PUSAT-PUSAT PERADABAN ISLAM
Disusun Oleh :
Muhammad Yusuf (2021113128)
Inayatus Sholikhah (2021114033)
Nur Salamah (2021114172)
Lailatul Maghfiroh (2021114294)
Kelas : H
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan
mengucapkan syukur Alhamdulilah ke hadirat Allah swt., karena Rahmat dan
hidayah-Nya, makalah yang berjudul “Pusat-pusat Peradaban Islam” dapat
terselesaikan.
Ucapan terima kasihpun penulis haturkan untuk dosen pengampu mata kuliah ”Sejarah
Peradaban Islam” beserta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya
makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam
makalah ini terdapat banyak kekurangan, untuk itu dengan senang hati penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini
dikemudian hari.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini
dapat menjadi masukan yang bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Pekalongan, 30 September
2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam sejarah peradaban Islam, terdapat
pusat-pusat peradaban Islam yang membawa peradaban baru bagi Islam. Peradaban
dengan kemajuan dalam bidang bahasa, kesenian, ilmu pengetahuan, sosial,
pollitik, hukum dan agama.
Peradaban Islam berkembang sangat maju, bahkan jauh sebelum kebangkitan
bangsa Eropa, umat Islam telah maju dengan peradabannya yang gemilang. Bahkan
bangsa Eropa tidak mungkin akan bisa menjadi maju, jika saja tidak belajar dari
peradaban Islam.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan membahas mengenai pusat-pusat peradaban Islam yang membantu proses kemajuan Islam di dunia.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu kiranya merumuskan
masalah sebagai pijakan untuk fokusnya kajian makalah ini. Adapun rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pusat peradaban Islam di Makkah?
2. Bagaimana pusat peradaban Islam di Madinah?
3. Bagaimana pusat peradaban Islam di Baghdad?
4. Bagaimana pusat peradaban Islam di Kairo?
5. Bagaimana pusat peradaban Islam di Damaskus?
6. Bagaimana pusat peradaban Islam di Isfahan Persia?
7. Bagaimana pusat peradaban Islam di Istambul Turki?
8. Bagaimana pusat peradaban Islam di Delhi India?
9. Bagaimana pusat peradaban Islam di Andalusia Spanyol?
10. Bagaimana pusat peradaban Islam di Samarkand?
11. Bagaimana pusat peradaban Islam di Aceh?
C.
Metode Pemecahan Masalah
Metode
pemecahan masalah yang dilakukan melalui studi literatur/ metode kajian
pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa referensi buku yang merujuk pada
permasalahan yang dibahas. Langkah-langkah pemecahan masalahnya dimulai dengan
menentukan masalah yang akan dibahas dengan melakukan perumusan masalah,
melakukan langkah-langkah pengkajian masalah, penentuan masalah tujuan dan
sasaran perumusan jawaban permasalahan dari berbagai sumber dan penyintesisan
serta pengorganisasian jawaban permasalahan.
D.
Sistematika Penulisan Makalah
Makalah ini ditulis dalam tiga bagian, meliputi: Bab I, bagian
pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah, perumusan masalah,
metode pemecahan masalah dan sistematika penulisan makalah, Bab II, adalah
pembahasan, Bab III, bagian penutup yang terdiri dari simpulan.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Mekah Al-Mukaramah
Mekah
Al-Mukarramah merupakan kota tempat lahirnya agama Islam, dimana Nabi Muhammad
SAW lahir dan memperoleh wahyu Al-Qur’an dikota Mekah. Mekah juga merupakan
kota budaya Islam. Dimana kota Mekah merupakan kota untuk menuntut ilmu, baik
pada masa Nabi Muhammad SAW, khulafaur rasyidin maupun masa Umayyah dan
abbasiyah, bahkan hingga sekarang.
Awalnya Mekah
merupakan pusat peradaban jahiliah yang penuh dengan panganisme. Akan tetapi,
seiring dengan perkembangan agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW,
kota Mekah menjadi kota suci umat Islam. Dikota ini juga terdapat Ka’bah di
Masjidil Haram yang merupakan kiblat umat Islam dalam shalat. Mekah juga
menjadi pusat kajian ilmu-ilmu keagamaan, khususnya menjadi pusat kajian ilmu
hadits dan fiqh.[1]
Dari madinah
setelah posisi dan kekuatan Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya menjadi besar,
beliau merebut kembali kota Mekah dengan cara menaklukkan kota itu secara
damai, pada tahun 8 H (630 M) sehingga dikenal dengan fathu Makkah,
yaitu terbukannya kota Mekah.
Disamping sebagai
kota suci, mekah juga menjadi kota budaya, lantaran kebudayaan Islam
dikembangkan oleh Nabi dikota ini, disamping kota Madinah Al-Munawwarah.
2.
Madinah Al-Munawwarah
Madinah Al-Munawwarah, awalnya kota ini bernama Yatsrib. Kota
Madinah menjadi pusat kebudayaan Islam setelah nabi Muhammad SAW berhijrah dari
mekah ke Yatsrib. Setelah Nabi hijrah ke Yatsrib, maka kota tersebut dijadikan
pusat jamaah kaum muslimin, dan selanjutnya menjadi ibu kota negara Islam yang
segera didirikan oleh Nabi, dengan diubah namanya menjadi Madinah.
Dari Madinah inilah Nabi meneruskan perjuangan menyebarkan agama
Islam. Di Madinah selama 13 tahun Nabi membina dan mengembangkan masyarakat
islam. Bahkan di Madinah ini, Nabi membangun sistem kehidupan bermasyarakat
Islam yang dicita-citakan.
Di tengah-tengah kota Madinah, segera Nabi membangun masjid, yang
menjadi pusat ibadah dan kebudayaan, bahkan dijadikan markas besar negara
Islam. Bagi negara yang baru dibangun itu, Nabi telah meletakkan dasar-dasarnya
yang kuat, diantaranya yaitu ukhuwah Islamiyah, persaudaraan Islam.
Nabi SAW mempersaudarakan antara semua kaum muslimin yang
berbeda-beda suku dan bangsa, yang berlain-lainan warna kulit dan rupa;
Al-Wahdatul Islamiyah menggantikan Al-Wahdatul Qaumiyah, sehingga dengan
demikian mereka semua menjadi bersaudara dan sederajat.
Madinah juga merupakan pusat pemerintahan Islam pada masa Nabi
Muhammad SAW, dan kemudian masa khulafaur Rasyidin. Sejak masa pemerintahan
dipegang oleh Muawiyah bin Abi Sufyan, pusat pemerintahan dipindahkan ke Damaskus.
Madinah Al-Munawwarah merupakan kota pusat kebudayaan Islam di
Arab, karena kota ini merupakan pusat ilmu pengetahuan dan kota perjuangan Nabi
dalam menegakkan agama Islam sekaligus merupakan pusat peradaban Islam.
Dikota ini pula terdapat masjid Nabi yang terkenal dengan nama
Masjid Nabawi. Disamping masjid dibangun ruangan tertutup untuk para fakir
miskin kaum muslimin. Masjid diberi pintu dua, yaitu pintu Aisyah dan pintu
Atiqah. Setelah perang khaibar, Nabi SAW sendiri memperbesar Masjid ini,
kemudian berturut-turut diperbesar lagi oleh Khalifah Umar bin Khatab, dan
Khalifah Utsman bin Affan. Khalifah Utsman memperindahnya dengan batu-batu
berukir dan batu akik berwarna.
Pada zaman Rasul dan para khulafaur Rasyidin, Masjid Madinah
menjadi kantor besar yang didalamnya diurus segala urusan pemerintahan. Masjid
tidak saja menjadi tempat beribadah, tetapi juga menjadi pusat kehidupan
politik, ekonomi, dan sosial. Rasul menerima duta-duta dari luar negeri dari
masjid, sebagaimana mengurus berbagai permasalahan urusan negara lainnya. Di
masjid ini juga menjadi pusat kegiatan ilmu dan kebudayaan. Tidak pernah masjid
memisahkan urusan agama dengan urusan politik, seperti halnya gereja.
Di kota ini Nabi Muhammad dimakamkan. Kota Madinah merupakan kota
suci umat Islam setelah Mekah Al-Mukarramah. Dari kota ini lahir para ilmuwan
muslim dan para ulama yang menghiasi lembaran-lembaran sejarah umat Islam.
Sebagaimana kota Mekah, kota Madinah juga menjadi pusat kajian ilmuwan
keagamaan Islam, khususnya ilmu hadis, ilmu fiqh, dan ilmu tafsir Al-Qur’an.[2]
3.
Baghdad (Irak)
Kota
baghdad didirikan oleh khalifah Abbasiyah kedua, al-Mansur (754-75). Sebagai
ibu kota republik Irak, sejak tahun 1932 kota terbesar di Timur Tengah ini juga
merupakan kota metropolis dunia Islam, sekaligus menjadi pusat ilmu
pengetahuan, kebudayaan, peradaban dan pusat perdagangan terbesar didunia.
Sejak
awal berdirinya, kota ini menjadi sebuah peradaban dan ilmu pengetahuan dalam
islam. Itulah sebabnya Philip K. Hitti
menyebutnya sebagai intelektual. Menurutnya diantara kota-kota dunia, Baghdad
merupakan profesor masyarakat Islam. Di
samping itu banyak berdiri akademi, sekolah tinggi dan sekolah biasa yang
memenuhi kota itu. Dua diantaranya yang terpenting adalah perguruan Nizhamiyah
yang didirikan oleh Nizam al-Mulk.[3]
Dalam
bidang sastra, kota Baghdad terkenal dengan hasil karya yang indah dan digemari orang. Di antara karya sastra
yang terkenal adalah Alf Laiha wa Lallah
(kisah seribu satu malam). Di kota Baghdad ini muncul para saintis,
ulama, filosof dan sastrawan islam yang terkenal, seperti al-Khawarizm,
al-Kindi, ar-Razi, al-Farabi, tiga pendiri madzab hukum islam (Abu Hanifah,
Syafi’i dan Ahnad ibn Hambal), al-Ghazali, Abd Qadir Jilani, Ibnu Muqaffa’ dan
lain sebagainya.
Dalam
bidang ekonomi, perkembangannya berjalan seiring dengan perkembangan politik.
Kehidupan ekonomi kota ini didukung oleh tiga pelabuhan yang ramai dikunjungi
para kafilah dagang internasional. Kota itu muncul sebagai kota yang terindah
dan termegah di dunia pada waktu itu. Semua kemegahan, keindahan dan kehebatan
kota Baghdad sekarang hanya tinggal kenangan. Setelah kota ini dibumihanguskan
oleh tentara Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan tahun 1258 M. Pada tahun 1400
M, kota ini diserang pula oleh pasukan Timur Lenk,dan tahun 1508 M oleh tentara
kerajaan Safawi.[4]
4.
Kairo (Mesir)
Kota
Kairo dibangun pada tanggal 17 Sya’ban 358 H/969 M oleh panglima perang dinasti
Fatimiyah yang beraliran Syi’ah, Jauhar as-Siqili atas perintah Ftimiyah,
al-Mu’izz Lidinillah (953-975 M). Jasa terpenting yang disumbangkan Mesir bagi
kemajuan umat islam adalah hasil kegitannya dalam bidang pengetahuan, pendidikan
dan kebudayaan.
Kota
yang terletak di tepi Sungai Nil
mengalami tiga masa kejayaan yaitu pada masa dinasti Fathimiyah, yang pada masa
Shalahudidin al-Ayyubi dan di bawah Baybars dan an-Nashir pada masa dinasti Mamalik.
Pada masa-masa selanjutnya dinasti Fathimiyah mulai mendapat gangguan politik.
Dinasti ini ditumbangkan oleh dinasti Ayyubiyah di Mesir yang berkuasa tahun 564
sampai dengan akhir abad ke-9 H/ 1169 M sampai dengan akhir abad ke-15 M dengan
pendirinya adalah Shalahuddin. Selanjutnya kekuasaan dinasti Ayyuiyah di Mesir di ambil alih oleh dinasti Mamalik. Dinasti ini mampu mempertahankan
pusat kekuasaannya dari serangan bangsa Mongol dan mengalahkan tentara itu Ayn
Jaulut di bawah pimpinan Baybars (1260-1277).
5.
Damaskus
Damaskus pada
zaman sebelum Islam adalah ibu kota kerajaan Romawi Timur di Syiria. Damaskus
merupakan kota lama yang dibangun kembali pada zaman daulah Bani Umayyah dan
dijadikan ibu kota negara sejak pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan, khalifah
pertama Bani Umayyah.
Di kota
Damaskus banyak didirikan gedung-gedung yang indah, yang bernilai seni, di
samping kotanya sendiri dibangun sedemikian rupa teratur dan indahnya, dengan
jalan-jalannya yang lebih merimbun, kanal-kanal yang bersimpang siur berfungsi
sebagai jalan dan pengairan, taman-taman rekreasi yang menakjubkan.
Di kota
Damaskus terdapat Masjid Damaskus yang megah dan agung, masjid ini dibangun
oleh Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik dengan arsiteknya Abu Ubaidah bin
Jarrah.
Untuk keperluan
pembangunannya, Khalifah Al-Walid mendatangkan 12.000 orang tukang ahli dari
Romawi, kecuali bangunannya sendiri memiliki nilai seni yang luar biasa, juga
pilar-pilar dan dinding-dindingnya diukir dengan ukiran-ukiran yang indah dan
ditaburi dengan aneka batu yang bernilai tinggi. Masjid yang panjangnya 300
meter dan lebarnya 200 meter, dibangun diatas
68 pilar yang kokoh dengan biaya 11.200.000 dinar.[5]
6.
Isfahan (Persia)
Isfahan
adalah kota terkenal di Persia, pernah menjadi ibu kota kerajaan Safawi. Kota
ini merupakan gabungan dari dua kota sebelumnya, yaitu Jayy, tempat berdirinya
Syahrastan kemudian, dan Yahudiyyah yang didirikan oleh Buchtanashshar atau
Yazdajir I atau anjuran istrinya yang bernama Yahudi.
Dalam
hal kebudayaan, Persia menjadi salah satu unsur dari kebudayaan islam, yaitu:[6]
a.
Perbedaharaan kata
Bangsa Persia yang telah mancapai kemajuan sejak berabad-abad
memiliki perbendaharaan kata yang kaya. Pada waktu islam telah mencapai
Tamaddun, maka banyaklah kata-kata dan istilah bahasa persia yang di alihkan ke
bahasa arab.
b.
Ilmu pengetahuan
Sejak lama bangsa Persia telah mempunyai bermacam-macam ilmu pengetahuan.
Para pembesar negara yang kebanyakan
terdiri dari unsur Persia, mereka menganjurkan para ahli budaya untuk
mengalirkan unsur kebudayaan mereka ke dalam bahasa Arab.
c.
Para sarjana
Para sarjana islam dalam zaman ini, kebanyakan bukan orang Arab
tetapi turunan Persia-lah memegang peranan penting ke dalam bahasa Arab.
d.
Jejak dalam kebudayaan Arab
Sudah lama kebudayaan Persia telah meninggalkan jejaknya dalam
tubuh kebudayaan Arab, sedangkan kebudayaan menjadi salah satu unsur dari tubuh
kebudayaan islam itu sendiri.
7.
Istambul (Turki)
Istambul
adalah ibu kota kerajaan Turki Utsmani. Kota ini sebelumnya merupakan ibu kota
kerajaan Romawi Timur, yang bernama Konstantinopel. Konstantinopel sebelumnya
adalah sebuah kota bernama Byzantium terletak di Selat Borporus, yang oleh
Konstantin, kaisar Romawi dimaksudkan untuk menjadi ibu kota kerajaan yang
baru, kerajaan romawi.
Sumber
sejarah yang berasal dari Cina dan Byzantium menyebutkan bahwa sejak abad ke-6
M telah ada bangsa yang secara spesifik mempunyai nama Turki yang mampu
mendirikan kerajaan besar. Kata Turki, dalam bahasa Cina disebut Tu-Kue,
digunakan pertama kali untuk menyebut sekelompok orang nomad yang pada abad ke-6
M telah mendirikan sebuah kerajaan yang membentuk wilayah segi tiga mulai dari
Mongolia ke perbatasan Cina bagian utara
dan Laut Hitam.[7]
Dalam
bidang arsitektur, masjid-masjid yang dibangun disana membuktikan kemajuannya.
Gereja Aya Sophia, setelah penaklukan diubah menjadi sebuah masjid agung yang
terpenting di Istambul. Masjid-masjid penting lainnya adalah Masjid Agung
Al-Muhammadi atau Masjid Agung Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid Abu Ayyub
Al-Anshari (tempat pelantikan para sultan Usmani), Masjid Bayazid dengan gaya
Persia dan Masjid Sultan Al-Qanuni.[8]
8.
Delhi (India)
Delhi adalah ibu kota kerajaan Islam India sejak tahun 608 H/1211
M. Sebagai ibu kota kerajaan Islam, Delhi menjadi pusat kebudayaan dan
peradaban Islam di anak benua India.
Perlu dibicarakan terlebih dahulu secara singkat bagaimana situasi
keagamaan di India sebelum masuknya Islam. Sekitar 6000-5000 SM bangsa Dravida
datang dari Asia Barat ke India dengan kepercayaan terhadap adanya Tuhan secara
abstrak. Kemudian pada abad VI SM bangsa
Aria dari Persia datang menguasai Punjab dan Benaras (IndiaUtara) dengan
membawa kepercayaan adanya Tuhan secara nyata. Pada tahun 599 SM lahir Mahawir
yang mempelopori lahirnya Agama Jaina. Pada tahun 557 SM lahir Gautama Budha di
Kapilabastu di kaki gunung Himalaya dan menjadi pelopor lahirnya agama Budha.
Menjelang masuknya Islam, agama Jaina tidak populer dan agama Budha
sedang menurun. Agama Hindu adalah agama yang palig penting bagi rakyat India
dan hampir semua raja yang sedang berkuasa menganut agama tersebut. Tekanan
yang besar dari kelompok Brahmana terhadap penganut agama Budha. Menyebabkan
mereka mengharapkan datagnya kekuatan lain untuk menghindari penguasa Hindu.
Sementara diantara penganut agama Hindu sendiri terjadi perebbutan kekuasaan.
Pada saat itulah Islam mulai masuk di India. Sejarah awal masuknya Islam di
India dapat dibagi dalam empat periode
yaitu :
a)
Masa Nabi Muhammad saw (630 M), semenjak Nabi Muhammad saw (mulai
610 M), pedagang-pedagang Arab yang telah menganut Islam sudah berhubungan erat
dengan dunia timur melalui pelabuhan-pelabuhan India, sehingga mereka sambil
berdagang juga berdakwah. Pada masa ini, Cheraman Perumal, raja Kadangalur dari
pantai Malabar telah memeluk Islam dan menemui Nabi, namanya diganti menjadi Tajuddin.
Inilah awal sejarah masuknya Islam di anak benua India.
b)
Masa Dinasti Umayyah, pada masa Umar bin Khattab, pada tahun
643-644 M panglima Mughira menyerang Sind, tetapi gagal. Pada tahun itu
Abdullah bin Amar Rabi sampai ke Mekran untuk menyarkan Islam dan memperluas
daerah kekuasaan Islam. Pada masa Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib,
dikirim utusan ke wilayah India untuk menyelidiki adat istiadat dan jalan-jalan
menuju India. Inilah awal mula Islam menyebar ke India melalui jalur darat.
c)
Dinasti Ghazni, Alptgin menaklukkan Ghazni dan memperkuat kota
dengan parit dan benteng pada tahun 976-977 M, naiklah menantu dan bekas
budaknya, Sabktegin. Ia menaklukkan Kabul dan Kandahar, menyerang Laghore,
Delhi, Ajmir, Qanaut, Kalinjar. Sabktegin diganti oleh putranya Mahmud pada
tahun 997 M, terkenal dengan gelar Mahmud Ghaznawi. Ia melakukan penyerangan
dan penaklukkan sebanyak tujuh belas kali ke daerah Laghore, Delhi, Ajmir,
Qanaut, Gawaliur, Kalinjar, Ujjain, Nagarakot, dan Doab yang semuannya dimenangkan.
Pada tahun 1024-1025 M diserang dan ditaklukkan pula Hujarat dan dihancurkannya
berhala Samonapth yang terkenal besar dan megah di India.
d)
Dinasti Ghuri, pada tahun 1186 M. Alauddin Husain bin Husain
merebut negara Ghaznah yang sudah lemah dan dipakainya gelar Al-Malik
Al-Muazzam (Raja Besar). Ia digantikan oleh Ghias Al-Din Abul Muzaffar Muhammad
bin Sam. Setelah itu digantikan oleh saudaranya Syihab Al-Din. Kemudian naiklah
Alauddin Muhammad Abul-Muzaffar bin Al-Ghusain Al-Ghori (Muhammad Ghuri). Ia menguasai
seluruh wilayah yang dahulunya dikuasai dinasti Ghazni. Pada tahun 1192 M ia
memenangkan peperangan Tarain II melawan persekutuan raja-raja India yang
dipimpin oleh Pritthiraj dan meguasai Delhi, Merat dan Agra.[9]
Delhi terletak di pinggir sungai Jamna. Tahun 602 H/1204 M
oleh Quthb Ad-Din Aybak dijadikan ibu kota kerajaan Islam Mongol. Zhahiruddin
Babur raja Dinasti Mongol pertama, merebut Delhi dari Tangan Dinasti Lodi.
Setiap dinasti Islam yang menguasai kota Delhi, memperluas kota itu
dengan mendirikan “kots-kota” baru di Delhi lama,yaitu kota yang berada di
dalam benteng Lalkot. Delhi sekarang mencakup semua kota-kota baru itu.
Semuanya dikenal sebagai “tujuh kota Delhi”.
Setelah Delhi dihancurkan oleh tentara Timur Lenk, kekuasaan
raja-raja yang berkedudukan di Delhi merosot tajam. Ketika itulah Dinasti Lodi
mengambil kota Agra sebagai ibu kota, sementara Delhi menjadi kota yang kurang
penting. Kota Agra itu pula untuk pertama kalinya menjadi ibu kota kerajaan
Mongol, ketika Zhahiruddin Babur mengalahkan Dinasti Lodi. Kota Delhi menjadi
ibu kota kerajaan Mongol pada masa Humayun (1530-1556), seorang raja yang cinta
ilmu. Raja Mongol lainnya, Syah Jehan (1628-1658) mendirikan kota
Syahjehanabad. Syah Jehan mendirikan monumen bersejarah yang sangat indah dan
menjadi salah satu Tujuh Keajaiban Dunia, yaitu Taj Mahal, sebuah
monumen untuk mengenang isteri tercintanya Mumtaz Mahal.[10]
9.
Andalusia
Orang Arab masuk ke Andalusia dalam keadaan penduduk negeri itu
terdiri dari orang-orang Goth, Romawi, Italia dan Yahudi. Orang Goth merupakan
golongan yang berkuasa. Sebagian dari mereka memeluk agama Nashrani madzab
Katolik. Semua golongan penduduk tersebut bermukim di kota-kota besar penting,
seperti Toledo, Sevilla, Merida dan Kordova, yang terpenting di antaranya
adalah Granada dan Kordova.
a.
Granada
Kota
Granada yang berada di tepi Sungai Genil semula menjadi tempat tinggal orang
Iberia, kemudian menjadi kota orang Romawi dan baru terkenal setelah berada di
tangan orang-orang Islam.
Pada
masa pemerintahan Bani Umayyah di Andalusia, Granada mengalami perkembangan
pesat. Setelah Bani Umayyah mengalami kemunduran (1031 M) dalam waktu 60 tahun,
Granada di perintah oleh dinasti Murabithun (1090-1149 M) banyak istana
dibangun disana.
Pada
abad ke-12, Granada menjadi kota terbesar kelima di Spanyol. Sejak abad ke-13,
Granada diperintah oleh dinasti Nasrid kurang lebih 250 tahun. Pada masa itulah
istana al-Hambra dibangun, yang berarti merah. Batu-batu dan ornamen yang
terdapat di dalamnya memang terus dikembangkan sampai tahun 1358 M. Pada masa
pemerintahan Muhammad V (1354-1391 M) Granada mencapai puncak kejayaannya, baik
dalam arsitektur maupun dalam politik.[11]
b.
Kordova
Sebelum Spanyol
ditaklukkan oleh tentara Islam tahun 711 M, Kordova adalah ibu kota kerajaan
kristen Visigoth, sebelum dipindahkan ke Toledo. Penaklukkan Spanyol oleh
pasukan Islam terjadi pada masa khalifah
Al-Walid ibn Nushair. Perkembangan kota ini mencapai puncaknya pada masa
pemerintahan Abd Al-Rahman Al-Nashir di pertengahan abad ke-10 M.
Pada masa
pemerintahan Bani Umayyah di Spanyol, Kordova menjadi pusat ilmu pengetahuan.
Kemajuan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari jasa khalifah Adb Al-Rahman Al-Nashir
dan anaknya Al-Hakam, yang memerintahkan pegawainya untuk mencari dan membeli
buku-buku ilmu pengetahuan. Bahkan, ia ikut langsung dalam pemgumpulan buku
itu.[12] Cara
lain yang ditempuh al-Hakam untuk memajukan kehidupan intelektual dan kultural
ialah dengan mengundang para sarjana dan cendekiawan untuk datang ke istana.
Dan mereka memperoleh hadiah atau imbalan atas karya atau naskah yang diperoleh
Al-Hakam. Sejalan dengan itu, al-Hakam mencurahkan perhatiannya kepada dunia
pendidikan dengan mendirikan 27 sekolah baru di Kordova, dan bersamaan dengan
itu ia terus mengembangkandan meningkatkan kualitas Universitas Kordova
sehingga institusi ini semakin harum namanya ke penjuru dunia.
Islam di
Andalusia muncul sebagai suatu kekuatan budaya dan sekaligus menghasilkan
cabang-cabang kebudayaan dalam segala ragam dan jenisnya. Kesenian, kesustraan,
arsitektur, kedokteran, filsafat dan bidang-bidang kebudayaan lainnya
berkembang dengan maraknya. Andalusia menjadi menjadi jembatan emas yang
menyeberangkan hasil-hasil kebudayaan Islam ke Eropa. Kebudayaan Islam inilah
yang telah memberikan pengaruh secara luas terhadap Eropa pada abad
Pertengahan.[13]
10.
Samarkand
Mulanya, Samarkand bernama Maracanda. Pada tahun 329 SM kota
itu ditaklukan Alexander Agung. Dua abaad kenudian Samarkand menjadi bagian
dari wilayah kekuasaan kerajaaan Himyar (115 SM- 33 M). Saat itu kota itu
menjadi tempat bertemunya tiga kebudayaan yakni Barat,Cina dan Arab. Pada abad ke-6, kota jatuh ke dalam kekuasaan
Kerajaan Turki.
Samarkand memasuki babak baru ketika islam menaklukkan wilayah itu
pada abad 8 M. Saat itu, khalifah Abdul Malik dari dinasti Umayyah menugaskan
Qutaibah bin Muslim sebagai gubernur di wilayah Khurasan. Sementara itu,
Samarkand ketika itu dipimpin oleh Tarkhum yang telah melepaskan diri dari
kekuasaan dinasti Cina. Qutaibah dan Tarkhum pun menjalin kesepakatan damai.
Namun, penggganti Tarkhum melanggar perjanjian damai yang telah dirintis
sebelumnya sehinggga memaksa Qutaibah untuk menaklukannya.
Setelah berhasil ditaklukkan perlahan namun pasti ajaran islam
mulai diterima penduduk Samarkand bahkan wilayah itu bersama dengan Bukhara
sempat menjadi pusat peradaban penting di Asia Tengah. Setelah dinasti Umayyah
digulingkan oleh Abbasiyah pasukan Islam dan Cina terlibat pertempuran yang
dikenal sebagai perang Talas pada tahun 751 M.
Ketika dinasti Abbasiyah yang dipimpin al-Makmun sang khalifah
memberikan jabatan gubernur kepada putra-putra Asad bin Saman untuk memerintah
Transoksania dan Samarkand. Pada tahun 875 M keluarga Saman ini memproklamirkan
berdirinya dinasti Samanid dan menguasai Samarkand. Setelah itu Samarkand pun
secara bergantian dikuasai dinasti-dinasti islam. Tercatat pada dinasti
Qarakhanid yang berkuasa pada tahun 999 M. Setelah itu Samarkand dikuasai oleh
dinasti Seljuk (1073 M), dinasti Qarakhitai (1141 M) dan dinasti Khawarizmian
(1210 M). Pada masa ini Samarkand belum mencapai masa kejayaannya.
Kejayaan peradaban Islam di Samarkand mulai terlihat ketika dinasti
Timurid (1370 M- 1506 M) berkuasa. Dinasti ini menguasai Samarkand setelah
menundukkan Shah Sultan Muhammad- penguasa terakhir dinasti Khawarizmian.
Sekitar tahun 1500 M, kekuasaan dinasti Timurid mulai rapuh. Kota itu akhirnya
jatuh ketangan bangsa Uzbek dibawah pimpinan Ozbeg Khan Shaibani. Setelah itu
samarkand dibawah Keemiran Bukhara. Pada tahun 1868 M Samarkand ditaklukkan
oleh Rusia dan menjadi bagian negara Uni Soviet hingga 1991. Sejak Uni Soviet pecah
Samarkand pun menjadi bagian dari negara Uzbekistan hingga sekarang.[14]
11.
Aceh
Aceh mawakili
pusat dunia Islam di Asia Tenggara. Pada masa kejayaannya Aceh merupakan pusat
peradaban diwilayah dunia Islam bagian timur, yaitu Asia Tenggara. Bahkan Aceh
merupakan pintu transmisi jalur perjalanan penyebaran agama Islam keseluruh
wilyah Asia tenggara. Karena itu Aceh terkenal dengan sebutan Serambi Mekah.
Aceh merupakan
pintu gerbang masuknya Islam keseluruh wilayah nusantara. Di Aceh pernah
berdiri kerajaan-kerajaan Islam yang pertama, yaitu kerajaan Peurlak, kerajaan
Samudra Pasai, dan kerajaan Aceh Darussalam.
Menurut Wilfred
Cantwel Smith, dalam bukunya Islam in Modern History, menyebutkan bahwa kejatuhan Kota Konstatinopel
kedalam Tangan Islam adalah merupakan permulaan dari berjiwanya kembali Islam,
sehingga pada awal ke-14 M muncullah di panggung dunia, lima besar Islam,
sebagai pendukung kekuatan Islam, yaitu Maroko di Afrika Utara, Istambul di
Asia Kecil, Isfahan di Timur Tengah, Agra di anak benua India, dan Aceh di Asia
Tenggara.
Dari Aceh
muncul beberapa tokoh keilmuan yang menandakan kemajuan keilmuan di kalangan
umat Islam di Asia Tenggara. Beberapa ulama prestisius Aceh yang terkenal
dengan karya-karyanya adalah Nuruddin Ar-Raniri, Hamzah Fanshuri,Abdurrauf
Singkel, Syamsuddin Sumatrani, dan lain-lain.
Aceh pada masa
Samudra Pasai pernah dipimpin oleh para sultan yang cinta akan ilmu dan
peradaban. Di antara sultan yang cinta akan ilmu adalah Sultan Al-Malikuz
Zahir, di mana pada masa pemerintahannya Ibnu Batutah pernah singgah di Aceh
pada tahun 1345 M. Ibnu Batutah menuliskan catatan perjalanannya dalam bukunya
yang sangat terkenal Rihlah Ibnu Batutah, demikian pula Marcopolo pernah
singgah di Aceh. Aceh juga pernah dipimpin oleh Sultan perempuan, yaitu
Shafiatuddin Syah, Zakiyatuddin Syah dan Sultan Naqiyatuddin Syah.
Dari Aceh,
Islam berkembang ke berbagai wilayah Nusantara antara lain Islam berkembang ke
Ampel, Demak, Cirebon, dan terus berkembang ke Sulawesi, Maluku Dan Kalimantan.[15]
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Dalam
konteks peradaban, Islam menampilkan peradaban baru yang esensinya berbeda dengan peradaban sebelumnya,
peradaban yang ditinggalkan Nabi misalnya, jelas sangat berbeda dengan peradaban Arab di zaman Jahiliah.
Dengan demikian, Islam telah melahirkan revolusi kebudayaan dan peradaban.
Peradaban Islam berkembang sangat maju dalam percaturan peradaban dunia, bahkan
jauh sebelum kebangkitan bangsa eropa, umat Islam telah maju dengan
peradabannya yang gemilang.
Adapun
pusat-pusat peradaban di dunia Islam yang mendukung kemajuan Islam di dunia
sebagai berikut:
1.
Mekah Al-Mukarramah
2.
Madinah Al-Munawwarah
3.
Baghdad
4.
Kairo
5.
Damaskus
6.
Isfahan Persia
7.
Istambul Turki
8.
Delhi India
9.
Andalusia Spanyol
10.
Samarkand
11.
Aceh
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman,
Dudung. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Lesfi Yogyakarta.
Al-Azizi,
Abdul Syukur. 2014. Kitab Sejarah
Peradaban Islam Terlengkap. Jakarta:
Saufa.
Amin, Samsul Munir. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
Amzah.
Ismail, Faisal. 1997. Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis
dan Refleksi Historis. Cet. II. Yogyakarta: Titian Ilahi Press.
Mughni,
Syafiq A. 1997. Sejarah Kebudayaan Islam di Kawasan Turki. Jakarta:
Logos Wacana Ilmu.
Syukur,
Fatah. 2012. Sejarah Peradaban Islam.
Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Yatim, Badri. 2014. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali
Pers.
[1] Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2013), hlm. 281.
[2] Ibid.,
hlm. 283-284.
[3]
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam (Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra, 2012), hlm. 256.
[4]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),
hlm. 277-281.
[5]
Samsul Munir Amin, Op.Cit., hlm. 287-288.
[7] Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Kawasan Turki
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.10.
[8] Badri
Yatim, Op.Cit., hlm. 286- 289.
[9] Dudung
Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta : Lesfi Yogyakarta
2003), hlm. 195-198.
[10] Samsul
Munir Amin, Op.cit., hlm. 291-292.
[11]
Fatah Syukur, Op.Cit., hlm. 261-262.
[12]
Badri Yatim, Op.Cit., hlm. 292-293.
[13]
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis dan Refleksi
Historis, Cet. II (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), hlm. 226-227.
[14]
Abdul Syukur Al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (Jakarta:
Saufa, 2014), hlm. 292- 294.
[15]
Samsul Munir Amin, Op.cit., hlm.
299-300.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar