SEJARAH MASUK DAN KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA
Makalah
Disusun
guna memenuhi tugas:
Dosen
Pengampu: Ghufron Dimyati, M.S.I
Oleh
:
Tri
Irfanita (2021113240)
Ryan Reski Amin (2021113242)
Danu Mustadhirin (2021113247)
Kelas:
F
JURUSAN
TARBIYAH/PAI
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah
Islam Indonesia memiliki keunikan terendiri karena selain menjadi salah satu faktor
pemersatu bangsa juga memberikan nuansa baru dalam keislaman yang karakternya
berbeda dengan negara-nagara Islam lain,
terutama Timur Tengah.
Dan Islam
Indonesia ternyata mampu mampu berinteraksi dengan budaya lokal eperti bentuk
masjid dan tata cara yang mengiringi ritual keagamaan. Fenonena tersebut bias
dikatakan sebagai bentuk akomodasi Islam di Indonesia, yang terbagi menjadi
Islam dalam konteks tradisi besar dan tradisi kecil.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Islam masuk ke Nusantara dan
perkembangannya?
2. Bagaimana deskripsi kesultanan di luar
Indonesia dan kerajaan-kerajaan di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Islam Masuk Ke Indonesia
Ada dua pendapat mengenai masuknya Islam di Indonesia. Pertama,
pendapat lama yang mangatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M.
Pendapat ini dikemukakan oleh para sarjana, antara lain N.H. Krom dan Van Den
Berg. Kemudian ternyata pendapat lama tersebut mendapat sanggahan dan bantahan.
Kedua, pendapat
baru yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M atau abad
1 H.pendapat tersebut dikemukakan oleh H.Agus Salim, M. Zaenal Arifin Abbas,
Hamka, Sayed Alwi bin Tahir Alhadad, A. Hasjmy, dan Thomas W. Arnold.
Dan orang
Islam yang pertama mengunjungi Indonesia kemungkinan besar adalah saudagar Arab
yang singgah di Sumatra dalam perjalanan menuju ke Cina. Bahkan diceritakan
bahwa ketika Islam berkembang pada abad pertama, Rasulullah telah mengutus Sa’ad
bin Abi Waqqash berziarah pada Kaisar Cina dan memperkenalkan Islam di negeri
Cina.
Bahkan
dimungkinkan sejak masa Nabi Muhammad SAW hidup agama Islam telah masuk ke
daerah Nusantara. Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 M telah
ada sebuah perkampungan Arab Islam dipesisir Sumatra sudah terdapat sebuah perkampungan
Islam. Menengok catatan sejarah, pada seperempat abad ke-7M, kerajaan Budha
Sriwijaya
tengah berkuasa atas Sumatra. Untuk mendirikan sebuah perkampungan-perkampungan
Arab yang berbeda dari agama resmi, kerajaan- memproklamasikan Arab Islam tentu
membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum diizinkan penguasa atau raja. Harus
bersosialisasi dengan baik terlebih dahulu kepada penguasa hingga akrab dan
dipercaya oleh kalangan kerajaan maupun rakyat sekitar. Akan tetapi, pada
periode ini Islam belum berkembang secara menyeluruh dan hanya beberapa wilayah
yang sudah memeluk Islam, misalnya sebagian Sumatra dan pesisir Jawa.
Jalur-jalur yang
dilakukan oleh para penyebar Islam yang mula-mula di Indonesia adalah sebagai
berikut.
1.
Melalui jalur perdagangan
Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M
membuat para pedagang muslim (Arab, Persia dan India ) turut ambil bagian.
Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena raja dan
bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan. Mereka mendakwahkan Islam
sekaligus sebagai pedagang yang menjajakakan dagangannya kepada penduduk
pribumi.
2.
Melalui
jalur perkawinan
Dari sudut
ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada
kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama putri bangsawan tertarik
untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Dan sebelum
menikah mereka diislamkan terlebih dahulu. Lalu setelah mereka memiliki keturunan, lingkungan mereka semakin luas. Hingga akhirnya timbullah
kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan.
3. Melalui
jalur tasawuf
Para penyebar Islam juga dikenal
sebagai pengajar-pengajar tasawuf. Mereka mengajarkan teosofi yang bercampur
dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.mereka mahir
dalam hal magis dan memiliki kekuatan untuk menyembuhkan. Dengan tasawuf
,“bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk
pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut
agama Hindu.
4. Melalui
jalur pendidikan
Dalam Islamisasi di Indonesia
ini, juga dilakukan melalui jalur pendidikan seperti pesantren, surau, masjid,
dan lain-lain yang dilakukan oleh guru-guru agama, kiai atau ulama. Jalur pendidikan
dilakukan oleh para wali khususnya di Jawa dengan membuka lembaga pendidikan pesantren sebagai
tempat kaderisasi mubaligh-mubaligh Islam di kemudian hari. Setelah
keluar dari pesantren atau pondok, mereka pulang ke kampung masing-masing atau
berdakwah ketempat tertentu mengajarkan Islam.
5. Melalui
jalur kesenian
Para penyebar
Islam juga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran Islam, antara lain dengan wayang, sastra
dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam seperti
Walisongo untuk menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan tanpa
terasa mereka telah tertarik kepada ajaran-ajaran Islam sekalipun awalnya
mereka tertarik pada media kesenian itu. Misalnya, Sunan kalijaga adalah tokoh
seniman wayang. Ia tidak pernah meminta bayaran pertunjukan seni, namun ia
meminta para penonton untu mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian
cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi
didalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam.
6. Melalui
jalur politik
Pengaruh politik
raja sangat membantu tersebarnya Islam di Indonesai. Sebagaimana diketauhi,
melalui jalur politik para walisongo melakukan strategi dakwah mereka
dikalangan pembesar kerajaan seperti Majapahit, Pajajaran, bahkan para
walisongo juga mendirika kerajaan Demak, Sunan Gunungjati juga mendirikan
kerajaan Cirebon dan kerajaan Banten. Kesemuanya itu
dilakukan untuk melakukan pendekatan dalam rangka penyebaran Islam. Demi
kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan
non-Islam. Kemenangan-kemenangan secara politis banyak menarik penduduk kerajaan
yang bukan Islam itu masuk Islam.[1]
B.
Berkembangnya Islam di Indonesia
Suatu kenyataan
bahwa kedatangan Islam ke Indonesia dilakukan secara damai. Para sarjana sering
berbeda pendapat. Harus diakui bahwa penulisan sejarah Indonesia diawali oleh
golongan orientalis yang sering ada usaha untuk meminimalisasi peran Islam.
Sementara penyebaran Islam
di Indonesia secara kasar dapat dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama,
penyebaran Islam masih relatif di kota pelabuhan. Tidak lama kemudian Islam
mulai memasuki wilayah pesisir lainnya dan pedesaan. Pada tahap ini,
pedagang, ulama-ulama guru tarekat (wali di Jawa) dengan murid-murid mereka
memegang peranan penting. Islamisasi tahap ini sangat diwarnai aspek tasawuf,
hal ini karena tarekat-tarekat sufi cenderung bersifat toleran terhadap
pemikiran dan praktik tradisional, walaupun sebenarnya bertentangan dengan
praktik ketat Unitalirianisme Islam
Islam pada mulanya mendirikan kubu-kubu terkuatnya di kota-kota
pelabuhan sekaligus jadi ibukota kerajaan, seperti Samudra Pasai, Malaka, dan
kota-kota pelabuhan pesisir Jawa. Kota pelabuhan juga menjadi pusat
penggemblengan kader-kader politik sebagaimana diterangkan terdahulu, yang
kelak akan menjadi raja-raja Islam pertama dikerajaan baru.
Tahap kedua, penyebaran Islam terjadi ketika VOC makin
mantap menjadi penguasa di Indonesia. Pada abad ke- 18 VOC berhasil tampil
sebagai pemegang hegemoni politik di Jawa dengan terjadinya perjanjian Giyanti
tahun 1755 yang memecah Mataram menjadi dua: Surakarta dan Yogyakarta.
Perjanjian tersebut menjadikan raja-raja Jawa tidak wibawa karena kekuasaan
politik telah jatuh ke tangan penjajah, sehingga raja menjadi sangat tergantung
pada VOC. Selanjutnya
campur tangan VOC terhadap keraton
makin meluas termasuk masalah keagamaan, sehingga peranan
ulama di keraton terpinggirkan. Oleh karena itu, ulama keluar dari keraton dan
mengadakan perlawanan sambil memobilisasi petani membentuk pesan-pesan dan
melawan kolonial seperti kasus Syaikh Yusuf al-Makassari.
Tahap ketiga, terjadi pada awal abad ke-20, ketika terjadi
liberalisasi kebijaksanaan pemerintah Belanda. Ketika pemerintah Belanda
mengalami defisit yang tinggi akibat menanggulangi tiga perang besar (Perang
Diponegoro, Perang Paderi, dan Perang Aceh) Belanda mengangkat Gubernur
Jenderal Johanes van den Bosch dengan tugas meningkatkan produktivitas. Untuk
itu van den Bosch memperkenalkan sistem tanam paksa (cultuur stelsel)
yang menharuskan petani membayar pajak dalam bentuk hasil pertanian yang
dipaksakan.
Dominasi politik dan ekonomi kolonial itu memporak-porandakan
bangunan struktur tradisional, juga mendesak golongan sosial pribumi yang
dengan sistem ekonomi yang pelaksanaan pajak makin memperberat rakyat. Dari
sini kemudian timbul gerakkan protes rakyat Jawa, seperti gerakan
Syarif Prawirosentono alias Amat Sleman di Yogya (1840), gerakan Kiai Hasan
Maulana di Cirebon (1842), gerakan Amat Hasan di Rembang (1846).
Lantas, ketika kegelisahan petani pribumi tetap ada, kembali lagi Islam
menjadi tumpuan harapan. Harapan baru terhadap ulama-ulama muda yang membuat
organisasi-organisasi di perkotaan yang mempunyai ideologi, ini merupakan
perumusan strategis dan sistematis dari aspirasi keislaman. Dalam konteks ini,
Islam merupakan peletak dasar bagi nasionalisme Indonesia.[2]
C.
Sebab-sebab Islam cepat berkembang di Indonesia
Dalam kurun waktu yang relatif cepat, agama baru ini maksudnya
agama Islam dapat diterima dengan baik oleh sebagian besar lapisan masyarakat
Indonesia, mulai dari rakyat jelata hingga raja. Sehingga penganut agama ini pada akhir abad
ke-16 H (abad ke-12), dan tahun-tahun selanjutnya, berhasil menjadi satu
kesatuan muslim Indonesia yang ditakuti dan diperhitungkan.
Ada beberapa hal yang
menyebabkan agama Islam cepat berkembang di Indonesia. Menurut Dr. Adil
Muhyiddin Al-Allusi, seorang penulis Timur Tengah, dalam
bukunya Al-Urubatu wal Islamu fi Janubi Syarqi Asia alhindu wa
Indonesia, menyatakan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan Islam cepat
berkembang di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
1.
Faktor Agama
Faktor
agama, yaitu akidah Islam itu sendiri dan dasar-dasarnya yang memerintahkan
menjunjung tinggi kepribadian dan meningkatkan harkat dan martabatnya,
menghapuskan kekuasaan kelas rohaniwan seperti Brahmana dalam sistem kasta yang
diajarkan Hindu. Masyarakat diyakinkan bahwa dalam Islam semua lapisan sama
kedudukannya, tidak ada yang lebih utama dalam pandangan Allah SWT kecuali
karena takwanya. Mereka juga sama didalam hukum, sehingga
mereka dapat hidup rukun.
Selain
itu akidah sufi kaum muslimin juga ikut membantu memasyarakatkan Islam di
Indonesia, karena memiliki banyak persamaan dengan kepercayaan kuno Indonesia,
yang cenderung menghargai pasa pandangan dunia mistik. Seperti kepercayaan pada
tiga dewa: kecantikan, kesenian dan kemahiran,
yang diwariskan Hindu, yang dasarnya animisme.
2.
Faktor Politik
Adanya faktor
politik yang diwarnai oleh pertarungan dalam negeri antara negara-negara dan
penguasa-pengguasa di Indonesia, serta adanya pertarungan negara-negara bagian itu dengan pemerintah pusatnya
yang beragama Hindu tersebut mendorong para penguasa dan
para bangsawan di negara-negara bagian tersebut untuk menganut agama Islam,
yang dipandang mereka sebagai senjata ampuh untuk melawan dan menumbangkan
kekuatan Hindu, agar mendapat dukungan kuat dari seluruh lapisan masyarakat.
3.
Faktor Ekonomis
Faktor
ini pertama diperankan oleh para pedagang yang menggunakan jalan laut, baik
antar kepulauan Indonesia sendiri, maupun yang melampaui perairan Indonesia ke
Cina, India dan Teluk Arab atau Parsi.
Dan ternyata,
orang-orang yang terlibat dalam perdagangan itu bukan hanya para
pedagang, tetapi diantara mereka terdapat para bangsawan. Hal itu disebabkan karena perdagangan yang ada banyak
melalui lautan Indonesia dan India, yang mana proses itu hampir seluruhnya dikuasai para pedagang Indonesia yang terdiri
dari para pejabat dan bangsawan itu, yang juga
bertindak sebagai agen-agen barang Indonesia yang akan dikirim ke luar dan
sebagai penyalur barang-barang yang masuk ke
Indonesia, banyak juga yang berhubungan
dengan para pedagang muslim Arab yang sekaligus mengajak mereka kepada agama
baru itu.[3]
D. Kesultanan Islam di Luar Indonesia
1.
Kesultanan Malaka (Abad ke 15)
Kesultanan
ini terletak di Semenanjung Malaka, yang mana Islam di Malaka berasal dari
kesultanan Samudra Pasai. Dan pendiri dari kesultanan ini adalah Parameswara,
seorang pangeran Majapahit, ia menikah
dengan putri sultan Samudra Pasai yang kemudian masuk Islam.
Kesultanan
ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Muzaffar Syah
tahun 144-1459, dan kesultanan ini runtuh saat Portugis menyerang dan
mengalahkan Malaka pada tahun 1511.
Peninggalan
sejarah Kesultanan Malaka adalah mata uang dan benteng A-Farmosa yang menjadi
bukti penaklukan Malaka oleh pasukan Portugis.
2.
Kesultanan Islam Pattani (abad ke-15M)
Kehadiran
Islam di Pattani dimulai ketika muballigh dari Pasai yang bernama Syaikh Said
berhasil menyembuhkan raja Pattani yang bernama Phaya Tu Nakpa yang sedang
sakit parah. Phaya Tu Nakpa sendiri beragama Buddha, lalu masuk Islam dan
bergelar Sultan Ismail Syah.
Lalu,
kesultanan Pattani menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan terutama bagi
pedagang Cina dan India. Namun kerajaan ini berakhir saat dikalahlkan oleh
kerajaan Siam dari Bangkok.
Dan
peninggalan sejarah Pattani adalah nisan kubur yang disebut batu Aceh sebagai
lambang
kedekatan hubungan dengan Samudra Pasai.
3.
Kesultanan Brunei Darussalam
Raja
pertama Brunei yang bernama Awang Betatar tertarik menerima Islam dan mengganti
namanya menjadi Sultan Muhammad Syah, yang diikuti oleh seluruh kelurga istana,
termasuk putranya yang menggantikannya menjadi Sultan kedua, yakni Sultan
Ahmad.
Tahun
1511 M, saat kerajaan Melayu Malaka jatuh ke tangan Portugis, maka atas
kekosongan ini Brunei mengambil alih menjadi pusat penyebaran Islam dan
perdagangan di kepulauan Melayu. Dan pada zaman Sultan Bolkiah -Sultan yang
gemar ekspedisi diberi peringatan oleh gubernur Spanyyol agar tidak melakukan
aktivitas Islam diwilayah kekuasaannya di Filiphina, yang menjadi Sultan kelima-
Brunei menjadi kuat dan maju, sehingga Brunei merupakan kerajaan Islam yang
makmur di kawasan Asia Tenggara.
4.
Kesultanan Islam Sulu (abad ke-15)
Kesultanan
ini berada di Filipina bagian selatan, yang masuk dan berkembang melalui orang
Arab melalui jalur perdagangan Malaka dan Filipina. Dan pembawa Islam di Sulu
adalah Syarif Karim Al-Makdum, muballigh Arab yang ahli ilmu pengobatan.
Kemudian ada Abu Bakar, da’i dari Arab yang menikah dengan putri pangeran
Bwansa yang kemudian memerintah di Sulu dengan mengangkat dirinya sebagai
Sultan. Lantas, sebagai seorang Sultan, Sayid Abu Bakar menerapkan Islam baik
di pemerintahan maupun dalam kehidupan masyarakatnya.
5.
Kesultanan Johor
Kesultanan
ini berdiri setelah kesultanan Malaka dikalahkan oleh Portugis yang dibangun
oleh Sultan Alaudin Riayat Syah tahun 1530-1536. Kesultanan ini merupakan
kerajaan yang gigih mengadakan perlawanan terhadap penjajah Portugis hingga
disegani oleh penjajah Portugis. Dan masa kejayaan kesultanan ini terjadi pada
masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Riayat Syah II, hingga memperkuat dirinya
dengan mengadakan kesultanan Johor-Riau.[4]
E. Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
Berbicara kerajaan islam di Sumatera tidak lepas dari studi tentang
masuk dan berkembangnya islam di Indonesia, kemunculan dan keberadaan kerajaan
tersebut merupakan kelanjuan proses islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah
disinggahi para saudagar muslim sejak abad ke 7, 8, dan seerusnya.
Diantara kerajaan Islam
di Indnesia adalah:
1.
Kerajaan Perlak
Peurerlak
adalah nama suatu daerah di wilayah Aceh Timur yang banyak ditumbuhi Kayu Perlak,
kayu ini sangat bags sebagai bahan pembuat kapal sehingga banyak orang luar
dating unuk membeli kayu tersebut, sehingga daerah ini terkenal dengan nama
sebutan Negeri Perlak.
Sebagai sebuah
pelabuhan yang maju dan aman Perlak menjadi tempat singgah kapal-kapal niaga
orang Arab dan Persi. Dan seiring berjalannya waktu, daerah ini terbentuk dan
berkembang masyarakat Islam terutama sebagai akibat perkawinan antar saudagar
muslim dengan perempuan anak negeri, sehingga perkawinan ni menyebabkan
lahirnya keturunan muslim dari campuran Arab, Persi, dan puteri Perlak.
Adapun para
sultan yang memimpin kerajaan Perlak adalah Sultan Syed Maulana Abdul Azis Shah
(840-864M), Sultan Rahim Shah (864-888M), dan Abbas Shah (888-913 M). Masa
pemerintahan ketiga Sultan ini disebut sebagai pemerintahan Dinasti Syed
Maulana Abdul Azis Shah. Hingga akhirnya, kerajaan
Perlak disatukan dengan kerajaan Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultaan
Muhammad Malik Al Zahir putera Al Malik Al Saleh.[5]
2.
Samudera Pasai
Samudera Pasai
disebu-sebut sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia, keberadaan didukung
oleh adanya bukti batu nisan kubur yang menunjukkan raja perama Al Malik Al
Saleh yang wafat pada bulan Ramadhan 1297 M yang juga diketahui sebagai pendiri
kerajaan Samudera Pasai.
Kondisi atau
keberadaan Islam di Samudera Pasai sejak awal abad ke 13 sampai ke pertengahan
abad ke 14 M dapat diketahui dari berita
Cina dan pendapat Ibnu Battutah
seorang pengembara dari Maroko. Dalam berita tersebut dituliskan bahwa sejak
tahun 1282 M Al Malik Al Saleh mengirimkan utusan ke Quilon yang terletak di
pantai barat India dan bertemu dengan duta-duta dari Cina.
Mengenai
perekonomian, basisnya adalah pelayaan dan perdagangan, karena pengawasan
terhadapnya merupakan kekuasaan yang memungkinkan kerajaan memperoleh
penghasilan dan pajak yang besar. Sehingga kerajaan ini merupakan kerajaan yang
makmur.
3.
Kerajaan Malaka
Penduduk asli
selat Malaka adalah bangsa Melayu yang kebanyakan hidup sebagai nelayan sedangkan
pedagang-pedagang yang datang ke Malaka berasal dari Kairo, Mekkah, Aden,
Abesenia, Kiliwan, Malindi, Ormus, Persi, dan sebagainya.
Pada abad ke 15,
Malaka menjadi emperium yang
sangat penting di Asia Tenggara, Malaka menjadi sebuah kota metropolitan,
sebuah Bandar yang makmur, menjadi tempat berbaurnya berbagai bangsa dengan
kebudayaan yang beragam
Namun pada masa
pemerintahan Sultan Al Mahmud, Malaka jatuh ke tangan kekuasaan Portugis,
sultan Mahmud beserta isteri dan anaknya mengungsi ke Pahang lalu tinggal di
Muar pulau Bintan.
Selanjutnya, meskipun
Sultan Mahmud selalu berusaha untuk dapat merebut Malaka dari tangan Portugis,
tetapi sampai akhir hayatnya usaha itu tidak pernah berhasil. Dan
atas usaha puteranya, kerajaan Melayu berhasil dilanjutkan dengan berpusat di
Johor yang mana ia memakai gelar Sultan Alaudin Riayat Syah II (1677-1685 M).
4.
Kerajaan Aceh Darussalam
Menurut Hikayat Aceh, Aceh Darussalam adalah persatuan dari dua kerajaan
dari Sultan Muzaffar Syah (Pidie) dan Raja Inayat Syah (Aceh Besar).[6] Adapun
raja pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah, yang mendirikan kesultanan
Aceh sebagai pengganti beberapa kerajaan Islam sebelumnya, juga mempersatukan
dua kerajaan kecil Makoa Alam dan Daru Kamal dengan mengambil pusat
pemerintahan di Banda Aceh Darussalam (Kuta Raja).
Kesultanan Aceh mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda yang setelah wafat mendapat gelar Marhum Makuta Alam.
Karena pada masanya Aceh kembali melakukan perluasan wilayah, menaklukan Deli,
bahkan dilanjutkan dengan penyerangan ke Johor dan Bintan. Sedangkan
kemajuan ekonomi diperoleh melalui sistem
monopoli perdagangan di pesisir Sumatera Barat sampai Indrapura. Sehingga Aceh
menjadi pusat perdagangan diantara pedagang nusantara, Cina, atau Barat.
BAB III
KESIMPULAN
Pada intinya, ada beberapa jalur atau
proses mengenai masuknya Islam ke Indonesia. Jalur pertama adalah perdagangan
dari saudagar Arab, lalu jalur perkawainan yang mana para saudagar itu menikah
dengan putrid pribumi. Selanjutnya ada jalur Tasawuf, jalur ekonomi, jalur
politik, dan jalur pedidikan.
Dari proses-proses itu, timbullah
kerajaan-kerajaan Islam setelah melalui beberapa proses. Selanjutnya, setelah
adanya kerajaan-kerajaan Islam itu, perkembangan Islam semakin cepat dan
semakin luas.
Dan tentunya, masih banyak
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia selain diatas. Ada kerajaan Demak,
kerajaan Ternate, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin.
Syamsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah.
SKI Fakultas Adab UIN Yogyakarta. 2006. Sejarah Peradaban
Islam di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka
Sunanto, Musyarifah. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
PT Raja Grafindo
Persada.
[2] Musyarifah
Sunanto, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2010), hlm. 7-17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar