Akal,
ilmu, dan amal
Mata
Kuliah: hadist
tarbawi II
Disusun
Oleh:
ISTRIYANI (2021112254)
KELAS:
E
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
PEKALONGAN
2014/
2015
Kata
penganta
A.
Pendahuluan
Seseorang
tidak akan memperoleh martabat (kedudukan) ilmu yang hakiki kecuali dengan
mengamalkan ilmu zhahir(ilmu yang harus diketahui yaitu bab ibadah dan
muammalah) dan ilmu batin. Karena ilmu tanpa amal sama dengan sarana tanpa
tujuan, dan amal tanpa ilmu merupakan jinayah atau tindak kriminal. Apabila
seseorang mengamalkan ilmu tersebut niscaya Allah akan memberikan ilmu yang belum
ia ketahui.
Akan
tetapi, akal meskipun mempunyai urgensi yang besar dalam menangkap pengetahuan,
menghasilkan pengetahuan yang baru,
membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Akal juga tidak dapat terjaga
dari kesalahan dalam memahami dan menghasilkan sesuatu, oleh karena itu akal
membutuhkan teman yang dapat menuntunnya melewati
jalan yang salah ini, teman inilah yang disebut ilmu. Karena ilmu adalah cahaya
yang bisa menerangi jalan bagi pemiliknya.
Seseorang
memperoleh ilmu dengan akalnya, akal akan menjadi baik atau tidak, sesuai ilmu
yang ia peroleh dan dengan ilmu tersebut ia dapat beramal. Akal tanpa ilmu
tidak akan berarti apa-apa karena tidak bisa memberikan manfaat baik untuk
dirinya sendiri maupun orang lain. Ibarat kita memiliki mobil, namun mobil
tersebut tidak memiliki yang semestinya dimiliki mobil pada umumnya (seperti
mesin, dll), maka mustahil kita bisa menggunakan mobil tersebut. Begitupun juga
ilmu tanpa amal adalah suat kegilaan dan amal tanpa ilmu adalah suatu
kesia-siaan.
Orang
yang mencari ilmu namun tidak berusaha mengamalkannya seperti orang mencari
uang namun ia tidak mampu membelanjakannya, lalu apa gunanya ia mencari uang.
Ada dua kategori orang yang tidak mengamalkan ilmunya, yang pertama ilmu itu
tidak memberikan manfaat kepada pemiliknya, sehingga mau tidak mau pemiliknya
tidak bisa mengamalkannya. Penyebab ilmu tidak memberikan manfaat tersebut
antara lain ketika mencari ilmu ia tidak ikhlas, tidak menghormati guru,
menganggap sepele terhadap ilmu, mencari ilmu hanya untuk kesombongan semata
dan lain sebagainya. Adapun yang kedua ia berilmu namun tidak mau
mengamalkannya. Tidak mengamalkan ilmu merupakan salah satu penyebab hilangnya
keberkahan ilmu, perbuatan yang dibenci disisi Allah yang kelak akan di mintai
pertanggungjawabannya, dengan mengamalkan ilmu
berarti akan semakin bertambah ilmunya.
B.
Pembahasan
1) Pengertian
a) Ilmu
Ilmu
menurut etimologi berasal
dari bahasa
arab ‘alima artinya mengetahui. Sedangkan
menurut istilah
ilmu adalah suatu sifat yang dengan sifat tersebut sesuatu
yang dituntut bisa
terungkap dengan sempurna.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
ilmu merupakan sarana
untuk mengungkapkan, mengatasi,
menyelesaikan
dan menjawab
persoalan yang sedang dihadapi dalam hidup dan kehidupan
manusia.[1]
b) Akal
Kata
akal berasal
dari bahasa
Arab yaitu al- Aqlu berarti pikiran atau intelek(daya) atau proses
pikiran yang lebih tinggi berkenaan dengan ilmu pengetahuan. Dimana akal
merupakan akal yang menampung akidah, syariah
serta akhlak dan menjelaskannya.[2]
c)
Amal
Amal
merupakan buah dari ilmu, jika ada orang yang mempunyai ilmu tapi tidak beramal
maka seperti pohon yang tidak menghasilkan manfaat bagi penanamnya. Pertalian ilmu dengan amal tidak hanya dituntut
dari para pelajar agama dan para ahli yang mendalami suatu ilmu, melainkan juga
dituntut dari setiap orang, baik yang memiliki ilmu sedikit ataupun banyak.
Namun, tentunya orang-orang yang berilmu memiliki tanggung jawab yang lebih
besar dalam hal ini, karena mereka memiliki kemampuan yang lebih.[3]
2)
Teori pendukung
Akal
sangat membutuhkan dalil syar’i sebagai penerang jalan, ibarat mata. Mata
memang berpotensi
melihat benda, namun tanpa cahaya mata tidak dapat melihat apa-apa, barulah
dengan cahaya tersebut
mata dapat berfungsi.
Dan dengan menggunakan akal secara
baik dan benar sesuai dengan petunjuk Allah SWT, kemudian akal tersebut akan menghasilkan ilmu dan akan berkembang.
Akal
yang telah berproses menghasilkan ilmu. Dimana ilmu adalah salah satu cara untuk menolong manusia dalam perjalanannya menuju Allah SWT. Dengan ilmu seorang muslim dapat bertaqarrub kepada Allah. Dan
kriteria ilmu yang berguna adalah ilmu yang dijadikan alat untuk pengetahuan
tentang Allah SWT, keridhoan dan kedekatan kepada-Nya.
Dalam
perkembangannya ilmu menjadi alat manusia
untuk mewujudkan
keinginannya, bahkan mengabdi pada kepentingannya. Mengenai amal ilmu yang
telah didapat di aplikasikan
kedalam perbuatan, jadi amal merupakan aplikasi ilmu didalam kehidupan dan setiap amal yang dikerjakan seseorang
hendaknya bermanfaat bagi orang lain. Tetapi baik dan tidaknya suatu amal ditentukan oleh niat orang
yang beramal. Amal mencakup amalan hati, amalan lisan dan juga anggota badan.[4]
3) Materi
hadist
a. Hadist dan Terjemah
عَنْ عَائِشة
قَالَتْ:﴿ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ
اللهِ بِأَيِّ شَئٍ يَتَفَاضَلُ النَّاسُ فِى الدُّنْيَا ؟ قَالَ: بِالْعَقْلِ,
قَلَتْ فَفِى اْلأَخِرَةِ ؟ قَالَ: بِالْعَقْلِ. فَقَالَتْ عَائِشَةُ: اِنَّمَا
يُجْزَوْنَ بِأَعْمَالِهِمْ ؟ قَالَ وَهَلْ عَمِلُوْا اِلاَّ بِقَدْرِمَا
أَعْطَاهُمْ اللهُ مِنَ الْعَقْلِ فَبِقَدْرِمَا أُعْطُوْا مِنَ الْعَقْلِ كَانَتْ
أَعْمَالُهُمْ وَبِقَدْرِمَا عَمِلُوْا يُجْزَوِنَ﴾
)رَاوَهُ
الحَارِث فِى الْمُسْنَدِ : 823)
Dari ‘Aisyah-ra- ia berkata : saya
bertanya kepada Rasulullah, dengan apakah manusia bisa utama di dunia.
Rasulullah berkata ; dengan akal. Aisyah bertanya lagi : kalau diakhirat?,
Rasulullah menjawab ; dengan akal. Maka Aisyah bertanya lagi : (bukankah)
manusia sesungguhnya manusia itu dibalas hanya karena amal-amalnya. Rasulullah
menjawab : dan tidaklah manusia-manusia beramal kecuali dengan sekedar yang
Allah SWT berikan yaitu akal. Maka dengan sekedar apa yang telah diberikan
kepada mereka (akal) itulah amal-amal mereka. Dan atas sekedar apa yang mereka
kerjakan , maka mereka mendapat balasan. (HR. Al-Harits)
b.
Mufrodat
Akal
|
عَقْلِ
|
Amalmu
|
عَمِلُوْا
|
Dibalas
|
يُجْزَوْنَ
|
Menjadi mulia
|
يَتَفَاضَلُ
|
kemampuan
|
بِقَدْر
|
Jugalah amal-amalnya
|
مَا أُعْطُوْا
|
Bagaimana dengan akhirat
|
فَفِى اْلأَخِرَةِ
|
c. Biografi perawi
Aisyah
binti Abu. Bakar Ash
Shiddiq bin Abu Quhafah bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay. Ibunda beliau bernama Ummu Rumman binti ‘Imaor bin ‘Amir bin Dahman bin Harist bin Ghanam bin Malik bin Kinanah. Aisyah binti Abu Bakr Ash- Shiddiq adalah ibu dari orang-orang
mukmin. Beliau adalah perempuan yang paling ahli dalam bidang fiqh, dan
merupakan istri nabi yang paling utama selain khadijah.[5]
Menurut riwayat yang masyhur, Nabi saw
menikahi beliau di Makkah di waktu beliau berusia 6 tahun, sesudah sebulan Nabi
SAW menikahi Saudah , yaitu 3 tahun
sebelum hijrah. Pada bulan syawal sesudah 8 bulan Nabi SAW berhijrah ke Madinah ketika itu
Aisyah berusia 9 tahun, baru Nabi saw berumah tangga dengan beliau. Ketika Nabi
SAW wafat, beliau baru berusia 13
tahun.[6]
Beliau meriwayatkan hadits sekitar 2.210 hadits. Bukhari dan muslim menyepakati sejumlah 174 hadist. Al- Bukhari sendiri meriwayatkan 64 hadist dan muslim sendiri meriwayatkan sejumlah 63 hadist.[7]
d. Keterangan hadits
Dari terjemah hadits tersebut
diperoleh keterangan bahwa Rasulullah SAW. bersabda manusia yang paling mulia di dunia dan di
akhirat adalah dengan akalnya. Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita menjumpai banyak
orang sudah menggunakan akalnya untuk
mencapai ilmu, namun setelah
mereka memperolehnya sangat
jarang dari mereka yang mau mengamalkannya. Akal merupakan daya atau kekuatan
yang dianugerahkan oleh Allah SWT. kepada manusia sebagai
alat berfikir dan alat untuk mempertimbangkan serta memikirkan baik buruknya sesuatu. Akal adalah potensi yang diberikan Allah SWT kepada manusia disamping nafsu. Sebaik-baiknya pembantu ilmu adalah
akal.[8]
Pada dasarnya manusia melakukan suatu amalan didasari dengan akal, kemudian dengan akal manusia mampu menyerap ilmu-ilmu
pengetahuan dan dengan ilmu pengetahuan manusia mampu melakukan suatu amalan. Dengan adanya akal akan
menyempurnakan ilmu dan amal, akan tetapi akal tidak bisa berdiri sendiri. Jadi antara akal, ilmu, dan
amal saling berkaitan erat, tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Dan Allah akan membalas perbuatan manusia sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.[9]
4) Refleksi hadist dalam kehidupan
Tujuan
berpikir adalah mengumpulkan informasi serta menggunakannya sebaik mungkin. Karena
cara pikiran bekerja untuk menciptakan konsepi pola yang tetap, kita tidak dapat
menggunakan informasi
baru secara lebih baik,
kecuali jika kita mempunyai beberapa cara untuk membangun kembali pola-pola
lama, dan menyesuaikannya
dengan keadaan yang baru.[10]
Sebuah perintah yang dikejar setiap orang untuk membahagiakan dirinya
pasti bodoh, karena
tak seorangpun
memerintahkan orang lain untuk melakukan apa yang niscaya selalu ingin dia lakukan. Seseorang
pasti hanya
memerintah atau lebih tepatnya, mencari suatu
alat untuk kepentingannya, karena dia tidak dapat melakukan segala yang dia inginkan. Untuk
membayangkan seorang
penjahat yang merasa
malu karena sadar
telah melanggar hukum, mereka harus
memisalkan dia
memiliki kebaikan moral tertentu dalam watak pribadinya, sebagaimana mereka membayangkan seseorang
yang berbahagia karena sadar
telah memenuhi kewajiban-kewajibannya
yang baik..[11]
5) Aspek tarbawi
a. Merenungkan
kekuasan Allah SWT .
b. Berbuat
kebaikan karena tiap perbuatan/ gerakan
kita diawasi Allah dan Malaikat.
c. Mengamalkan
ayat-ayat al-Qur’an.
d. Memanfaatkan akal yang telah Allah
berikan untuk suatu hal yang baik dan sesuai syari’at.
e. Menjalani
risalah Nabi.
f. Bertindak
penuh perhitungan agar tidak terjadi kesalahan, serta berikhtiar sebelum bertawakal.
C. Penutup
Manusia akan menjadi utama baik di
dunia maupun di akhirat yaitu dengan akalnya, tentunya manusia yang mempunyai
akal yang sehat. Dan dengan akal tersebut manusia akan beramal sehingga
memperoleh balasan.
Seseorang memperoleh ilmu dengan
akalnya, akal akan menjadi baik atau tidak, sesuai ilmu yang ia peroleh dan
dengan ilmu tersebut ia dapat beramal. Akal tanpa ilmu tidak akan berarti
apa-apa karena tidak bisa memberikan manfaat baik untuk dirinya sendiri maupun
orang lain. Ibarat kita memiliki mobil, namun mobil tersebut tidak memiliki
yang semestinya dimiliki mobil pada umumnya (seperti mesin, dll) maka mustahil
kita bisa menggunakan mobil tersebut. Begitupun juga ilmu tanpa amal adalah
suatu kegilaan dan amal tanpa ilmu adalah suatu kesia-siaan.
Orang yang mencari ilmu namun tidak
berusaha mengamalkannya seperti orang mencari uang namun ia tidak mampu
membelanjakannya, lalu apa gunanya ia mencari uang. Ada dua kategori orang yang
tidak mengamalkan ilmunya, yang pertama ilmu itu tidak memberikan manfaat
kepada pemiliknya, sehingga mau tidak mau pemiliknya tidak bisa mengamalkannya.
Penyebab ilmu tidak memberikan manfaat tersebut antara lain ketika mencari ilmu
ia tidak ikhlas, tidak menghormati guru, menganggap sepele terhadap ilmu,
mencari ilmu hanya untuk kesombongan semata dan lain sebagainya. Adapun yang
kedua ia berilmu namun tidak mau mengamalkannya. Tidak mengamalkan ilmu
merupakan salah satu penyebab hilangnya keberkahan ilmu, perbuatan yang dibenci
disisi Allah yang kelak akan di mintai pertanggungjawabannya, dengan mengamalkan ilmu
berarti akan semakin bertambah ilmunya.
D.
Daftar pustaka
Ø Juwairiyah. 2010. hadsit
tarbawi. (Yogyakarta: Teraz) hal. 139.
Ø Ibnu
mandzur. 1990. Lisan al-arab jilid 1.
(baerut: Dar sidar) hal. 459.
Ø http://senyumkudakwahku.blogspot.com/2013/11/hubungan-ilmu-dan-amal.html.
diakses pada jum’at, 13 maret 2015.
Ø shalih
al- ‘utsamain,
Muhammad. 2011.
syar arba ‘in
annawawiyah.
(Yogyakarta : Bintang Cemerlang) hal. 19.
Ø Al-asqolani, Ibnu hajar. 1995. taqrib ast-tahzib. (Beirut: Dar al- fikr). hal
869.
Ø Ash-Shiddieqy,
Tim Hasbyi. 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. (Jakarta: Bulan Bintang). hal.
286-287.
Ø Ali
Fayyad, Mahmud. 1998. metodologi penetapan kesahihan hadits.
(Bandung: Pustaka
Setia) hal. 114.
Ø Al-qardhawy, Yusuf. 1999. As
Sunnah sebagai
sumber
iptek dan peradaban. (Jakarta: pustaka al-kautsar).
hal. 97.
Ø Sinaga, Herman. 1991. Edward de bond berpikir lateral.
(Erlangga). hal. 14.
Ø Kant,
Immanuel. 2005.
kritik atas
akal budi praktis. (Yogyakarta:
pustaka pelajar). hal.
61-65.
E. Tentang penulis
Nama
: ISTRIYANI
Nim : 2021112254
Tempat/
tanggal lahir :Pekalongan/ 03
februari 1994
Alamat : Dk. Tegal
pacing, DS. Bulak pelem. Rt 02/
Rw 01, Kec. Sragi, Kab. Pekalongan.
Motto
hidup : Jadilah orang
gila,tapi bukan orang gila yang menampakkan yang tidak Semestinya tampak. Tampakkanlah yang unggul
dari hidupmu, tampakkan kelebihanmu, dan tampakkan semangat hidupmu.
[3] http://senyumkudakwahku.blogspot.com/2013/11/hubungan-ilmu-dan-amal.html, diakses pada jum’at, 13 maret 2015.
[4]Muhammad bin shalih al- ‘utsamain, syar arba ‘in annawawiyah, (Yogyakarta : Bintang
Cemerlang, 2011), hal. 19.
[6]
Tim Hasbyi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hal. 286-287.
[7]Mahmud ali Fayyad, metodologi penetapan kesahihan hadits, (bandung:. Pustaka Setia, 1998), hal.114.
[8]YuSuf al-qardhay, As Sunnah sebagai sumber iptek dan peradaban, (Jakarta: pustaka al-kautsar, 1999), hal. 97.
[9]
Ibnu mandzur, opcit, hal. 459.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar