SEJARAH PERADABAN ISLAM
(Perang Salib)
Oleh
:
1.
Muhammad
Khoirul Huda (2021114001)
2.
Gita
Sukmawati Dewi (2021114101)
3.
Nala
Rizqiyati (2021114163)
Kelas
PAI ( G )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) PEKALONGAN
2015
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan
taufiq, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Perang Salib”.
Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, sahabatnya,
keluarganya, serta segala umatnya hingga yaumil akhir.
Makalah ini disusun guna
menambah wawasan yang berguna bagi pembaca. Makalah ini disajikan sebagai bahan
materi dalam diskusi mata kuliah Sejarah Peradaban Islam. Penulis menyadari
bahwa kemampuan dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Penulis
sudah berusaha dan mencoba mengembangkan dari beberapa reverensi mengenai Perang
Salib. Apabila dalam penulisan makalah ini ada kekurangan dan kesalahan baik
dalam penulisan dan pembahasannya maka penulis dengan senang hati menerima
kritik dan saran dari pembaca.
Akhir kata, semoga makalah
yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang budiman. Amin
yaa robbal’alamin.
Pekalongan,28
September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................ .... i
Daftar Isi ......................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A.
Latar Belakang Masalah................................................................ .... 1
B.
Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C.
Metode Pemecahan Masalah ........................................................ .... 2
D.
Sitematika Penulisan Makalah ........................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN ......................................................................... .... 3
A.
Timbulnya Perang Salib................................................................. .... 3
B.
Sebab-sebab Perang Salib.............................................................. .... 6
C.
Periodisasi Perang Salib................................................................. .... 11
D.
Jalannya Perang
Salib.................................................. .... 14
E.
Pengaruh Perang Salib terhadap Peradaban Islam ..... .................. .... 17
BAB
III PENUTUP ............................................................................. .... 19
A.
Kesimpulan ....................................................................................... 19
DAFTAR
PUSTAKA ------------------------------------------------------------------ --- 20
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perang Salib adalah reaksi Kristen Eropa terhadap dunia
Islam di Asia, sejak tahun 632 M yang merupakan pihak penyerang di Syiria dan
Asia Kecil, tetapi juga di Spanyol dan Sicilia. Dilihat dari sudut lain, maka faktor-faktor
yang turut menimbulkan Perang Salib ialah keinginan mengembara dan bakat
kemiliteran bangsa Teutonia yang mengubah peta Eropa sejak mereka memasuki
lembaran sejarah; penghancuran Gereja Suci dilakukan oleh seorang khalifah
Fathimiyah tahun 1009, sedang gereja itu merupakan tujuan beribu-ribu jamaah
dari Eropa, dan perlakuan buruk yang telah dialami oleh para jamaah kristen di
Asia Kecil yang telah diislamkan. Akan tetapi yang merupakan penyebab langsung
terjadinya Perang Salib ialah permintaan Kaisar Alexius Comnenus tahun 1095
kepada Paus Urbanus II. Kaisar dari Bizantium ini meminta bantuan dari Romawi,
karena daerah-daerahnya yang terserak sampai ke pesisir laut Marmora
ditindas-binasakan oleh bani Saljuk. Bahkan kota konstantinopel pusat kekuasaan
Romawi diancam direbut oleh kaum muslimin.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu kiranya merumuskan masalah
sebagai pijakan untuk terfokusnya kajian makalah ini. Adapun rumusan masalahnya
sebagai berikut :
1. Timbulnya Perang
Salib ?
2. Penyebab Terjadinya
Perang Salib ?
3. Periodisasi Perang
Salib
?
4. Jalannya Perang
Salib
?
5. Pengaruh Perang
Salib terhadap Peradaban Islam?
B. Metode Pemecahan
Masalah
Metode pemecahan masalah yang dilakukan melalui studi literatur/metode
kajian pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa referensi buku atau dari
referensi lainnya yang merujuk pada permasalahan yang di bahas. Langkah-langkah
pemecahan masalahnya di mulai dengan menentukan masalah yang akan di bahas
dengan melakukan perumusan masalah, melakukan pengkajian masalah, penentuan
tujuan dan sasaran, perumusan jawaban permasalahan dari berbagai sumber, dan
serta pengorganisasian jawaban permasalahan.
C. Sitematika
Penulisan Makalah
Makalah ini di tulis dalam tiga bagian, meliputi : Bab I, bagian pendahuluan
yang terdiri dari : latar belakang masalah, perumusan masalah, metode pemecahan
masalah, dan sistematika penulisan makalah; Bab II, adalah pembahasan; Bab III,
bagian penutup yang terdiri dari simpulan.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Timbulnya Perang Salib
Perang
Salib (The Crusades War) adalah
serangkaian perang agama selama hampir dua abad sebagai reaksi Kristen Erpa
terhadap Islam Asia. Perang ini terjadi karena sejumlah kota dan tempat suci
Kristen diduduki Islam sejak 632, seperti di Suriah, Asia kecil, Spanyol, dan
Sicilia. Militer kristen menggunakan salib sebagai simbol yang menunjukkan
bahwa perang ini suci dan bertujuan membebaskan kota suci Baitul Maqdis
(Yerusalem) dari orang islam.[1]
Kekuatan umat Islam yang terpendam kembali
tampak ketika bangsa Barat yang beragama Kristen melancarkan sembilan kali
serbuan terhadap kaum muslim dalam peperangan yang terkenal dengan Perang
Salib. Bangsa Barat dengan semangat Perang Salib dan kebencian di dada mereka
menyerang umat Islam. Didorong pula oleh keinginan untuk merampas kekayaan
negara-negara Islam dan menghancurkan kekuatan dan kesinambungan kekuasaan
pemerintah Islam. Usaha mereka dipermudah dengan kelengahan umat Islam dan para
penguasa yang tenggelam dalam nafsu syahwat. Juga oleh perpecahan mereka dalam
memperebutkan kepentingan dunia, cinta kekuasan, dan kesanggupan penguasa yang
berjiwa kerdil tersebut yang rela menjual saudara mereka dengan membeli orang
asing, dan menjual umatnya untuk membeli kekuasaan mereka.[2]
Perang
Salib awalnya disebabkan adanya persaingan pengaruh antara Islam dan Kristen.
Penguasa Islam Alp Arselan yang memimpin gerakan ekspansi yang kemudian dikenal
dengan “Peristiwa Manzikart” pada tahun 464 H (1071 M) menjadikan orang-orang
romawi terdesak. Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit,
dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 200.000
orang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Prancis dan
Armenia. Peristiwa ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang
kristen terhadap umat Islam, yang kemudian mencetuskan Perang Salib. Kebencian
ini bertambah setelah dinasti saljuk dapat merebut baitul maqdis pada tahun 471
H dari kekuasaan dinasti Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir.[3]
Penguasa saljuk menetapkan beberapa peraturan bagi umat kristen yang ingin
berziarah ke sana. Peraturan ini dirasakan sangat menyulitkan mereka.
Oleh karena itu, untuk memperoleh kembali
keleluasaan berziarah ke tanah suci kristen itu, pada tahun 1095 M, Paus
Urbanus II berseru kepada Umat kristen di eropa agar melakukan perang suci. Perang
ini kemudian dikenal dengan nama perang salib karena pasukan kristen dalam
berperang mengenakan tanda salib pada pakaian yang dikenakannya sebagai
lambang.
Pidato yang mungkin paling besar hasilnya
dalam sejarah, ialah pidato Paus Urbanus II pada tanggal 26 November 1095 di
Clermont (Prancis Selatan), orang-orang Kristen mendapat suntikan untuk
mengunjungi kuburan-kuburan suci dan merebutnya dari orang-orang bukan kristen
serta menaklukkan mereka.[4]
Seruan bersama “Tuhan menghendaki yang demikian” menggelora di seluruh negeri
dan memiliki pengaruh psikologis, baik di lapisan masyarakat bawah maupun atas.
Di musim semi tahun berikutnya, 150.000 orang yang terdiri dari sebagian besar
orang-orang Prancis dan Norman memenuhi panggilan tersebut dan berkumpul di
Konstantinopel. Perang Salib yang pertama pun dimulai.[5]
Tidak aneh jika pasukan Salib pada
permulaannya mendapatkan kemenangan. Mereka kemudian mendirikan
kerajaan-kerajaan kecil di wilayah Islam, dengan dibantu oleh para penguasa
yang berkhianat. Mereka masuk ke Baitul Maqdis setelah membantai berpuluh-puluh
ribu umat Islam dan menyebabkan terjadi banjir darah.
Pasukan Salib bertahan di Syam lebih kurang selama
200 tahun, dan Bitul Maqdis berada dalam kekuasaan mereka selama 90 tahun
penuh.
Kemudian Allah menyiapkan tokoh-tokoh
Islam ntuk melakukan perlawanan terhadap penjajah, merebut negeri mereka yang
dianeksasi dan hak mereka yang dirampas. Perlawanan tersebut dilakukan oleh
umat Islam di bawah pimpinan ‘Imaduddin Zanki dan anaknya sang pahlawan
Nuruddin Mahmud asy-Syahid, yang menyerupai Khulafaur Rasyidin dalam perjalanan
hidup, keberanian, ketaatan, dan keadilannya. Juga muridnya, pemimpin
Shalahuddin al-Ayyubi, yang mendapatkan kemenangan atas pasukan Salib dalam
peperangan Hathin yang termasyhur dan peperangan merebut Baitul Maqdis sehingga
Baitul Maqdis dapat dikuasai kembali oleh umat Islam. Kemudian peperangan
terjadi di Mesir yang berakhir dengan ditawannya Louis IX di Dar Ibn Luqman di
Manshuriah. Semua itu merupakan petunjuk bahwa umat Islam bisa saja tertidur
atau sakit, namun ia tidak akan mati. Selama di dalam umat Islam mengalir darah
akidah dan selama ada orang yang memimpin mereka untuk menegakkan laa ilaaha
illalah.[6]
Tidak semua orang dari kalangan kaum
kristen yang mengikuti perang salib didorong oleh keimanan terhadap agama
mereka. Beberapa pemimpin jamaah salib, di antaranya Bohemond ikut berperang
dikarenakan dorongan nafsu untuk memperkaya diri. Para pedagang Pisa, Venesia,
dan Ganoa melihat kepentingan perdagangan dalam peperangan. Orang-orang yang
berbakan romantis, yang suka berkelana dan suku bertualang, yang menyatukan
diri dalam kumpulan orang-orang mukmin itu, mempunyai tujuan hidup baru, banyak
pula jumlahnya orang-orang yang mempunyai dosa-dosa berat menganggap bahwa
dengan ikut berperang dapat menebus dosa-dosa mereka. Sebagian besar rakyat
Prancis, Lotharingen, Italia dan Sicilia, yang perekonomian dan kehidupan
sosialnya buruk ikut berperang dengan tujuan lain yaitu untuk memperbaiki nasib
sosial mereka dan bukan bertujuan sebagai suatu pengorbanan terhadap agama
mereka.[7]
Perang salib berlangsung 200 tahun
lamanya, dari mulai 1095-1293 M, dengan
8 kali penyerbuan. Perang tersebut bertujuan untuk merebut kota suci palestina,
tempat “tapak Tuhan berpijak”, dari tangan kaum muslimin. Peperangan ini
memakan korban baik jiwa maupun harta dan kebudayaan yang tidak sedikit
jumlahnya. Perang tersebut juga merupakan peristiwa yang sangat menyedihkan di
pantai timur Laut Tengah, yang merusak hubungan antara dunia timur dan dunia
barat.[8]
- Penyebab Terjadinya Perang Salib
Penyebab utama Perang Salib adalah upaya
Seljuk merebut Syria dari Fatimiyyah pada 1070 M. Selama proses penaklukan
tersebut, mereka juga mengalami konflik dengan kerajaan Byzantium yang melemah,
yang batas-batasnya tidak dipertahankan dengan memadai. Ketika kavaleri Seljuk
telah melintasi batas dan masuk ke Anatolia, mereka mengalahkan kerajaan
Byzantium secara besar-besaran dalam perang Mazikurt pada 1071 M. Dalam satu
dasawarsa, penduduk nomad Turki bebas berkelana ke seluruh Anatolia dengan
rombogan mereka, dan para amir mendirikan negara-negara kecil di sana,
yang membawahi kaum Muslim yang memandang Anatolia sebagai batas baru dan tanah
harapan. Karena tidak berdaya menghentikan kemajuan Turki, Raja Byzantium,
Alexius Comnenus I meminta bantuan Paus pada 1091 M, dan sebagai tanggapannya
Paus Urban II mengumumkan Perang Salib Pertama. Pendudukan para serdadu Perang
Salib terhadap wilayah-wilayah Anatolia tidak cukup lama dalam menahan
penaklukan tentara Turki atas kawasan tersebut. Pada akhir abad ke-13
orang-orang Turki telah mencapai Mediterania; selama abad ke-14 mereka
mengarungi Aegean, menetap di Balkan, dan mencapai Danube. Sebelumnya tidak ada
penguasa Muslim yang mampu mengalahkan Kerajaan Byzantium seperti itu, yang
pernah menjadi lambang keagungan pada kekaisaran Romawi kuno. Dengan kebanggaan
inilah orang-orang Turki menyebut negara baru mereka di Anatolia sebagai “Rum”
atau Roma. Walaupun terjadi kemunduran kekhalifah-an, Muslim telah meluas
sampai dua kawasan yang sebelumnya tidak pernah menjadi bagian Dar al-Islam—Eropa
Timur dan sebagian India barat laut—dan yang akan membawa kawasan-kawasan yang
amat kreatif beberapa waktu kemudian.
Khalifah an-Nasir (1180-1225 M) berusaha
merestorasi kekhalifahan di Bagdad da wilayah sekitarnya. Ia berusaha menyetuh
Islam setelah melihat kekuatan kebangkitan keagamaan. Awalnya, syariah
dikembangkan sebagai protes atas peraturan khalifah, tetapi sekarang an-Nasir
belajar menjadi seorang alim dalam empat mazhab Hukum Sunni.[9]
Ia juga ditasbihkan dalam salah satu dari kelompok futuwwah, dengan
tujuan menjadikan dirinya Guru Besar dari semua futuwwah di Bagdad.
Setelah kematiannya, para penerusnya melanjutkan kebijakan ini. Tetapi hal ini
sudah terlambat. Dunia Islam terdampar dalam bencana yang akhirnya membawa
kekhalifahan Abbasiyyah ke akhir riwayat yang kejam dan tragis.[10]
Perag Salib adalah sebuah peperangan dengan rentang waktu yang cukup panjang,
yaitu antara tahun 1095-1291 M. Ahli sejarah cukup variatif dalam melakukan
periodisasi kesejarahannya, tentu didasarkan atas data mereka masing-masing.
Secara sepintas perang ini terkesan sebagai perag agama semata, tetapi kalau
dilakukan analisis sesungguhnya penyebab terjadinya perang Salib itu bisa
beragam.
Secara
umum ada tiga faktor utama terjadinya perang Salib itu, yaitu faktor agama,
faktor politik, dan faktor ekonomi. Bhakan bisa jadi ketiga faktor tersebut
sulit dilepaskan dari meletusnya Perang Salib. Ketiga faktor tersebut aka
dijelaskan pada bagian berikut.
1. Faktor Agama
Ketika Dinasti
Saljuk berkuasa dan mejalankan roda pemeritahan dinasti Abbas, Dinasti Saljuk
dapat mengembagkan kekuasaannya sampai ke daerah-daerah Byzantium dengan
merebut Armenia dan Asia Kecil di masa Arp Arselan dan Malik Syah (1063-1092 M). Pada tahun 471 H Dinasti
Saljuk dapat merebut Bait al-Maqdis dari dinasti Fatimiah yang berkedudukan di
Mesir. Sejak itu, penguasa menetapkan beberapa peraturan bagi umat Kristen yang
ingin berziarah ke sana. Peraturan ii dirasakan sagat menyulitkan mereka. Untuk
mendapatkan keleluasaan kaum Kristen untuk dapat berziarah suci ke Bait
al-Maqdis itulah Paus Urbanus II berseru untuk melakukan perang suci yang
dikenal dengan Perang Salib.
Bagi
orang-orang Kristen, dengan melakukan ziarah ke Bait al-Maqdis itu akan dapat
menghapuskan dosa dan memperoleh kebahagiaan abadi. Dengan keyakinan ini serta
upaya yang dilakukan oleh Paus Urbanus II untuk megobarkan perang suci, bukan
saja dapat menyemangati golongan atas Eropa, tetapi juga berhasil membakar
semangat rakyat bawah untuk bangkit melakukan perang suci.
Pada tahun 1095 M
Paus Urbanus II berpidato di kalangan kaum Kristen dengan pidato yang terkenal
dan cukup memukau yang menggema ke seluruh penjuru Eropa. Inilah yang membakar semangat umat Kristen
Eropa untuk melakukan perang suci bagi mereka. Dalam hal ini Paus dibantu oleh
seorang pendeta sebagai juru propagandanya, bernama Peter Pertapa. Sambil
membawa salib besar, Peter mengembara keliling Eropa. Ia berbicara di hadapan
rakyat banyak mengenai pengalaman pahitnya ketika berziarah ke Bait al-Maqdis
yang mendapatka perlakuan tidak nyaman
dari orang-orang Islam.
Dari apa
yang dilakukan oleh Paus dan Peter di atas berhasil membangkitkan fanatisme umat
Kristen Eropa dengan terhimpunnya suatu kekuatan besar yang melimpah ruah
memasuki Konstantinopel tahun 1097 M da kemudian mereka melakukan serangkaian
peperangan besar terhadap umat Islam dan mereka berhasil merebut Yerussalem
tahun 1099 M dan mendirikan kerajaan Latin III dengan rajanya, Godfrey.
2. Faktor Politik
Selain faktor
agama, faktor politik juga cukup kental sebagai penyebab terjadinya perang
Salib ini. Yaitu terutama sejak Dinasti Saljuk dapat meluaskan wilayah
kekuasaannya sampai ke wilayah Byzantium setelah pertempuran Manzikart tahun
1071 M telah mengancam kota Konstantinopel sendiri, sehingga kaisar Alexius I
terpaksa meminta bantuan Paus Urbanus II dan raja-raja Eropa Barat untuk
melakukan peperangan yang kemudian mereka sebut perang suci itu.
Paus Urbanus II
dalam pidatonya di Clermont tahun 1095 ia meyerukan kepada ummat Kristen
melakukan perang suci menentang aggresor muslim. Himbauannya ini kemungkinan
dilatarbelakangi oleh berbagai keberhasilan Kristen di Spanyol yang mencapai
puncaknya dengan dengan direbutnya Toledo dan juga mengenai penaklukan Kristen
di Sicilia. Karena itu upaya Paus tersebut mendapat sambutan yang besar dari
masyarakat Kristen Eropa.
Pada sisi lain, di
tubuh Dinasti Saljuk juga terjadi perpecahan di samping juga adanya bahaya
kelaparan dan wabah penyakit pada masa khalifah al-Mustanshir, turut
menguntungkan kaum Salib mendapatkan kesuksesannya merebut Bait al-Maqdis,
tanah suci mereka.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ketiga yang
juga disebut-sebut melatari terjadinya Perang Salib adalah faktor ekonomi.
Faktor ekonomi dimaksud adalah bahwa pedagang besar yang berada di pantai timur
Laut Tengah, terutama yang berada di kota Veneria, Genoa, dan Pisa, berambisi
untuk menguasai sejumlah kota dagang di sepanjang pantai timur dan selatan Laut
Tengah untuk memperluas jaringan dagang mereka. Untuk itu, mereka rela
menanggung sebagian dana Perang Salib dengan maksud menjadikan kawasan itu
sebagai pusat perdagangan mereka. Hal ini dimungkinkan karena jalur Eropa akan
bersambung dengan rute-rute perdagangan di timur melalui jalur strategis
tersebut. Tentu hal itu bisa mereka kuasai apabila pihak Kristen Eropa
memperoleh kemenangan dalam perang tersebut.
Selain itu juga
ternyata, ada kelas-kelas sosial di tengah masyarakat Eropa. Stratifikasi
sosial masyarakat Eropa ketika itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu kaum
gereja, kaum bangsawan serta kesatria, da rakyat jelata. Meskipun kelompok
terakhir ini merupakan mayoritas dalam masyarakat, tetapi mereka menempati
kelas yang paling rendah. Kehidupa mereka sangat tertindas. Mereka harus tunduk
kepada para tuan tanah yang sering bertindak semena-mena, di samping harus
memikul berbagai beban pajak dan kewajiban lainnya. Karena itu, ketika ada
mobilitas tionggi dari pihak gereja untuk turut mengambil bagian dalam Perang
Salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik
bila perang dapat dimenangkan, mereka menyambut seruan itu secara spotan. Agar
nasib mereka mengalami perubahan.
Dalam peperangan
Salib ini, masyarakat mayoritas Eropa ikut ambil bagian di dalamnya. Segenap
elemen masyarakat di banyak negara negara, baik raja, bangsawan, petani dan
rakyat jelata mempunyai pandangan yang tidak berbeda terhadap perang Salib.
Dengan kata lain, perang Salib bagi bngsa-bangsa Eropa merupakan perekat
kesatuan moral. Gema perang Salib dengan demikian sangat kuat di Eropa.[11]
- Periodisasi Perang Salib
Menurut Dr, Badri Yatim, M.A., bahwa Perang Salib dapat dibagi dalam 3
periode.[12]
- Periode Pertama
Jalinan kerja sama
antara Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II berhasil membangkitkan semangat
umat kristen, terutama akibat pidato Paus Urbanus II pada Konsili Clermont (26
November 1095). Menurut Philip K. Hitti, pidato ini kemungkinan merupakan
pidato yang paing berkesan sepanjang sejarah yang telah dibuat paus. Pidato ini
menggema ke seluruh pwnjuru Eropa yang membangkitkan seluruh negara Kristen
mempersiapkan berbagai bantuan untuk mengadakan penyerbuan. Gerakan ini
merupakan gerakan spontanitas yang diikuti berbagai kalangan masyarakat. Akhirnya
dengan mudah pasukan Salib dapat dikalahkan pasukan Dinasti Saljuk.
Pasukan perang
salib angkatan berikutnya dipimpin oleh Godfrey of Boulion. Gerakan ini lebih
merupakan ekspedisi militer yang terorganisasi rapi. Pada musim semi tahun 1095
M, 150.000 orang eropa, sebagian besar bangsa prancis dan norman berangkat
menuju konstantinopel, kemudian ke palestina. Tentara salib yang dipimpin oleh
Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18
Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea, dan tahun 1098 menguasai Edessa.
Di sini mereka mendirikan kerajaan Latin I dengan Baldwin sebagai rajanya.[13]
Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiochea dan mendirikan kerajaan
Latin II di Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil
menduduki Baitul Maqdis atau Yerusalem (15 Juli 1099) dan mendirikan kerajaan
Latin III dengan Godfrey sebagai rajanya. Setelah penaklukan baitul maqdis,
tentara salib melanjutkan ekspansinya, mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli
(1109 M), dan Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan kerajaan Latin IV,
dengan Raymond sebagai rajanya.Hamimah, dan Edessa. Kemenangan itu merupakan
kemenangan pertama kali yang disusul dengan kemenangan selanjutnya sehingga
tentara Salib merasakan pahitnya kekalahan demi kekalahan. Pada tahun 1046 M,
Imanuddin Zanki wafat.
- Perang Salib Kedua
Dengan adanya
kekalahan ini, tentara salib mengirim utusan kepada paus meminta bantuan. Maka
datanglah serbuan kedua (1147-1179 M) dipimpin oleh raja Louis VII dari
Prancis, kaisar Kourad dari jerman, dan putra Roger dari Sisilia. Menyambut
kedatangan angkatan kedua Salibiyah, muncullah pahlawan Nuruddin Zanki, Putra
Imanuddin Zanki.[14]
Jatuhnya Edessia
ini menyebabkan orang-orang kristen mengobarkan perang salib kedua. Paus
Eugenus III menyerukan perang suci yang disambut posiitif oleh Raja Prancis
Louis VII dan Raja Jerman Codrad II. Keduanya memimpin pasukan salib untuk
merebut wilayah kristen di syiria. Akan tetapi, pasukan mereka dihadang oleh
Nuruddin Zanki. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Codrad
II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Nuruddin wafat pada tahun 1174
M.[15]
Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Salahuddin Al-Ayyubi yang berhasil
mendirikan Dinasti Ayyubiyyah di Mesir pada tahun 1175 M.[16]
Oleh karenanya
daerah sekitar pantai Timur Laut Tengah ada kekuatan seorang pemimpin Islam
yang tangguh, maka tentara salib mengarahkan perhatiannya kearah Mesir. Di
mesir peperangan salib ini melahirkan pahlawan yang termasyhur namanya ialah
sultan Shalahunddin Al-Ayyubi. Dengan pimpinan Shalahuddin ini bahkan tentara islam dapat merebut
kembali baitul maqdis, kota yang menjadi tujuan tentara salib. Walaupun dia
telah mencapai kemenangan besar yang luar biasa tidaklah dia mabuk kemenangan
lalu melupakan perjuanngan selanjutnya.[17]
Jatuhnya yerusalem
ke tangan kaum muslimin sangat memukul perasaan tentara salib. Mereka menyusun
rencana balasan. Kali ini tentara salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja
jerman, Richard The Lion Heart raja Inggris, dan Philip Augustus raja Prancis.
Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M. Meskipun mendapat tantangan berat dari
shalahuddin akan tetapi mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan
ibu kota kerajaan Latin, tetapi mereka tidak berhasil merebut palestina. Pada
tanggal 2 november 1192 M, dibuat perjanjian antara tentara salib dengan
shalahuddin yang disebut dengan Shulh
Ar-Ramlah. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa oarang-orang kristen yang
berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu. Tidak lama kemudian, setelah
perjanjian itu disepakati, Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi, pahlawan Perang Salib
itu meninggal dunia pada Februari 1193 M.[18]
Selanjutnya kekuasaan al-Ayyubi jatuh ke dalam kekuasaan Sultan Mamluk tahun
1250 M. Merekalah yang mempertahankan Mesir dari seragan-serangan Salib dan
membedung serangan-serangan kaum Mongol di bawah pimpinan Hulagu dan Timur
Lenk, sehingga Mesir lepas dari penghancuran seperti yag terjadi di dunia Islam
lain.[19]
- Periode Ketiga
Tentara salib pada
periode ketiga ini dipimpin oleh Raja Jerman Frederick II. Kali ini mereka
berusaha merebut mesir terlebih dahulu sebelum ke palestina, dengan harapan
mendapat bantuan dari orang-orang kristen Qibti. Pada tahun 1219 M, mereka
berhasil menduduki kota Dimyat. Raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu,
Al-Malikul Kamil, membuat perjanjian dengan Frederick. Dalam perkembangan
berikutnya, palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin pada tahun 1247
M, di masa pemerintahan Al-Malikush Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Ketika
Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalik pengganti dinasti Ayyubiyah, pimpinan kaum
muslimin dipegang oleh Baybars dan Qalawun. Pada masa merekalah Akka dapat
direbut kembali oleh kaum muslimin pada tahun 1291 M.
Demikianlah Perang
Salib yang terjadi di Timur. Perang ini tidak hanya berhenti di Barat, di
Spanyol, sampai akhirnya umat islam terusir dari spanyol Eropa. Akan tetapi
meskipun demikian, mereka tidak dapat merebut apa pun dari tangan kaum muslimin,
dan tidak dapat menurunkan bendera islam dari Palestina.Walaupun umat Islam
telah berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara salib, namun
kerugian akibat perang itu sangat banyak. Kerugian ini mengakibatkan kekuatan
kaum muslimin menjadi melemah.[20]
- Jalannya Perang Salib
Perang salib yang
berlangsung dalam kurun waktu hampir dua abad, yakni antara tahun 1095-1291 M,
terjadi dengan serangkaian peperangan.
Pada tahun 490H/1096 M, pasukan salib yang
dipimpin oleh komandan walter dapat ditundukkan oleh kekuatan kristen Bulgaria.
Kemudian peter yang mengomando kelompok kedua pasukan salib bergerak melalui
Hongaria dan Bulgaria. Pasukan ini berhasil menghancurkan setiap kekuatan yang
menghalanginya. Seorang penguasa negeri Nicea berhasil menghadapinya bahkan
sebagian pimpinan salib berkenan memeluk islam dan sebagian pasukan mereka
terbunuh dalam peperangan ini.
Setahun kemudian
yakni pada tahun 491 H/1097 M, pasukan kristen di bawah komando Goldfrey
bergerak dari konstantinopel menyeberangi selat Bosporus dan berhasil
menaklukan Antioch setelah mengepungnya elama 9 bulan. Pada pengepungan ini
pasukan perang salib melakukan pembantaian secara kejam tanpa perikemanusiaan.[21]
Selama terjadi peperangan tersebut, kesultanan saljuk sedang mengalami
kemundurn. Perselisihan antara sultan-sultan saljuk memudahkan pasukan perang
salib merebut wilayah kekuasaan islam. Dalam kondisi seperti ini muncullah
seorang sultan Damaskus yang bernama Mahmud yang berusaha mengabaikan konflik
internal dan menggalang kesatuan dan kekuatan saljuk untuk mengusir pasukan
salib. Baldwin, penguasa Yerusalem penganti Goldfrey, dapat dikalahkan oleh
pasukan saljuk ketika ia sedang menyerang kota Damaskus. Daldwin segera dapat
merebut wilayah-wilayah yang lepas setelah datang bantuan pasukan dari eropa.
Sepeninggal sultan
Mahmud, tampillah seorang perwira muslim yang cakap dan berani. Ia adalah
Imanuddin Zanki, seorang anak dari pejabat tinggi Sultan Malik Syah. Masyarakat
Aleppo dan Hammah yang menderita dibawah kekuasaan pasukan salib berhasil
diselamatkan oleh Imanuddin Zanki setelah berhasil mengalahkan pasukan salib.
Satu persatu Zanki meraih kemenangan atas pasukan salib, hingga ia merebut
wilayah Eddesa pada tahun 539 H/1144 M.[22]
Dalam perjalanan
penaklukkan Kalat Jabir, zanki terbunuh oleh tentaranya sendiri. Kepemimpinan
Imanuddin Zanki digantikan oleh putranya yang bernama Nurudin Mahmud, ia bukan
hanya seorang prajurit yang cakap, sekaligus sebagai ahli hukum, dan seorang
ilmuan. [23] Pendek
kata kota-kota penting pasukan salib berhasil dikuasainya.
selanjutnya sultan
Malik syah yang menggantikan Nuruddin adalah raja yang masih muda belia,
sehingga amir-amir saling berebut pengaruh yang menyebabkan timbulnya krisis
politik internal. Setelah beberapa lama tampillah Shalahuddin berjuang
mengamankan damaskus dari pendudukan pasukan Salib.[24]
Selanjutnya shlahuddin memusatkan perhatiannya untuk menyerang yerusalem,
dimana ribuan rakyat muslim dibantai oleh pasukan salib kristen. Setelah
beberapa lama terjadi pengepungan, pasukan salib kehilangan semangat tempurnya
dan memohon kemurahan hati sang sultan.[25]
Dalam hal ini seorang ahli sejarah
menyatakan bahwa prancis mengerahkan seluruh pasukannya baik pasukan darat
maupun pasukan laut. Bahkan wanita-wanita kristen turut ambil bagian dalam
peperangan ini. Setelah seluruh kekuatan salib berkumpul di Tyre, mereka segera
bergerak mengepung Acre.[26]
Setelah berhasil
menundukkan Acre, pasukan salib bergerak menuju Ascolon dipimpin jenderal
Richard. Berasamaan dengan itu shalahuddin sedang mengarahkan pasukannya dan
tiba di Ascolon lebih awal ketika tiba di Ascolon Richard mendapatkan kota ini
telah dikuasai oleh pasukan Shalahuddin. Mereka tidak berdaya mengepung kota
ini, Richard mengirim delegasi perdamaian menghadap shalahuddin. Setelah
berlangsung perdebatan kritis, akhirnya sultan bersedia menerima tawaran damai
tersebut. “Antarpihak muslim dan pihak pasukan salib menyatakan bahwa wilayah
kedua belah pihak saling tidak menyerang dan menjamin keamanan masing-masing,
dan bahwa wrga negara kedua belah pihak dapat saling keluar masuk ke wilayah
lainnya tanpa gangguan apa pun”. Jadi kesepakatan diatas mengakhiri Perang
salib ketiga.[27] Sultan
shalahuddin meninggal enam bulan setelah tercapainya perdamaian, yakni pada
tahun 1193 M.[28]
- Pengaruh Perang Salib terhadap Peradaban Islam
Sebenarnya perang
Salib di atas akhirnya dimenangkan oleh umat Islam, namun demikian umat Islam
mengalami kerugian yang banyak karena peperangan tersebut terjadi di wilayah
umat Islam. Ummat Islam tidak melihat arti penting apapun dalam peristiwa
Perang Salib itu. Pengaruh dari Perang Salib itu hanya sedikit seperti
ornamen-ornamen gereja berpengaruh terhadap seni gaya bangunan masjid
sebagaimana terlihat pada masjid An-Nashr di Kairo.[29]
Sebalikya, orang-orang Kristen justru memperoleh keuntungan dan pengalaman yang
cukup berarti dari kebudayaan dan peradaban Islam, misalnya mengetahui kemajuan
dunia intelektual di wilayah Islam, idustri, irigasi, persenjataan, dan
lai-lain.
Misalnya di bidang
perindustrian, pasukan Salib banyak menemukan kain tenun dan sekaligus
peralatan tenunnya. Karena itu mereka mengimpor sejumlah kain dari timur
seperti satin dan damas. Mereka juga menemukan berbagai jenis parfum, dan getah
Arab untuk mengaharumkan ruangan. Demikian juga sistem pertanian yang sama
sekali baru bagi mereka ialah seperti model irigasi yang praktis serta berbagai
jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Termasuk dalam hal ini adalah penemuan
gula yang masih asing bagi mereka.
Selanjutnya pada
bidang militer, dunia Barat menemukan persenjataan dan teknik berperang yag
belum pernah mereka temui sebelumnya, seperti penggunaan bahan-bahan peledak,
teknik melatih burung merpati untuk kepentingan informasi militer dan
sebagainya. Ini juga yang termasuk pengalaman baru bagi pasukan Salib.
Meskipun pasukan Salib mendapatkan
keuntungan di atas, di samping kekalahannya, tetapi agaknya banyak para ilmuwan
Kristen Eropa dari abad ke-12 sampai abad ke-14 yang memberikan informasi
mengenai Islam dan orang-orang Islam yang memutarbalikkannya, dan mereka
memberikan gambaran yang salah mengenai Islam yang memungkinkan orang-orang
Kristen untuk meyakini kenggulan mereka sendiri. Dan bahkan gambaran abad
pertengahan seperti itu sekarang masih ada sisa-sisanya di dalam pikiran
orang-orang Eropa Barat. Termasuk dalam hal ini persepsi akan perang Salib
antara umat Islam dengan orag-orang Kristen juga berbeda, di dalam masyarakat
Islam, peperangan Salib itu lebih dikenal sebagai perang politik, sedangkan
bagi masyarakat Kristen Eropa tetap menganggap bahwa perang Salib adalah perang
agama. Mungkin karena perbedaan persepsi dan persoalan sensitifisme agama inilah yang menjadikan hubungan antara Islam
dan Barat sampai abad-abad belakangan masih belum harmonis, tetapi upaya-upaya
untuk melakukan harmonisasi hubungan Barat dan Islam yang dilakukan oleh para
tokoh agama dan kaum intelektual sudah mulai tampak hasilnya.[30]
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim untuk mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.
Perang Salib terjadi tiga angkatan, semua negara Kristen mempersiapkan tentara yang lengkap persenjataannya untuk pergi berperang merebut Palestina. Dari sinilah bermula suatu penyerbuan Barat Kristen ke dunia Islam yang berjalan selama 200 tahun lamanya dari mulai 1095- 1293 M dengan 8 kali penyerbuan.
DAFTAR PUSTAKA
Amin,Samsul Munir.2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:Amzah.
Qardhawi, Yusuf. 1997. Berita Kemenangan Islam. Jakarta:
Gema Insani Press.
Armstrong, Karen. 2003. Islam: Sejarah Singkat.Yogyakarta:
Penerbit Jendela.
Sunanto, Musyrifah. 2007. Sejarah Islam Klasik:
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana.
Fuadi, Imam. 2012. Sejarah Peradaban Islam Dirasah
Islamiyah II. Yogyakarta: Teras.
Asmuni, M. Yusran. 1996. Pengantar Studi Sejarah
Kebudayaan Islam dan Pemikiran (Dirasah Islamiyah II). Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Hasibuan, Ahmad Supardi. “Perang Salib dan Dampak yang
Ditimbulkan”. 27 September 2015.
Riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=439.
BIOGRAFI PENULIS
Nama :
Muhammad Khoirul Huda
NIM :
2021114001
TTL :
Pekalongan, 30 Maret 1996
Alamat : Kradenan Gang 8, Kec. Pekalongan Selatan,
Kota Pekalongan.
Nama :
Gita Sukmawati Dewi
NIM :
2021114101
TTL :
Pekalongan, 15 Februari 1996
Alamat : Ketitang Lor, Bojong, Kab. Pekalongan
Nama :
Nala Rizqiyati
NIM :
2021114163
TTL :
Pekalongan 8 April 1996
Alamat : Kertijayan Gang 7 , Kab. Pekalongan
[2] Yusuf Qardhawi. Berita Kemenangan
Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm. 70
[6] Yusuf Qardhawi, Loc.Cit, 1997),
hlm. 70
[9] Karen Armstrong. Islam: Sejarah
Singkat, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2003), hlm. 113
[11] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam
Dirasah Islamiyah II, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 113-117.
[14] Musyrifah Sunanto. Sejarah Islam
Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm.
188
[17] Musyrifah Sunanto. Op.Cit, hlm. 189
[19] M. Yusran Asmuni, Pengantar Studi Sejarah
Kebudayaan Islam dan Pemikiran (Dirasah Islamiyah II), (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 13.
[29]Ahmad Supardi Hasibuan, “Perang Salib dan Dampak yang Ditimbulkannya”, Riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=439, diakses pada tanggal 27 September 2015.
[30] Imam Fu’adi, op. cit., hlm. 123-124.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar