BERPALING
DARI ORANG BODOH
(Tafsir
Q.S Al – A’raf : 199)
Miftakul
Ulum
2021114300
Kelas B
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGRI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta
alam. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah SAW . Penulis
bersyukur kepada Illahi Rabbi yang telah memberikan hidayah serta taufiq-Nya
kepada penulis sehingga makalah yang berjudul “Berpaling dari orang Bodoh” guna
memenuhi tugas tafsir tarbawi , telah terselesaikan.
Tidak lupa ucapan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu baik moriil maupun materiil, terutama untuk
orang tua, dosen, Yayasan IAIN Pekalongan , serta teman-teman yang telah mendukung,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.
Uraian topik dalam makalah ini
disusun secara sederhana,praktis dan sistematis sesuai dengan format yang telah
ditentukan. adapun untuk penelusuran yang lebih jauh dan mendalam pembaca dapat
mengadakan kajian pada buku buku rujukan yang telah disebutkan, dan buku lain
yang dianggap berhubungan dengan pembahasan dalam makalah ini.
Kemudian kritik pembaca terhadap
kekurangan makalah ini sangat diharapkan dan harap maklum atas kesalahan yang
sudah pasti ada pada makalah ini . semuanya penulis terima sebagai bahan
perbaikan pembuatan makalah setelahnya. Akhirnya saran dari semua pihak akan
penulis terima dengan baik, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya , dan penulis pada khususnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lukman
AL- Hakim pernah berwasiat kepada anaknya “ wahai anakku, janganlah kamu
bergaul dengan orang bodoh, karna dikhawatirkan kamu akan tertimpa bencana
bersama mereka”. Begitu pula dengan Ali bin Abi Thalib mengatakan “teman yang
bodoh itu melelahkan dan dapat mendatangkan musibah”.
Dari dua wasiat tokoh diatas
sangatlah jelas, bahwa seharusnya seseorang itu dalam bergaul maupun beteman
harus berhati – hati, namun yang terjdi dewasa ini adalah seseorang lebih cendrung senang ketika
mereka berteman dan bergaul dengan orang
– orang bodoh, yang hanya memikrkan dunia semata, di benaknya hanya kesenangan
dunia dan mereka dalam menempuh perjalanan hidup ini melailaikan qur’an dan
assunnah sebagai pedoman.
Berangkat dari masalah ini maka ditulislah
makalah tafsir tarbawi yang berjudul “Berpaling dari orang Bodoh” yang diambil
dari QS Al – A’raf yang diharapkan dapat menambah wawasan , dan menyakinkan
kita akan bahaya orang bodoh. Dan diharapkan pula agar kita tahu bagaimana cara
ketiaka berhadapan dengan orang bodoh dan bagaimana mengatasinya.
B. Judul
judul tema
yang akan dibahas pada makalah ini adalah ”Berpaling Dari Orang Bodoh”
C. Nash
Éè{ uqøÿyèø9$# óßDù&ur Å$óãèø9$$Î/ óÚÌôãr&ur Ç`tã úüÎ=Îg»pgø:$# ÇÊÒÒÈ
jadilah Engkau
Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari
pada orang-orang yang bodoh.
D. Arti penting
uqøÿyèø9$I : secra
etomologi, istilah ini brarti memaafkan, mengampuni. Sedang secara terminologi
yaitu memberi kemudahan tanpa mempersulit
$óãèø9$I : kata
ini berarti kebajikan. Kata ini juga identik dengan istilah al ma’ruf yang
berarti sesuatu yang diperintahkan oleh syara’
óúüÎ=Îg»pgø:$# : adalah
orang – orang yang sangat bodoh dengan perbuatan mereka yang sangat jelek dan
berusaha berbuat jahat pada orang lain
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bodoh
Bodoh menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia(KBBI) artinya adalah tidak lekas mengerti, tidak mudah
tahu atau tidak dapat mengerjakan dan sebagainya.[1]
Namun Bodoh pada
pembahasan ini ,adalah sifat yang tak mau menerima kebenaran dari Al - Qur’an
dan As - sunnah dalam menempuh kehidupan di dunia. Dengan pengertian demikian,
manusia yang jahil dianggap telah mamapu dalam menjalani kehidupan dan
persoalanya tanpa pedoman Al – Qur’an dan Assunah tadi.
Abu
Darda’ radhiyallahu anhu berkata: “Tanda orang bodoh itu ada tiga
1) Bangga diri
2) Banyak bicara dalam hal yg tidak bermanfaat
3)
Melarang orang
lain dari suatu perbuatan, namun ia sendiri melakukannya.
Jadi,
Orang Pintar itu selalu berupaya membebaskan diri dari 3 Tanda Orang Bodoh di
atas, dan juga dari tanda-tanda yg lainnya, seperti bermalas-malasan dalam
beramal ibadah dan tidak peduli dengan menuntut ilmu agama, mengharapkan
keselamatan dan kebahagian di dunia dan akhirat tetapi ia berjalan di atas
jalan kesesatan, kesengsaraan.
Di dlm
sebuah hadits, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda (yg artinya):
“Orang yg pintar ialah siapa saja yg menundukkan jiwanya (utk melakukan
ketaatan kapad Allah, dan ia selalu beramal (sebagai bekal) untuk kehidupan
setelah kematian. Sedangkan orang yg bodoh (lemah) itu ialah siapa saja yg
selalu mengikuti bisikan (buruk) jiwanya, dan ia berangan-angan tinggi kepada
Allah (namun tanpa disertai iman dan amal).”
Seorang
ahli hikmah berkata: “Engkau berharap keselamatan (di dunia dan akhirat),
tetapi engkau tidak mengikuti jalan-jalan keselamatan. Sesungguhnya kapal itu
tidaklah berlayar di tempat yg kering”.[2]
dari Imam Al Ghazali :Ketahuilah,
orang yang bodoh adalah orang yang hatinya sakit, sedangkan seorang ulama yang
mengamalkan ilmunya adalah seorang dokter. Ulama yang kurang ilmu, terapinya
tidak mustajab. Sedangkan ulama yang sempuma, belum tentu mampu menyembuhkan
setiap penyakit, tetapi hanya mampu menyembuhkan penyakit orang yang memang
mengharapkan kesembuhan dan kebaikan. Jika penyakitnya sudah kronis atau akut,
maka sulit diharapkan kesembuhannya. Dalam hal ini, seorang dokter atau tabib
cukup mengatakan, "Ini tidak mungkin disembuhkan." Karena itu, engkau
jangan disibukkan dengan mengobatinya karena hanya menyia-nyiakan umur.[3]
B.Tafsir
1. AL-Maraghi
Éè{ uqøÿyèø9$# óßDù&ur Å$óãèø9$$Î/ óÚÌôãr&ur Ç`tã úüÎ=Îg»pgø:$# ÇÊÒÒÈ
“ jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang
mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.”
Allah
ta’ala memerintahkan Nabi-Nya pada ayat ini untuk melaksanakan tiga perkara,
yang semuanya merupakan dasar – dasar umum syariat, baik menyangkut tata soal
kesopanan atau hukum – hukum amaliah:
a) Al – Afwu,
artinya mudah, tidak brliku –liku yang menyulitkan.
Jadi maksud
ayat: diantara perbutan – prbutan ynag dilakukan orang, akhlak mereka dan
apapun yang datang dari mereka, ambillah yang menurutmu mudah, dan bersikap
mudahlah, jangan mempersulit dan jangan menuntut mereka melakukan sesutu yang
memberatkan, sehingga mereka akan lari darimu.
Namun ada
juga yang mengatakan maksud ayat: “ambillah sedekah orang – orang itu, berupa
kelebihan harta yang mudah tiada memberatkan bagi mereka”
Kesimpulannya,
diantara tata krama dan prinsip agama adalah kemudahan, menghindarin kesulitan
dan byang memberatkan. Dan benarlah berita bahwa Nabi SAW. Apabila harus
memilih dua perkara, maka beliau pilih yang lebih mudah
b) Al – Amru
bil ma’ruf (meneyeru kepada yang ma’ruf).
Al – ma’ruf artinya sesuatu yang diakui baik oleh hati. Hati senang kepadanya
dan merasa tentram.
Tiadak diragukan, bahwa suruhan ini didasarkan pada pertimbangan kebiasaan
yang baik pada uma, dan hal –hal menurut kesepakatan mereka berguna bagi
kemaslahatan mereka.
Pendek kata, Al –Ma’ruf ialah kata umum yang mencakup setiap hal yang
diakui, termasuk taat dan taqarrub kepada Allah serta berbuat baik
kepada sesama manusia.
Berktalah sebagaian ulama terkemuka, “ma’ruf ialah apa yang menurut akal
baik untuk dilakukan dan tidak dipungkiri oleh semua akal sehat. Dan dalam hal
ini, bagi seorang mu’min, cukup dengan memelihara nash – nash yang
tetap, karena tak mungkun seorang mukmin mengiungkari apa yang datang dari
Allah dan Rasu-Nya. “
c) Al – i’rad
‘anil jahilin ( berpaling dari orang – orang bodoh), yatu dengan cara tidak
mempergauli mereka dan jangan bantah – bantahan dengan mereka. Karena, untuk
menghindari agar jangan disakiti oleh mereka memeng tak ada jalan lain kecuali
dengan berpaling dari mereka.
Menurut sebuah riwayat dari ja’far Ash – Shadiq ra, bahwa dia berkata
“dalam Al-Qur’an tidak ada satu ayat yang lebih mencakup akan makarimal
akhlaq , selain ayat ini”.[4]
2. IBNU KATSIR
Abbas
mengartikan: terimalah apa yang diberikan merka kepadamu, dan ini terjadi
sebelum adanya wajib zakat. Dan abbas juga mengartikan al – afwa disini dengan
kelebihan.
Abdur Rahman
ibnu Zaid ibnu Aslam
mengatakan:Allah
memerintahkan Nabi Saw.
agar bersifat pemaaf
dan berlapang dada dalam
menghadapi orangorang musyrik
selama sepuluh tahun. Kemudian Nabi
Saw. diperintahkan untuk
bersikap kasar terhadap mereka. Pandapat inilah yang dipilih oleh Ibnu
Jarir.
Ubai
berkata: ketika turun ayat ini . Nabi SAW bertanya kepada jibril as. Apakah
maksudnya ini hai jibril? Jawab jibril, “sesungguhnya Allah menyuruhmu memaafkan
terhadap orang yang menganiyaimu, dan memberi pada orang yang bakhil kepadamu ,
dan menghubungi orang yang memutuskan hubungan kepadamu”.
Ibnju
jarir berkata, Allah menyuruh Hamba-Nya supaya menganjurkan segala kebaikan dan
termasuk semua amal taat, juga mengabaikan orang yang bodoh, yakni tidak
melayani kebodohannnya, ini juga tuntunan kepada hamba supaya sanggup
menanggung tantangan orang bodoh dengan kesabaran, asalkan tidak menyalahi
hukum yang wajib dalam agama, atau iman terhdap Allah, yakni jika menghadapi
yang sedemikian maka harus berlaku tegas dan tidak boleh mengalah
Sebagian ulama
mengatakan bahwa manusia
itu ada dua
macam: Pertama, orang yang
baik; terimalah kebajikan
yang diberikannya kepadamu, janganlah
kamu membebaninya dengan sesuatu yang di
luar kemampuannya, jangan pula
sesuatu yang menyempitkan
dirinya. Adapun terhadap orang
yang kedua, yaitu
orang yang buruk,
maka perintahkanlah dia untuk
berbuat yang makruf. Jika ia tetap
tenggelam di dalam kesesatannya
serta membangkang tidak
mau menuruti nasihatmu serta terusmenerus di dalam
kebodohannya, maka berpalinglah kamu
darinya. Mudahmudahan
berpalingmu darinya dapat menolak tipu muslihatnya terhadap
dirimu.[5]
C. Aplikasi dalam kehidupan
Ibnu Abbas r.a. pernah mengatakan, "Uyaynah
ibnu Husain ibnu Huzaifah
tiba (di Madinah), lalu menginap
dan tinggal di rumah
kemenakannya, yaitu AIHurr ibnu
Qais. Sedangkan AlHurr termasuk salah seorang di antara orangorang yang
terdekat dengan Khalifah Umar. Lalu
Uyaynah berkata kepada
kemenakannya, 'Hai kemenakanku, engkau
adalah orang yang dikenal
oleh Amirul Muminin, maka mintakanlah izin masuk
menemuinya bagiku." AlHurr berkata, 'Saya akan memintakan izin
buatmu untuk bersua dengannya'
." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya,
"Lalu AlHurr meminta izin buat
Uyaynah kepada Umar,
dan Khalifah Umar
memberinya izin untuk menemui
dirinya. Ketika Uyaynah
masuk menemui Umar,
Uyaynah berkata. 'Hai Umar. demi
Allah, engkau tidak
memberi kami dengan pemberian yang
berlimpah, dan engkau
tidak menjalankan hukum dengan
baik di antara sesama
kami . ' Maka Khalifah
Umar murka, sehingga hampir
saja ia menampar Uyaynah, tetapi
AlHurr berkata kepadanya,' Wahai
Amirul Muminin, sesungguhnya Allah Swt. pernah berfirman kepada NabiNya:
Éè{ uqøÿyèø9$# óßDù&ur Å$óãèø9$$Î/ óÚÌôãr&ur Ç`tã úüÎ=Îg»pgø:$# ÇÊÒÒÈ
Dan sesungguhnya orang
ini termasuk orang yang bodoh. Demi Allah ketika ayat ini dibacakan
kepada umar, umar tidak berani melanggarnya dan Umar
adalah orang yang
selalu berpegang kepada Kitabullah." Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari secara munfarid.
Salim
bin Abdullah bin umar ketika berjalan bertemu dengan qafilah orang – orang dari
syam yang untanya diberi bel (klenengan). Maka salim berkata kepada mereka,
“itu bel dilarang “. Mereka berkata “bukan ini yang dilarang, hanya bel yang
besar itulah yang dilarang. Adapun yang kecil seperti ini tidak apa – apa”. Salim
diam dan berkata, wa’a’ridh ‘anil jahilin.[6]
Pada dua kisah diatas adalah contoh
bagaiman seharusnya ketika menghadapi orang bodoh, adalah kita seru mereka kepada yang ma’ruf, namun
apabila mereka membangkang dan merajalela dalam kebodohannya maka lebih baik
kita berpaling darinya.
Dan apabila kita bantah – bantahan
dengan mereka hal itu hanya akan memebuang - buang waktu, karana pada dasarnya
orang bodoh adalah mereka yang tak mau menerima kebenaran.
D. Aspek Tarbawi
1.
Islam itu mempermudah dan tidak memberatkan
2.
Al – ma’ruf itu sesuatu yang diakui baik oleh hati.
Hati senang kepadanya dan merasa tentram
3.
Sabar dan berpalinglah ketika menghadapi orang yang
bodoh karna itu lebih mulia daripada berbantah – bantahan dengan mereka
4.
Bergaul dengan
orang bodoh berarti mencari kesia- sian
dan bencana
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada ayat ini memuat pokok – pokok asas syariat. Kata khudzil
afwa adalah isyarat agar bersikap lunak dan jangan membuat kesulitan, baik
dalam mengambil, memberi atau pada semua urusan pembebanan. Wa’mur bi ‘urfi, adalah mencakup semua hal yang diperintahkan
dan yang terlarang yang berkaitan dengan perbuatan ma’ruf dan yang terakhir wa a’ridh anil jahilin yaitu suruhan untuk
dengan sabar bersikap pemaaf, yaitu suatu sikap yang akan mendatangkan kepada
seorang segala keinginan hatinya sendiri atau orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maragi, ahmad mustafa.1993.Tafsir Al-Maragi.Semarang:
PT.Karya Toha Putra Semarang
http://kbbi.web.id/bodoh.html
https://abufawaz.wordpress.com/2013/04/18/3-tanda-orang-bodoh.html
Bahreisy,
salim .1986. Tafsir Ibnu Katsir. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
PROFIL
Nama :
Miftakhul ulum
TTL :
Kendal, 29-09-1996
Alamat :JL. Hayam Wuruk Gg. 1 No. 32
Pesindon Pekalongan
Riwayat
pendidikan : SD N 3 SINGOROJO, MTs
Muhammadiyah pekalongan, MAN 3 Pekalongan, IAIN Pekalongan
Aktifitas Organisasi :
KAMMI, Yayasan SABILILLAH
pesan :
Bertemanlah dengan orang – orang soleh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar