TAFSIR TARBAWI
PATUH KEPADA ORANG TUA DAN PASRAH KEPADA ALLAH SWT
M. Fahri Baihaqi (2021114206)
Kelas: H
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Patuhkepada orang tua dan pasrah kepada Allah”. Tanpapertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya denganbaik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun membutuhkan kritik dan saran daripembaca yang membangun. Terimakasih.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam telah mengajarkan kepada kita agar taat dan berbakti kepada orang tua, mengingat banyak dan besarnya pengorbanan serta kebaikan orang tua terhadap anak, yaitu memelihara dan mendidik kita Sejak kecil tanpa perhitungan biaya yang sudah dikeluarkan dan tidak mengharapkan balasan sedikit pun dari anak, meskipun anak sudah mandiri dan bercukupan tetapi orang tua tetap memperlihatkan kasih sayangnya, oleh karena itu seorang anak memiliki macam-macam kewajiban terhadap orang tuanya menempati urutan kedua setelah Allah Swt, dan kita juga dilarang durhaka kepada orang tua.
Islam selain mengajarkan ta’at dan patuh juga mengajarkan kita untuk bertawakkal , yakni berserah diri kepada Allah setelah mengerjakan suatu usaha sebagai bentuk penyerahan diri kepada Allah atas hal-hal yang telah lakukan sebelumnya. Berserah diri juga dalam menerima cobaan dari Allah SWT.
B. Intisari surat Ash-Shaffaat ayat 100-102
Inti sari surat ashaffat ayat 100-102 yakni patuhnya seorang nabi Ismail terhadap ayahnya yakni Nabi Ibrahim ketika ia hendak disembelih dan sifat tawakkal kepada Allah ketika nabi iBrahim harus merelakan Anak yang diimpikanya, begitu juga nabi ismail yang berserah diri kepada Allah tanpa memprotes (tidak mau untuk disembelih) kepada Ayahnya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi judul“Patuh Kepada Orang Tua dan Pasrah Kepada Allah SWT”.
Patuh merupakan sikap terpuji yakni suka menurut perintah, taat pada perintah perintah yang telah ditetapkan oleh Allah dan menjauhi laranganya, dengan demikian patuh bisa diartikan sikap taat dalam mengerjakan segala hal yang telah ditetapkan, patuh kepada kedua orang tua berarti mengerjakan segala perintahnya, mendengarkan segala nasihatnya, mementingkan kepentingan orang tua dari kepentingan pribadi dan menjauhi laranganya. dalam sebuah hadits dijelaskan “Ridho Allah tergantung pada ridho orang tua, dan murkanya Allah tergantung murkanya orang tua “ maka apabila jika kita patuh kepada orang tua berarti kita telah patuh kepada Allah.
Tawakal merupakan suatu perasaan pasrah kepada Allah. Pasrah disini dalam artian meminta pertolongan kepada Allah tapi dengan adanya usaha sebelumnya.
2. Penjelasan serta penafsiran surat Ash-Shaffaat 100-102
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (100)
Artinya : “ Ya Tuhanku, karuniakanlah aku dari keturunan yang baik-baik.”
Pada ayat 100 surat ash-shaffaat” Ya Tuhanku, karuniakanlah aku dari keturunan yang baik-baik”. Dia (nabi ibrahim) mengharapkan agar Allah memberinya keturunan. Karena sudah lama dia kawin, namun anak belum juga ada, bertahun-tahun lamanya dia menunggu putera, tidak juga dapat. Ternyata kemudian bahwa isterinya yang bernama sarah itu mandul.
Dalam persetujuan anjuran isterinya sarah itu, dia kawin lagi dengan hajar, dayang dari sarah , karena mengharapkan dapat anak. Dalam usia 86 tahun barulah permohonan terkabul. Hajar melahirkan anak laki-laki yang beliau bernama Ismail. Inilah yang dilukiskan dalam ayat selanjutnya.
فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (101)
101. “Maka kami gembirakanlah dia dengan seorang anak yang sangat penyabar”.
Pada ayat 101 “Maka kami gembirakanlah dia dengan seorang anak yang sangat penyabar”, dapatlah kita baynagkan betapa hebatnya ibrahim menghadapi hidup. Setelah mengembara berpuluh tahun meninggalkan kampung halaman, hijrah, barulah setelah itu menjadi tua diberi kegembiraan oleh tuhan beroleh putera laki-laki. Disebut diujung ayat sifat anak itu, yakni : HALIIM, yang dapat diartikan sangat penyabar. Perbedaaan diantara sifat shabir (penyabar) dengan Haliim ialah, bahwa hilm=حِلْمّ itu menjadi tabiat atau bawaan hidup, sedang sabar ialah sebagai perisai menangkis gelisah jika percobaan datang dengan tiba-tiba. Sedang haliim ialah apabila kesabaran itu sudah menjadi sikap hidup, sikap jiwa. Nabi Ibrahim sendiripun mempunyai sifat Haliim tersebut, sangat sabar serta tenang dalam menghadapi berbagai kesukaran dan penderitaan hidup.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102)
102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha besama-sama ibrahim; Ibrahim berkata, :“ Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwasanya aku menyembelih engkau. Maka fikirkanlah apa pendapatmu ! berkata dia : Hai Ayahku, perbuatlah apa yang diperintahkan kepada engkau. Akan engkau dapati aku-insya allah termasuk orang yang sabar.
Pengertian secara umum (ayat 102) , allah berfirman dalam ayat tersebut “
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ...
‘Maka kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang sabar”
maka dilanjutkanlah dengan keterangan yang menunjukan tentang benar-benar terjadinya apa diberitakan kepadanya, an bahwa ia mencapai umur hampir dewasa (murahiq), dengan firmanya :
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ...
maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama ibrahim...
karena, seorang anak akan mampu berusaha dan bekerja bila telah mencapai umur demikian. Kemudian, silanjutkan dengan mengisahkan tentang mimpi ibrahim (bahwasanya dalam mimpinya Ibrahim menyembelih anaknya yakni ismail), yang disampaikan kepada anaknya itu, dan bahwa memtuhi ayahnya dalam menunaukan apa yang diperintahkan kepadanya, dan bersabar dalam melaksanakan perintah tersebut. Dan tatkala datanglah saat pelaksanaan perintah itu, maka Ibrahim menelungkupkan wajah anaknya untuk disembelih. Namun, Allah kemudian mewahyukan kepadanya, bahwa Dia telah menebus anaknya dengan seekor binatang smebelihan yang besar. Sesudah itu, Allah memberi kabar gembira kepada Ibrahim tentang bakal lahirnya Ishaq sabagai salah seorang nabi yang tergolong orang-orang saleh. Dan bahwa Allah memberkati kepada ibrahim dan kepada Ishaq, dan bahwa Ishaq bakal menjadi salah seorang keturunanya yang baik yang melakukan kebaikan-kebaikan. Namun, diantara keturunanya ada pula yang menganiaya diri sendiri dengan melakukan keburukan-keburukan.
Kemudian penjelasan dari ayat tersebut (102) :
Bahwa tatkala ismail menjadi besar, tumbuh dan dapat pergi bersama ayahnya berusaha melakukan perkerjaan-pekerjaan dan memenuhi keperluan-keperluan hidupnya, maka berkatalah ibrahim kepadanya, “Hai anakku, sesungguhnya aku telah bermimpi bahwa aku menyembelih kamu. Maka, bagaimanakah pendapatmu. Mimpinya itu dia ceritakan kepada anaknya, dia tahu bahwa yang diturunkan kepadanya adalah cobaan Allah. Sehingga, ia hendak meneguhkan hatinya kalau-kalau dia gusar dan hendak menentramkan jiwanya untuk menunaikan penyembelihan, disamping agar dia menginginkan pahala Allah dengan tunduk kepada perintahnya, kemudian Allah menerangkan bahwa ismail itu mendengar dan patuh serta tunduk kepada apa yang diperintahkan kepada Ayahnya.
Dan ismail berkata, “Hai ayahku, enkau telah menyeru kepada anak yangmendengar, dan engkau telah meminta kepada anak yang mengabulkan dan engkau telah berhadapan dengan anak yang rela dengan cobaan dan putusan Allah. Maka, bapak tinggal melaksnakan saja yang diperintahkan, sedang aku hanyalah akan patuh dan tunduk kepada perintah, dan aku serahkan kepada Allah pahalanya, karena Dia-lah cukup bagiku dan sbaik-baik termpat berserah diri.
Setelah ibrahim berbicara kepada anaknya dengan ucapanya, Ya bunayya, sebagai ungkapan kasih sayang, maka dijawab anaknya dengan mengucapkan Ya abati, sebagai ucapan tunduk dan hormat, dan menyerahkan urusan kepada ayahnya, sebagaimana yang dia rundingkan denganya. Dan bahwa kewajibanya hanyalah melaksanakan apa yang dipandang baik oleh ayahnya. Kemudian, dia tegaskan tentang kepatuhanya kepada perintah dengan katanya : “aku akan sabar menerima putusan dan sanggup menanggung penderitaan tanpa gusar dan tanpa gentar dengan apa yang telah ditakdirkan dan diputuskan. Dan memang benar-benar ismail menepati apa yang dia janjikan, dan melaksanakan dengan baik kepatuhan dalam menunaikan apa yang diperintahkan kapadanya.
Dalam Jafsir Jalalain ayat ke 102 ini dijelaskan :
102.فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ(maka tatkala anak itu smpai – pada umur sanggup – berusaaha bersama ibrahim) yaitu telah mencapai usia sehingga dapat membantunya bekerja; menurut suatu pendapat umur anak itu telah mencapai tujuh tahun. Menurut pendapat lain, pada saat itu anak Nabi Ibrhaim berusia tiga belas tahun . قَالَ يَا بُنَيّ(Nabi Ibrahim berkata: “Hai anakku, ssungguhnya aku melihat) maksudnya telah melihat – فِي الْمَنَامِ أَنِّي(dalam mimpi bahwa akau menyembelihmu!) mimpi para Nabi adalah mimp yang benar dan semua pekerjaan mereka berdasarkan perintah dari Allah SWT. –فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى (maka pikirkanlah apa pendapatmu!) tentag empianku itu ; nabi Ibrahim bermusyawarah denganya supaya ia menurut, mau disembelih, dan taat kepada peritahnya.قَالَ يَا أَبَتِ (ia menjawab: hai bapakku) huruf ta pada lafaz abati ini merupakan pergantian dari ya idafah –افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ (kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu) untuk melakukanya. –سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (insya allah engkau akan mendapatku termasuk orang-orang yang sabar).
3. Aplikasi dalam kehidupan
Taat dan patuh terhadap perintah dan nasihat orang tua selama tidak menyuruh berbuat maksiat atau berbuat musyrik, bila kita disuruhnya berbuat maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan cara yang halus dan kita tetap menjalin hubungan dengan baik.Senantiasa berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap hormat, sopan santun, baik dalam tingkah laku maupun bertutur kata, memuliakan keduanya, terlebih di usia senja. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya. Selama keinginan dan saran-saran itu sesuai dengan ajaran Islam.Membantu Ibu Bapak secara fisik dan materil. Misalnya, sebelum berkeluarga dan mampu berdiri sendiri anak-anak membantu orang tua terutama ibu. Dan mengerjakan pekerjaan rumah.Mendoakan Ibu Bapak semoga diberi oleh Allah kemampuan, rahmat dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirta.Menjaga kehormatan dan nama baik mereka.Menjaga, merawat ketika mereka sakit, tua dan pikun.
4. Nilai Tarbawi
1. Mimpi para nabi adalaha salah satu cara tuhan memberi informasi kepada Nabi, selain dua cara lain, yaitu mengutus malaiat menyampaikan informasi atau Allah. “berbica” langsung kepada yang dikehendaki-Nya dengan cara yang tidak diketahui.
2. Seseorang hendaknya mengaitkan aktivitasnya dengan Allah SWT, baik ketika melakukan, maupun ketika meninggalkan aktivitas itu.
3. Sebagai seorang anak hendaknya kita patuh kepada kedua orang tua, dahulukan perintah mereka dengan kepentingan yang lain
4. Berserah diri kepada Allah atas segala cobaan yang diberikan.
5. Ketaatan seseorang anak kepada ayahnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Inti sari surat ashaffat ayat 100-102 yakni patuhnya seorang nabi Ismail terhadap ayahnya yakni Nabi Ibrahim ketika ia hendak disembelih dan sifat tawakkal kepada Allah ketika nabi iBrahim harus merelakan Anak yang diimpikanya, begitu juga nabi ismail yang berserah diri kepada Allah tanpa memprotes (tidak mau untuk disembelih) kepada Ayahnya .
Jadi sebagai seorang anak diharapkan bisa meniru kisah nabi ibrahim serta nabi ismail yang mana sangat patuh kepada orang tua dan selalu bertawakkal kepada Allah swt
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Musthofa, 1993,Terjemahan Tafsir Al-Maraghi 23,Pt Karya Toha Putra, Semarang
Prof.Dr.Hamka,2005, Tafsir Al Azhar Juz Xxiii, Pt Pustaka Panjimas, Jakarta
Syihab, M Qurais, 2012, Al-Lubab, lentera hati, Jakarta
Al Mahalli, Imam Jalaluddin Dan Imam Jalaludin As Suyuti,2007, Terjemah Tafsir Al-Jalalain, PT.Sinar Baru Algensindo, Bandung
PROFIL PENULIS
NAMA : M.FAHRI BAIHAQI
TTL: PEKALONGAN, 12 DESEMBER 1995
NIM : 2021114206
KELAS : H
ALAMAT : PROTO ,KEDUNGWUNI PEKALONGAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar