PENDIDIKAN ILMIAH-INTELEKTUAL
ILMU YAQIN. AINUL YAQIN, HAQQUL YAQIN
(QS. At-Takatsur: 5-7)
Ferri Fitriana (2021115206)
Kelas: C
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah Tafsir Tarbawi II
tentang Ilmu Yaqin, Ainul Yaqin dan
Haqqul Yaqin dalam QS. At-Takatsur: 5-7 ini dengan baik, meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga saya berterima kasih kepada Bapak Muhammad
Hufron, M.S.I selaku Dosen mata kuliah Tafsir Tarbawi II yang telah memberikan
tugas ini kepada saya. Saya berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita tentang Ilmu Yaqin, Ainul Yaqin dan Haqqul Yaqin
dalam QS. At-Takatsur: 5-7. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
saya berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan saya
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan .
Pemalang, 19 April 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Tema dan Judul Makalah
Tema: Pendidikan Ilmiah-Intelektual
Judul: Ilmu Yaqin, Ainul Yaqin, Haqqul Yaqin
B.
Nash Al-Qur’an dan Terjemahan
كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (٥) لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (٦)
ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِين
5. Janganlah
begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
6. Niscaya
kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim.
7. Dan
sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ainul yaqin.
C. Arti Penting Dikaji
Ayat ini sangat
penting untuk dikaji karena untuk mengetahui seberapa besar keyakinan seseorang
terhadap firman dan ketetapan Allah SWT dan terhadap pengetahuan yang dimiliki
serta untuk mengetahui keyakinan tersebut sampai pada tingkatan mana. Apakah tingkat
ilmu yaqin, ainul yaqin atau haqqul yaqin.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
kata yaqin (يَقِيْنٌ) ditemukan dalam Al-Qur’an sebanyak 8 kali,
dua diantaranya dirangkaikan dengan kata haqq (haqq al-yaqin), kemudian
masing-masing sekali dengan ‘ain dan ‘ilm. Kata yaqin biasa diterjemahkan “yakin”,
dalam kamus-kamus Al-Qur’an diartikan sebagai “pengetahuan yang pasti yang
tidak disentuh oleh sedikit keraguan pun”. Sementara mufassir menegaskan bahwa
yang demikian tidak mungkin akan tercapai kecuali setelah kehidupan dunia ini,
berdasarkan firman Allah dalam surah Al-Hijr:99
(٩٩)وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
Dan
beribadahlah kepada Tuhanmu sampai keyakinan itu datang kepadamu.
Menurut para
mufassir itu, kita berkewajiban beribadah sepanjang hayat. Jika demikian, yaqin
disini harus dipahami dalam arti “kematian”, ini menunjukkan bahwa keyakinan
baru dapat dicapai dengan datangnya kematian.
Tidak mutlak
memahami arti yaqin seperti dikemukakan di atas, apalagi setelah memperhatiakn
dan menelusuri seluruh kata-kata yaqin yang digunakan oleh Al-Qur’an. Di
sana tidak ditemukan satu kata pun bahkan bentuk kata yang berakar sama dengan
kata yaqin yang mengandung arti “kematian”. Bahkan sebaliknya, ditemukan
kata yaqin yang menunjukkan bahwa keyakinan yang dimaksud telah diperoleh
dalam kehidupan dunia ini. Misalnya dalam firman Allah pada surah An-Naml: 22
فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ
فَقَالَ أَحَطتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِ وَجِئْتُكَ مِنْ سَبَإٍ بِنَبَإٍ يَقِينٍ
Aku datang dari kota Saba’ dengan berita yang yakin.
Di sisi lain
dapat ditambahkan bahwa yaqin (keyakinan) bertingkat-tingkat. Al-Quran
memperkenalkan di samping yaqin juga ‘ilm, ‘ain, dan haqq
al-yaqin.[1]
Adapun yang
layak disebut pengetahuan adalah pengetahuan (‘ilmul-yaqin). Yaitu
pengetahuan yang bersumber dari keyakinan kuat. Keyakina itu sendiri adalah
kepercayaan aka sesuatu yang sesuai dengan kenyataan. Baik berdasarkan
penglihatan nyata maupun dalil shahih yang premis-premisnya tak diragukan
kebenarannya sedikitpun.
Adapun
pengetahuan yang berdasarkan penglihatan mata kepala ia, termasuk bagian tak
terpisahkan dari keyakinan yang disebut ‘ainul yaqin.[2]
B.
Tafsir
1.
Tafsir Ibnu Katsir
Janganlah begitu, jika
kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, yaitu kalau kamu mengetahui
dengan pengetahuan yang sebenarnya, pastilah banyak harta dan anak tidak akan
melalaikan kamu dari mencari akhirat, sampai kamu masuk kuburan.
Kemudian Allah Ta’ala
berfirman, “Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim. Dan
sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ainul yaqin.” Ayat ini
merupakan penjelasan terhadap ancaman yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu
firman Allah Ta’ala “Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui, kemudian
janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.” Allah telah mengancam mereka
dengan suasana ini; ahli neraka menyaksikan saat api neraka bernapas sekali,
maka akan tersungkurlah malaikat muqarrabin dan para nabi yang diutus Allah di
atas kedua lututnya, lantaran rasa takut, kehebatan dan kengerian yang dilihat
ketika itu.[3]
2.
Tafsir Al- Mishbah
Sekali lagi ayat di atas memperingatkan bahwa: Hati-hatilah janganlah
begitu, sungguh jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu
tidak akan melakukan perlombaan dan persaingan tidak sehat. Kamu benar-benar
akan melihat neraka Jahim, dan sesungguhnya Aku bersumpah bahwa Kamu
benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin yakni mata telanjang yang
tidak sedikit pun disentuh oleh keraguan.
Sementara
ulama menyisipkan kalimat yang berfungsi menjelaskan konsekuensi jika mereka
mengetahui dengan yakin. Pengarang Tafsir al-Muntakab misalnya
menyatakan: “Sungguh, jika kamu mengetahui dengan yakin betapa buruknya
tempat kembali kamu sekalian, pasti akan merasa terkejut dengan gaya hidup kamu
yang bermegah-megahan itu. Dan tentu kamu akan berbekal diri untuk akhirat.”
Ada lagi yang menyiratkan kalimat: “Tentulah penyesalan kamu tidak akan
terlukiskan dengan kata-kata akibat habisnya umur dalam persaingan tidak
sehat.”
Thahir Ibn ‘Asyur juga menilai bahwa perlu disisipkan kalimat untuk
menggambarkan apa yang niscaya terjadi jika mereka mengetahui secara yakin.
Ayat 6 yang menyatakan niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim tidak
berkaitan dengan ayat sebelumnya. Ia adalah uraian baru yang menjelaskan bahwa
mereka akan terjerumus ke dalamnya.
Thabathaba’i menulis bahwa sementara ulama menyetakan bahwa perlu
ada sisipan yang berfungsi menjelaskan apa yang terjadi bila mereka mengetahui
secara yakin, tetapi ini bila yang dimaksud adalah melihat neraka Jahim
pada hari kiamat. Namun menurutnya bisa saja yang dimaksud adalah melihat di
dunia dan melihat yang dimaksud adalah dengan mata hati yang merupakan dampak
dari keyakinan itu. Ini serupa dengan firman-Nya:
وَكَذَلِكَ نُرِي اِبْرَاهِيْمَ مَلَكُوتَ السَّمَوَاتِ وَاْلاَرْضِ
وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِيْنَ
“Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada
Ibrahim malaikat langit dan buni agar dia termasuk orang-orang yang yakin.” (QS Al-An’am: 75). Bahwa mereka yang dibicarakan di sini pasti
tidak akan melihatnya di dunia ini, karena hati mereka tidak disentuh oleh
keyakinan.[4]
C.
Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari
Dengan
mengetahui makna ayat di atas maka yang dapat kita amalkan dalam kehidupan
sehari-hari diantaranya yaitu tidak akan melakukan perbuatan yang sekiranya
dapat membawanya ke dalam neraka karena dalam hati orang tersebut telah merasa
yakin bahwa ia akan melihat siksa neraka itu secara nyata.
Selain itu
apabila kita mempunyai pengetahuan maka kita tidak sepatutnya berlaku
sombong kepada orang lain dengan
pengetahuan yang kita miliki, karena bisa jadi pengetahuan yang kita miliki
hanya khayalan dan persangkaan belaka yang sewaktu-waktu dapat berubah walaupun
sudah tertanam kuat dalam hati kita.
D.
Aspek tarbawi
1.
Seseorang yang memiliki pengetahuan (‘ilmul-yaqin) akan
terhindar dari sikap bermegah-megahan dan menguatkan semangat dalam membela
kebenaran.
2.
Apabila dalam hati seseorang telah merasa yakin, maka tidak akan
berani melakukan suatu perbuatan yang diancamkan azabnya oleh Allah SWT.
3.
Semua yang bersaing secara tidak sehat, akan menyesal di dunia atau
paling tidak di akhirat nanti.
4.
Semakin dalam keyakinan seseorang, semakin tajam mata hatinya
sehingga dapat melihat yang tersirat di balik yang tersurat.
5.
Setiap manusia akan melintasi neraka. Ada yang lolos sehingga
mencapai surga dan ada juga yang terjatuh ke neraka.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengetahuan (‘ilmul-yaqin). Yaitu pengetahuan yang bersumber
dari keyakinan kuat. Keyakinan itu sendiri adalah kepercayaan akan sesuatu yang
sesuai dengan kenyataan. Baik berdasarkan penglihatan nyata maupun dalil shahih
yang premis-premisnya tak diragukan kebenarannya sedikitpun. Sedangkan
pengetahuan yang berdasarkan penglihatan mata kepala ia, termasuk bagian tak
terpisahkan dari keyakinan yang disebut ‘ainul yaqin.
Daftar Pustaka
‘Abduh, Muhammad. 1999. Tafsir
Juz’Amma Muhammad Abduh. Bandung: Mizan.
Nasib ar-Rifa’i, Muhammad. 2006. Tafsir
Ibnu Katsir Jilid IV. Jakarta: Gema Insani.
Quraish Shihab, Muhammad.
1997. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim: Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan
Urutan Turunnya Wahyu. Bandung: Pustaka Hidayah.
Quraish Shihab, M. 2002. Tafsir
Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Profil
Penulis
Nama:
Ferri Fitriana
Riwayat
Pendidikan:
1.
SD N 01 SUSUKAN tahun
lulus 2009
2.
SMP N 3 COMAL tahun
lulus 2012
3.
SMA N 1 COMAL tahun
lulus 2015
4.
IAIN PEKALONGAN 2015-sekarang
Alamat:
Jalan Raya Susukan, Ds. Susukan, Dk. Kabongan RT 05/ RW 05, No. 163 Kec. Comal,
Kab. Pemalang.
Status:
Mahasiswa
Hobi:
Nonton Film
[1] Muhammad
Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim: Tafsir atas Surat-surat Pendek
Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), hlm
600-601.
[2] Muhammad
‘Abduh, Tafsir Juz’Amma Muhammad Abduh, (Bandung: Mizan, 1999), hlm
304-305
[3] Muhammad Nasib
ar-Rifa’i, Tafsir Ibnu Katsir Jilid IV,(Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm
1038-1039.
[4] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), hlm 489-490.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar