KEWAJIBAN
BELAJAR “SPESIFIK”
DO’A
MENAMBAH ILMU
(QS.
At Thaha ayat 114)
Nurhayati (2021115105)
Kelas D
JURUSAN TARBIYAH / PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang
Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Tafsir Tarbawi I dengan tema
“Kewajiban Belajar Spesifik” yang berjudul Doa Tambahkan Ilmu Qur’an Surat At
Thaha ayat 114.
Makalah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.
Akhir kata kami berharap semoga
makalah Tafsir Tarbawi I dengan tema “Kewajiban Belajar Spesifik” yang berjudul
Doa Tambahkan Ilmu Qur’an Surat At Thaha ayat 114 dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
Pekalongan, 26 September 2016
Nurhayati
(2021115105)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam, sebagai
ajaran Ilahi, kaya dengan ide dan gagasan. Paradigmanya dalam mengkaji dan
menjelaskan suatu permasalahan selalu menunjukkan perbedaan dengan paradigm
lainnya, termasuk diantanya konsep ilmu. Islam melihat alam, manusia, dan
kehidupan sebagai suatu system yang telah diatur Tuhan. Maka, berdasarkan ini,
pandangan Al-Quran mengenai ilmu, sumber ilmu, subjek dan objek yang
dipelajari, cara menddapatkan ilmu serta tujuan mempelajari ilmu itu sangat
jelas, yaitu suatu system tauhid Ilahi. Al-Quran merupakan mukjizat dari Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Al-Quran merupakan petunjuk bagi umat
Islam untuk membebaskan manusia dari kegelapan menuju cahaya Ilahi. Dengan arti
penting Al-Qur’an itu,kita berkewajiban untuk mempelajarinya dan
mengaplikasikannya kedalam kehidupan sehari-hari.
Mencari
ilmu juga harus disertai dengan doa. Doa merupakan sesuatu yang ada pada
kehidupan sehari-hari kita sebagai seorang muslim. Tidak hanya dalam hal
mencari ilmu, tetapi dalam ssemua hal kita memohon kepada Tuhan melalui doa.
Memanjatkan doa kepada Allah SWT pertaanda beriman kepada-Nya. Kaitannya dengan
ilmu, Allah telah menjelaskan pada
Al-Quran surat At Thaha ayat 114 yang berisi doa untuk meminta ditambahkan ilmu
yang akan kita bahas di makalah ini.
B.
Do’a Tambahkan Ilmu
Nash
فَتَعَلَى اللّهُ اَلْمَلِكُ الْحَقُّ وَلاَتَعْجَلْ بِا لْقُرْ انِ مِنْ قَبْلِ اَنْ
يُّقْضَى اِلَيْكَ وَحْيُهُ, وَقُلْ رَّبِّ زِدْ نِيْ عِلْمًا
“Maka Maha Tinggilah Allah, Raja Yang Benar! Dan
janganlah engkau tergesa-gesa dengan Al-Quran itu sebelum selesai kepada engkau
wahyunya, dan katakanlah: Ya Tuhanku! Tambahkanlah bagiku ilmu”.
C.
Arti Penting Dikaji
Pada hakikatnya, ilmu adalah salah satu
sifat Allah, karena sifat itulah Dia disebut ‘Alim (Yang Maha Tahu). Dia adalah
sumber utama ilmu. Ilmu Allah tiada terbatas, manusia hanya memperoleh sedikit
daripadanya. Dengan mempelajari Al-Quran dan alam niscaya manusia akan
mendapatkan ilmu, ketenangan serta kebahagiaan duni dan akhirat.
Usaha dalam hal ini mencari ilmu juga harus disertai
dengan doa, agar sselalu ditambahkan ilmu yang bermanfaat. Maka dari itu, doa
agar ditambahkan ilmu sangatlah penting kita kaji disini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
1.
Doa
Pengertian doa
menurut syariat adalah seruan seorang hamba kepada Tuhan-Nya untuk meminta
pertolongan atau bantuan kepada-Nya. Secara hakikat, doa harus menunjukkan rasa
fakir dan rasa membutuhkan seorang hamba kepada Tuhannya Yang Maha Kuasa,
menunjukkan kelemahan daya dan upayanya, kehinaan dan kerendahan dirinya sebagai
manusia,sekaligus memuji kebesaran dan
kemahakuasaan Allah Yang Maha Memberi, Maha Dermawan, dan Maha
Menyayangi hamba-hamba-Nya.[1]
Adapun tatacara
berdo’a ialah jangan sekali-kali berkalimat atau bernada perintah seperti
kebanyakan orang berdo’a umpama: “Ya Allah, luluskanlah saya dalam ujian ini”,
dan sebagainya. Ini artinya seolah-olah kita memerintah Dia. Walaupun dengan
kalimat-kalimat yang manis, akan tetapi nilainya tetap nilai perintah. Tanda
bahwa doa itu keluar dari hati yang ikhlas, yang bersih, ialah kalau kebetulan
tidak disampaikanNya maka hati kita pun tidaklah merana, sebab kita yakin pula
pasti Allah akan memberikan yang lebih baik lagi dari yang kita sangka.
Serahkanlah keputusan akhir kepada Dia sepenuhnya, janganlah kita yang
menentukan.[2]
2.
Ilmu
“Ilmu”
merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘alima yang
terdiri dari huruf ‘ayn, lam dan mim. Secara harfiah
“ilmu” dapat diartikan kepada tahu atau mengetahui. Secara istilah ilmu berarti
memahami hakikat sesuatu, atau memahami hukum yang berlaku atas sesuatu. Al-ilm
(ilmu) adalah tergambarnya hakikat sesuatu pada akal, di mana gambaran tersebut
merupakan abstraksi dari sesuatu, baik kuantitas,kualitas, maupun substansi
(jawhar)-nya.
Dalam pandangan
Al-Qur’an, ilmu tersebut dapat membentuk sikap atau sifat-sifat manusia. Atau
dengan kata lain, sikap atau karakter sesseorang merupakan gambaran pengetahuan
yang dimilikinya. Penguasaan ilmu bukanlah tujuan utama suatu pembelajaran,
penguasaan ilmu hanya sebagai jembatan atau alat yang dapat mengantarkan
manusia kepada kesadaran, keyakinan, dan perasaan atau sikap positif terhadap
fenomena alam dan kehidupan sebagai suatu system ilahiyah.[3]
B. Tafsir
1.
Tafsir
Al-Maraghi
Diriwayatkan bahwa Nabi saw.sangat ingin mengambil Al-Qur’an dari
Jibril as., maka dia tergesa-gesa membacanya karena takut lupa sebelum Jibril
menyempurnakannya. Maka, beliau dilarang berbuat demikian, dan dikatakan
padanya, “janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan
mewahyukannya, agar kamu mengambilnya dengan mantap dan tenang dan berdoalah
kepada Tuhanmu agar Dia menambahkan pemahaman dan pengetahuan.”
(وَلاَ تَعْجَلْ بِا لْقُرْانِ مِنْ قَبْلِ اَنْ
يُّقْضىَ~ اِلَيْكَ وَحْيُه,)
Janganlah
kamu tergesa-gesaebelum Jibril selesai menyampaikannya kepadamu”
Diriwayatkan,
apabila Jibril menyampaikan Al-Qur’an, Nabi saw. Mengikutinya dengan
mengucapkan setiap huruf dan kalimat, karena beliau khawatir tidak dapat
menghafalkannya. Maka beliau dilalarang berbuat demikian, karena barangkali
mengucapkan kalimat akan membuatnya lemah untuk mendengarkan kalimat
berikutnya.
(وَ قُلْ رَّبِّ زِدْ نِيْ عِلْمًا)
mohonlah
tambahan ilmu kepada
Allah tanpa kamu tergesa-gesa membaca wahyu, karena apa yang diwahyukan
kepadamu itu akan kekal.[4]
2.
Tafsir
Al Azhar
“Maka Maha Tinggilah Allah, Raja Yng Benar.”(pangkal ayat 114).
Setelah
merenungkan nikmat dan Rahmat Ilahi yang tiada tepermanai banyaknya, insaflah
kita akan kelemahan kita sebagai insane dan sebagai makhluk, maka sampailah
kita kepada pengakuan memang Maha Tinggilah Allah itu. Dan Dia adalah:”Raja
Yang Benar.” Raja yang sebenar-benar Raja. Raja yang selalu berdaulat siang dan
malam, petang dan pagi,. Raja disegala waktu dan Raja disegala ruang. Adil
hokum-Nya, Teguh disiplin-Nya, kuat Kuasa-Nya. Agung wibawanya. Dan berdiri Dia
sendirinya.
Raja Yang Benar itulah Allah, dan dari Dia turunlah Al-Qur’an. Oleh
karena hati Nabi Muhammad saw. Bertambah sehari, bertambah jugs merasatidak
dapat terpisahkan lagi dari Al-Qur’an itu, sampailah selalu dia ingin segera
dating wwahyu. Sedih hatinya jika Jibril terlambat dating, dan gembira dia jika
ayat turun, dan bila Jibril telah membacakan satu ayat, segera disambutnya dan
diulangnya, walaupun kadang-kadang belum selesai turun. Maka datanglah teguran
Allah: “Dan janganlah engkau tergesa-gesa dengan Al-Qur’an itu sebelum selesai
kepada engkau wahyunya.”
“Dan katakanlah:”Ya Tuhanku, tambahkanlah bagiku ilmu.”(ujung ayat
114).
Doa
Nabi ini penting sekali artinya.yaitu bahwasannya disamping wahyu yang dibawa
oleh Jibril itu, Nabi saw. Pun disuruh selalu berdoa kepada Tuhan agar untiknya
selalu diberi tambahan ilmu. Yaitu ilmu-ilmu yang timbul dari karena
pengalaman, dari karena pergaulan dengan manusia, dari karena memegang
pemerintahan, dari karena memimpin peperangan. Sehingga disamping wahyu datang
juga petunjuk yang lain, seumpama mimpi atau ilham.[5]
3.
Tafsir
Ibnu Katsier
Allah berfirman, “Janganlah
engkau tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan
mewahyukannya kepadamu, hai Muhammad.” Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa
Rasulullah saw. Jika menerima wahyu mengalami kesukaran, menggerakkan lidahnya
untuk mengikuti Jibril membacakan ayat-ayat yang dibawanya, maka oleh Allah
diberi petunjuk agar jangan tergesa-gesa membacanya sebelum Jibril selesai
membacakannya, agar Nabi Muhammad saw. Menghafal dan memahami betul-betul ayat
yang diturunkan. Allah berfirman selanjutnya mengajari Muhammad, “ucapkanlah,
hai Muhammad, ya Tuhanku tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”.[6]
4.
Tafsir
Jalalain
فَتَعَلَى اللّهُ اَلْمَلِكُ الْحَق
(Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang
sesungguhnya) daripada apa yang dikatakan oleh orang-orang musyrik -وَلاَتَعْجَلْ بِا لْقُرْ انِ(dan janganlah kamu
tergesa-gesaterhadap Al-Quran) sewaktu kamu membacanya - مِنْ قَبْلِ اَنْ يُّقْضَى اِلَيْكَ وَحْيُهُ, (sebelum
disempurnakan meewahyukannya kepadamu) sebelum Malaikat Jibril selesai
menyampaikannya – وَقُلْ رَّبِّ زِدْ نِيْ عِلْمًا (dan
katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahklanlah kepadaku ilmu pengetahuan”) tentang Al-Quran,
sehingga setiap kali diturunkan kepada-Nya Al-Quran, makin bertambahkah ilmu
pengetahuannya.[7]
5.
Tafsir Al- Misbah
Penempatan firman-Nya: (فَتَعَلَى اللّهُ اَلْمَلِكُ الْحَقُّ ) maka Maha Tinggi Allah, Maharaja Yang Haq antara
uraian tentang Al-Quran yang diturunkan dengan Bahasa Arab(ayat 113) dengan
larangan tergesa-gesa membacanya (penggalan terakhir ayat 114), mengisyaratkan
bahwa kandungannya adalah sesuatu yang sangat luhur dan tinggi serta haq lagi
sempurna, serta harus diagungkan dengan mengikuti tuntunannya karena Al-Quran
bersumber dari Yang Maha Tinggi, dan dari Maharajayang tunduk kepada-Nya semua
makhluk.
Firman-Nya: (مِنْ قَبْلِ اَنْ يُّقْضَى اِلَيْكَ وَحْيُهُ,) sebelum disempurnakan untukmu pewahyuanmu, dapat
dipahami dalam arti sebelum malaikat selesai membacakannya kepadamu.
Diriwayatkan bahwa Nabi saw pernah tergesa-gesa membaca ayat-ayat Al-Quran
sebelumJibril as., menyelesaikan bacaannya
Dapat juga ayat 114 ini merupakan tuntunan
kepada Nabi Muhammad saw. Untuk tidak membacakan, yakni menjelaskan makna
pesan-pesan al-Quran kepada sahabat-ssahabat beliau ssetelah jelas buat beliau
maknanya, baik setelah merenungkannya sungguh-sungguh maupun sebelum datangnya
malaikat Jibril as. Mengajarkan beliau tentang maknanya. Pendapat ini sangat
sejalan dengan lanjutan ayat tersebut Yng memerintahkan beliau berdoa agar ditambah
ilmunya.[8]
C.
Aplikasi dalam Kehidupan
Proses
belajar memerlukan usaha yang keras untuk memahami suatu ilmu melalui
pendengaran, penglihatan, pengamatan, penulisan, perenungan, dan bacaan. Semua
proses tersebut harus diulang-ulang agar ilmu juga cinta terhadap kita.
Doa meminta
ditambahkan ilmu perlu senantiasa diucapkan, dimohonkan kepada Allah agar ilmu
itu ditambah-Nya, sebab dialah sumber segala ilmu. Dalam mencari ilmu
dianjurkan untuk sabar dan tidak tergesa-gesa agar kita bisa belajar secara
maksimal.
D.
Aspek Tarbawi
1.
Dalam proses menyerap atau menerima ilmu sebaiknya
yang kita utamakan adalah pemahaman terhadap ilmu yang diterima, jangan
tergesa-gesa pindah dari satu bab ke bab lain sebelum kita memahaminya.
2.
Ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh manusia merupakan ilmu dan pengetahuan yang
telah diajarkan-Nya.
3.
Allah memerintahkan kepada kita agar memohon kepada
Allah SWT tambahan ilmu pengetahuan.
4. Dengan mempelajari al-Quran dan alam
niscaya manusia akan mendapatkan ilmu, ketenangan serta kebahagiaan dunia dan
akhirat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu adalah
tergambarnya hakikat sesuatu pada akal, dimana gambaran tersebut merupakan
abstraksi dari sesuatu, baik kuantitas, kualitas, maupun substansinya. Dalam
pandangan al-Quran ilmu tersebut dapat membentuk sikap atau sifat-sifat pada
manusia. Allah mengingatkan kepada manusia agar mempelajari al-Quran dan alam
bermula dari Tuhan, supaya ilmu yang diperoleh tidak melahirkan kesombongan dan
arogansi. Dengan berdoa, kita meminta pertolongan
atau bantuan kepada Allah SWT dan menunjukkan rasa fakir serta rasa membutuhkan
seorang hamba kepada Tuhannya Yang Maha Kuasa, menunjukkan kelemahan daya dan
upayanya, kehinaan dan kerendahan dirinya sebagai manusia,sekaligus memuji
kebesaran dan kemahakuasaan Allah Yang
Maha Memberi.
DAFTAR PUSTAKA
Elzaki, Jamal. 2011. Buku Induk
Mukjizat Kesehatan Ibadah. Jakarta: Zaman.
Abdulrahim, M. Imamuddin. 1982. Kuliah Tuhid. Bandung:
Perpustakaan Salman ITB.
Yusuf, Kadar M.
2013. Tafsir Tarbawi. Jakarta: Amzah.
Al-Maraghi,
Ahmad Mustofa. 1993. Tafsir Al-Maraghi. Semarang: Karya Toha Putra
Semarang.
Hamka. 1982. Tafsir
Al-Azhar Juz XVI. Jakarta: Pustaka Panji Mas.
Bahreisy, H.
Salim dan H. Said Bahreisy. 1990. Tafsir Ibnu Katsier. Surabaya: PT.
Bina Ilmu Offset.
Al-Mahalli,
Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-Suyuti. 2010. Terjemahan Tafsir Jalalain
Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Shihab, M.
Quraish. 2005. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
PROFIL PENULIS
Nama : Nurhayati
TTL :
Wonogiri, 27 Januari 1996
Alamat : Dsn.
Posongan, Kel. Purwoharjo Kec. Comal Kab. Pemalang
Cita-Cita : Guru
Riwayat Pendidikan:
SD N 01 Purwoharjo Comal
SMP N 01 Comal
SMA N 01 Comal
[1] Jamal Elzaki, Buku
Induk Mukjizat Kesehatan Ibadah (Jakarta: Zaman, 2011) hlm. 509
[2] M. Imamuddin
Abdulrahim, Kuliah Tauhid, (Bandung: Perpustakaan Salman ITB,1982) hlm.
101-102
[3] Kadar M. Yusuf,
Tafsir Tarbawi, (Jakarta: Amzah, 2013) hlm. 16-19
[4] Ahamad Mustafa
Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang,
1993) hlm. 282-284
[5] Hamka, Tafsir
Al-Azhar Juz XVI, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1982) hlm. 225-228
[6] H. Salim
Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Tafsir Ibnu Katsier Jilid 5, (Surabaya:
PT. Bina Ilmu Offset, 1990) hlm 279
[7] Imam
Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir
Jalalain… (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010) hlm. 109
[8] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2005) hlm. 377-378.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar