MAKALAH
Peradaban
Dunia Pra- Islam Dan Masa Nabi Muhammad Saw.
Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah:
Sejarah Peradaban Islam (SPI)
Dosen Pengampu :
Ghufron Dimyati, M.S.I
Disusun Oleh:
1. ISTRIYANI (2021112254)
2. KHOMARIYAH (2021112283)
3. DEWI
MARWAH (2021113001)
KELAS: F
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Pembacaan kondisi-kondisi masa lalu merupakan
sejarah, khususnya sejarah mengenai Arab sebelum Islam, merupakan diskursus
yang menarik dan signifikan dalam mempelajari sejarah peradaban dan pemikiran
Islam. Ini menjadi perhatian khususnya di kalangan intelektual Islam mutakhir
untuk membuktikan apakah Arab Jahiliyyah adalah bodoh dalam berbagai aspek atau
tidak?
Kajian ini
juga masih tetap signifikan dan relevan untuk masa sekarang, karena studi
sejarah Islam ini merupakan bagian dari strategi untuk menggugah kembali
fakrot-faktor kebaikan apa saja yang terdapat pada Arab Jahiliyyah untuk
selanjutnya kita contoh dan factor-faktor keburukan apa saja yang patut
dijauhi. Dengan kajian atas sejarah ini menjadi ibrah dalam pelaksanaan
nilai-nilai ajaran Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peradaban
Romawi Timur
Sejak
tahun 180 kekaisaran Romawi mengalami kemunduran. Kurang lebih 100 tahun Romawi
diliputi oleh kekerasan dan perang saudara. Beberapa kaisar yang memerintah
pada masa kemunduran ini antara lain:Diocletianus (284 -
305), merupakan kaisar yang kejam. Ia memerintahkan pembunuhan terhadap
pengikut agama kristen. Mereka yang berhasil meloloskan diri membuat lubang
perlindungan di gua-gua karang yang disebutCatacombe. Kaisar berikutnya
adalah Konstantin yang Agung (324 - 337). Ia memindahkan ibukota Romawi dari Roma
ke Bizantium (Konstantinopel) yang kini disebut Istambul. Pada tahun 313
Konstantin mengeluarkan Edic Milan yang berisi perintah menghentikan pengejaran
terhadap umat kristen dan menetapkan agam kristen menjadi agama resmi negara:
Kaisar Thedosius (378 - 395) menetapkan agama kristen sebagai agama negara. Ia
membagi wilayah kekaisaran untuk kedua putranya: Kekaisaran Romawi Barat
beribukota di Roma untuk Honorius, putra bungsunya dan putra sulung yang
bernama Archadius berkuasa di Romawi Timur dengan ibukota Konstantinopel.
Pada permulaan Abad Pertengahan, Kekaisaran Romawi
Timur atau Byzantium sangat maju. Kekuatannyakemudian menjadi lemah karena perang
dengan orang-orang Persi-Baru yang
membangun suatu kerajaan besar di Asia. Romawi Timur memiliki wilayah meliputi:
Semenanjung Balkan, Asia Kecil (sampai Armenia), Syiria sampai Eufrat dan
Mesir. Setelah tahun 476 M, hubungan Romawi Barat dan Romawi Timur praktis
putus. Romawi Timur dapat bertahan sampai tahun 1453 dengan melakukan
perdagangan dan setiap serangan dari bangsa Barbar disikapi dengan memberi
upeti.
Sebagai penguasa dunia orang-orang
Romawi ternyata tidak berhasil menguasai orang Arab. Pengiriman pasukan
sebanyak 10.000 dari mesir serta dukungan dari sekutunya ternyata menemui
kegagalan, tujuan ekspansi tersebut untuk menguasai rute perjalanan yang
dimonopoli oleh orang arab untuk kepentingan Romawi. Ketertarikan bangsa Romawi
terhadap kawasan ini karena kawasan ini dikenal sebagai kawasan wangi, sebagai
penghasil wewangian dan rempah-rempah.(Philip K. Hitti, History of the Arabs,
hal:55). Pada abad ke-5 kerajaan Romawi Barat sangat lemah sehingga Kaisar yang
cakap dan semangatpun (misalnya Majorian, berkuasa 457-461 M) tidak berdaya
mencegah tumbangnya kerajaan Barat. Sedangkan pada abad yang sama Kerajaan
Timur bisa mengefektifkan sumber daya, energi, dan kebijakan kerajaanya, dan
dari 414 sampai 518.[1]
B. Peradaban
Islam di Persia
Gelombang
pertama perluasan wilayah kekuasaan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab
dan Usman bin ‘Affan telah membawa pengaruh yang sangat besar terhadap
perkembangan peradaban Islam. Pada masa ini perluasan Islam ke seluruh arah
Timur mencapai sungai Oxus. Dakwah Islam pertama masuk ke Persia disampaikan
oleh Nabi Muhammad saw. Melalui surat yang dikirim kepada Kisra Abruiz dari
kerajaan Sasan pada tahun 8 H (+630 M). Islam masuk ke wilayah Persia diawali
pada masa pemerintahan Abu Bakar. Sementara itu, Persia di bawah kekuasaan
kerajaan Sasan seolah telah kehabisan nafas akibat serangkaian peperangan yang
panjang. Sekitar tahun 637 M pasukan Islam menang atas Persia di Kadisiah yang
menyebabkan jatuhnya ibukota Selucia-Ctesipon yang menandai berakhirnya
perlawanan Persia, ini merupakan kemenangan yang besar sehingga menjadi batu
loncatan bagi gelombang perluasan selanjutnya oleh Bani Umayyah. Pada masa ini,
Islam berhasil menguasai propinsi-propinsi yang tadinya tergabung dalam
kemaharajaan Persia.
Setelah
kedatangan Islam ke wilayah itu, daerah tersebut merupakan wadah terhjadinya
akulturasi yang cukup kuat antara peradaban Islam dan peradaban Persia, bahkan
sejak gerakan Revolusi Abbasiah yang dikomandani oleh Abu Muslim al-Khurasani,
berbagai unsur peradaban Persia mewarnai perkembangan peradaban Islam. Berikut
ini merupakan dinasti-dinasti penting:[2]
1) II
Khaniah (1256-1353)
Sejarah Iran dari abad ke-13 hingga 18 mengalami
perkembangan kultural dan institusional, dari zaman terdahulu Iran mewarisi peradaban pertanian dan rezim
monarkis dengan pola yang khas sebuah perpaduan antara kultur Islam dengan
kultur kerajaan Iran, asosiasi keagamaan muslim dalam bentuk mazhab-mazhab
hukum Sunni, tarekat sufi dan sekte-sekte syi’ah, serta perpecahan antara
komunitas perkotaan local dan kelas perkampungan. Meskipun menghadapi banyak
pertentangan, baik dengan pihak luar maupun tekanan dari dalam, periode II-Khan
merupakan periode kemakmuran bagi Persia. Ibukota II-Khaniah, Tabriz dan
Maragha, menjadi pusat-pusat ilmu pengetahuan khususnya penulis sejarah dan
ilmu-ilmu kealaman, seperti: Al Juwaini (1226-1283 M), Futub Al-Buldan (History
of the world Conquerors) dan lain-lain.
2) Timuriyah
(1370-1506)
Rezim II-Khan berlangsung antara tahun 1256-1336. Rezim
ini berakhir dengan terpecahnya kekuasaan menjadi sejumlah negara propinsial
yang terlibat dalam persaingan satu dengan yang lainnya. Beberapa negara kecil
yang menggantikannya akhirnya tersedot ke dalam kekuasaan imperium baru yang
dibangun oleh Timur Lenk (Tamarlane, 1370-1405 M) dan keturunannya yang
memperkenalkan sebuah fase perkembangan kultur kerajaan Iran.
Dalam
menegakkan kekuasaannya, Timur didukung oleh elite Muslim setempat termasuk
Syaikh Al-Islam di Samarkand dan kalangan sufi yang menjadi penasihat spiritualnya.
Tokoh-tokoh agama Islam bekerja kepadanya sebagai Qadli, diplomat dan turtor
bagi pangeran-pangeran muda.
Sepeninggal
Timur (wafat tahun 1405 M), imperium Timuriah dibagi menjadi dua wilayah yang
masing-masing menjadi pusat yang penting bagi kultur Iran. Transoxiana menjadi
kota pusat kemajuan arsitektur, filsafat dan ilmu-ilmu ke-Islaman serta
melahirkan sebuah varian baru peradaban imperium Islam-Iran. Di bawah
pemerintahan Timuriah, Herat menjadi pusat kultur muslim yang kedua, Sultan
Husyain membangun kota Herat sebagai pusat bagi kultur kesultanan di Turki.
Ekspresi yang cukup krusial dari otoritas kepemimpinan suku di dalam masyarakat
Turki-Mongolia adalah Uymag (Negara keluarga). Kepala Uymag mengerahkan
dukungan militernya untuk mengumpulkan pajak dari warga dan untuk mendirikan
sebuah pemerintahan lokal di wilayah perbatasan.
Akibat
invasi Mongol, suksesi beberapa rezim yang tidak stabil, dan campur tangan
kalangan Turki tumbuh bentuk-bentuk baru organisasi social keagamaan di Iran.
Para sufi tampil sebagai pemimpin yang memberikan jawaban terhadap kebutuhan
atas perlindungan politik dan kebangkitan spiritual.[3]
3)
Dinasti Safawiah (1501-1732 M)
Negara
Safawiah dinisbahkan kepada nama seorang guru sufi di Ardabil, yaitu Syeikh
Ishak Saifuddin (wafat tahun 1334 M). Ia mendirikan tarekat di Ardabil,
Azerbaijan yang kemudian diberi nama Safawiah. Ia memiliki murid Tarekat yang
sangat kuat berpegang pada ajaran agama.Gerakan tarekat tersebut semakin
penting artinya terutama setelah ia mengubah bentuk tarekat itu dari pengajian
tasawuf murni yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar
pengaruhnya di Persia, Syria dan Anatoli. Demikian halnya dengan gerakan
tarekat Safariyah. Setelah berhasil menyebarkan pengarahannya di berbagai
wilayah, mereka mulai mengatur kekuasaan. Propaganda yang gencar dilakukan oleh
para penerusnya dalam upaya mengembangkan kekuasaan di sekitar Anatolia. Yang
pada masa itu di bawah kekuasaan dari Qayamlu dan Aq-Quyunlu, dua di antara
suku kuat Turki. Safawiah mempunyai pola pemerintahan yang teokratik, sebab
para penguasa bukan saja mengaku sebagai keturunan Ali, namun juga mengklaim
berstatus sebagai titisan para Imam Syiah, bahkan Ismail I mengaku sebagai
penjelasan tuhan, sinar ketuhanan dari Imam yang tersembunyi dan Imam Mahdi. Ia
memakai gelar bayangan tuhan di bumi, meniru gelar yang dipakai oleh raja-raja
Persia.
Kerajaan
Safawiah memiliki kemudahan dalam melakukan konsolidasi pemerintahan. Kekuasaan
Turki Utsmani di sebelah barat dan Uzbeg di sebelah timur memang mirip musuh
bebuyutan kerajaan Safawiah. Karena kekuatan yang seimbang, Safawi tidak
berhasil mengalahkan Turki Utsmani. Abbas I (1558-1628 M) mengadakan perjanjian
damai dengan Turki Utsmani dengan konsekuensi ia harus menyerahkan wilayah
Azerbaijan Georgia dan sebagai Khuziztan. Di samping itu Abbas janji tidak akan
menghina khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar dan Usman) dalam
khotbah-khotbah Jum’at. Masa kekuasaan Abbas I (kemudian diberi gelar Abbas
Syah yang agung) merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawiah. Beberapa hal yang
dilakukan oleh Abbas I perlu ditegaskan di sini yaitu Pertama : melakukan
persekutuan dengan orang-orang Kristen, dengan Inggris melawan Usmani,
mendorong pedagang bangsa Belanda dan Inggris di Bandar Abbas,
juga menjalani hubungan diplomatik dengan bangsa Eropa. Kedua : Mengubah
rakyat Iran dari paham Sunni menjadi Syi’i. Ketiga : Anehnya Abbas I, begitu
juga beberapa raja yang lain, bersifat bengis terhadap
anak-anaknya sendiri, karena khawatir akan merebut
kekuasaan dari tangannya.Keempat : kegiatan pembangunan fisik pada masa
Safawiah ini sangat menonjol. Untuk memperkokoh otoritasnya tersebut,
Safawiah berusaha memantapkan Syi’isme di Iran. Syi’ah dijadikan sebagai madhb
resmi negara. Dilakukan dalam memperluas dukungan dan mengkonsolidasikan
otoritas Syi’ah. Ali Al-Kharakhi (1465-1534 M) mendirikan madrasah Syi’ah yang
pertama di Iran. Pada periode-periode awal, otoritas yang syah terhadap
kegiatan keagamaan benar-benar dominant. Perayaan di bulan Muharram merupakan
agenda penting dalam pemerintahan Safawiah. Untuk mendukung penerapan agama
resmi, rezim Safawiah melancarkan program untuk mengelimiur seluruh paham yang
berbeda dengan paham Syi’ah Itsna Asy’ariyah. Reformasi
militer dan administratif Syah Abbas sebagian didanai dengan usaha perdagangan
yang cermat. Dia menggairahkan produksi sutera dan memasarkan hasilnya melalui
pedagang yang terkontrol oleh negara, dengan membawa pedagang Armenia ke
Isfahan dan menjadikan mereka perantara antara Syah dan pelanggan asing. Abbas
I membangun pabrik untuk memproduksi barang-barang mewah baik untuk keperluan
sendiri maupun untuk dijual dalam perdagangan internasional. Karpet yang semula
merupakan industri istana, dipusatkan di pabrik-pabrik segar di Isfahan. Sutera
juga jadi industri kerajaan yang hasilnya dijual ke Eropa. Orang Inggris yang
pertama kali ke Iran adala Anthony Sherly dan Robert Sherley, mereka
berinisiatif agar bangsa Iran memasuki perdagangan iternasional. Mereka datang
pada tahun 1589, dan pada tahun 1616 the English East India Company (EEIC)
memperoleh hak untuk berdagang secara bebas di Iran. Bangsa Inggris membantu
Abbas I mengusir Portugis dari Pelabuhan Teluk Persi di Humuz dan membangun
Bandar Abbas sebagai pelabuhan baru. Prestasi lain dari Safawiah adalah
pembangunan ibukota baru yaitu Isfahan. Merupakan kota yang sangat penting bagi
perkembangan politik, ekonomi Iran, dan sebagai simbol legitimasi dinasti
Safawiyan.
Isfahan
sangat penting kedudukannya bagi perekonomian negara, sebab merupakan pusat
industri dan kegiatan pemasarannya semua kegiatan perekonomian itu berada di
bawah pengawas petugas perpajakan negara. Kota ini juga sebagai symbol
vitalitas Islam-Iran. Pada tahun 1666 M, Isfahan memiliki 162 masjid, 48
perguruan, 162 caravasaries, dan 273 tempat pemandian umum yang hampir
seluruhnya dibangun oleh Abbas I dan Abbas II. Di bidang seni, Safawiyah juga
memiliki prestasi yang cukup diakui. Pada tahun 1510 M sekolah seni lukis
Timuriah dipindahkan dari Herat ke Tibriz. Bahzas (seorang pelukis terbesar
pada saat itu), Syah Tahmasp (seorang seniman besar). Dari sekolah seni lukis
tersebut terbitlah sebuahedisi Syah Nameh (buku tentang Raja-raja) yang memuat
dari 250 lukisan dan merupakan salah satu karya besar seni manuskrip Iran. Kerajaan
Safawi juga mengukir sejarah perkembangan tradisi keilmuan. Dalam sejarah
Islam, Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dab bersahaja
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Banyak ilmuwan lahir dan berkembang pada
masa pemerintahan kerajaan Safawiah. Yang masih hidup pada masa itu adalah
Baha’ Al-Din Al-Amili (generalis ilmu pengetahuan), Sadr Al-Din Al-Syirazi
(filosof) dan Muhammad Baqir bin Muhammad Damad (filosof ahli sejarah, teolog
yang pernah mengadakan observasi atas kehidupan lebah). Pada masa kekuasaan
Safawiyah, yang tampaknya dibangun atas kepentingan ideologi Syi’ah. Ini memang
bentuk konsekuensi logis dari situasi dan kondisi yang melatarbelakangi
kelahirannya. Ia tampak beroientasi ke Syi’ahan karena ia mengemban misi Syi’h.
Tanda-tanda kehancuran kerajaan Safawiyah sudah kelihatan ketika pemerintahan
dipegang oleh Sulaiman. Pemerintah melakukan penindasan dan pemerasan.
Penindasan juga dilakukan terhadap para ulama dan penganut pahan Sunni dengan
memaksakan paham Syi’ah. Keadaan bertambah buruk ketika kekuasaan dipegang oleh
Sultan Husein II. Penduduk Afghan bagian dari Iran adalah penganut Sunni.
Mereka ditindas oleh penguasa. Ketikamereka tidak tahan lagi atas penindasan
yang dilakukan oleh penguasa mereka pun melakukan pemberontakan di bawah
pimpinan Amir Kandahar, Amir Mahmudkhan, berhasil menguasai Herat dan Masyhad,
kemudian merebut ibukota kerajaan Isfahan pada tahun 1772 M. Pada masa
Safawiyah Iran melakukan perubahan yang luar biasa berkaitan dengan hubungan
negara dan agama. Islam digunakan sebagai pemersatu masyarakat ke dalam gerakan
moral dan politik. Yang lebih besar, bentuk-bentuk institusi kenegaraan,
kesukuan dan institusi. Keagamaan Safawi yang diciptakan oleh Abbas I telah
mengalami perubahan secara mencolok pada akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18.
Abad ke-16 dan awal abad ke-17 memiliki kecenderungan untuk memperkuat
kekuasaan negara dan membentuk keagamaan kalangan Syi’i. Sedangkan periode
berikutnya mengantarkan pada sebuah kemunduran yang tajam bagi dinasti
Safawiyah.
4.
Dinasti Qajar (1785-1925 M)
Nadir
Syah digantikan oleh Karim Khan, pemimpin koalisi kelompok kesukuan Zanddi Iran
barat. Rezim ini berlangsung secara efektif dari tahun 1750-1779 M. Rezim ini
berakhir dengan memberikan jalan bagi kelompok Qajar. Tahun 1779 M kelompok
Qajar menyalahkan Zandan mendirikan sebuah dinasti yang berlangsung hingga
tahun1924 M, kekuasaannya berlangsung 1795-1925 M. Iran berada di bawah
dominasi ekonomi dan politik dari kekuatan-kekuatan besar, khususnya Inggris
dan Rusia. Tahun 1889 M Imperial Bank of Persia didirikan. Tahun 1890 M
perusahaan Inggris diberi hak monopoli industri tembakau. Pada tahun 1891 M
dibentuk Bank of Peria, dan tahun 1890-an Rusia menjadi investor terbesar dalam
mengucurkan pinjaman kepada Syah Iran. Tahun 1907 perjanjian antara Inggris dan
Rusia membagi Iran menjadi dua wilayah. Wilayah bagian utara dan selatan dengan
satu wilayah. Netral yang membatasi keduanya. Rusia dan Inggris juga memberi
kesempatan kepada Iran untuk mempertahankan kemerdekaannya dan keutuhan
kerajaannya secara nominal, tetapi keduanya berusaha menguasai Iran secara
efektif. Membangkitkan Qajar untuk
memoderenisasi dan memperkokoh perangkat kenegaraan. Nasir Aldin (1848-1896 M)
mengorganisasikan sebuah sistem militer yang mengharuskan masing-masing daerah
untuk mensuplai sejumlah tentara atau membayar sejumlah uang yang sepadan untuk
menggaji mereka. Reformasi Qajar tidak mampu menjalankan sentralisasi kekuatan
negara dan tak berdaya campur tangan pihak asing. Ulama menjadi musuh utama
pengaruh asing dan bagi negara sendiri yang menjadi kolaborator asing. Pada
pemerintahan Nasir Aldin Syah yang berada di bawah pengaruh Mirza Taqikhan. Pemerintah
berusaha mempersempit otoritas ulama. Posisi ulama diperkuat oleh para
pedagang, pengrajin, kaum intelektual modernis Islam didikan barat, membentuk
perlawanan nasional yang pertama terhadap Qajar. Puncak pergolakan terjadi pada
krisis konstitusional yang mengantarkan kepada penyelenggaraan siding dewan
konstituante nasional pada tahun 1996. Dewan ini menciptakan konstitusi yang
menempatkan Syah di bawah pemerintahan parlementer dengan Islam sebagai agama
Islam resmi.
C. Peradaban Arab Jahiliah
Suasana sosial politik Arab yang selalu
diwarnai oleh perebutan kekuasaan dan pengaruh di antara suku-suku Arab di
samping interaksinya dengan dua Negara adi kuasa saat itu, Kekaisaran Byzantium
dan Persia menjadi semakin kompleks dengan adanya persaingan dalam konteks
keagamaan. Sementara itu, di Arab Selatan, beralihnya peta perekonomian ke
Romawi telah berpengaruh kuat bagi lengsernya kerajaan Himyar. Sebagaimana
tercatat dalam sejarah, Arab Selatan merupaka penghasil utama kemenyan dunia,
yang digunakan dalam upacara keagamaan di Graeko Romawi dan sebagai bahan baku
obat-obatan. Hal ini secara pasti memberi pengaruh yang kuat dalam bidang
ekonomi di Arab Selatan. Suku-suku Arab yang terpecah dan sulit untuk disatukan
dalam interaksinya dengan dunia luas memperlihatkan bahwa suku-suku tersebut
hanya dimanipulasi oleh kebijakan luar negeri dari beberapa kekaisaran yang
yang ada dan tidak adanya kepentingan yang diberikan kepada rakyat mereka.
Masyarakat Arab menjelang kedatangan islam tidak dapat digolongkan rendah.
Beberapa hal yang patut dicatat mengenai kondisi sosial, budaya, dan ekonomi
sebelum datangnya Islam dan membawa pengaruh dalam pembentukan tradisi Islam.
1. Mekkah
sebagai pusat perekonomian
Mekkah menjadi pusat perekonomian disebabkan oleh
posisi geografisnya yang berada ditengah rute perjalanan dagang ditambah lagi
di Mekkah juga ada jaminan keselamatan karena adanya konvensi bahwa pertumpahan
darah, yang sangat mudah tertumpah saat itu, dilarang dan mesti dilakukan di
luar Mekkah, sehingga dagang dapat berlangsung lancar.
2. Perilaku
terhadap harta benda
Al-Qur’an dengn gambling menjelaskan terhdap
fenomena ini. Misalnya Qs 104 : 1-3 menyebut bahwa para pembangkang yang
senantiasa memfitnah dan mencela Nabi adalah mereka yang tidak hanya menumpuk
harta tetapi juga beranggapan jika harta benda yang mereka kumpulkan itu akan
menjadikan mereka abadi. Bahkan mereka juga beranggapan jika harta mereka mampu
menyelamatkan mereka dari bencana (QS. 6 : 69)
3. Pengetahuan
tentang Yahudi dan Nasrani
Masyarakat Arab kontak dengan Yahudi dan Nasrani
adalah sesuatu yang niscaya. Hal ini tidak lain karena adanya perjalanan dagang
ke kota-kota Nasrani seperti Damaskus dan Gaza. Penganut Kristen terdapat juga
di Mekkah, sementara Yahudi banyak terdapat di Madinah.[4]
D. Periode
Mekkah
Dalam sejarah Peradaban Islam, sejarah
hidup Nabi Muhammad SAW biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu ketika nabi
Muhammad menjalani hidupnya di Makkah dan di Madinah. Demikian juga yang
terjadi dalam sejarah Islam, karena perbedaan dan tantangan yang dihadapi Nabi
Muhammad berbeda di dua tempat tersebut menjadikan sebagian penulis sejarah
Islam juga membagi sejarah hidup rasul tersebut ke dalam dua babak, yaitu
sejarah hidup rasul tersebut dan sejarah hidup rasul di Madinah.
Sebelum Islam dating di
tanah Arab, sebenarnya masyarakat Arab bukan tidak berkeyakinan, mereka sudah
memiliki keyakinan tertentu yang dikenal dengan paganism, mereka tidak
mengingkari adanya Tuhan, tetapi umumnya mereka menggunakan perantara yaitu
patung-patung atau berhala untuk menyembah Tuhan mereka.
Mereka suka berperang.
Kaum laki-laki menjadi dominan dalam posisi ini, sehingga ketika mereka
memiliki anak-anak laki mereka bangga, tetapi sebaliknya ketika mereka
mendapatkan anak perempuan mereka merasa aib dan malu, karena tidak bisa diajak
berperang, maka banyak yang mereka bunuh.
Dalam kondisi masyarakat semacam itulah
Nabi Muhammad diturunkan. Ayah nabi Muhammad SAW bernama Abdullah ibn Abdul
Mutholib. Sedangkan ibunya bernama Aminah binti Wahab. Dia dilahirkan di kota
Makkah pada tanggal 20 Agustus tahun 570 M. Tahun ini disebut juga dengan Tahun
Gajah karena pada tahun tersebut terjadi penyerangan terhadap ka’bah yang
dilakukan oleh Raja Abrahah dari Yaman.
Kemudian Muhammad
tumbuh dan berkembang menjadi pemuda yang baik kepribadian dan akhlaknya. Dia
juga dikenal sebagai seorang yang memiliki perangai yang mempesona, sehingga
masyarakat Makkah pada waktu itu memberikan gelar al-amin, gelar penghormatan kepada Muhammad sebagai pemuda yang
bisa dipercaya. Dalam perjalanan hidupnya, muhamad sering menyendiri atau ber-khalwat, sebagaimana kebiasaan
orang-orang Arab, khususnya orang-orang yang tergolong pemikir, sebagai upaya
untuk mengetahui rahasia alam semesta. Usaha ini kemudian membuahkan hasil
dengan turunya wahyu pertama surat al-‘alaq : 1-5, yang sekaligus menandai
pengangkatan dirinya menjadi Nabi. Dalam sejarah Islam, kerasulan Nabi Muhammad
secara resmi ditandai dengan turunnya wahyu yang pertama kepada Muhammad, dan
Khadijah (istri beliau) adalah orang pertama yang mengimani kenabian Muhammad
SAW, atau yang pertama kali masuk Islam, ini berarti bahwa rumah tangga Nabi
sejak awal telah menyatu dalam keimanan dan siap bahu membahu dalam menghadapi
tantangan, sehingga mengalami sendiri betapa beratnya perjuangan awal Nabi
Muhammad sebagai Nabi.[5]
Upaya Rasulullah dalam rangka
mendakwahkan Islam secara terang-terangan ini kemudian mendapat reaksi dari
pihak kaum musyrik Quraisy. Reaksi tersebut pada mulanya masih bersifat bujukan
dan rayuan, agar Nabi meninggalkan tugasnya menyampaikan Islam. Namun dengan
tegas Nabi menepis bujukan tersebut, dengan mengatakan :” Aku datang kepada
kalian bukanlah untuk mendapatkan harta, pangkat dan kedudukan. Allah SWT
mengutus aku kepada kalian untuk menjadi rasulnya”. Dalam posisinya sebagai
Nabi, Muhammad sangat tegas terhadap mereka.
Perjalanan dan
perjuangan dakwah Rasul pada periode-periode ini sangat berat, bahkan sampai
pada tahun ke lima kerasulan pun, jumlah penganut agama Islam baru sekitar 102
orang. Setelah Umar bin Khatab masuk Islam pada tahun 616 M atau tahun keenam
dari kenabian rasul, maka jumlah penganut Islam, secara berangsur-angsur, terus
bertambah, walaupun masih menjadi kaum yang tertindas. Masuknya Umar ke dalam
kelompok Islam membawa daya dorong tersendiri dalam perkembangan Islam.
E. Periode
Madinah
Sebagaimana sudah dijelaskan di bagian
terdahulu bahwa sebelum Rasulullah hijrah ke madinah, didahului oleh dua
peristiwa yaitu bai’ah aqabah sughra (pertama)
pada tahun 621 M dan ba’iah aqabah kubra
( kedua) pada tahun 622 M. Adanya bai’ah ini juga tidak lepas dari usaha
Rasulullah untuk menyampaikan ajarannya kepada sebagian peziarah dan pedagang
dari kota Yatsrib yang melaksanakan ibadah haji. Isi bai’at itu antara lain
mengikrarkan keimanan kepada Allah dan Rasulnya Muhammad, amar ma’ruf nahyi
munkar, dan kepatuhan kepada beliau pemimpin mereka. Nabi juga berjanji akan
berjuang bersama mereka baik dalam peperangan maupun perdamaian. Sesungguhnya
dengan peristiwa bai’at aqabah itu telah terjadi legislasi kepemimpinan
Muhammad sebagai pemimpin mereka. Karena telah terjadi fakta persekutuan antara
Nabi dengan penduduk Yatsrib, sampai dengan legistimasi formalnya sebagai
kepala Negara Madinah, dengan ditetapkannya Piagam Madinah. Di piagam Madinah
itulah diatur kehidupan masyarakat Madinah sehingga menjadi masyarakat yang
maju dan beradab. Mereka hidup dengan menjalankan aturan-aturan yang mereka
sepakati bersama itu. Oleh karena itulah Rasulullah bersama para sahabat
melakukan hijrah ke Madinah. Sebenarnya ada beberapa sebab utama yang membuat
Nabi hijrah ke Madinah, yaitu:
Pertama, perbedaan
iklim di kedua kota itu mempercepat dilakukannya hijrah. Iklim Madinah yang
lembut dan watak rakyatnya yang tenang sangat mendorong penyebaran dan
pengembangan agama Islam. Sebaliknya, kota Mekkah tidak mempunyai dua kemudahan
itu. Kedua, nabi-nabi umumnya tidak
dihormati di Negara-negaranya sehingga Nabi Muhammad pun tidak diterima oleh
kaumnya sendiri. Akan tetapi disukai sebagai Nabi Allah, oleh karena
orang-orang Madinah dan dia sungguh diundangnya. Ketiga, tantangan yang Nabi hadapi tidaklah sekeras di Mekkah,
golongan pendeta dan kaum ningrat Quraisy yang menganggap islam bertentangan
dengan kepentingan mereka, ini tentu berbeda dengan sikap penduduk Madinah
terhadap Nabi. Setelah Rasulullah membangun Masjid sebagai sarana untuk
mempersaudarakan kaum muslimin di kota Madinah, selanjutnya Rasulullah juga
melakukan pembangunan social, ekonomi dan politik Negara Madinah. Bai’at Aqabah
yang dulu dilakukan kemudian begitu nyata yaitu dengan didukungnya Nabi Muhammad
oleh sebagian besar suku Aus dan Kazraj yang memudahkannya dalam menggalang
potensi mereka untuk disatukan menjadi suatu bangsa (nation) yang berdaulat dan membuat perjanjian untuk saling bantu
membantu antara orang muslim dan non Islam yang didokumentasikan dalam piagam
Madinah, yang menurut Ahmad Syalabi secara umum berisikan antara lain bahwa
kelompok ini mempunyai pribadi keagamaan dan politik, kebebasan beragama
terjamin semua, kewajiban penduduk Madinah, baik yang muslim maupun bangsa
Yahudi, bantu membantu secara moril dan materiil, dan Rasulullah adalah
pemimpin tertinggi penduduk Madinah.[6]
Dalam periode Madinah inilah
Rasulullah benar-benar dapat membina masyarakat yang kondusif, sehingga di
bawah kepemimpinan Rasulullah, Madinah menjadi wilayah yang diperhitungkan.
Kepemimpinannya sebagai panglima perangpun juga teruji dalam beberapa
peperangan yang dilakukannya, baik yang tergolong ghazwah ataupun sariyah, sampai dengan peristiwa fath Makkah yang monumental, yaitu peperangan tanpa
pertumpahan darah. Ajakan masuk Islam kepada pemimpin-pemimpin dunia melalui
surat yang beliau kirimkan merupakan langkah politis yang sangat berani.
Kemampuannya dalam mempersatukan umat Islam dengan kebinekaan kabilah dan suku,
serta mempersaudarakannya adalah sebagai bukti misi risalah yang dibawanya
berdimenssi religious dan sosial politik. Dan satu bukti sejarah bahwa Nabi
seorang kepala negada di Madinah adalah munculnya persoalan siapakah yang
pantas menggantikan Rasulullah sebagai pemimpin wilayah yang luas itu setelah
Rasulullah wafat. Di sebuah tempat di tengah kota Madinah, Saqifah bani
Sa’idah, umat Islam sulit menentukan pemimpin mereka, sampai akhirnya
terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah pertama umat Islam.
F. Peperangan
dalam Islam
Banyak peperangan yang terjadi sebagai
upaya kaum muslimin dalam mempertahankan diri dari serangan musuh. Diawal
pemerintahan, nabi melakukan ekspedisi ke luar untuk mempertahankan dan
melindungi Negara yang baru dibentuk. Untuk menghadapi kemungkinan serangan
musuh, nabi membuat siasat dan membentuk pasukan perang. Beberapa perang yang
pernah terjadi dalam rangka menentukan masa depan Negara islam antara lain :
1.
Perang Badar
Perang Badar al-Kubra
terjadi pada tanggal 8 bulan Ramadhan tahun kedua Hijriyah (624 M), yaitu
antara kaum muslimin Madinah di bawah pimpinan Rasulullah melawan kaum Quraisy.
Sebab-sebab perang Badar ini antara lain kaum Quraisy ingn melenyapkan musuhnya
padahal mereka telah merampas harta kaum muslimin di Makkah. Bila kaum Quraisy
menang, maka jalur perdagangan ke utara akan aman tanpa gangguan, tetapi jika
kalah maka perdagangan tergangu yang merugikan perniagaan kaum Quraisy sehingga
mereka bertekad memerangi kaum muslimin.
Medan pertempuran
terjadi di lembah Badar antara Makkah dan Madinah, kurang lebih 144,5 kilometer
sebelah batar daya dari Madinah. Nabi sendiri memegang komando. Kaum Quraisy
dipimpin oleh Utbah bin Rabi’ah, Al-Walid
putra Utbah dan Syaibah, saudara utbah. Sedangkan pasukan islam ditampilkan
Ubaidah bin Haris, Hamzah, dan Ali bin Abi Thalib. Pasukan Quraisy sebanyak 900
sampai 1000 orang sedangkan kekuatan
Islam hanya 350 orang. Pertempuran ini akhirnya dimenangkan oleh pihak
Muslimin. Suku badui yang melihat kemenangan kaum muslimin pada perang Badar
dan semakin meningkatnya kekuatan Islam, ingin sekali menjalin hubungan dengan
nabi. Kemudian nabi menandatangani sebuah piagam perjanjian dengan suku badui.
2.
Perang Uhud
Perang Uhud terjadi
pada bulan sya’ban tahun ke-3 hijra di kaki gunung uhud yang terletak di utara
Madinah. Sebab peperangan ini berkobar adalah kaum Quraisy ingin menebus
kekalahan yang dideritanya pada waktu perang Badar. Bagi mereka, kekalahan pada
perang Badar merupakan pukulan yang sangat berat.
Pada awalnya pasukan
Islam menang karena disiplin dan strategi jitu meskipun jumlahnya lebih kecil.
Akan tetapi, kemudian karena godaan harta peninggalan perang musuh, pasukan
Islam mulai memungut dengan tidak menghiraukan gerakan musuh meskipun
sudah diperingatkan oleh nabi agar tidak
meninggalkan posnya. Kelengahan kaum muslimin ini dimanfaatkan oleh musuh.
Pasukan Quraisy kemudian menyerang dan pasukan Islam pun porak poranda. Banyak
kaum muslimin yang gugur sebagai syahid dalam perang Uhud ini yaitu sebanyak 70
orang. Nabi sendiri terluka.
3.
Perang Khandaq
Perang Khandaq terjadi
pada bulan syawal tahun ke-5 hijrah, bertempat di sekitar Madinah. Dinamakan ahzab
atau sekutu karena kaum Quraisy mengajak suku-suku lain untuk bergabung dan
dikatakan khandaq karena di sekitar Madinah terutama bagian utara kota
digali parit (khandaq), siasat ini atas usul Salman A Farisi untuk
mempertahankan dari serangan musuh.
Pasukan Yahudi yang
membelot bersama Abdullah bin Ubay termasuk Bani Nadir (kecuali Bani Quraizah)
diusir ke luar kota Madinah. Mereka
menuju Khaibar. Mereka bergabung dengan masyarakat Makkah menyusun kekuatan
untuk menyerang Madinah. Pasukan mereka berjumlah 24.000 orang yang terdiri ari
beberapa suku. Sementara pasukan Madinah yang berkhianat yaitu orang-orang
Yahudi di bawah pimpinan Ka’ab bin Asad yang membuat umat Islam semakin
terjepit. Pasukan sekutu mengepung Madinah dengan mendirikan kemah-kemah di
luar parit. Setelah sebulan pengepungan, angin dan badai pun turun dengan
kencangnya dan memporak porandakan seluruh kemah dan perlengkapan mereka. Mereka
akhirnya menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa
hasil.
4.
Perang Khaibar
Perang Khaibar terjadi
pada tahun ke-7 hijrah. Khaibar merupakan nama sebuah kota yang penduduknya
orang-orang Yahudi dari golongan yang pernah bersekutu dengan kaum Quraisy
dalam perang Khandaq. Pasukan Islam berhasil mengalahkan mereka pada hari yang
ketujuh.
5.
Perang Mu’tah
Perang Mu’tah terjadi
pada tahun ke-8 hijrah di dekat desa Mu’tah bagian utara jazirah Arab. Sebab
perang ini berlangsung adalah tuntutan membalas perlakuan kejam dari raja
Ghassan yang telah membunuh utusan yang dikirim nabi dalam rangka dakwah Islam.
Nabi mengirim pasukan sebanyak 3000 orang di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah.
Pasukan Ghassan mendapat bantuan dari romawi yang akhirnya peperangan tidak
berimbang. Jumlah mereka mencapai 200.000 orang. Kemudian perang dasyat ini
telah menggugurkan pahlawan Islam sebagai syahid yaitu Zaid bin Walid dan
Ja’far bin Abi Thalib.
6.
Perang Hunain
Perang Hunain terjadi
pada tahun ke-8 hijrah. Hunain adalah nama lembah tempat terjadinya perang ini.
Sebab terjadinya perang hunain adalah masih adanya dua suku arab yang menentang
yaitu Bani Tsaqif di Thaif dan Bani Hawazin di antara Taif dan Makkah, meskipun
Makkah sudah ditaklukkan.
Pada awalnya, kaum
muslimin menderita kekalahan. Kaum muslimin tidak waspada terhadap tipu daya
musuh dan terpedaya oleh banyaknya jumlah pasukan mereka. Ketika bertemu kaum
muslimin terperangkap di celah yang sempit dari lembah Hunain. Mereka diserang
dengan panah sehingga mereka tercerai berai. Akhirnya mereka kembali dan
berhasil mengalahkannya.
7.
Perang Tabuk
Perang Tabuk terjadi
pada tahun 9 hijrah. Heraklius bergabung dengan Bani Ghassan dan Bani Lachmies
menyusun pasukan besar untuk menghadapi Islam. Untuk menghadapi pasukan
Heraklius, nabi juga menyusun pasukan dalam jumlah besar pula.
Tentara Romawi di bawah
pimpinan Heraklius tersebut akhirnya merasa minder dan menarik diri kembali ke
daerahnya masing-masing. Nabi tidak melakukan pengejaran tetapi berkemah di
daerah Tabuk. Di daerah ini, beliau mengadakan perjanjian dengan penduduk
setempat sehingga daerah tersebut menjadi daerah Islam. Perang Tabuk merupakan
perang terakhir yang diikuti oleh Rasulullah.[7]
G. Misi
Dakwah Nabi Muhammad saw.
Banyak alasan yang menjadikan
Muhammad merenungi kaumnya, di antaranya beliau merasa prihatin dengan
kegelapan umatnya yang banyak menyembah berhala, kemerosotan yang dilakukan
oleh kaum jahiliyah. Beliau kemudian bertahanus menyepi di gua Hira’ di
puncak Jabal Nur di luar Makkah. Usaha untuk mendapatkan petunjuk dari Allah
SWT berhasil dengan datangnya malaikat Jibril pada tanggal 17 Ramadhan 611 M
saat usianya 40tahun. Wahyu pertama yang turun adalah surat al-‘alaq ayat 1-5.
Setelah wahyu pertama
turun, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama. Dalam keadaan menanti itu,
wahyu kedua turun kepada Nabi Muhammad yaitu surat Al-Muddatstsir ayat 1-7.
Orang yang pertama kali percaya kepada kenabian dan kerasulan Muhammad adalah
Khadijah. Kemudian dakwah nabi dilanjutkan. Ajakan selanjutnya kepada
keponakannya sendiri yang masih kecil berusia 10 tahun yaitu Ali bin Abi
Thalib. Ketika itu, ia melihat Nabi dan Khadijah yang sedang shalat. Ia
bertanya dan Nabi mengajaknya masuk Islam, ia lalu mengikutinya. Orang ketiga
yang masuk Islam adalah Zaid bin Haritsah, seorang mantan hamba sahaya yang
telah menjadi anak angkat Nabi. Ini adalah dakwah rasul secara diam-diam yaitu
dikalangan keluarganya sendiri. Ia mengajak teman akrabnya Abu Bakar bin Abi
Quhafah dari kabilah Taim yang dikenal bersih dan jujur. Ia pun percaya dan
masuk Islam. Kemudian karena piawai dalam perdagangan, Abu Bakar juga
menyiarkan kepada teman-temannya yang diikuti masuknya mereka ke dalam agama
Islam yaitu antara lain Usman bin ‘Affan, Abdurrahman bin ‘Auf, Talhah bin
Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin al-‘Awwam dan Abu ‘Ubaidillah bin
al-Jarrah. Mereka dibawa Abu Bakar langsung kepada Nabi dan masuk Islam
dihadapan Nabi. Mereka masih sembunyi-sembunyi memeluk Islam.
Dakwah Nabi dilanjutkan secara terang-terangan
kepada masyarakat umum. Mul-mula dari masyarakat Mekkah sampai kepada penduduk
Negara lain. Selain itu, beliau juga menyeru kepada setiap orang yang datang ke
Mekkah untuk mengerjakan haji. Jumlah pengikut nabi pun menjadi bertambah.
Orang kafir Quraisy
berusaha menghalangi dakwah tersebut dengan cara diancam, disiksa dan dibunuh.
Kekejaman penduduk Mekkah terhadap kaum Muslimin, mendorong nabi untuk
mengungsikan sahabat-sahabatnya keluar Mekkah. Rasulullah menyuruh mereka untuk
hijrah ke Abesinia (sekarang Ethiopia). Inilah hijrah pertama dalam Islam yang
terjadi pada tahun kelima dari kenabian. Mereka tinggal di negeri yang
mayoritas penduduk beragama Nasrani , dan rajanya, Najasyi (Negus) adalah raja
yang adil, menghormati kaum Muslimin yang berada di sana sampai setelah Nabi
hijrah ke Madinah.
Kemajuan dakwah Islam menjadi
berkembang pesat setelah peristiwa Isra’ Mi’raj. Rasulullah mulai menyeru
kepada para peziarah haji ke Mekkah. Suku yang menyambut ajakan Rasul adalah
suku Aus dan Khazraj yang berasal dari Yatsrib yang keduanya selalu berperang.
Setelah bertemu dengan Nabi kemudian mereka menyiarkannya di antara kaum
Yatsrib. Nabi memerintahkan umatnya untuk hijrah ke Yatsrib. Nabi sendiri
menunggu perintah hijrah langsung dari Allah SWT. Sesudah merasakan gangguan
yang luar biasa dari kaum Quraisy, maka Nabi pun hijrah ke Yatsrib.
Dalam perjalanan ke
Yatsrib, Nabi berdiam beberapa hari di Quba’, sekitar lima kilometer dari
Yatsrib dan mendirikan masjid dihalaman rumah Kulsum bin Hindun. Inilah masjid
pertama yang dibangun nabi (sekarang bernama Masjid Quba’). Tanggal 12 Rabi’ul
awal Rasulullah datang di Yatsrib. Kedatangan nabi begitu ditunggu-tunggu oleh
penduduk Yatsrib. Sebagai penghormatan nabi mengubah nama kota itu menjadi Madinah
al-Munawwarah (kota yang bercahaya). Dari sinilah cahaya Islam mulai
memancar keseluruh penjuru dunia. [8]
H. Masa
Terakhir Nabi Muhammad saw.
Pada tahun ke 10 hijriyah (631 M), Nabi melakukan ibadah haji
bersama 100.000 kam muslimin. Khutbah nabi didekat bukit Arafah menjadi pusaka
abadi bagi umat Islam. Dalam khutbah itu nabi menyatakan landasan-landasan dan
peraturan agama Islam dan menyerukan persamaan diantara manusia. Haji kali ini
diberi nama “Haji Wada” (haji perpisahan) karena ini adalah ibadah haji Rasulullah
yang terakhir dan sempurnalah kerasulan Muhammad menyampaikan khutbahnya, yang
isinya antara lain :
·
Larangan menumpahkan darah kecuali
dengan cara yang haq dan larangan mengambil harta orang lain dengan cara
bathil, karena nyawa dan harta adalah suci.
·
Larangan riba dan larangan menganiaya
satu sama lainnya.
·
Perintah untuk memperlakukan istri
dengan baik dan lembut dan perintah untuk menjauhi dosa.
·
Semua pertengkaran antara mereka di
jaman Jahiliyah harus saling dimaafkan.
·
Balas dendam dengan tebusan darah
seperti di jaman Jahiliyah tidak lagi dibenarkan.
·
Persaudaraan dan persamaan antar manusia
harus ditegakkan, hamba sahaya di perlakukan dengan baik.
·
Umat Islam harus berpegang teguh pada
dua sumber yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Setelah melaksanakan haji, nabi
Muhammad kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi masyarakat, mengatur
peradilan, menetapkan zakat, dan mengajarkan para khabilah tentang
ajaran-ajaran Islam untuk dikirim dakwah Islam keberbagai daerah. Setelah dua
bulan, Nabi sakit demam. Tenaganya menjadi berkurang. Pada hari senin tanggal
12 Rabi’ul awal tahun 11 Hijriyah / 8 Juni 632 M, Rasulullah Saw wafat dirumah
istrinya, Aisyah dala usia 63 tahun. Ciri khas kehidupan Nabi Muhammad pada
periode Madinah adalah turunnya Al-Qur’an dengan surat-surat yang panjang, luas
cakupannya, mengandung hukum-hukum agama seperti shalat, zakat, puasa,
pernikahan, perceraian, perlakuan terhadap budak, tahanan perang dan musuh.
Meskipun Muhammad menjadi Rasul, sebagai pemimpin agama dan Negara, tetapi
kehidupannya masih sangat sederhana. Rumahnya sangat sederhana dan perilakunya
telah mampu membentuk tatanan norma yang diikuti oleh jutaan orang dari
komunitas di Madinah. Dari perjalanan sejarah Nabi, dapat disimpulkan bahwa
Nabi Muhammad mempunyai peran ganda yaitu selain sebagai pemimpin agama juga
sebagai pemimpin Negara. Hanya sebelas tahun beliau menjadi pemimpin politik.
Beliau berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab kedalam kekuasaannya. [9]
BAB III
PENUTUP
Ketika Rasulullah menetap di
Madinah, Nabi mulai membentuk masyarakat Islam, yang bebas dari ancaman dan
tekanan, mempertalikan hubungan kekeluargaan antara Anshar dan Muhajirin,
mengadakan perjanjian saling membantu, antara kam muslimin denngan orang –orang
yang bukan Islam, dan menyusun siasat, ekonomi, sosial serta dasar-dasar Daulah
Islamiiyah.
Dalam usaha membentuk
masyarakat Islam di Madinah ini, sekaligus beliau berjuang pula memelihara dan
mempertahankan masyarakat Islam yang telah dibina itu dari rongrongan musuh, baik
dari dalam maupun dari lular. Dengan demikian gerak perjuangan Nabi di Madinah
ini bersifat dua segi. Pertama, membina masyarakat Islam. kedua, memelihahra
dan mempertahankan masyarakat Islam itu.
DAFTAR PUSTAKA
Esha,
Muhammad In’am. 2011. Percikan Filsafat
Sejarah dan Peradaban Islam,
Malang
: UIN-MALIKI PRESS.
Fu’adi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: SUKSES Offset.
Khoiriyah. 2012. Reorientasi
wawasan sejarah Islam. Yogyakarta : Teras.
Maryam, Siti. Sejarah
Peradaban Islam. Yogyakarta: LESFI Yogyakarta.
Toybee
, Arnold. 2004. Sejarah Umat Manusia Uraian Analisis,
Kronologis, Naratif
dan
komparatif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
[1] Arnold Toybee. Sejarah Umat Manusia Uraian Analisis,
Kronologis, Naratif dan komparatif, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004). Hal : 433.
[2] Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta:
LESFI Yogyakarta, 2003), hlm.327-332.
[3] Ibid, hlm. 334.
[4] Muhammad
In’am Esha, Percikan Filsafat Sejarah dan
Peradaban Islam, (Malang :UIN-MALIKI PRESS, 2011) Hal. 60-62
[5] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta:
SUKSES Offset, 2011), hal. 1-6.
[8]
Ibid, Khoiriyah, hal. 33 – 39.
[9] Ibid,
Khoiriyah, hal. 48 – 50.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar