HADITS TARBAWI
“HATI PUSAT OTORITAS JATI DIRI MANUSIA”
Devisiana Larasati 2021214405
Kelas L
TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Hati Pusat Otoritas Jati Diri Manusia” ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi dan junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabatnya.
Makalah ini berisi mengenai penjelasan mengenai hati sebagai otoritas jati diri manusia, dipandang dari sisi pengertian, dan dihubungkan dengan ayat Al-Qur’an atau hadis yang berkaitan dengan hati sebagai otoritas jati diri manusia serta dijelaskan bagaimana penerapan dalam kehidupan sehari-hari dan nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari hadis ini.
Penulis telah berupaya menyajikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Disamping itu, apabila dalam makalah ini didapati kekurangan dan kesalahan, baik dalam pengetikan maupun isinya, maka penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna penyempurnaan penulisan berikutnya. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Aamiin ya robbal ‘alamiin.
Pekalongan, Maret 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah Swt. yang sempurna. Kesempurnaannya dapat mengantarkan manusia pada posisi terhormat, bahkan melebihi malaikat. Kesempurnaan hanya terwujud jika manusia mampu tunduk pada kebenaran yang terletak pada kalbu manusia. Namun, manusia juga berpotensi untuk terperosok ke dalam lembah kenistaan sehingga menjadikannya lebih hina daripada setan dan lebih buruk daripada binatang.
Kemampuan seseorang untuk menerima dan tunduk pada kebenaran dan menolak kemungkaran terletak pada kesadaran yang bersumber dari kecerdasan kalbu (hati). Kalbu adalah pusat kesadaran inti dalam diri setiap manusia. Kalbu sebagai pemilah dan pemilih terhadap nilai-nilai kebenaran dan ketidakbenaran. Kalbu adalah hakim bagi diri manusia. Kalbu adalah fitrah dalam diri setiap manusia yang beriman.
Sebagaimana sabda Nabi Saw. “Ketahuilah bahwa di dalam tubuh itu terdapat segumpal daging, apabila daging ini baik maka baik pula seluruh jasad lainnya dan apabila segumpal daging ini rusak maka rusak pula seluruh tubuh yang lain. Segumpal daging itu adalah hati”. Hadis ini menjelaskan bahwa posisi hati dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Ia adalah raja bagi tubuhnya, ketika raja sebagai pemimpin baik maka baik pula seluruh rakyatnya, begitu pula sebaliknya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara fisik, hati adalah segumpal daging yang berbentuk bundar memanjang, terletak pada tepi kiri dada. Didalamnya terdapat lubang-lubang yang berisi darah hitam. Ia merupakan sumber dan tambang nyawa. Sedangkan secara psikis, hati adalah sesuatu yang halus, yang berasal dari alam ketuhanan. Dialah yang merasa, mengetahui, dan mengenal segala hal, serta diberi beban, disiksa, dicaci, dan sebagainya.
Hati sangat berperan dalam kehidupan manusia setiap saat, baik secara fisik, maupun psikis. Hati memiliki fungsi utama yang menggerakkan, dan mengarahkan kehidupan seseorang. Hati memiliki kemampuan membedakan antara yang hak dan yang batil, yang halal dan haram, bahkan sesuatu yang berada pada keduanya yaitu syubhat (tidak jelas). Namun, hati harus ditata. Ia adalah potensi dasar manusia yang mengandung dua kecenderungan, yaitu baik dan buruk. Jika ia cenderung baik maka seseorang akan baik, begitu pula sebaliknya. Untuk membuatnya cenderung pada kebaikan, maka seseorang harus benar-benar mampu mengarahkannya.
Hati memiliki kemampuan membedakan antara yang hak dan yang batil, yang halal dan yang haram, bahkan sesuatu yang berada pada keduanya syubhat (tidak jelas). Namun, hati harus ditata. Ia adalah potensi dasar manusia yang mengandung dua kecenderungan, yaitu baik dan buruk. Jika ia cenderung baik, maka seseorang akan baik, begitu juga sebaliknya. Untuk membuatnya cenderung pada kebaikan, maka seseorang harus benar-benar mampu mengarahkannya.
B. Hadis/Ayat Pendukung
Allah menyebutkan bahwa manusia dan hewan memiliki hati yang menjadi pengatur kebaikan-kebaikan yang diinginkan. Hewan dan manusia dalam segala jenisnya mampu melihat yang baik dan buruk, kemudian Allah mengistimewakan manusia dengan karunia akal disamping karunia hati sehingga berbeda dari hewan. Allah berfirman,
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”(QS. Al-Hajj:46).
Maksud dari ayat ini adalah apakah orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan mengingkari kekuasaan-Nya itu tidak mengadakan perjalanan di dalam negeri, lalu memperhatikan bekas para pendusta rasul-rasul Allah yang telah lalu sebelum mereka, seperti ‘Ad, Tsamud, kaum Lut? Apakah mereka tidak melihat bekas negeri dan tempat tinggal umat-umat itu, tidak mendengar berita tentang mereka, lalu berpikir tentang berita itu dan mengambil pelajaran daripadanya, mengetahui perkara negeri itu dan perkara penduduknya, serta bagaimana mereka ditimpa malapetaka? Sehingga, jika mereka mau, mereka dapat mengambil pelajaran dari sejarah itu, kembali kepada Tuhan mereka dan memahami hujjah-hujjah-Nya yang telah Dia bentangkan di ufuk. Sekalipun penglihatan mereka sehat dan tidak buta, tetapi hati mereka benar-benar telah buta, padahal yang dijadikan landasan untuk dapat melihat hujjah Allah adalah mata hati, bukan mata kepala. Kebutaan mata tidak berarti sama sekali jika dibandingkan dengan kebutaan hati dan akal.
C. Teori Pengembangan
Kalimat, “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya” yang dimaksud adalah hati, betapa pentingnya daging ini walaupun bentuknya kecil, daging ini disebut Al-Qalb (hati) yang merupakan anggota tubuh yang paling terhormat, karena ditempat inilah terjadi perubahan gagasan, sebagian penyair bersenandung, “Tidak dinamakan hati kecuali karena menjadi tempat terjadinya perubahan gagasan, karena itu waspadalah terhadap hati dari perubahannya”.
Selamatnya gerakan hati akan melahirkan keselamatan dalam gerakan anggota badan. Jika hati selamat maka tidak ada didalamnya selain kehendak Allah dan keinginannya, sehingga anggota badan tidak akan bangkit kecuali sesuai dengan yang diinginkan Allah. Dia akan bersegera kepada yang diridhai-Nya dan menahan diri dari yang dibenci-Nya. Dia juga khawatir terjerumus kepada sesuatu yang dibenci ketika melakukan perkara yang belum diketahuinya secara yakin.
Hati memiliki potensi untuk mengarahkan manusia ke arah kebaikan atau keburukan, bergantung pada kepekaan hati terhadap rangsangan (petunjuk). Keburukan-keburukan yang terus dipelihara akan mengurangi kepekaan kalbu. Jika telah demikian, setiap kita melakukan keburukan, kekhawatiran dan kegelisahan takkan muncul sedikitpun karena sudah terbiasa. Sesungguhnya kalbu ibarat cermin, cermin akan mudah menangkap dan memantulkan cahaya apabila ia bersih. Cermin akan dapat kita gunakan dengan sempurna apabila ia bersih. Apa yang dipantulkan cermin tergantung pada apa yang ada dihadapannya. Sebaliknya, cermin akan sulit menangkap cahaya jika tertutup oleh debu ataupun noda hitam sehingga sulit pula untuk memantulkan cahaya dengan sempurna. Maka agar cermin bisa berfungsi dengan baik, kita harus selalu membersihkannya.
Untuk mengarahkan hati menuju kebaikan dapat dilakukakn dengan sebagai berikut:
1. Mengurangi makan. Secara fisik dalam perut manusia terdapat banyak komponen yang berdesak-desakan, diantaranya jantung, lambung, usus, dan hati. Ketika salah satu komponen terlalu dominan, maka yang lain akan terhimpit dan sulit berfungsi. Dalam istilah tasawuf, ada ungkapan, “makan sedikit akan membuat hati tercerahkan”.
2. Bergaul dengan orang yang shalih. Dengan sendirinya, kita akan terpengaruh oleh ketulusan hatinya yang selalu ingin dekat kepada Allah.
3. Selalu ingat dengan Allah (berdzikir), baik pikiran maupun hati. Pikiran, berarti dapat menyandarkan segala sesuatu yang ada kepada kebesaran dan kekuasaan Allah. Sedangkan hati, merasakan apa yang diucapkan dan dipikirkan.
D. Aplikasi Hadis dalam Kehidupan
Bekerja dengan hati nurani adalah bekerja dengan berlandaskan pada pusat kesadaran manuisa, yaitu Kalbu. Hati Nurani atau kalbu digunakan sebagai alat pertimbangan yang utama dalam menentukan sikap dan perilaku di dunia kerja. Kalbu, pada hakikatnya cenderung merujuk pada kebaikan, karena itu, dengan hati nurani, nilai-nilai kebaikan akan ditampilkan sebagai sikap kerja sehingga muncullah perilaku-perilaku positif dalam pekerjaan. Misalnya bersih dalam kerja, penuh semangat dan berharap keikhlasan beribadah.
Pada saat kita mengambil keputusan tertentu, mungkin bisa dirasakan adanya dua suara dalam hati yang bertolak belakang. Satu suara mengajak pada kebaikan, sementara suara lainnya mengajak pada keburukan. Misalnya ketika dihadapan kita terdapat peluang untuk berbohong atasa kelebihan uang proyek, tentu tanpa disadari, kedua suara itu akan muncul secara bersamaan dalam diri kita. Di satu sisi, suara mengajak untuk mengambil dan membagikannya dengan rekan kerja. Di sisi lain, mengajak kita untuk berlaku jujur dalam membuat laporan keuangan.
Bekerja dengan hati nurani dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mengawali kerja dengan niat baik dan benar
2. Menjaga agama Allah Swt. dalam bekerja
3. Menghadirkan agama Allah Swt. dalam setiap pekerjaan
4. Menggunakan hati nurani dalam menentukan sikap saat bekerja
5. Menampilkan sikap takwa dalam bekerja
6. Ikhlas dalam bekerja
7. Menampilkan cara kerja yang terbaik
8. Memunculkan syukur prestatif
9. Menjalin silaturrahmi dan merajut ukhuwah (kerja sama)
10. Menampilkan pelayanan prima.
E. Nilai Tarbawi
Hadis ini memerintahkan untuk mengerjakan perbuatan yang halal, menjauhi yang haram dan meninggalkan yang syubhat, hati-hati dalam menjaga agama dan harga diri, tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa menimbulkan buruk sangka dan terjerumus dalam perkara-perkara yang diperingatkan. Seruan untuk memperbaikai kekuatan akal, memperbaiki jiwa dari dalam, yaitu dengan memperbaiki hati.
BAB III
PENUTUP
Secara fisik, hati adalah segumpal daging yang berbentuk bundar memanjang, terletak pada tepi kiri dada. Didalamnya terdapat lubang-lubang yang berisi darah hitam. Ia merupakan sumber dan tambang nyawa. Sedangkan secara psikis, hati adalah sesuatu yang halus, yang berasal dari alam ketuhanan. Dialah yang merasa, mengetahui, dan mengenal segala hal, serta diberi beban, disiksa, dicaci, dan sebagainya.
Selamatnya gerakan hati akan melahirkan keselamatan dalam gerakan anggota badan. Jika hati selamat maka tidak ada didalamnya selain kehendak Allah dan keinginannya, sehingga anggota badan tidak akan bangkit kecuali sesuai dengan yang diinginkan Allah. Dia akan bersegera kepada yang diridhai-Nya dan menahan diri dari yang dibenci-Nya. Dia juga khawatir terjerumus kepada sesuatu yang dibenci ketika melakukan perkara yang belum diketahuinya secara yakin.
Bekerja dengan hati nurani dapat dilakukan dengan cara mengawali kerja dengan niat baik dan benar, menjaga agama Allah Swt. dalam bekerja, menghadirkan agama Allah Swt. dalam setiap pekerjaan, menggunakan hati nurani dalam menentukan sikap saat bekerja, menampilkan sikap takwa dalam bekerja, ikhlas dalam bekerja, menampilkan cara kerja yang ter, baik, memunculkan syukur prestatif, menjalin silaturrahmi dan merajut ukhuwah (kerja sama), menampilkan pelayanan prima.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bugha, Musthafa dan Muhyiddin Mitsu. 1993. Al-Wafi: Syarah Hadits Arba’in Imam Nawawi . Terjemahan oleh Iman Sulaiman, Cetakan ke-7. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 17. Cetakan ke-2. Semarang: PT Karya Toha Putra.
Saleh, Muwafik. 2009. Bekerja dengan Hati Nurani. Semarang: Erlangga.
Syukur, Amin & Fatimah Usman. 2009. Terapi Hati dalam Seni Menata Hati. Cetakan ke-2. Semarang: Pustaka Nuun.
TENTANG PENULIS
Devisiana Larasati lahir di Pekalongan, tanggal 11 Juni 1994. Saat ini bertempat tinggal di Panjang Wetan, Pekalongan Utara. Sehari-harinya beraktivitas sebagai mahasisiwa di Jurusan Tarbiyah STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Pekalongan.
Ia menempuh Pendidikan formalnya di desa Lebakbarang, tempat dimana ia dilahirkan, yaitu SDN 01 Lebakbarang, kemudian melanjutkan SMP di SMPN 1 Lebakbarang dan dilanjutkan di SMK 1 Lebakbarang jurusan Akuntansi.
TEKS MATERI HADIS
Hadis No.22 tentang Hati Otoritas Jati Diri Manusia
عن النعمان بن بشير يقول سمعت رسول الله صلي الله عليه و سلم يقول:{ الحلال بين و الحرام بين و بيمهما مشبهات لايعلمها كثير من الناس فمن اتقي المشبهات استبرأ لدينه وعرضه و من و قع في الشبهات كراع يرعي حول الحمي يوشك ان يواقعه الاوان لكل ملك حمي الاانحمي الله قي ارضه محارمه الاوافي الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله
وإذا فسدت فسد الجسد كله ألآ و هي القلب}
(روه البخاري في الصحيح, كتاب الإيمان, باب فضل من استحب الدين)
Nu’man bin Basyir bercerita bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Perkara yang halal telah jelas dan yang diragukan yang tidak diketahui hukumya oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menjauhi perkara-perkara yang diragukan itu berarti dia memelihara agama dan kesopanannya. Barangsiapa mengerjakan perkara yang diragukan, sama saja dengan penggembala yang menggembalakan ternaknya dipiggir jurang, dikhawatirkan dia terjatuh ke dalamnya. Ketahuilah, semua raja mempunyai larangan dan ketahuilah pula larangan Allah Swt. adalah segala yang diharamkan-Nya. Ketahuilah dalam tubuh itu semuanya. Apabila daging itu rusak, maka binasalah tubuh itu seluruhnya. Ketahuilah, daging tersebut adalah hati. (HR. Al-Bukhari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar