa menyelesaikan makalah ini, tak lupa sholawat dan salam marilah kita limpah
curahkan kepada Guru besar kita Yakni Nabi Muhammad SAW, tanpa adanya
beliau mungkinkah kita terbebas dari zaman kebodohan.
Sholawat serta
salam juga tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung
Muhammad SAW,begitu pula kepada keluarganya serta para sahabatnya.Tak lupa juga
penulis ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang telah mendo’akan.
Disamping itu,penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Tafsir Tarbawi I
bapak M. Ghufron Dimyati, M.SI yang telah memberikan tugas ,sehingga
tersusunlah makalah ini yang berjudul “tujuan pendidikan khusus”
dengan sub pembahasan”mengubah keadaan”.
Manusia pasti memiliki kekurangan seperti halnya dalam
pembuatan makalah ini pun kami banyak sekali kekurangan. Untuk itu, kami selalu
mengharap kritik dan saran dari pembaca guna kemajuan bersama.
Akhir kata dari penulis mengucapkan
banyak terima kasih.
Wasalamua’laikum
Wr.Wb.
Pekalongan,september 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Seperti kita ketahui sendiri, Al-Qur’an adalah kalamullah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan perantara Malaikat Jibril AS
secara berangsur-angsur, berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas
atas petunjuk tersebut serta sebagai pembeda antara yang haq dan bathil agar
bisa membebaskan manusia dari kesesatan menuju jalan yang lurus. Atas dasar
tersebut, maka kami mencoba membahas Tafsir Surat Ar-ra’d ayat 11 yang
menjelaskan tentang salah satu fungsi Al-Qur’an dari sekian banyak fungsi
lainnya yaitu sebagai petunjuk agar manusia bisa meubah
keadaan dari yang buruk ke yang baik. Perubahan yang terjadi diinformasikan oleh Allah Swt.
hanya akan terjadi jika dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, baik ke arah
baik maupun ke arah buruk. Ketika suatu masyarakat hendak berubah maka
masyarakat itu sendirilah yang harus memperjuangkan dan melakukan perubahan,
bukan yang lain.
B. Judul
Judul yang akan saya bahas kali ini
adalah tentang “mengubah keadaan.
C. Nash
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ
يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللهِ إِنَّ اللهَ لاَ
يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ
اللهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَال
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya; mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tidak ada yang dapat
menolaknya; sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” Q.S ar’rad:11
Dalam ayat yang
mulia ini terkandung penjelasan, bahwasanya semua perkara di seluruh dunia ini
terjadi dengan taqdir dan perintah-Nya. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menjadikan sunnah- sunnah kauniyah dan syari’at dalam merubah nasib suatu kaum.
Sehingga umat yang menjalankan sunnah-sunnah kauniyah dan syari’at untuk
kejayaan, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala merubahnya menjadi jaya. Demikian juga
sebaliknya, apabila mereka menjalankan sunnah-sunnah Allah untuk kerendahan dan
kehinaan, maka Allah menjadikan mereka hina dan rendah. Hal ini telah terjadi
pada umat-umat terdahulu, yang semestinya menjadi pelajaran bagi umat manusia
pada zaman sesudahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Perubahan keadaan masyarakat dari positif ke negative
ataupun sebaliknya tersebut sudah menjadi sunnatullah. Allah telah membuat
aturan-aturan baku di alam ini, siapapun yang dapat menjalankan
aturan-aturannya ini maka ia telah berhasil merengkuh sunnatullah.
Di samping itu,
bukan hanya mereka sendiri yang harus melakukan perubahan, apa yang harus
diubah pun dijelaskan dalam ayat ini. Allah Yang Mahatahu menegaskan bahwa yang
harus diubah itu adalah segala sesuatu yang terkait dengan apa yang hendak
diubah tersebut dan yang meniscayakan terjadinya perubahan. Pangkal dari semua
itu adalah pemahaman (mafâhim). Artinya, untuk mengubah suatu
keadaan harus dilakukan perubahan mafâhim.
Firman Allah
Ta’ala, “sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri”. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan
dari Ibrahim, dia berkata: Allah mewahyukan kepada salah seorang nabi Bani
Israel : katakanlah kepada kaummu “ tidaklah penduduk suatu negri dan tidaklah
penduduk suatu rumah yang berada dalam ketaatan kepada Allah,
kemudian mereka beralih kepada kemaksiatan terhadap Allah, melainkan Allah
mengalihkan dari mereka apa yang mereka cintai kepada apa yang mereka benci”.
Kemudian Ibrahim berkata : pembenaran atas pernyataan itu terdapat dalam
kitab Allah, “ sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri”[1]
Kenikmatan yang dilimpahkan Allah
kepada suatu masyarakat, bisa saja hilang dan berubah menjadi adzab apabila
masyarakatnya berbuat durhaka dan maksiyat kepada Allah. Begitupun sebaliknya,
keadaan yang buruk yang menimpa masyarakat akan berubah menjadi menyenangkan
dan penuh nikmat apabila masyarakatnya berlaku takwa dan beramal sholeh.
Tuhan tidak
akan merubah keadaan mereka, selama mereka tidak merubah sebab-sebab
kemunduran mereka. Apabila Allah menghendaki keburukan suatu kaum seperti
penyakit, kemiskinan, dan musibah lain
yang di sebabkan oleh ulah mereka sendiri, maka tidak ada seorangpun yang dapat
melindungi mereka daripadanya, tidak pula menolak apa yang di takdirkan Allah
pada mereka.[2]
B. Tafsir
1.
Tafsir al azhar
Terdapat bunyi
wahyu bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum kalau tidak kaum itu
sendiri yang merubah nasibnya sendiri.. disitu terdapat ikhtiar manusia dan
ikhtiar itu terasa sendiri oleh masing masing pada diri kita. Kekayaan jiwa
yang terpendam dalam batin kita, tidaklah akan menyatakan dirinya keluar kalu
kita sendiri tidak berikhtiar dan berusaha. Kekhilafan kita mengambil jalan
yang salah, menyebabkan kita dapat saja terperosok kedalam jurang malapetaka.
Ibarat seorang pengemudi mobil yang tidak berhati-hati pada tikungan yang
berbahaya, lalu mobilnya terjungkir masuk jurang. Maaka terjungkirnya masuk
jurang itu tidak dapat ditahan tahan lagi. Kita harusnberusaha sendiri merubah
nasib yang lebih baik, mempertinggi mutu diri dan mutu amal, melepaskan diri
dari perbudakan dari yang selain Allah kita harus berusaha mencapai kehidupan
yang lebih bahagia dan lebih maju. Tetapi kitapun mesti insaf bahwa kita
sebagai insan tenaga kita sangat terbatas. Kita terikat oleh ruang yang sempit
dan terkurung oleh waktu yang pendek. Disamping usaha yang kita kerjakan
menurut kesanggupan dan dan takdir kita kita harus insaf bahwa ada takdir lain
di alam ini, yang dijadikan tuhan kadang kadang beremu, dan kadang kadang
bertentangab dengan apa yang kita kehendaki.[3]
2.
Tafsir Al
Misbah
Masing-masing ada
baginya pengikut pengikut, yakni malaikat-malaikat atau makhluk yang selalu
mengikutinya secara bergiliran di hadapannya dan juga di belakangnya,
mereka, yakni malaikat itu menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya
Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum dari positif ke negatif atau
sebaliknya dari negatif ke positif sehingga mereka mengubah apa yang ada
pada diri mereka,yakni sikap mental dan pikiran mereka sendiri. Dan
apabila Allah menghendaki keburukan suatu kaum, tetapi ingat bahwa dia
tidak menghendakinya kecuali jika manusia tidak mengubah sikapnya terlebih
dahulu. Jika Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka ketika itu
berlakulah ketentuan-Nya yang berdasar sunatullah atau hukum-hukum
kemasyarakatan yang di tetapkan-Nya. Bila itu terjadi, maka tak ada yang
dapat menolaknya dan pastilah sunatullah menimpanya; dan sekali kali
tidak ada pelindung bagi mereka yang jatuh atas ketentuan tersebut
selain Dia.[4]
3.
Tafsir Al
Qhurtubi
Abu Muljam
berkata, “suatu ketika seorang lelaki datang dari murtad menemui Ali RA, lalu
berkata, “ berhati hatilah, beberapa orang dari murtad bermaksud
membunuhmu”. Ali RA berkata, “sesungguhnya bersama setiap manusia ada dua
manusia yang menjaganya, selama belum datang takdir. Jika takdir datang,
malaikat itu berlalu meninggalkan manusia tersebut bersama Allah SWT.
Sesungguhnya ajal adalah benteng penjaga yang kuat.”[5]
4. Tafsir jalalayn
(Baginya) manusia (ada malaikat-malaikat
yang selalu mengikutinya bergiliran) para malaikat yang bertugas mengawasinya
(di muka) di hadapannya (dan di belakangnya) dari belakangnya (mereka
menjaganya atas perintah Allah) berdasarkan perintah Allah, dari gangguan jin
dan makhluk-makhluk yang lainnya. (Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan
sesuatu kaum) artinya Dia tidak mencabut dari mereka nikmat-Nya (sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri) dari keadaan yang
baik dengan melakukan perbuatan durhaka. (Dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap suatu kaum) yakni menimpakan azab (maka tak ada yang dapat
menolaknya) dari siksaan-siksaan tersebut dan pula dari hal-hal lainnya yang
telah dipastikan-Nya (dan sekali-kali tak ada bagi mereka) bagi orang-orang
yang telah dikehendaki keburukan oleh Allah (selain Dia) selain Allah sendiri
(seorang penolong pun) yang dapat mencegah datangnya azab Allah terhadap
mereka. Huruf min di sini adalah zaidah.
C. Aplikasi dalam
kehidupan
dari ayat
diatas dapat dikonsepkan mengenai dua hal yakni konsep ikhtiar (usaha) dan
tawakal (doa). Suatu perbuatan yang dilakukan oleh individu pasti mempunyi
tujuan yakni mencapai kebahagiaan lahir dan batin. Dengan kata lain perbuatan
individu salah satunya adalah selalu ber motif. Motif disini bersifat untuk
kebaikan ataupun keburukan. Motif ini akan tereaisasi dengan motivasi. Motivasi
ini mencakup bagaimana cara mencapai apa yang diangan-angankan. Tindakan apa
yang harus didahulukan. Secara implisit motivasi ini bersandingkan dengan
ikhtiar (usaha). Hal yang harus dilaukan adalah berdoa. Ini berarti
mempasrahkan
seluruh hasil dari usaha kepada-Nya dengan berharap dengan penuh keyakinan
bahwa Dia (Allah SWT) akan mengabulkan apa yang diinginkan. Namun banyak
peristiwa-peristiwa orang-orang yang menjadi sukses akan tetapi mereka tidak
karena doa tetapi ata usahanya sendiri. Jika ada yang berfikiran seperti itu,
seagai seorang harus mengigat bahwa tugas manusia di dunia ini adalah untuk
beribadah kepada-Nya. Dan pernyataan-pernyataan ini dikembalikan pada dua sifat
Allah SWT yaitu Ar-Rahman dan Ar-Rahim.
D. Aspek tarbawi
1.
Manusia
dilarang mendoakan yang pelik-pelik untuk dirinya.
2.
kewajiban mencegah perbuatan-perbuatan yang mungkar.
3.
Apabila manusia
mengetahui bahwa di sampingnya ada malaikat-malaikat yang mencatat semua amal
perbuatannya, maka patutlah dia selalu menjaga diri dari perbuatan maksiat
karena khawatir akan dilihat oleh malaikat-malaikat itu seperti kekhawatirannya
perbuatan itu dilihat oleh orang yang disegani.
4.
Keadilan Allah
Ta’ala, bahwa Dia tidak memberikan hukuman tanpa adanya dosa.
5.
Selalu bertawakal setelah kita
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan sesuatu.
6.
Selalu berusaha dan tidak
pasrah dengan keadaan kehidupan yang buruk.
7.
Apabila Dia menghendaki keburukan
maka segera tunduk kepada-Nya, karena semua ketentuan Allah itu baik adanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan :
Bagi setiap manusia ada beberapa malaikat yang menjaganya
secara bergiliran di malam hari dan siang hari, dan ada pula beberapa malaikat
yang mencatat amalan-amalannya. Namun yang dimaksud dalam ayat ini adalah
malaikat yang menjaga secara bergiliran, yaitu malaikat hafazhah, baik menjaga
badan maupun ruhnya, dari makhluk yang hendak berbuat buruk kepadanya seperti
jin, manusia dan lainnya. Mereka juga menjaga semua amalnya.
Alllah
tidak akan mengubah keadaan mereka, selama mereka tidak mengubah sebab-sebab
kemunduran mereka. Ada pula yang menafsirkan , bahwa Allah tidak akan mencabut
nikmat yang diberikan-Nya, sampai mereka mengubah keadaan diri mereka , seperti
dari iman kepada kekafiran, dari taat kepada maksiat dan dari syukur kepada
kufur. Demikian pula apabila hamba mengubah keadaan diri mereka dari
maksiat kepada taat, maka Allah akan mengubah keadaannya dari sengsara kpada
kebahagiaan.
B. Saran :
Penulis
menyadari terdapat banyak sekali kekurangan dalam penulisan tugas ini,
namun penulis telah berupaya dan berusaha atas terselesainya tugas ini.
Suatu yang sangat di harapkan adalah saran dan kritikan yang membangun demi
memperbaiki kesalahan-kesalahan dan kekurang-kekurangan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Al Maragi, Ahmad Mustofa.1994. Tafsir
al maragi. Semarang : PT karya toha.
Ar Rifai, Muhammad nasib. 1999. Tafsir
ibnu katsir. jakarta : Gema Insani Press.
Ustman, Muhammad hamid. 2008. Tasir
Al Qurthubi. jakarta : Pustaka Azzam.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir
Al Misbah. jakarta : Lentera Hati
Hamka. 1983. tafsir al azhar.
jakarta : Pustaka Panjimas
Ahmad mustofa al maragi, Tafsir al maragi, (semarang : PT
karya toha, 1994), hal 144
Muhammad nasib ar rifai, tafsir ibnu katsir, ( jakarta :
gema insani press, 1999), hal.906
Muhammad hamid ustman, Tafsir Al Qurthubi, (jakarta :
pustaka azzam, 2008), hal.681-682
M. Quraish shihab, Tafsir Al Misbah, (jakarta : lentera hati,
2002), hal.565
Hamka, tafsir al azhar, (jakarta : pustaka panjimas,
1983),hal.73
Biodata
penulis,
Nama
: Amrina Rosyada
TTL
: Pemalang, 14 Januari 1997
Alamat
: Desa jatirejo RT02/07 Kec. Ampelgading Kab. Pemalang
Riwayat
Pendidikan :
1.
TK Muslimat jatirejo
2.
MI NU jatirejo
3.
SMP N 1Comal
4.
SMA N 1 Comal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar