(Wibawa
Guru)
Ifati Zuhria
NIM 2317051
JURUSAN PGMI
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2018
Segala puji bagi Allah SWT. yang
telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan
kesehatan sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah Strategi
Belajar Mengajar dengan tema “Ketrampilan Dasar Mengajar”. Shalawat beserta
salam kita sampaikan kepada Nabi Agung Muhammad SAW. yang telah memberikan
pedoman hidup yakni Al- Qur’an dan Sunnah untuk keselamatan umat di dunia dan
akhirat.
Makalah
ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Strategi Belajar
Mengajar
Semester III pada program studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah Institut Islam Agama Negeri Pekalongan.
Penyusun menyadari bahwa banyak
terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini
Pekalongan, 10 September 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar Belakang
Masalah........................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................. 2
C.
Metode Pemecahan Masalah................................................. 3
D.
Sitematika Penulisan Makalah............................................... 3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 4
A. Pengertian Guru
Wibawa...................................................... 4
B. Macam-macam Kewibawaan................................................. 8
C. Komponen Kewibawaan....................................................... 10
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kewibawaan.................. 10
E. Menciptakan Pembelajaran yang Berwibawa dan Menyenangkan 12
F. Menjaga Kewibawaan........................................................... 13
BAB III PENUTUP................................................................................. 15
A. Simpulan................................................................................ 15
B. Saran-saran............................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 16
LAMPIRAN............................................................................................... 18
BIODATA.................................................................................................. 21
A.
Latar Belakang Masalah
Guru memiliki andil yang sangat besar
terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam
membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara
optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam
perkembangannya senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada
saat meninggal. Semua itu menunjukkan bahwa setiap orang membutuhkan orang lain
dalam perkembangannya, demikian halnya dengan peserta didik; ketika orang tua
mendaftarkan anaknya ke sekolah, pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap
guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal. Karena itu untuk mencapai
keberhasilan pembelajaran diperlukan sosok guru yang memiliki kompetensi yang
tinggi. Guru adalah seseorang yang
mengabdikan dirinya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik dan bermanfaat kepada para muridnya.
Kewibawaan
merupakan salah satu kompetensi yang berhubungan dengan pribadi (personal) yang
harus dimiliki guru, karena kewibawaan guru mencerminkan kepribadian guru itu
sendiri. Kewibawaan
merupakan suatu kekuatan dalam diri seseorang hingga ia dapat mempengaruhi orang
lain tanpa terpaksa atau dengan keikhlasan mengerjakan atau menuruti apa yang
diinginkan oleh orang yang memiliki wibawa tersebut. Oleh
karena itu apabila pengakuan dan penerimaan anjuran-anjuran itu hanya
berdasarkan rasa takut akan sesuatu, berdasarkan akan rasa terpaksa, sehingga
akhirnya anak tidak menyadari akan makna dan pentingnya anjuran-anjuran itu,
maka sulitlah baginya untuk dapat berdiri sendiri untuk selfstanding, untuk
mencapai tingkat kedewasaan. Berdiri sendiri berarti mampu untuk berbuat atas pilihanya sendiri,
ditentukan sendiri, dan diputuskan sendiri. Berdasarkan uraian di atas, dapat
dijelaskan bahwa kewibawaan harus dimiliki oleh seorang guru. Guru sebagai
pendidik akan dihormati dan dihargai oleh siswa, karena kewibawaan guru mencerminkan
kepribadian guru itu sendiri. Berdasarkan
hasil pengamatan ditemukan fenomena-fenomena seperti adanya guru dalam
pembelajaran duduk di atas meja, ketika belajar ada sebagian siswa yang tidur,
keluar masuk kelas dan suka mengganggu teman, ada sebagian guru yang tidak
dihormati/disegani oleh siswa, adanya sebagian siswa yang kurang memperhatikan
guru dalam menjelaskan materi pelajaran. Dari gejala tersebut di atas penulis
merasa perlu untuk meneliti mengenai kewibawaan guru.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut perlu kiranya merumuskan masalah sebagai pijakan untuk
terfokusnya kajian makalah ini. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut.
2.
Apa saja macam-macam kewibawaan?
3.
Apa saja komponen pendukung kewibawaan?
4.
Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi
kewibawaan?
5.
Bagaimana cara menciptakan pembelajaran
yang berwibawa dan menyenangkan?
6.
Bagaimana cara menjaga kewibawaan?
C.
Metode Pemecahan Masalah
Metode
pemecahan masalah yang dilakukan melalui studi literatur/metode kajian pustaka,
yaitu dengan menggunakan beberapa referensi buku atau dari referensi lainnya
yang merujuk pada permasalahan yang dibahas. Langkah-langkah pemecahan
masalahnya dimulai dengan menentukan masalah yang akan dibahas dengan melakukan
perumusan masalah, melakukan langkah-langkah pengkajian masalah, penentuan
tujuan dan sasaran, perumusan jawaban permasalahan dari berbagai sumber, dan
penyintesisan serta pengorganisasian jawaban permasalahan.
D.
Sitematika Penulisan Makalah
Makalah ini
ditulis dalam tiga bagian, meliputi: Bab I, bagian pendahuluan yang terdiri
dari: latar belakang masalah, perumusan masalah, metode pemecahan masalah, dan
sistematika pnulisan makalah; Bab II, adalah pembahasan; Bab III, bagian
penutup yang terdiri dari simpulan dan saran-saran.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Guru atau disebut tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk
menunjang penyelanggaraan pendidikan. Dari segi bahasa kata guru berasal dari bahasa
Indonesia yang berarti orang yang pekerjaannya mengajar. Dan menurut ahli
bahasa Belanda J. E. C. Gericke dan T. Roorda menerangkan bahwa guru berasal
dari bahasa Sansekerta, yang artinya berat, besar, penting, baik sekali,
terhormat dan juga berarti pengajar.[1] Sedangkan dalam bahasa Inggris dijumpai kata teacher
berarti guru, pengajar.[2] Kata educator berarti pendidik, ahli
mendidik.[3] Kata tutor yang berarti guru pribadi
atau guru yang mengajar di rumah, memberi pelajaran.[4] Dalam pandangan masyarakat Jawa, guru
merupakan akronim gu dan ru. Gu diartikan dapat digugu (dianut) dan ru berarti
bisa ditiru (dijadikan teladan).[5]
Dalam konteks pendidikan islam
banyak kata yang mengacu pada pengertian guru. Dalam hal ini dibahas secara
luas oleh Abudin Nata, yakni kata al-alim atau al-Muallim, yang
berarti orang yang mengetahui. Al-Mudarris yang berarti orang yang
mengajar (orang yang memberi pelajaran). Dan kata al-Muaddib yang
merujuk kepada guru yang mengajar di istana. Sedangkan kata Ustadz untuk
menunjuk kepada arti guru yang mengajar di bidang pengetahuan agama islam.
Selain itu terdapat istilah Syaikh yang merujuk pada guru dalam bidang
tasawuf.[6] Ada pula istilah Kyai, yaitu suatu
atribut bagi tokoh islam yang memiliki penampilan pribadi yang anggun dan
disenangi karena jalinan yang memadu antar dirinya sebagai seorang alim, yang
menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para
santrinya.[7]
Menurut Ahmad Tafsir, bahwa
pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik, baik potensi kognitif,
afektif, maupun psikomotorik.[8] Marimba memberi pengertian guru atau pendidik
sebagai orang yang memikul pertanggung jawab untuk mendidik.[9]
Menurut Hadari Nawawi bahwa guru
adalah orang yang mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah (kelas). Secara
lebih khusus, ia mengatakan bahwa guru berarti orang yang bekerja dalam bidang
pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dan membantu anak-anak
mencapai kedewasaan masing-masing.[10]
Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa guru adalah seseorang yang
mengabdikan dirinya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik dan bermanfaat kepada para muridnya.
Kewibawaan
berasal dari kata gezag. Gezag dari kata zegggen yang berarti berkata,
maksudnya perkataan yang mempunyai kekuatan yang mengikat terhadap orang lain,
yang berarti mempunyai kewibawaan atau gezag terhadap orang lain.[11] Kewibawaan menurut bahasa adalah
kemampuan, kelebihan dan keutamaan yang mempunyai kekuatan untuk mengikat orang
lain.
Banyak ahli Pendidikan
mendefinisikan tentang kewibawaaan guru yaitu
a.
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati bahwa kewibawaan
atau Gezag, adalah suatu daya tarik yang terdapat pada seseorang, sehingga
orang lain yang berhadapan dengan dia, secara sadar atau sukarela menjadi
tunduk dan patuh kepadanya.[12]
b.
Edi suardi, mengartikan kewibawaan
sebagai pengaruh dari pendidik kepada anak didik yang timbul padanya karena
kepercayaan, bahwa pendidik akan membawanya kepada suatu keadaan yang berguna
bagi perkembangan dirinya.
c.
Zahara idris dan lisma jamal
mengartikan kewibawaan adalah pancaran kelebihan yang diakuai oleh peserta
didik dan mendorongmya untuk mengidentifikasikan kepada pendidiknya, kewibawaan
didasari oleh kerelaan, kasih sayang, kesediaan mencurahkan kepercayaannya,
semua ini tampak pada orang yang memiliki kewibawaan dan kewibawaan menimbulkan
rasa segan.[13]
Berdasarkan pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa kewibawaan merupakan suatu kekuatan dalam diri
seseorang hingga ia dapat mempengaruhi orang lain tanpa terpaksa atau dengan
keikhlasan mengerjakan atau menuruti apa yang diinginkan oleh orang yang
memiliki wibawa tersebut.
Guru
yang berwibawa dapat diartikan sebagai guru yang dapat membuat peserta didiknya
selalu menyimak, megikuti, dan melakukan apa yang ia sampaikan. Dimana pada
akhirnya nanti, peserta didik tertarik mengikuti proses pembelajaran yang
diberikan oleh guru.
Hanya
saja kita sering melihat seorang guru memilih sikap yang salah saat ingin
berwibawa dihadapan peserta didiknya. Sebagian guru ada yang berusaha untuk
ditakuti peserta didiknya dengan cara suka marah, berpura-pura disiplin, dan
jarang tersenyum. Mereka menggangap bahwa berwibawa itu identik dengan rasa
takut. Konsep menakuti peserta didik inilah yang masih saja dipertahankan
beberapa guru. Sebagian guru memilih untuk mengubah penampilan agar peserta
didik menjadi takut dan segan walaupun ia tidak memenuhi syarat untuk dikatakan
sebagai guru yang berwibawa.
Jika
memilih menciptakan kewibawaan dengan rasa takut, kewibawaan tersebut tidak
akan bertahan lama. Bahkan kewibawaan tersebut akan menimbulkan dampak yang
kurang baik. Salah satu contohnya, peserta didik menjadi tidak senang dan
dendam dengan gurunya.
Adanya kewibawaan guru di pengaruhi oleh
beberapa hal, antara ialah:
a.
Dapat bertindak tegas untuk menciptakan suasana
disiplin
b.
Guru di pandang sebagai pengganti orang tua
c.
Pada umumnya orang tua mendidik anaknya agar
patuh kepada guru
d.
Guru sendiri dapat menjaga kewibawaannya dengan
menjaga adanya jarak sosial antara dirinya dengan murid
e.
Guru harus selalu di sebut "ibu guru"
atau "pak guru" dan dengan julukan itu memperoleh kedudukan sebagai
orang yang dituakan
f.
Untuk guru disediakan ruangan guru yang khusus
yang tidak boleh dimasuki murid begitu raja
g.
Guru muda yang ingin bergaul dengan murid
sebagai kakak akan dinasehati oleh guru-guru yang tua agar menjaga jarak dengan
murid.
Sebagai guru dalam melaksanakan
tugas, hal penting yang harus diperhatikan bagi seorang guru adalah persoalan
kewibawaan. Pendidik harus meliliki kewibawaan dan menghindari penggunaan kekuasaan
lahir, yaitu kekuasaan semata-mata pada unsur kewenangan jabatan. Kewibawan
justru menjadikan suatu pancaran batin yang dapat memimbulkan pada pihak lain
untuk mengakui, menerima dan “menuruti” dengan penuh pengertian atas keluasaan
tersebut, tetapi tidak sampai guru dijadikan sebagai sesuatu yang sangat agung
yang terlepas dari kritik. Kewibawaan guru akan lebih berarti jika membuat
siswanya dapat melakukan koreksi atau kritik terhadap dirinya.
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati
mengemukakan bahwa ditinjau dari mana daya mempengaruhi yang ada pada seseorang
ini ditimbulkan, maka kewibawaan dapat dibedakan menjadi:
1.
Kewibawaan Lahir, yaitu kewibawaan
yang timbul karena kesan-kesan lahiriah seseorang, seperti: bentuk tubuh yang
besar, pakaian lengkap dan rapi, tulisan yang bagus, suara yang keras dan
jelas, akan menimbulkan kewibawaan lahir.
2.
Kewibawaan bathin, adalah
kewibawaan yang didukung oleh keadaan bathin seseorang seperti:
a.
Adanya rasa cinta, kewibawaan itu
dapat dimiliki seseorang, apabila hidupnya penuh kecintaan dengan atau kepada
orang lain
b.
Adanya rasa demi kamu, atau you
attitude, adalah sikap yang dapat dilukiskan sebagai suatu tindakan,
perintah atau anjuran bukan untuk kepentingan orang yang memerintah, tetapi untuk
kepentingan orang yang diperintah, menganjurkan demi orang yang menerima
anjuran, melarang juga demi orang dilarang.
c.
Adanya kelebihan bathin, seorang
guru yang menguasai bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya, bisa berlaku
adil dan objektif, bijaksana, merupakan contoh-contoh yang dapat menimbulkan
kewibawaan bathin.
d.
Adanya ketaatan pada norma,
menunjukkan bahwa dalam tingkah lakunya dia sebagai pendukung norma yang
sungguh-sungguh, selalu menepati janji yang pernah dibuat, disiplin dalam
hal-hal yang digariskan.
e.
Adanya pengakuan dan penerimaan,
pengakuan dan penerimaan oleh pendidik yang di rasakan oleh peserta didik pada
giliranya akan menumbuhkan hal yang sejalan pada diri peserta didik terhadap
pendidik.[15]
Dalam
pendidikan, dari dua macam kewibawaan yang ada di atas, orang tua maupun guru
harus memiliki kewibawaan bathin. Walaupun ini tidak berarti bahwa kewibawaan
lahir atau penampilan luar dari pendidik boleh diabaikan, seperti; tulisan
dipapan tulis yang baik, berpakaian yang rapi berbicara yang baik, sikap yang
sopan, yang semuanya ini merupakan kesan-kesan luar, yang sangat membantu
terlaksananya pendidikan, meskipun semua ini saja belum mencukupi. Pada umumnya
disepakati bahwa kewibawaan bathin lebih dibutuhkan oleh para pendidik dalam
menjalankan tugasnya.
Komponen
kewibawaan guru meliputi hal-hal berikut
1.
Memiliki kemampuan
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan
keahlian khusus sebagai guru. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik,
mangajar dan melatih. Adapun kemampuan itu sangat diperlukan guna menjalankan
profesi.
2.
Memiliki kemauan membantu siswa
Guru harus mau melibatkan diri dalam proses
pembelajaran. Yang artinya agar guru memiliki sebuah komitmen (kepedulian) yang
besar terhadap anak didiknya. Kepedulian atau komitmen adalah kecenderungan
untuk merasa terlibat aktif dengan penuh tanggung jawab. Seorang guru yang
peduli dan sadar terhadap tugasnya berarti dia memiliki tingkat kepedulian yang
tinggi.
3.
Memiliki sifat kesalihan
Guru harus memiliki moral yang luhur, sehingga dalam
gerak dan tingkah lakunya dapat menjadi suri tauladan yang baik bagi anak
didiknya. Seorang guru harus harus benar-benar dapat “digugu” dan “ditiru”
(dituruti dan ditiru).
1.
Sikap dan Perilaku
Sikap dan perilaku seseorang guru mempunyai andil
yang cukup besar terhadap kualitas kewibawaannya. Artinya, jika sikap dan
perilaku seorang guru baik dimata peserta didik atau masyarakat lainnya maka
guru tersebut akan disegani oleh orang lain.
2.
Pendidikan, Pengetahuan atau
Wawasan
Pendidikan, pengetahuan atau wawasan seseorang guru
juga berpengaruh pada kualitas kewibawaan. Pendidikan formal yang dimiliki
tidak harus tinggi, tetapi pengembangannya yang harus lebih tajam. Pengetahuan
dan wawasan seorang guru harus selalu diasah dan berkembang sehingga ketika
guru diajak bicara tentang suatu topik pembicaraan, guru dapat mengimbangi
lawan bicaranya. Kecerdasan guru dalam menanggapi apa yang disampaikan lawan
bicaranya akan berpengaruh pada penilaian orang terhadap kualitas guru.
3.
Penampilan
Penampilan seseorang mempunyai andil cukup besar
dalam membentuk karakter sebagai orang yang berwibawa atau tidak. Penampilan
seseorang yang dapat mempengaruhi kewibawaan antara lain sebagai berikut
a.
Cara berbusana/berdandan
b.
Cara berbicara
c.
Cara berperilaku
4.
Mempunyai kecerdasan EQ
Kecerdasan EQ (Emotional Intelegence) atau
kecerdasan emosional adalah kemampuan mengungkapkan perasaan, kesadaran serta
pemahaman tentang emosi, dan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya.
Kecerdasan EQ sangat membantu meningkatkan kewibawaan seseorang. Seseorang yang
memiliki kecerdasan EQ dapat dengan mudah mengembangkan kepribadian dan
mencapai tujuannya. Guru sebagai pendidik harus mempunyai kecerdasan EQ yang
baik.
5.
Cerdas Membawa Diri
Kecerdasan membawa diri dalam setiap situasi
merupakan kunci kesuksesan seseorang. Seorang guru dituntut untuk mampu membawa
diri, baik dilingkungan sekolah ataupun masyarakat.
6.
Mempunyai Finansial Lebih
Kewibawaan guru dibentuk oleh keilmuan atau
perilakunya. Keilmuan dan perilaku terpuji yang dimiliki seorang guru, akan
menjadi modal dasar dalam membentuk kewibawaan.[16]
Beberapa cara yang dapat diterapkan untuk menciptakan proses
pembelajaran di kelas dengan baik dan tetap menjaga kewibawaan guru adalah
sebagai berikut.[17]
1.
Menghormati peserta didik
Saat proses belajar mengajar berlangsung, guru harus
menghormati peserta didik. Bagaimanapun juga, peserta didik termasuk bagian
yang tidak terpisahkan dalam proses belajar mengajar di kelas.
2.
Melibatkan Peserta Didik untuk
Mengambil Keputusan
Pada dasarnya, setiap peserta didik mempunyai potensi
yang cukup baik di sekolah. Sebagai guru mempunyai tanggung jawab untuk
mengembangkannya. Dalam upaya meningkatkan wibawa guru disekolah dengan tetap
mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik, maka sebaiknya guru tidak
terlalu mendominasi kebijakan kelas.
3.
Menjadi Pendengar yang Baik
Pada saat-saat tertentu, guru juga harus mmpu menjadi
pendengar yang baik bagi peserta didiknya. Hal ini penting karena pada dasarnya
peserta didik juga ingin diperhatikan, didengar dan dihormati oleh guru.
Agar kewibawaan yang
dimiliki oleh pendidik tidak goyah, tidak melemah, maka hendaknya pendidik itu selalu:
1.
Menjaga Penampilan
Salah satu cara untuk menjaga kewibawaan adalah dengan
menjaga penampilan. Jika seseorang memiliki penampilan yang rapi dan sopan,
orang lain pun akan merasa segan dan menghargai kita. Akan tetapi, jika
penampilan kita tidak sopan dan acak-acakan, dapat dipastika orang lain tidak
akan simpatik dengan kita.
2.
Selalu menjaga sikap
dan perilaku
Orang yang hanya mengendalikan
kepintaran dan kecerdasan saja tanpa memerhatikan etika, maka orang tersebut
akan gagal. Dalam kehidupan bermasyarakat, kita selalu berkomunikasi dengan
orang lain. Sebagai guru, kita akan sering bertemu dengan banyak orang dari
berbagai latar belakang Pendidikan dan sosial ekonomi yang berbeda. Komunikasi
harus dapat dibangun dengan penuh keakraban, kesopanan dan saling menghormati.
3.
Meningkatkan
kualitasnya
Guru mempunyai tanggung jawab
meningkatkan kompetensi dan kualitas yang ia miliki. Sebagai guru perlu
meningkatkan kemampuan dalam pembelajaran, penguasaan manajemen Pendidikan dan
peningkatan kualitas kepemimpinan.
Peningkatan kualitas di dunia akademik yang harus selalu ditingkatkan,
antara lain dengan cara penguasaan metode pembelajaran, menciptakan strategi
pembelajaran, menciptakan media pembelajaran dan sebagainya.
4.
Bersedia memberi alasan
Pendidik harus siap
dengan alasan yang mudah diterima anak, mengapa pendidik menghendaki anak didik
supaya berlaku begini, mengapa pendidik melarang anak didik, mengapa pendidik
memberikan nasihat begitu, penjelasan hendaknya
singkat dan dapat diterima anak dengan jelas, menggunakan bahasa yang sesuai
dengan perkembangan anak. Dengan adanya kejelasan ini, akan membuat anak didik
menerima semuanya penuh dengan kerelaan dan kesadaran.
5.
Bersikap demi kamu
Pendidik selalu harus
menunjukkan sikap demi kamu, sikap ini tidak perlu ditonjolkan tetapi nampak
kepada anak, atau mudah diketahui oleh anak. Pendidik menuntut anak didik ini,
melarang berbuat itu, semuanya demi anak didik sendiri bukan untuk kepentingan
pendidik.
6.
Bersikap sabar
Pendidik harus selalu bersikap sabar,
memberi tenggang waktu kepada anak didik untuk mau menerima perintah dan
nasehat yang diberikan oleh pendidik. Mungkin pendidik harus memberikan
nasihatnya berkali-kali kepada seorang anak, pendidik dituntut kesabarannya
sungguh-sungguh, tidak boleh putus asa.
7.
Bersikap memberi
kebebasan
Semakin bertambah umur anak
didik semakin dewasa, pendidik hendanya semakin memberi kebebasan, memberi
kesempatan kepada anak didik, agar belajar berdiri sendiri, belajar bertanggung
jawab, dan belajar mengambil keputusan, sehingga pada akhirnya anak tidak lagi
memerlukan nasihat dalam kewibawaan melainkan anak diberi kebebasan untuk
mengikuti nasihat itu, atau tidak.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Simpulan
Guru
merupakan orang yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Guru
bukan sekedar bertindak sebagai pengajar atau pemberi pengetahuan saja tetapi, guru
sebagai agen pembelajaran yang segenap ucapan, pemikiran, sikap, serta
perilakunya diteladani oleh anak didik. Untuk mendukung tugasnya tersebut, guru
dituntut untuk memiliki kewibawaan. Kewibawaan ini penting artinya bagi guru
yang bersangkutan maupun hubungannya dengan proses pembelajaran.
Ketika
seorang guru mampu menunjukkan bahwa dirinya memiliki wawasan pendidikan yang
luas, komitmen yang kuat, tanggung jawab, dan kompetensi maka dengan sendirinya
akan mampu mempengaruhi anak didik khususnya dalam kegiatan pembelajaran
sehingga dengan sendirinya akan tumbuh ketaatan pada diri siswa terhadapnya.
B.
Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah
dipaparkan, maka pada bagian ini perlu diberikan beberapa saran kepada
pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini:
1.
Kepada guru agar senantiasa
menjaga kewibawaannya sebagai seorang guru karena mengingat pengaruhnya yang
besar terhadap aktivitas belajar siswa.
2.
Kepada sekolah senantiasa
mengawasi dan meningkatkan kewibawaan guru-gurunya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta
: Rineka Cipta
Ali, Zainuddin. 2011. Pendidikan Agama
Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Dlofier, Zamakhsari.1982. Tradisi Pesantren (Studi Tentang Pandangan
Hidup Kyai). Jakarta: LP3ES
Echols, John M dan Hassan Shadily. 1992. Kamus Inggris Indonesia.
Jakarta: PT. Gramedia
Idris, Zahara dan lisma jamal. 1992. Pengantar Pendidikan
Islam. Jakarta: Gramedia Widia
Sarana
Marimba, Ahmad D. 1980. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam . Bandung:
PT. Al-Ma’arif
Mulyana. 2010. Rahasia Menjadi Guru
Hebat, Jakarta: PT Grasindo, 2010
Nasution, S. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara
Nata, Abudin. 2001. Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru Murid
(Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghozali). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Prayitno. 2009. Dasar teori dan
Praksis Pendidikan. Jakarta : Kompas
Gramedia
Purwanto, Ngalim. 1994. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Supeno, Hadi. 1995. Potret Guru. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya
LAMPIRAN
BIODATA
Nama :
Ifati Zuhria
NIM :
2317051
Kelas :
PGMI D
Riwayat Pendidikan :
1.
TK Sejahtera, Semarang
2.
SD Negeri Sekayu 02, Semarang
3.
SD Negeri Kradenan 02, Pekalongan
4.
SMP Negeri 14 Pekalongan, Pekalongan
5.
SMA Negeri 4 Pekalongan, Pekalongan
[7] Zamakhsari Dlofier, Tradisi Pesantren (Studi Tentang Pandangan Hidup
Kyai), (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 55
[8] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya, 1994), hlm 74
[9] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung:
PT. Al-Ma’arif, 1980), cet. IV, hlm. 37
[12] Abu Ahmadi dan
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hlm. 57
[13] Zahara idris dan lisma jamal, Pengantar Pendidikan
Islam, (Jakarta: Gramedia Widia
Sarana, 1992) hlm. 48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar