METODE PENDIDIKAN KHUSUS
“METODE DIALOGIS”
(QS. ASH-SHAFFAT : 102)
Lamia Safitri (2021115359)
Kelas C
JURUSAN TARBIYAH/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah atas segala kemudahan yang diberikan kepada penulis ,
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang tepat. Tak lupa shalawat serta salam senantiasa tercurahkaan untuk baginda Nabi
Muhammad SAW,yang kita nantikan syafaatnya di Yaumul Kiyamah.
Ucapan terimakasih pula
penyusun sampaikan kepada :
1. Ayah dan Ibu yang
senantiasa memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.
2. Bapak Muhammad Ghufron,
M.S.I, selaku dosen matakuliah Tafsir Tarbawi I, yang telah memberikan amanah untuk menyelesaikan tugas ini
3. Teman-teman yang
senantiasa memberikan masukan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari ,
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
memiliki banyak kekurangan. Baik dari segi penyusunan dan pemilihan kata . Oleh
karena itu, penulis mengharap saran dan kritik dari pembaca yang membangun
,sebagai bahan evaluasi agar dalam tahap penyusunan lebih baik lagi.
Semoga makalah tafsir
tarbawi ini bermanfaat bagi masyarakat luas pada umumnya, dan bagi para
mahasiswa khususnya.
Pekalongan, 26 November 2016
Penyusun
Lamia Safitri
2021115359
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Di dalam Al
Qur’an ada ayat-ayat tentang pendidikan atau tarbiyah, baik secara tersirat
maupun tersurat.Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi Sumber Daya
Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran.Ada dua buaj konsep kependidikan yang
berkaitan dengan lainnya, belajar (learning) dan pembelajaran(instruction).Konsep
belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran berakar pada
pihak pendidik.
Mengajar merupakan
istilah kunci yang hampir tak pernah
luput dari pembahasan mengenai pendidikan karena keeratan hubungan antara
keduanya. Metode mengajar dalam dunia pendidian perlu dimiliki oleh pendidik,
karena keberhasilan Proses Belajar Mengajar (PBM) bergantung pada cara mengajar
gurunya. Jika cara mengajar gurunya enak menurut siswa, maka siswa akan tekun,
rajin, antusias menerima pelajaran yang diberikan, sehingga diharapkan akan
terjadi prubahan dan tingkah laku pada siswa baik tutur katanya, sopan
santunnya, motorik dan gaya hidupnya.
B.
Judul Makalah
Sesuai dengan
yang sudah di tugaskan oleh Bapak dosen Muhammad Hufron, selaku dosen pengampu
mata kuliah Tafsir Tarbawi 1.Memberikan Judul ‘‘Metode Pendidikan Khusus “Metode Dialogis”(QS. Ash-Shaffat: 102)’’ adapun kajian
yang di bahas dalam makalah ini mengenai ‘’Metode Dialogis’’.
C.
Nash dan Terjemahan Qs. Ash- Shaffat ayat 102
فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ
أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ
سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٠٢
102.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!"Ia menjawab: "Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar"
D.
Arti penting pengkajian materi
Dalam Al-Qur’an
Surat Ash-Shaffat ayat 102 dapat dipahami meneladani kisah Nabi Ibrahim a.s.
dalam melakukan interaksi pendidikan terhadap Nabi Ismail a.s. Nabi Ibrahim
yang dijuluki “Khalilullah” (kekasih Allah) memberikan keteladanan yang luar
biasa dalam melakukan pendidikan
terhadap keluarga dan
anak-anaknya. Karena dari kisah-kisah beliau dapat
kita ambil pelajarannya
sampai sekarang.
Keberhasilan
Nabi Ibrahim a.s membina keluarga
bahagia sejahtera ditunjukkan oleh banyak indikator, diantaranya adalah dialog
atau interaksi antara bapak dan anak yang tidak pernah putus sepanjang hayat.Salah
satu kisah teladan beliau dalam melakukan dialog atau interaksi pendidikan
Islam terhadap Nabi Ismail adalah kisah penyembelihan qurban yang dinarasikan
dalam kitab suci Al Qur’an surat Ash-Shaffat ayat 102 dari kisah itu tersirat
beberapa nilai spiritual yang sangat luhur. Bukan saja mendasari kesejahteraan
keluarga Nabi Ibrahim a.s tetapi juga menghembuskan angin segar bila sebuah
pendidikan Islam itu dapat meneladani kisah beliau bersama Nabi Ismail a.s.
Karena beliau memiliki karakter pendidik
yang sangat demokratis sehingga dapat
menciptakan anak didik yang sangat patuh, dan sikap patuh tersebut
adalah salah satu kunci keberhasilan dalam pendidikan Islam.
Dalam surat
Ash-Shaffat ayat 102
Nabi Ibrahim telah berhasil
melakukan interaksi pendidikan Islam karena beliau telah meyakinkan Nabi Ismail
untuk rela dijadikan qurban. Tentunya dalam mendidiknya tersebut beliau
menggunakan metode dan bahasa yang tepat yang mudah difahami oleh si anak.
Agar anaknya dapat
menerima dengan baik
dan melaksanakan perintah Allah
tanpa merasa terbebani.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teori
1.
Pengertian Metode
Kata metode berasal dari bahasa latin methodos
yang berarti jalan yang harus dilalui. Dalam kamusbahasa indonesia kontemporer
disebutkan bahwa metode merupakan cara yang teratur dan ilmiah dalam mencapai
maksud untuk memperoleh ilmu atau juga merupakan cara mendekati, mengamati,
menganalisis dan menjelaskan suatu fenomena dengan menggunakan landasan teori.[1]
2. Pengertian Dialog
Kata dialog (dialogue) berasal dari kata “di” artinya “dua”, lawan dari
dialog adalah “monolog” (monologue) dari kata “mono” artinya “satu”. Dari sudut
pandang ilmu komunikasi dialog merupakan komunikasi dua arah, dan monolog
merupakan komunikasi satu arah.
Dialog dapat diartikan sebagai “percakapan”
dan “cara berhubungan” antarpersonal. Dialog merupakan proses komunikasi kecil
di mana para peserta dapat mengatakan atau mendengar sesuatu yang mereka belum
pernah katakan dan dengar sebelumnya, dan dari situah bertumbuh perubahan sikap
saling memberi dan menerima di antara mereka. Dialog merupakan salah satu
pendekatan dalam komunikasi yang menekankan sikap dan perilaku, mendengarkan,
belajar, dan menembangkan pemahaman bersama.[2]
3. Pengertian metode dialogis
Metode dialogis adalah metode yang disajikan
dalam bentuk dialog atau percakapan antara dua orang ahli atau lebih
berdasarkan argumentasi-argumentasi yang bisa di pertanggung jawabkan secara
ilmiah.[3]
B. Penafsiran QS.
Ash-Shaffat ayat 102
1. Tafsir Al-Misbah
فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ
أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ
سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٠٢
Maka tatkala ia telah mencapai usia berusaha bersamanya,
ia berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!”Ia menjawab: “Hai bapakku,
laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; engkau akan mendapatiku insya
Allah termasuk para penyabar.”
Ayat sebelum ini menguraikan janji Allah kepada Nabi Ibrahim
as.Tentang perolehan anak. Demkianlah hingga tiba saatnya anak tersebut lahir
dan tumbuh berkembang, maka tatkala ia yakn sang anak itu telah mencapai usia
yang menjadikan ia mampu berusaha bersamanya yakni bersama Nabi Ibrahim, ia
yakni Nabi Ibrahim berkata sambil memanggil anaknya dengan panggilan mesra: “Hai
anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu dan engkau
tentu tahu bahwa mimpi para nabi adalah wahyu Ilahi. Jika demikian itu halnya,
maka pikirkanlah apa pendapatmu tentang mimpi yang merupakan perintah Allah
itu!”Ia yakni sang anak menjawab dengan penuh hormat: “Hai bapakku,
laksanakanlah apa saja yang sedang dan akan diperintahkan kepadamu termasuk
perintah menyembelihku; engkau akan mendapatiku insya Allah termasuk kelompok
para penyabar.”
Nabi Ibrahim as.Menyampaikan mimpi itu kapada anaknya. Ini agaknya
karena beliau memahami bahwa perintah tersebut tidak dnyatakan sebagai harus
memaksakannya kepada sang anak. Yang perlu bahwa ia brkehendak melakukannya.
Bila ternyata sang anak membangkang, maka itu adalah urusan ia dengan Allah. Ia
ketika itu akan dinilai durhaka, tidak ubahnya dengan anak Nabi Nuh as. Yang
membangkang nasihat orang tuanya.
Ayat diatas menggunakan bentuk kata kerja mudhari’ (masa kini dan
datang) pada kata-kata (أري)
ara/ saya melihat dan (أذبحك)
adzbahuka/ saya menyembelihmu. Demikian juga kata (تؤمر) tu’mar/ diperintahkan. Ini untuk mengisyaratkan bahwa apa yang
beliau lihat itu seakan-akan masih terlihat hingga saat penyampaiannya itu.
Sedang penggunaan bentuk tersebut untuk kata menyembelihmu untuk mengisyaratkan
bahwa perintah Allah yang dikandung mimpi itu belum selesai dilaksanakan,
tetapi hendaknya segera dilaksanakan. Karena itu pula jawaban sang anak
menggunakan kata kerja masa kini juga untuk mengisyaratkan bahwa ia siap, dan
bahwa hendaknya sang ayah melaksanakan perintah Allah yang sedang maupun yang akan diterimanya.
Ucapan sang anak: (افعل ما تؤمر) if’al ma tu’mar/ laksanakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu, bukan berkata: “sembelihlah aku”, mengisyaratkan sebab
kepatuhannya, yakni karena hal tersebut adalah peritah Allah swt. Bagaimanapun
bentuk, cara dan kandungan apa yang diperintahkan-Nya, maka ia sepenuhnya
pasrah. Kalimat ini juga dapat merupakan obat pelipur lara bagi keduanya dalam
menghadapi ujian berat itu.
Ucapan sang anak: (ستجدني إن شاءاللّه من الصّابرين) satajiduni insya Allah min ash-shabirin/
engkau akan mendapatiku insya Allah termasuk para penyebar, dengan mengaitkan
kesabarannya dengan kehendak Allah, sambil menyebut terlebih dahulu
kehendak-Nya, menunjukkan
betapa tinggi akhlak dan sopan santun sang anak kepada Allah awt. Tidak dapat
diragukan bahwa jauh sebelum peristiwa ini pastilah sang ayah telah menanamkan
dalam hati dan benak anaknya tentang keesaan Allah dan sifat-sifat-Nya yang
indah serta bagaimana seharusnya bersikap kepada-Nya. Sikap dan ucapan sang
anak yang direkam oleh ayat ini adalah buah pendidikan tersebut.[4]
2.
Tafsir Al-Azhar
“Maka setelah sampai anak itu dapat berjalan bersamanya.” (pangkal
ayat 102). Anak yang sudah dapat berjalan bersama ayahnya ialah di antara usia
10 dengan 15 tahun. Keadaan itu ditonjolkan dalam ayat ini, untuk menunjukkan
batapa tertumpahnya kasih Ibrahim kepada anak itu.
Suatu waktu dibawalah Ismail oleh Ibrahim berjalan bersama-sama.Di tengah
jalan, “berkatalah dia: “sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwasannya aku
menyembelih engkau. Maka fikirkanlah, apa pendapatmu!”
Dengan kata-kata yang halus mendalam, si ayah berkata kepada si anak,
yaitu ayah yang telah tua, berusia lebih dari 90 tahun, dan anak yang dihadapi
adalah anak yang berpuluh tahun lamanya ditunggu-tunggu, dan sangat diharapkan.
Dalam pertanyaan ini Tuhan telah membayangkan kepada ita bagaimana seorang
manusia yang terjadi dari darah dan daging, sebab itu merasa juga sedih dan
rawan, tetapi tidak sedikit juga ragu atau bimbang bahwa dia adalah Nabi!
Disuruhnya anaknya memikirkan mimpinya itu dan kemudian diharapnya
anaknya menyatakan pendapat.
Tentu Ismail sejak dari mulai tumbuh akal telah mendengar, baik
dari ibu nya sendiri Hajar, atau daru orang lain di sekelilingnya,
khadam-khadam dan orang-orang yang mengelilingi ayahnya, sebab ayahnya pun
seorang yang mampu, telah didengarnya jua siapa ayahnya. Tentu sudah didengarnya
bagaimana ayah itu bersedia dibakar, malahan dengan tidak merasa ragu sedikit
jua pun dimasukinya api yang sedang nyala itu, karena dia yakin bahwa pendirian
yang dia pertahankan adalah benar. Demikian pula mata-mata rantai dari
percoabaan hidup yang dihadapi oleh ayahnya, semuanya tentu sudah diketahuinya.
Dan tentu sudah didengarnya juga bahwasanya mimpi ayahnya bukanlah semata-mata
apa yang disebut rasian, yaitu khayalan kacau tak tentu ujung pangkal yang
dialami orang sedang tidur. Oleh sebab itu tidaklah lama Ismail nmerenungkan
dan tidaklah lama dia tertegun buat mengeluarkan pendapat.
“berkata dia: yaitu Ismail “Ya ayahku! Perbuatlah apa yang
diperintahkan kepada engkau. Akan engkau dapati aku Insya Allah termasuk orang
yang sabar.” (ujung ayat 102).
Alangkah mengharukan jawaban si anak. Benar-benar terkabul doa
ayahnya memohon diberi keturunan yang terhitung orang yang shalih. Benar-benar
tepat apa yang dikatakan Tuhan tentang dirinya, yaitu seorang anak yang sangat
penyabar. Dia percaya bahwa mimpi ayahnya adalah wahyu dari Allah, bukan mimpi
sebarang mimpi. Sebab itu dianjurkannya ayahnya melaksanakan apa yang
diperintahkan. Bukanlah dia berkata agar ayahnya memperbuat apa yang bertemu
dalam mimpi.[5]
3.
Tafsir Ibnu Katsir
فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ
أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ
سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٠٢
Maka tatkala anak itu telah sanggup berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu.Maka pikirkanlah apa pendapatmu!”Maka anaknya itu
menjawab, “Hai bapakku!Kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu, insya
Allah, kamu akan mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar.” (102)
Firman Allah Ta’ala, “Maka tatkala anak itu
telah sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim,” yaitu menjadi besar dan dewasa
serta dapat pergi bersama ayahnya dan sanggup melaksanakan pekerjaan yang
dikerjakan oleh ayahnya, Ibrahim berkata, “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat
dalam mimi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”
Sesungguhnya Ibrahim memberitahukan kepada anaknya dengan cara seperti itu agar lebih mudah dterima oleh anaknya dan
dengan maksud menguji kesabaran, ketuguhan, dan keistiqamahan anaknya di kala
masih kecil dalam menaaati Allah dan menaati ayahnya. Maka dia menjawab, “Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu, yakni laksanakanlah
perintah Allah untuk menyembelihku itu, Insya Alllah, kamu akan mendapatkanku
termasuk orang-orang yang sabar,” Aku akan bersabar dan mengharapkan pahala-Nya
dari sisi-Nya.
Kemudian Ismail, semoga shalawat dan rahmat Allah tercurah
kepadanya, telah melakukan janjinya itu dengan benar, sebagaimana firman-Nya, “Dan
ingatlah di dalam kitab itu tentang Ismail. Sesungguhnya dia adalah benar dalam
janjinya.Dan dia adalah seorang rasul lagi seorang nabi.Memerintahkan
keluarganya untuk menegakkan shalat.Dan dia di sisi Tuhannya direstui.”[6]
C.
Aplikasi dalam Kehidupan
1.
Mengarahkan anak kepada jalan yang di ridhoi Allah
2.
Mendidik melalui pembiasaan anak untuk melakukan kebaikan
3.
Memberikan motivasi kepada anak
4.
Mengajarkan pelajaran tauhid kepada anak
5.
Sabar dan ridho terhadap takdir Allah
6.
Mengajarkan kasih sayang dan menghormati
D.
Aspek Tarbawi
1.
Untuk mengetahui interaksi pendidikan islam yang dilakukan Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail
2.
Memberikan masukan kepada orang tua atau guru tentang bagaimana
melakukan interaksi pendidikan terhadap anaknya sesuai dengan tuntunan di dalam
Al-Qur’an
3.
Memberikan masukan kepada orang tua atau guru agar dapat mencontoh
islam dalam mendidik anak
4.
Memberikan pengetahuan tentang keteladanan sosok seorang ayah dan
seorang anak yang sangat beriman, taat, tawakkal dan taqwa kepada Allah dan
sabar dalam menghadapi cobaan
5.
Cara dialog akan melatih berargumentasi, kesabaran dan ketangguhan
sehingga akan ditemukan kesamaan persepsi tentang visi dan misi pendidikan
6.
Tercipta interaksi pendidikan yang harmonis
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Metode dialogis adalah metode yang disajikan
dalam bentuk dialog atau percakapan antara dua orang ahli atau lebih
berdasarkan argumentasi-argumentasi yang bisa di pertanggung jawabkan secara
ilmiah.
Ayat al-qur’an yang berkaitan dengan metode
pembelajaran dan mengajar dalam perspektif al-qur’an salah satunya terdapat
pada surat ash-shaafat ayat 102. Di dalam surat ash-shaafat ayat 102
menerangkat metode dialogis dengan dialog antara nabi ibrahim dan nabi ismail.
Daftar Pustaka
Ar-rifa’i Muhammad Nasib. 2000. Taisiru
Al-aliyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 4. Jakarta:Gema Insani Press.
Hamka. 1994.Tafsir Al Azhar Juzu’ XXIII.
Jakarta:Pustaka Panjimas.
(diakses pada tanggal 26 November 2016 pukul
09.00)
Liliweri Alo. 2011. Komunikasi Serba Ada
Serba Makna. Jakarta:Kencana Prenada Media Grup.
M. Quraish Shihab. 2006. Tafsir Al-Misbah
Pesan, Kesan dan keserasian Al-qur’an. Jakarta:Lentera Hati.
Suprihatiningrum Jamil. 2013. Strategi
Pembelajaran Teori dan Aplikasi. Jogjakarta:Ar-ruz Media
Profil
Nama: Lamia Safitri
Nim :2021115359
Alamat : Ds. Ambokembanggg 6 Kedungwuni pekalongan
Tanggal lahir: Pekalongan, 6 Mei 1996
Riwayat pendidikan :
-
MI Walisongo Ambokembang 01
-
SMP Islam
Walisongo kedungwuni
-
MAN 02 Pekalongan
-
IAIN Pekalongan (masih semester 3)
[1]Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran
Teori dan Aplikasi (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media,2013) hlm 154
[2]Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada serba Makna
(Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2011) hlm 397
[3]http://yayangnurenida.blogspot.in/2012/02/metode-pemikiran-pendidikan-islam.html (diakses pada tanggal 26 November 2016 pukul 09.00)
[4]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan
dan Keserasian Al-qur’an (Jakarta:Lentera Hati,2002) hlm 63
[5]Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ XXIII
(Jakarta:Pustaka Panjimas, 1994) hlm 143-144
[6]M. Nasib Ar-Rifa’i, Taisiru Al-Aliyyul Qadir Li
Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4 (Jakarta:Gema Insani Press,2000) hlm
39-40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar