(QS. Az.Zumar, 39: 9)
Iva Rismaliana
(2117061)
Kelas : E
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
TAHUN 2018
BAB 1
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Ilmu merupakan sesuatu yang amat
penting bagi manusia. Dan menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban dalam agama
Islam baik bagi Muslim laki-laki maupun perempuan, karena sudah tertera jelas
perintah menuntut ilmu di dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadis. Manusia telah
dianugerahkan oleh Allah yaitu akal, supaya digunakan untuk berpikir dan
mengembangkan diri dan terhindar dari kebodohan.
Orang yang berilmu (‘alim) dan
orang yang tidak berilmu, tentu saja memiliki perbedaan-perbedaan. Orang yang
berilmu diberikan kedudukan dan derajat yang lebih tinggi oleh Allah
Swt. Allah menjunjung tinggi orang yang mencari ilmu, serta terdapat keutamaan-keutamaan
bagi penuntut ilmu yang menerapkan perilaku sebagai orang yang berilmu, yang
terdapat dalam suatu hadis Nabi Muhammad Saw. Yaitu: “Barangsiapa yang berjalan
menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju surga.”(HR.Ahmad)
2.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
disebut dengan pengetahuan manusia?
2.
Bagaimana bunyi
dalil serta penjelasan dari perilaku orang berilmu?
3.
Bagaimana
perbedaan orang berilmu dan orang yang tidak berilmu?
3. Tujuan
1. Mengetahui tentang
pengetahuan manusia
2. mengetahui dan memahami
dalil tentang perilaku orang yang berilmu
3. mengetahui dan memahami
perbedaan perbedaan dari orang berilmu dan orang yang tidak berilmu
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengetahuan
Manusia
Ilmu pengetahuan adalah anugrah yang sangat agung, dan rahasia
Illahi yang paling besar dari sekian banyak rahasia Allah di alam ini. Dengan
ilmu pengetahuan, manusia dikukuhkan menjadi pembawa risalah kekhalifahan
dimuka bumi, yang memiliki kewajiban untuk memakmurkan dan mengembangkannya.[1]
Orang yang berpengetahuan dan yang tidak berpengetahuan, tentu saja
memiliki perbedaan-perbedaan. Seperti yang terkandung dalam surat Az-Zumar
(39):9.
Sesungguhnya orang yang dapat menarik banyak pelajaran adalah Ulul
Albab, yakni orang-orang yang cerah pikirannya.[2]
Yang berarti yaitu orang-orang yang berpengetahuan dan berakal budi.
Menurut A. Yusuf Ali meringkas sumber pengetahuan manusia menjadi
3, yakni wahyu, rasio, dan indera yang tidak terlepas dari pedoman ilmu utama
yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis. Menurut pola Al-Qur’an, pengetahuan manusia
diperoleh dari wahyu atau penobatan secara ketuhanan atau pengetahuan yang
absolut (haqq al-yaqin), rasionalisme atau kesimpulan yang didasari pada
keputusan dan penilaian/pengharapan fakta-fakta (al-‘ilm al-yaqin), serta
melalui empirisme dan persepsi yaitu dengan menggunakan observasi, eksperimen
dan semacamnya (‘ain al-yaqin).[3]
B.
Dalil Perilaku
Orang Berilmu
Surat Az-Zumar (39) ayat 9:
أَمَّنْ هُوَ
قَانِتٌ آنَاء اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو
رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا
يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ ﴿٩﴾
Artinya: “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung)
ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Katakanlah: "Apakah akan sama orang-orang yang berpengetahuan dengan
orang-orang yang tidak berpengetahuan?” Yang akan ingat hanyalah semata-mata
orang-orang yang mempunyai akal budi.”
a.
Tafsir Al-Azhar
Pada ayat diatas
kita ketahui bahwa, Nabi disuruh lagi oleh Tuhan menanyakan, pertanyaan untuk menguatkan
hujjah kebenaran; “Katakanlah! Apakah akan sama orang-orang yang
berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan?” pokok dari
semua pengetahuan ialah mengenal Allah. Tidak kenal kepada Allah sama artinya
dengan bodoh. Karena kalaupun ada pengetahuan, padahal Allah yang bersifat Maha
Tahu, bahkan Allah itupun bernama ‘ilmun (pengetahuan), samalah dengan
bodoh. Sebab dia tidak tahu akan kemana diarahkannya ilmu pengetahuan yang
telah didapatkannya itu. “yang akan ingat hanyalah semata-mata orang-orang
yang mempunyai akal budi.” (ujung ayat 9)
Sampai kelangit pun pengetahuan, Cuma kecerdasan otak. Belumlah dia
mencukupi kalau tidak ada tuntunan jiwa. Iman adalah tuntunan jiwa yang akan
jadi pelita bagi pengetahuan manusia.
Albab diartikan akal
budi. Dia adalah kata banyak dari lubb, yang berarti isi, intisari atau
teras. Dia adalah gabungan diantara kecerdasan akal dan kehalusan budi. Dia
meninggikan derajat manusia.[4]
b.
Tafsir
Al-Mishbah
Setelah ayat yang lalu mengecam dan mengancam orang-orang kafir,
ayat diatas menegaskan perbedaan sikap dan ganjaran yang akan mereka terima
dengan sikap dan ganjaran bagi orang-orang yang beriman. Allah berfirman :
apakah orang-orang yang beribadah secara tekun dan tulus di waktu-waktu malam
dalam keadaan sujud dan berdiri secara mantap demikian juga yang ruku, dan
duduk atau berbaring, sedangkan ia terus menerus takut kepada siksa akhirat dan
dalam saat yang sama senantiasa mengharapkan rahmat Tuhannya sama dengan mereka
yang baru berdoa saat mendapat musibah dan melupakan-Nya ketika memperoleh
nikmat serta menjadikan bagi Allah sekutu-kutu? Tentu saja tidak sama!
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui hak-hak Allah dan
mengesakan-Nya dengan orang-orang yang tidak mengetahui hak Allah dan
mengkufuri-Nya?”Sesungguhnya orang yang dapat menarik banyak pelajaran adalah
Ulul Albab, yakni orang yang cerah pikirannya.[5]
c.
Tafsir
Al-Munier
Setelah Allah
menerangkan perihal sifat-sifat buruk orang kafir, Allah memberikan perbandingan
antara sifat-sifat mereka dengan sifat-sifat orang beriman – yakni tidak
berserah diri kecuali hanya pada Allah SWT., Allah sebutkan:
1.
Apakah orang kafir itu lebih baik keadaan dan
tempat kembalinya, ataukah orang beriman pada Allah, yang selalu taat dan
tunduk, selalu dalam keadaan beribadah kepada Rabb-nya (baik dalam keadaan
tidur, duduk, ataupun berdiri; di sepanjang malam), di samping itu mereka juga
takut adzab akhirat dan juga mengharapkan belas kasihNya.
(bentuk
pertanyaan yang tak perlu jawaban (istifhaam inkaariy/ bentuk pertanyaan
yang berarti pengingkaran), artinya: orang beriman lebih baik daripada
orang kafir.
2.
Apakah sama,
antara orang yang mengetahui (‘alim/ pandai) dengan orang yang tidak mengetahui
(jahil/ bodoh), Sesungguhnya tiada lain yang bisa mengambil pelajaran hanyalah
orang-orang yang mempunyai pikiran/ akal (ulul albaab).
3.
Tidak sama
antara 2 kelompok ini:
‘alim (orang yang mengetahui): dia ketahui kebenaran dan mau
mengamalkan serta istiqomah padanya.
jahil (orang yang bodoh): dia ketahui kebenaran akan tetapi ia tidak
mau untuk mengamalkan, atau mereka tak
ketahui kebenaran dan kebathilan juga tidak mau untuk mengetahuinya.
4.
Pelajaran yang
dapat diambil dari ayat di atas adalah:
a.
Orang beramal
di malam hari lebih terjaga niatnya (aman dari sifat riya’)
b.
Orang yang
tunduk (pada Allah) slalu mempergunakan waktunya untuk beribadah kepadaNya. baik di waktu duduk,
berdiri, bahkan dalam keadaan berbaring.
c.
Keutamaan Qiyaamul
lail.
d.
Orang-orang
yang tidak bisa mengambil pelajaran (‘ibroh).
e.
Ayat ini
menunjukkan atas ‘kesempurnaan manusia’ bilamana mereka mempunyai 2 hal pokok;
yakni, ilmu dan amal (wujud konsekuensi atas ilmu yang ia punya)[6].
d.
Tafsir
Al-Maraghi
Setelah Allah
SWT menerangkan sifat-sifat orang musyrik, maka dilanjutkan dengan menyebutkan
hal-ihwal orang-orang Mu’min yang tekun melakukan ketaatan, yaitu yang hanya
bersandar dan mengharapkan rahmat serta takut kepada adzab-Nya. Kemudian Allah
SWT menegaskan tentang tidak ada kesamaan antara orang yang taat dan orang yang
bermaksiat diantara keduanya, dan memperingatkan tentang keutamaan ilmu dan
betapa mulianya beramal berdasarkan ilmu.
Allah berfirman: ”Katakanlah, apakah sama
orang yang mengetahui pahala yang akan mereka peroleh bila melakukan ketaatan
kepada Tuhan mereka dan mengetahui hukuman yang akan mereka terima bila mereka
bermaksiat kepada-Nya, dengan orang-orang yang tidak mengetahui hal itu. Yaitu
orang-orang yang merusak amal perbuatan mereka.”
Perkataan
tersebut menunjukan bahwa orang-orang yang pertama mencapai derajat kebaikan
tertinggi, sedang yang lain jatuh ke dalam jurang keburukan. Dan hal itu
tidaklah sulit dimengerti oleh orang-orang yang sabar dan tidak suka membantah.
Kemudian, Allah SWT menerangkan bahwa hal tersebut hanyalah dapat dipahami oleh
setiap orang yang memiliki akal. Karena orang-orang yang tidak tahu, seperti
yang telah disebutkan, dalam hati mereka terdapat tutup sehingga tidak dapat
memahami suatu nasihat, dan tidak berguna bagi mereka suatu peringatan.
Pada ujung
surat Az-Zumar ayat 9 disebutkan, sesungguhnya yang dapat mengambil pelajaran
dari hujjah-hujjah Allah dan dapat menuruti nasihat-Nya dan dapat
memikirkannya, hanyalah orang-orang yang mempunyai akal dan pikiran yang sehat,
bukan orang-orang yang bodoh dan lalai. Kesimpulannya, sesungguhnya yang
mengetahui perbedaan antara orang yang tahu dengan yang tidak tahu hanyalah
orang yang mempunyai akal pikiran yang sehat, yang dia pergunakan untuk
berpikir.[7]
C.
Perbedaan Orang
Berilmu dan Orang Tak Berilmu
Dalam QS.Az-Zumar ayat 9, Allah SWT membedakan antara orang yang
berilmu dan orang yang jahil. Keduannya tidak sama. Seperti halnya antara orang
buta dan orang yang melihat, kegelapan dan cahaya, orang yang hidup dan mati, manusia
dan hewan, serta antara penghuni surga dan penghuni neraka.[8]
Melihat dari beberapa tafsir surat Az-Zumar ayat 9, dapat
disimpulkan bahwa perbedaan orang berilmu dan orang tak berilmu jelas berbeda,
berikut diantaranya:
1.
Orang yang
berilmu akan mudah meluruskan niat serta akhlaqnya untuk mengabdikan diri
kepada Allah SWT karena memiliki iman yang merupakan pelita bagi jiwa yang
berpengetahuan dan tidak mudah goyah, berbeda dengan orang yang jahil akan
mudah goyah dan terpengaruh.
2.
Orang yang
berilmu adalah orang yang takut kepada Allah dan azhab-Nya.
3.
Orang yang
berilmu cenderung memiliki kehalusan budi dan mengedepankan kecerdasan akal.
4.
Orang yang
berilmu akan tau tata cara mengamalkan ilmu yang telah didapatkannya, sedangkan
orang yang tidak berilmu, tidak tau apa yang akan diamalkannya serta bagaimana
tatacara mengamalkannya serta cenderung berdiam diri menerima kejumudan.
5.
Orang yang
berilmu dapat menangkap suatu pelajaran atau hikmah disetiap kejadian dan
mensyukurinya, sedangkan yang tidak berilmu cenderung tidak dapat menangkap suatu
pelajaran bahkan peringatan dan tidak mengetahui hak Allah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ilmu
pengetahuan adalah anugrah yang sangat agung, dan rahasia Illahi yang paling
besar dari sekian banyak rahasia Allah di alam ini. Dengan ilmu pengetahuan,
manusia dikukuhkan menjadi pembawa risalah kekhalifahan dimuka bumi, yang
memiliki kewajiban untuk memakmurkan dan mengembangkannya.
Dalam Al-Qur’an
Surat Az-Zumar ayat 9, menjelaskan tentang perbedaan orang-orang yang taat dan
berpengetahuan dengan orang-orang yang jahil atau tidak berpengetahuan. Dengan
perbedaan salah satunya yaitu orang yang berpengetahuan cenderung menggunakan
akalnya untuk senantiasa berpikir agar bisa mengambil pelajaran kemudian
mengamalkannya serta untuk meluruskan akhlaq maupun aqidah untuk mengabdikan
diri kepada Allah SWT dan orang yang berilmu yaitu orang yang takut akan Allah
dan azhab-Nya. Berbeda dengan orang
jahil atau tidak berilmu, mudah terpengaruh pada sesuatu dan tidak dapat mengambil
suatu pelajaran atau Ibrah karena cenderung berdiam diri dalam kejumudan.
Adapun sumber
utama ilmu yaitu Al-Qur’an dan Hadis, dan terdapat pula 3 sumber manusia
berpengetahuan yaitu melalui wahyu, rasio, dan indera.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghiy, Ahmad Mustafa. 1992. Tafsir Al-Maraghiy Juz XXIII.
Semarang: CV Toha Putra
Hamka. 1982. Tafsir Al Azhar Juz XXIV. Jakarta:
Pustaka Panjimas
http://langitjinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.com/2014/01/makalah-tafsir-surat-az-zumar-ayat-9.html, Diakses pada 6 september 2018, 09:21.
Munir, Ahmad. 2008. Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan Al-Qur’an
tentang Pendidikan. Yogyakarta: Teras
Qardhawi, Yusuf. 1998. Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu
Pengetahuan. Jakarta: Gema Insani
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera
Hati
Shihab, M.Quraish. 2012. Al-Lubab Makna, Tujuan, dan Pelajaran
dari Surah-Surah al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati
Siswanto. 2011. Epistimologi Pendidikan Islam. Jurnal Cendekia,
Vol. 9, No.1: 8
[1] Ahmad Munir, Tafsir
Tarbawi Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Teras,
2008), h. 94
[2] M. Quraish
Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an,
(Tangerang: Lentera Hati, 2012), h.420
[4] Hamka,
Tafsir Al Azhar Juz XXIV, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), h.18
[5] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 195-196
[6] http://langitjinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.com/2014/01/makalah-tafsir-surat-az-zumar-ayat-9.html,
Diakses pada 6 september 2018, 09:21.
[7] Ahmad Mustafa
Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy Juz XXIII, (Semarang: CV Toha Putra,
1992) h. 260-261
[8] Yusuf
Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan,
(Jakarta: Gema Insani, 1998), h. 93
Tidak ada komentar:
Posting Komentar