TATA KELOLA PEMERINTAHAN
YANG BAIK DAN BERSIH
(GOOD AND CLEAN
GOVERNANCE)
Di Susun Oleh :
M. IMANUDIN SA’ID
(3421145004)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM KI AGENG PEKALONGAN
(STAIKAP)
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan
atas kehadirat ALLAH SWT, karena atas
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar
yang berjudul “TATA KELOLA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH (GOOD AND CLEAN THE
GOVERNANCE)”.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun memohon maaf apabila didalam
penyusunan makalah ini banyak terdapat kekeliruan dan kehilafan. Kebenaran dan
kesempurnaan hanya milik ALLAH semata. Dan semoga makalah ini bermanfaat
khususnya bagi penulis dan semua pembaca pada umumnya.Aamiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................
i
DAFTAR ISI...............................................................................
ii&iii
BAB I :
PENDAHULUAN.................................................................1
1.1 Latar
Belakang.......................................................................1
1.2
Rumusan
Masalah.................................................................1
1.3
Tujuan dan
Manfaat...............................................................1
BAB II : PEMBAHASAN.................................................................
2
2.1 Pengertian Good and
Govermance...........................................2
2.2 Prinsip-prinsip Good and
Clean Governance ...........................3
v Partisipasi..................................................................................3
v Penegakan
Hukum................................................................... 4
v Transparansi.............................................................................
4
v Responsif..................................................................................
5
v Konsensus.................................................................................6
v Kesetaraan.................................................................................6
v Efektifitas
&
Efisiensi..................................................................6
v Akuntabilitas...............................................................................7
v Visi
Strategis..............................................................................7
2.3
Pengertian Korupsi....................................................................7
v Asal
usul Korupsi di negara berkembang...................................8
v Dampak
Korupsi.......................................................................12
2.4
Hubungan antara Good and Clean Governance dengan Gerakan Anti
Korupsi...............................................................12
2.5
Hubungan antara Good and Clean Governance dengan Kinerja Birokrasi Pelayanan
Publik..........................................13
BAB
III :
PENUTUP.......................................................................14
ii
3.1
Kesimpulan.............................................................................14
3.2
Saran.......................................................................................14
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................15
DAFTAR
RIWAYAT HIDUP..........................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Istilah clean and good governance atau tata
pemerintah yang bersih dan baik merupakan wacana yang mengiringi gerakan
reformasi. Wacana clean and good governance sering kali
dikaitkan dengan tuntutan atau pengelolaan pemeritahan yang professional,
akuntabel dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sebuah kritik terhadap pengelolaan pemerintahan orde baru yang sarat KKN yang
berakhir krisis ekonomi yang berkepanjangan. Perdebatan clean and good
governance merupakan bagian penting dari wacana umum demokrasi, HAM dan
masyarakat madani yang di usung gerakan reformasi.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah materi dalam makalah ini diarahkan pada pengertian
clean and good governance, prinsip-prinsip clean and good governance, definisi
korupsi menurut komisi pemberantasan korupsi, asal usul korupsi dinegara
berkembang, dampak dari korupsi, hubungan antara clean and good governance
dengan kinerja birokrasi pelayanan public, supaya Pemerintah lebih bisa
Akuntanbel.
1.3.
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan makalah ini untuk memahami pentingnya clean and good
governance yang mewujudkan transparasi disegala bidang. Hal ini untuk mengikis
budaya korupsi yang mengakibatkan terjadinya kebocoran anggaran, penggunaan
negara untuk kepentingan individu atau golongan, bukan untuk kepentingan
kesejahteraan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
PENGERTIAN GOOD AND CLEAN GOVERNANCE
Istilah good and
clean governance merupakan wacana baru dalam kosa kata ilmu politik. Ia
muncul pada awal 1990-an. Secara umum pengertian good and clean governance
adalah segala hal yang terkait dengan tindakan yang bersifat mengarah. Mengendalikan atau mempengaruhi urusan public
untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan
secara khusus pengertian Good and clean governance adalah pengejawantahan
nilai-nilai luhur dalam mengarahkan warga Negara (citizens) kepada masyarakat dan
pemerintah yang berkeadapan melalui wujud pemerintah yang suci dan damai. Dalam kontek Indonesia substansi good and clean governance di
padankan dengan pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa. Sedangkan dalam
definisi lain, pengertian good and clean governanceadalah pelaksanaan politik,
ekonomi dan administrasi dalam mengelola masalah bangsa. Pelaksanaan tersebut bisa dikatakan baik jika
dilakukan dengan efektif dan efisien, responsive terhadap kebutuhan rakyat
dalam suasana demokratis, akuntabel dan trasparan ([1])
Arti good dalam good
gaverance mengandung dua pengertian ([2]).
Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi kehendak rakyat dan nilai-nilai
yang dapat meningkatkan kemapuan rakyat dalam pencapaian kemandirian,
pembangunan berkelanjutan dan keadilan social. Kedua aspek-aspek fungsional
dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam melakukan upaya pencapaian
tujuan nasional. Orientasi pertama mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan dengan
elemen konstituennya seperti legitimacy, accountability, autonomy and
devolustion of power. Orientasi kedua tergantung pada bagaimana pemerintahan
mempunyai kompetensi serta struktur dan mekanisme politik dan administrasi
berfungsi secara efisien danefektif.
2.2. PRINSIP-PRINSIP GOOD AND CLEAN GOVERNANCE
Menurut Kumorotomo (2010), Untuk merealisasikan pemerintahan yang
professional dan akutanbel yang berdasarkan pada prinsip-prinsip good and clean
governance.
v Lembaga Administrasi
Negara merumuskan 9 aspek fundamental yaitu:
1.
Partisipasi
2.
Penegakkan hukum
3.
Transparansi
4.
Rensponsif
5.
Orientasi kesepakatan
6.
Keadilan
7.
Efektifitas dan efesiensi
8.
Akutanbilitas
9.
Visi strategis
a. Partisipasi
Semua warga negara mempunyai suara dalam pengambilan keputusan baik secara
langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah. Patisipasi tersebut di
bangun berdasarkan prinsip demokrasi yakni kebebasan berkumpul dan
mengungkapkan pendapat secara konstruktif. Dalam Undang-Undang Dasar 1945,
disebutkan bahwa warga negara dijamin kebebasannya berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat, menyatakan pikiran melewati tulisan maupun lisan ([3]). Setiap orang berhak mencari, memperoleh,
dan memberikan informasi tentang dugaan korupsi, serta menyampaikan saran dan
pendapat maupun pengaduan kepada penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, advokat).
Dalam pasal 1,ayat 1, PP Nomor 71 Tahun 2000 di sebutkan peran serta masyarakat
adalah peran aktif perorangan, organisasi masyarakat atau lembaga swadaya
masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.Artinya
bahkan setiap orang, organisasi masyarakat, atau lembaga swadaya masyarakat
berhak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi
tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat kepada penegak
hukum dan atau komisi yang menangani perkara tindak pidana korupsi, seperti
juga tercantum dalam pasal 2 ayat 1 peraturan pemerintah tersebut (Pengurus
Pergerakan Indonesia, 2007 dalam elbaruqy, 2010).
b. Penegakan hukum
Pelaksanaan kenegaraan dan pemerintah harus di tata oleh sebuah aturan
hukum yang kuat dan memiliki kepastian hukum. Maka hal tersebut harus diimbangi
dengan komitmen penegakan hukum dengan karakter-karakter antara lain:
- Supremasi hukum
Supremasi hukum akan menjamin tidak terjadinya tindakan penguasa atas dasar
diskresi (tindakan sepihak berdasarkan kekuasaan yang dimilikinya).
- Kepastian hukum
Bahwa setiap kehidupan berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum yang jelas
dan pasti, tidak duplikatif dan tidak pertentangan antara satu dan lainnya.
- Hukum yang reponsif
Aturan-aturan hukum itu disusun berdasrkan aspirasi masyarakat dan mampu
mengakomodir berbagai kebutuhan publik.
- Penegakan hukum yang konsisten dan non diskrimatis.
Bahwa penegakan hukum berlaku untuk semua islam.
- Independensi peradilan
Bahwa peradilan tidak dipengaruhi oleh penguasa.
c. Trasparansi
Hal ini mutlak dilakukan untuk menghilangkan budaya korupsi dikalangan
pelaksana pemerintah. Terdapat 7 macam korupsi yang biasa dilakukan oleh
kalangan birokrasi di Indonesia, yaitu:
Transactive corruption
Yaitu korupsi yang dilakukan saat transaksi dan kedua belah pihak mengambil
keuntungan dari transaksi dengan merugikan negara.
Investive corruption
Yakni investasi yang belum memiliki kepastian keuntungannya.
Neposistive corruption
Yakni pemberian pekerjaan pada keluarga sehingga mengurang efektifitas
kontrol.
Defensive corruption
Yakni pihak korban memberikan sesuatu kepada pihak lain untuk
mempertahankan diri dan prilaku pemberikan tersebut merugikan negara.
Autogenic
corruption
Yakni korupsi yang dilakukan seseorang dan tidak melibatkan orang lain yang
dapat menguntungkan dirinya.
Supportive corruption
Yakni korupsi untuk melindungi korupsi yang lain yang telah dilakukannya.
Terdapat 8 aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus dilakukan secara
trasparan, yaitu:
a. Penetapan posisi dan jabatan
b. Kekayaan pejabat publik
c. Pemberian
penghargaan
d.
Penetapan kebijakan
e.
Kesehatan
f.
Moralitas pejabat
g. Keamanan dan ketertiban
h.
Kebijakan strategis
d. Responsif
Pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakat, tidak menunggu mereka
menunggu keinginannya tetapi secara proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan
masyarakat untuk kemudian melahirkan berbagai kebijakan strategis guna memenuhi
kepentingan umum.
Ø Sesuai asas rensponsif,
setiap unsur pemerintah harus memiliki 2 etika yaitu:
Etika individual
Yakni kualivikasi etika individual menurut pelaksanaan birokrasi pemerintah
agar memiliki kriteria kapabilitas dan loyalitas profesional.
Etika sosial
Yakni menurut pelaksanaan birokrasi pemerintah agar memiliki sensitifitas
terhadap berbagai kebutuhan publik.
Pemerintah bisa dikatakan baik jika telah melahirkan kebijakan yang
beerdampak baik kepada sebagian negaranya. Sebaliknya Pemerintah bisa dikatakan
buruk jika membuat sebagian warganya hidup tidak selayaknya dan kesejahteraan
hanya dinikmati oleh elit birokrasi. Terkait asas rensponsif adalah pemerintah
harus terus merumuskan kebijaka-kebijakan pembangunan terhadap semua kelompok
sosial sesuai dengan karakteristik budayanya. Hal ini karena masih sering
dijumpai masyarakat yang hidup dlam kemiskinan dan terbelakang dari segi
pendidikan namun mereka menikmatinya. Hal ini bukan disebabkan karena tidak ada
program yang dilakukan pemerintah tetapi secara kultural mereka menolak
terhadap program-program pembangunan.
e. Konsensus
Bahwa keputusan
apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah. Paradikma ini perlu dikembangkan dalam
pelaksanaan pemerintah karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan public
yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Untuk meningkatkan dinamika dan
menjaga akuntanbilitas dari proses pengelolaan tugas-tugas pemerintah dalam
pengambilan berbagai kebijakan, pemerintah harus mengembankan kebijakan sikap
yaitu:
Optimistik
Yakni sikap yang memperlihatkan bahwa setiap persoalan dapat diselesaikan
dengan baik dan benar.
Keberanian
Yakni keberanian dalam mengambil keputusan dengan penuh integritas dan
kejujuran sesuai dengan prosedur yang benar serta tidak takut dengan intimadi
penguasa atau organisasi tertentu.
Keadilan yang berwatak
kemurahan hati
Yakni kemampuan untuk menyeimbangkan komitmen atas orang atau kelompok
dengan etik.
f. Kesetaraan
Yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan karena kenyataan bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang majmuk baik etnis, agama dan budaya.
g. Efektifitas dan Efisiensi
Kriteria efektifitas biasanya diukur dengan produk yang dapat menjangkau
sebesar-besar kepentingan masyarakat.
Sedangkan efesiensinya diukur dengan rasinalitas biaya pembangunan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Semakin kecil biaya yang terpakai untuk kepentingan terbesar maka termasuk
dalam kategori pemerintahan efesien.
h. Akuntabilitas
Akutanbilitas adalah pertanggung jawaban pejabat publik terhadap masyarakat
yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Pengembangan
akutanbilitas bertujuan agar para pejabat yang diberi kewenangan mengelola
urusan publik selalu terkontrol dan tidak memiliki peluang melakukan
penyimpangan.
Secara teoritik akutanbilitas menyangkut 2 dimensi yaitu akutanbilitas
vertikal dan akutanbilitas horisontal. Akutanbilitas vertikal menyangkut
hubungan antara pemegang kekuasaan dengan rakyatnya. Pemegang kekuasaan dalam
struktur kenegaraan harus menjelaskan kepada masyarakat apa yang telah
dilakukan, sedang dan akan yang dilakukan dimasa mendatang. Akutanbilitas
vertikal memiliki pengertian bahwa setiap pejabat harus mempertanggungjawabkan
kebijakan dan pelaksanaan tugas-tugasnya kepada atasan yang lebih tinggi.
Seperti bupati mempertanggungjawabkan tugasnya kepada gubernur.
Sedangkan akutanbilitas horisontal adalah pertanggungjawaban pemegang
jawaban publik kepada lembaga yang setara, seperti gubernur dengan DPRD I,
bupati dengan DPRD II.
i. Visi strategis
Visi strategis adalah pandangan strategis untuk menghadapi masa yang
akan datang karena perubahan dunia dengan kemajuan tegnoliginya begitu cepat.
Seseorang yang menempati jabatan publik harus mempunyai kemampuan menganalisa
persoalan dan tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.
2.3. PENGERTIAN KORUPSI
Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang mengambil
keuntungan pribadi dengan merugikan kepentingan umum atau negara. Menurut
perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam
13buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20
Tahun2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan pasal-pasaltersebut, korupsi
dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasaltersebut
menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisadikenakan sanksi
pidana karena korupsi.
Ø Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada
dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap-menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
Selain bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang
sudah dijelaskan diatas, masih adatindak pidana lain yang yang berkaitan dengan
tindak pidana korupsi yang tertuangpada UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun
2001.
Ø Jenis tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi itu
adalah:
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara
korupsi
2. Tidak memberi keterangan atau memberi
keterangan yang tidak benar
3. Bank yang tidak memberikan keterangan
rekening tersangka
4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi
keterangan palsu
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak
memberikan keterangan atau
memberikan keterangan palsu
6. Saksi yang membuka identitas pelapor
a. Asal usul korupsi di negara berkembang
Sesungguhnya sejarah perkembangan korupsi beserta upaya pemberatasannya,
terutama dalam skala mega, sudah berlangsung sejak tengah dasawarsa 1950-an.
Dimulai ketika terjadi abuse of power oleh menteri ekonomi kala itu, Iskak
Tjokroadisuryo, pada Kabinet Ali Sastroamidjojo I. Korupsi berupa pemberian
lisensi impor dari Politik Benteng dengan tak memberikannya kepada pengusaha
pribumi yang kompeten dan diberikan kepada konco-konconya. Lisensi-lisensi
tersebut akhirnya dijual kepada pengusaha keturunan Cina, sehingga dikenal
istilah ''pengusaha Ali-Baba''.
PM Burhanuddin Harahap yang bekerja sama dengan TNI AD mengambil kebijakan
antikorupsi yang efektif, yakni meluruskan pelaksanaan Politik Benteng.
Karena kabinet ini umurnya pendek, upaya penegakan pemerintahan bersih
tenggelam dengan suasana konflik politik antarpartai dalam Konstituante yang
akhirnya Presiden Soekarno membubarkan Konstituante itu pada 5 juli 1959. Pada
saat yang hampir sama, Soekarno melakukan nasionalisasi perusahaan asing.
Karena ketidaksiapan dalam mengisi pengganti manajemen dari asing ke tangan
nasional, maka dari sini pula sejarah bancakan perusahaan negara (belakangan
dikenal BUMN), banyak dilakukan pihak-pihak partai.
Kedahsyatan korupsi mengalami momentum pada pemerintahan lebih 30 tahun
Orde Baru. Di mulai korupsi skala mega yang dialami Pertamina (1975) dengan
kerugian diperkirakan sekitar 12,5 miliar dolar AS tanpa ada tindakan hukum
kepada pihak-pihak yang terlibat. Kemudian dengan mengalirnya dana utang luar
negeri rata-rata 5 miliar dolar AS per tahun (saat lengser Pak Harto stok utang
sekitar 70 miliar dolar AS), investasi langsung perusahaan asing, eksploitasi
sumber daya alam (terutama migas dan hutan) yang menjadi sumber dana domestik
yang kolosal, maka pertumbuhan dan perkembangbiakan jenis korupsi dari yang
tradisional (upeti, sogok, perkoncoan, premanisme, dll) maupun bentuk baru
(kolusi birokrat-pengusaha, kolusi bankir-pengusaha, mafia peradilan,
penggelapan pajak, komersialisasi jabatan, kick-back dan mark-up proyek-proyek,
rekayasa finansial, monopoli-oligopoli serta monopsoni-oligopsoni komoditas
strategis, dst).
Kesemua itu menjadikan potensi pertumbuhan ekonomi yang bisa mencapai 12
persen menjadi hanya 7 persen per tahun. Perkiraan kebocoran anggaran bisa
mencapai 30 persen hingga lebih dari 50 persen. Pada saat krisis tahun 1977
terjadi capital flight. Simpanan orang Indonesia di luar negeri akibat pelbagai
kebocoran alias korupsi tersebut menurut Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI)
sekitar 85 miliar dolaar AS (atau sekitar Rp 750 triliun). Upaya pembentasan
korupsi kala Orba sejak awal sudah ada. Mulai dengan adanya Komisi 4 dengan
penasihatnya mantan Wapres Bung Hatta. Namun rekomendasinyapun tak digubris.
Kemudian di luar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah tercantum dalam UUD
45, pemerintah Soeharto membentuk Inspektorat Jenderal di tiap lembaga negara
dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai kontrol yang
dikendalikan langsung presiden.
Namun efektivitasnya bukan hanya diragukan bahkan menjadi sumber kobocoran
baru dengan terjadinya pengaturan laporan keuangan dan pelbagai bentuk KKN.
Akhirnya BPK pun menjadi mandul dan malahan menjadi pengganda kebocoran. Wapres
yang fokus kepada pengawasan serta juga ada menko dan menneg PAN yang juga
bertugas untuk pengawasan pun hampir tak pernah terdengar kiprahnya. Barangkali
semua itu karena sifat pemerintahan dan sistem politik otoritarian dan
sentralistik sehingga sistem check and balance dari DPR maupun yudikatif
menjadi lumpuh. Pers pun dibungkam bahkan para aktivis kritis pun banyak
ditangkap.
Reformasi yang dilakukan sejak 1998 hingga sekarang juga baru menyentuh
secara politik. Dan korupsi pun makin mengalami ramifikasi baik vertikal
(menyebar ke daerah) maupun horizontal (bukan hanya di pemerintah dan lembaga
yudikatif tapi juga ke DPR) sehingga popular dengan adanya ''korupsi
berjamaah''. Modus operandinya di samping yang tradisional dan modern tak
pernah hilang bahkan tipikal pascamodern pun bermunculan seperti lenyapnya
keuangan negara ratusan triliun karena gelontoran dana rekap perbankan.
Kemudian pembobolan bank (skala triliunan antara lain BNI, Mandiri), illegal
logging, illegal fishing, penyelundupan komoditas strategis (migas, gula, beras,
dst). Yang lebih baru adalah politik uang dalam sistem politik di pusat (KPU,
pemilihan ketua partai, promosi jabatan di pemerintahan dan BUMN, dst), di
daerah (pilkada oleh DPRD maupun pilkada langsung), dan masih banyak lagi.
Upaya pemberantasan korupsi di masa reformasi ini dimulai momentum dengan
adanya kebebasan pers dan kebebesan politik umumnya.
Dalam pelembagaannya dimulai dengan pembentukan Komisi Pemeriksaan Kekayaan
Pejabat Negara (KPKPN) yang mulai terjadi sedikit gereget dengan terungkapnya daftar
kekayaan berbagai pejabat tinggi yang abnormal. Misalnya terungkapnya misteri
kekayaan Jaksa Agung MA Rahman dan pejabat lainnya meski satu pun dari temuan
itu tak ada tindak lanjut secara hukum. Malahan oleh pemerintahan Megawati
KPKPN ini pun ''dibubarkan'' dan dintegrasikan kepada Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (KPTPK). Pada pemerintahan Megawati keberadaan KPTPK ini
pun sulit berperan, karena konon sulitnya pemberian izin bagi pejabat untuk
diperiksa.
Baru sejak pemerintahan SBY sedikit terkuak harapan dengan lebih lancarnya
izin tersebut dengan mulai adanya pemeriksaan (misal kasus KPU dan Bank
Mandiri) bahkan juga mulai ada yang divonis (kasus pimpinan DPRD Sumbar dan
pejabat daerah lainnya, kasus Gubernur Abdullah Puteh dan Kharis Walid). Patut
dicatat dengan sedikit ada harapan ini, tak luput dari peran BPK sejak dipimpin
Billy Joedono dan diteruskan oleh Anwar Nasution yang menguak data-data
penyelewengan skala mega di pelbagai lembaga strategis. Namun, kesan masih
memburu kasus sensitif secara politis dalam pemberantasan korupsi ini masih
belum pupus, karena untuk kasus lebih kolosal semisal kasus BLBI yang nilainya
puluhan triliun masih belum tersentuh sama sekali.
Dengan perkembangan tersebut, Indonesia menurut berbagai lembaga pemeringkat
internasional sejak awal tahun 90-an hingga sekarang selalu masuk kategori
negara terkorup. Gejala korupsi ini seperti belum terbersit harapan untuk
pemberantasannya. Hal ini karena korupsi telah kadung menjadi kebudayaan
(Damanhuri, 2007 dalam elbaruqy, 2010).
Ø Hal-hal yang menyebabkan
terjadinya korupsi antara lain:
1. Kemiskinan
Korupsi dengan latar belakang kemiskinan
berasal dari kebutuhan.
2. Kekuasaan
Kekuasaan sering membuat orang bertindak
sewenang-wenang dan mengambil keuntungan dengan kekuasaan yang dimilikinya.
3.
Budaya
Dari hasil penelitian Prof. Toshiko Kinoshita,
Guru Besar Universitas Waseda Jepang mengatakan bahwa masyarakat Indonesia
adalah masyarakat dengan sistem keluarga besar, yaitu masyarakat yang mempunyai
nilai bahwa kesuksesan seorang anggota keluarga harus pula dinikmati oleh
seluruh anggota keluarga besar itu.
4. Ketidaktahuan
Ini adalah alasan yang mengada-ada karena dana
yang diberikan sering tidak diketahui peruntukannya. Karena tidak tahu dan
tidak perlu mencari tahu maka ketika ada masalah dana tersebut dijadikan
sebagai korupsi.
5. Rendahnya kualitas moral
masyarakat
6. Lemahnya kelembagaan
politik suatu negara
Kelembagaan yang pertama adalah sistem hukum
dan penerapannya. Jika kasus korupsi tidak ditangani sungguh-sungguh maka akan
mengembangkan nilai dimata publik bahwa korusi ”aman” dilakukan asal membayar
”harga tertentu”.
7. Menjadi penyakit bersama.
Sebagai sebuah penyakit maka dengan cepat
menular dari kawasan satu kekawasan lain.
b. Dampak korupsi
Beberapa hal yang diakibatkan dari korupsi antara lain menimbulkan:
1) Kegagalan mencapai tujuan
yang ditetapkan pemerintah.
2) Menular kesektor swasta
dalam bentuk usaha mengejar laba dengan cepat dan berlebihan, menyisihkan
investor baru dan mengurangi pertumbuhan sektor swasta.
3) Kenaikan harga
administrasi karena pembayar pajak membayar beberapa kalilipat untuk pelayanan
yang sama.
4) Mengurangi jumlah dana
yang disediakan untuk publik.
5) Merusak moral aparat
pemerintah.
6) Menurunkan rasa hormat
kepada kekuasaan yang akhirnya menurunkan legitimasi pemerintah.
7) Pribadi yang hanya
memikirkan diri sendiri, tidak mau berkorban untuk kemakmuran bersama di masa
mendatang.
2.4.HUBUNGAN ANTARA CLEAN AND GOOD GOVERNANCE
DENGAN GERAKAN ANTI KORUPSI
Clean and good
governance meniscayakan adanya transparansi disegala bidang. Hal ini untuk
mengikis budaya korupsi yang mengakibatkan kebocoran anggaran dalam penggunaan
uang negara untuk kepentingan individu atau golongan bukan untuk kesejahteraan
rakyat.
v Ada beberapa grand design
dalam menciptakan situasi perangterhadap korupsi:
Pertama, apapun kebijakan
antikorupsi yang diambil, haruslah disadari bahwa kebijakan dan langkah-langkah
tersebut hendaknya ditempatkan sebagai ''totok nadi'' yang strategis,
berkelanjutan, dan paling bertanggung jawab di antara semua langkah total
football, estafet dari semua pihak yang peduli terhadap pemberantasan korupsi,
baik dari kaum agamawan, akademisi, parlemen, LSM, pers, dunia internasional,
dan seterusnya.
Kedua, menghindari politik belah
bambu yang menggunakan KPTPK, Kejaksaan, dan Polri untuk memburu pihak-pihak
yang secara politis harus dikalahkan dan membiarkan pihak-pihak yang dianggap
kawan politik.
Ketiga, keseriusan untuk mencari
solusi terbebasnya TNI dan Polri dari dunia politik dan bisnis secara tuntas.
Keempat, euforia elite politik di
pusat dan daerah dalam menikmati kebebasan politik, kebebasan berpendapat, dan
kebebasan pers yang seharusnya semakin mendewasakan kehidupan berdemokrasi yang
ujung-ujungnya juga mampu membangkitkan kembali kehidupan ekonomi dengan ukuran
rakyat yang semakin sejahtera (Damanhuri, 2007 dalam elbaruqy, 2010).
2.5 HUBUNGAN ANTARA GOOD AND CLEAN GOVERNANCE DENGAN KINERJA BIROKRASI PELAYANAN PUBLIK
Dalam rangka menyelamatkan keuangan negara, banyak upaya pemerintah yang
sudah dilaksanakan diantaranya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004
tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Kemudian dengan
terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah semakin jelas keseriusan pemerintah dalam hal pembenahan
sistem pengelolaan keuangan negara, mengutip pendapat pakar bahwa selama ini
yang diterapkan nampaknya masih lemah dan cenderung membuka peluang yang sangat
besar bagi terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran.
Tentu bukan soal yang mudah dalam mempersiapkan personil yang dapat
melaksanakan tugas tersebut, perlu adanya kesepahaman dalam mencermati secara
komprehensif apa yang tertuang dalam PP tersebut (Rahayu, 2009 dalam elbaruqy,
2010). Dengan tiga pilar pelayanan public menjadi titik setrategis untuk
memulai pengembangan dan penerapan Clean and good governance di Indonesia. Tiga
pilar tersebut yakni:
1)
Pelayanan publik selama ini menjadi tempat
dimana negara yang diwakili pemerintah berinteraksi dengan lembaga non
pemerintah.
2)
Pelayanan publik
tempat dimana berbagai aspek Clean and good governance dapat diartikulasikan
lebih mudah.
3)
Pelayanan publik melibatkan semua unsur yaitu
pemerintah, masyarakat dan mekanisme pasar.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari penjabaran pembahasan diatas, kami penulis menyimpulkan beberapa poin
sebagai berikut:
- Good and Clean Governance sebagai wacana bagi pemerintah untuk mewujudkan kepemerintahan yang besih, profesional, akuntanbel dalam segala bidang, serta bebas dari mala praktek yang merugikan negara.
- Dengan adanya Good and Clean Governance pemerintah bisa lebih transparan dalam pelayanan publik, dan bisa meningkatkan kinerja birokasi.
- Dengan adanya Good and Clean Governance pemerintah bisa mempunyai monitoring yang handal dari kalangan swasta atau masyarakat pada umumnya.
- Good and Clean Governance adalah landasan untuk menciptakan negara yang kuat, kokoh, tangguh dalam segala aspek.
3.2. Saran
- Good and Clean Governance harus dijalankan semaksimal mungkin oleh kalangan birokrasi atau kalangan pemegang kekuasaan dan juga harus didukung oleh masyarakat. Kalau semua sudah maksimal maka pemerintah akan selalu memegang teguh peraturannya yakni (bebas KKN).
- Pemerintah harus transparan dalam hal dalam pelayanan publik, supaya negara terbebas dari oknum-oknum yang merugikan negara.
- Supaya pemerintah menggalakkan kepada semua kalangan kepemerintahan mulai dari RT sampai ke Pejabat yang paling tinggi.
- Supaya pemerintah mengadakan semacam seminar-seminar wawasan kebangsaan kepada semua masyarakat umumnya, khususnya kepada para Pejabat Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Said, M. Mas’ud.Birokrasi
Di Negara Birokratis. UMMPRESS : Malang. 2010
Rakhmat, Teori Administrasi dan Manajemen
Publik Pustaka Arif : Tanggerang Banten. 2009
Elbaruqy.Good and
clean governance.2010 (online).(http://elbaruqy.blogspot.com/2010/04/ good-and-clean-governance.htmlvvv).
Diakses pada 24 Oktober 2015
Kumorotomo, Wahyudi.Reformasi
Aparatur Negara Ditinjau Kembali. Gava Media :Yogyakarta. 2010
Kaharsitia. Mewujudkan Good
Governance2011(online). (http://kaharstia.dagdigdug.com /2015/01/29/11/). Diakses pada 24 Oktober 2015
Rakhmat, Teori Administrasi dan Manajemen
Publik Pustaka Arif : Tanggerang Banten. 2009
Rosyada, et. Al. Dede, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Tata kelola
Good & Clean Governance, ICC UIN Malang: Jakarta. 2007
DAFTAR
RIWAYAT HIDUP
NAMA : M. IMANUDIN SAID
KELAS : TARBIYAH 6
ALAMAT :
Gang.MERAK Rt.02, Rw.01 ROWOKEMBU
WONOPRINGGO PEKALONGAN 51181
HOBI : MENDAKI DAN JALAN-JALAN
PEKERJAAN : SATUAN PENGAMANAN
BEKERJA : DARI
1 FEBRUARI 2014 – SEKARANG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar