METODE PENDIDIKAN “KHUSUS”
“METODE HADIAH DAN HUKUMAN”
(QS. IBRAHIM, 14: 7)
Nadia Anasia (2021115361)
Kelas
C
FAKULTAS TARBIYAH/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji
syukur kehadirat Allah SWT., atas segala nikmat dan karunia-Nya, makalah yang
berjudul “Metode Hadiah Dan Hukuman” ini dapat diselesaikan.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad saw, keluarga, kerabat, dan para sahabatnya.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari
berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis
serta dosen pengampu yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan
yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini
bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik
lagi.
Disamping itu apabila dalam makalah
ini didapati kekurangan dan kesalahan, baik dalam pengetikan maupun isinya,
maka penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini. Semoga makalah ini bermanfaat,
serta menambah pengetahuan dan meningkatkan kecerdasan bagi baik untuk pribadi,
teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi
atau mengambil hikmah dari judul ini.
Pekalongan, 27 November 2016
Nadia
Anasia
(2021115361)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peringatan dan
perbaikan terhadap anak bukanlah tindakan balas dendam yang didasari amarah,
melainkan suatu metode pendidikan yang didasari atas rasa cinta dan kasih
sayang. Apabila kita dapati sebagian anak mudah dibina dan sebagian lain sulit
dibina, sebagian giat belajar dan sebagian lain sangat malas belajar, sebagian
mereka belajar untuk maju dan sebagian lain belajar hanya untuk terhindar dari
hukuman.”
Sebenarnya sifat-sifat
buruk yang timbul dalam diri anak di atas bukanlah lahir dan fitrah mereka.
Sifat-sifat tersebut terutama timbul karena kurangnya peringatan sejak dini
dari orangtua dan para pendidik. Semakin dewasa usia anak, semakin sulit pula
baginya untuk meninggalkan sifat-sifat buruk. Banyak sekali orang dewasa yang
menyadari keburukan sifat-sifatnya, tapi tidak mampu mengubahnya. Karena
sifat-sifat buruk itu sudah menjadi kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan.
Maka berbahagialah para orangtua yang selalu memperingati dan mencegah anaknya
dari sifat-sifat buruk sejak dini, karena dengan demikian, mereka telah
menyiapkan dasar yang kuat bagi kehidupan anak di masa mendatang.”
Kesalahan besar
apabila menyepelekan kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan anak, karena
kebakaran yang besar terjadi sekalipun berawal dari api yang kecil. Maka bila
orangtua mendapati anaknya melakukan kesalahan, seperti berkata kasar misalnya,
hendaknnya langsung memperingatinya.
Setelah
mengetahui arti penting peringatan dan perbaikan bagi anak, maka para orangtua
dan pendidik harus mengerti metode yang diajarkan Rasulullah SAW dalam
peringatan dan perbaikan anak. Dalam dunia pendidikan, metode ini disebut
dengan metode ganjaran (reward) dan hukuman (punishement). Dengan metode tersebut
diharapkan agar anak didik dapat termotivasi untuk melakukan perbuatan positif
dan progresif.
Metode tersebut adalah metode yang efektif sebagai alat untuk
meningkatkan kesadaran dan kehati-hatian peserta didik, agar tetap dalam
jalan-Nya. Hanya saja, dalam memberikan kedua metode ini harus memberikan
teknik dan pendekatan yang tepat. Teknik dan pendekatan yang salah, dapat
mengakibatkan kedua metode tersebut tidak memberi manfaat atau pun hasil
apa-apa.
B.
Judul Makalah
Dalam kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang
“Metode Hadiah dan Hukuman” yang termaktub dalam QS. Ibrahim, 14: 7.
Menyesuaikan dengan tugas yang telah penulis terima.
C.
Nash dan Terjemah
وَإِذۡ
تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ إِنَّ
عَذَابِي لَشَدِيدٞ ٧
7.
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" ( QS. Ibrahim, 14: 7)
D.
Arti Penting
Surat Ibrahim ayat 7 perlu untuk dikaji karena ayat ini
menjelaskan tentang betapa pentingnya mempelajari metode hadiah dan hukuman, karena realita yang
terjadi di jenjang pendidikan ini banyak yang belum mampu untuk memahaminya
secara jelas dan mendalam dan sering di salah artikan oleh peserta didik
akibatnya bila seorang pelajar atau mahasiswa yang mendapat hadiah itu
berlebih-lebihan, barangkali menganggap kemampuannya itu terlalu tinggi, atau
mungkin orang lain, atau teman lainnya dianggapnya lebih rendah. Atau pelajar yang
mendapat hukuman mungkin akan membenci guru bidang studi dan sekaligus bidang
studi yang diajarkannya serta bila mereka belajar untuk maju dan sebagian lain
belajar hanya untuk terhindar dari hukuman. Selain di salah artikan oleh
peserta didik, kasus pendidik memberikan hukuman yang berlebihan terhadap siswa
dengan cara kekerasan, yang ironisnya dilakukan oleh guru mereka sendiri. Niat
guru ingin memberikan hukuman agar siswa tidak melakukan kesalahan yang sama
dan dapat memperbaiki kesalahannya. Namun, cara yang digunakan sangat tidak
sesuai dengan etika sebagai guru dan pastinya sangat bertentangan dengan
nilai-nilai kependidikan, khususnya Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Metode dalam bahasa Arab disebut dengan al-thariq, artinya jalan.
Jalan adalah sesuatu yang dilalui supaya sampai ke tujuan. Mengajarkan materi
pelajaran agar dapat diterima peserta didik hendaknya menggunakan jalanyang
tepat, atau bahasa yang lebih tepatnya cara dan upaya yang dipakai pendidik.
Metode pendidikan adalah berbagai cara yang digunakan pendidik agar materi yang
diajarkan dapat diterima oleh peserta didik.[1]
Hadiah, bahasa Inggrisnya reward yang artinya ganjaran,
upah, memberikan penghargaan. Reward dalam pandangan Barat dan Islam ada
suatu kesamaan yang mana reward itu merupakan suatu penghargaan yang
didapatkan oleh seseorang, karena suatu perbuatan, sikap, atau tingkah laku
positifnya, baik penghargaan yang sifatnya materi maupun non materi. Reward
diberikan untuk meningkatkan stimulus agar prestasinya dapat dipertahankan,
bahkan ditingkatkan.[2] Dalam
pandangan Islam/bahasa Arab hadiah diistilahkan dengan “tsawab” = ganjaran,
didapatkan dalam Al-Qur’an menunjukkan apa yang diperbuat oleh seseorang dalam
kehidupan ini atau diakhirat kelak karena amal perbuatan yang baik. Sebagaimana
dikutip Tibawi: “Nabi Muhammad SAW mengakui pendidik dan si terdidik pencari
ilmu pengetahuan, sebagai rahmat yang akan menerima ganjaran Allah”. Ganjaran
atau pahala merupakan sesuatu yang sangat diharapkan dan Allah memberi ganjaran
kepada setiap orang yang melakukan perbuatan menuntut ilmu yang tidak pernah
kenal usai. Guru diharapkan mengikuti makna-makna dalam rangka memberi ganjaran
atau pujian yang akan bermanfaat lebih menarik perhatian. Ganjaran-ganjaran
yang diberikan dengan mudah terhadap suatu perbuatan sehingga bisa diharapkan
akan dapat menghilangkan akibat-akibat yang tidak baik. Perlu juga
diperhatikan, bahwa pemberian ganjaran bukan tanpa akibat sampingan yang
negatif. Seorang pelajar atau mahasiswa yang mendapat ganjaran, barangkali
menganggap kemampuannya itu terlalu tinggi, atau mungkin orang lain, atau teman
lainnya dianggapnya lebih rendah. Apabila memberi hadiah atau ganjaran itu
berlebih-lebihan, itu tidak dikehendaki karena berakibat negatif atau tidak
baik. Oleh karena itu, guru-guru atau para pendidik diharapkan dapat
meninggalkan dari konsekuensi yang berat hanya karena pemberian ganjaran atau
hadiah kepada anak didiknya.[3]
Hukuman dalam bahasa Inggris disebut punishment. Punishment
berasal dari kata punish yang artinya menghukum, menyiksa, kemudian punishment
merupakan kata benda yang diartikan sebagai hukuman, siksaan, perlakuan yang
amat kasar. Sementara menurut istilah punishment adalah suatu bentuk
kerugian atau kesakitan yang ditimpakan kepada orang yang berbuat salah. Dalam
bahasa Arab hukuman disebut ‘iqab. Maksudnya sesuatu yang menyakitkan
yang dijatuhkan bagi orang yang melanggar disiplin. Dalam hubungannya dengan
pendidikan Islam, ‘iqab berarti; alat pendidikan preventif an refresif
yang tidak menyenangkan atau imbalan dari perbuatan yang tidak baik dari
peserta didik. Menurut konsep Barat maupun membuat konsep Islam dapat dipahami
bahwa menurut keduanya, punishment adalah sesuatu sikap, ucapan, tindakan
yang tidak menyenangkan yang ditimpakan kepada seseorang akibat perbuatan salah
yang ia lakukan yang bertujuan untuk menyadarkannya dari perbuatan salahnya.[4]
Sebagai alat pendidikan hukuman hendaknya (a) senantiasa merupakan jawaban atas
suatu pelanggaran, (b) sedikit-anyaknya selalu bersifat tidak menyenangkan, dan
(c) selalu bertujuan ke arah perbaikan. Hukuman itu hendaknya diberikan untuk
kepentingan anak itu sendiri. Hukuman boleh jadi akan membawa akibat negatif.
Pelajar mungkin akan membenci guru bidang studi dan sekaligus bidang studi yang
diajarkannya.
Prinsip pokok dalam mengaplikasikan pemberian hukuman yaitu bahwa
hukuman adalah jalan yang terakhir dan harus dilakukan secara terbatas serta
tidak menyakiti anak didik. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk
menyadarkannya dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan. Setiap pendidik
hendaknya memperhatikan syarat-syarat dalam pemberian hukuman, yaitu (a)
pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, kasih, dan sayang; (b) harus
didasarkan kepada alasan “keharusan; (c) harus menimbulkan kesan dihati anak;
(d) harus menimbulkan keinsyafan juga penyesalan; dan (e) diikuti dengan
pemberian maaf, harapan, serta kepercayaan.[5]
Metode hadiah dan hukuman adalah metode yang efektif sebagai alat
untuk meningkatkan kesadaran dan kehati-hatian peserta didik, agar tetap dalam
jalan-Nya. Hanya saja, dalam memberikan kedua metode ini harus memberikan
teknik dan pendekatan yang tepat. Teknik dan pendekatan yang salah, dapat mengakibatkan
kedua metode tersebut tidak memberi manfaat atau pun hasil apa-apa.[6]
B. Tafsir
QS. Ibrahim Ayat 7
1.
Tafsir Al-Maragi
وَإِذۡ تَأَذَّنَ رَبُّكُمۡ
Dan ingatlah, hai Bani Israil,
ketika Allah memaklumkan janji-Nya kepada kalian dengan berfirman:
لَئِن شَكَرۡتُمۡ
لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ
“Jika
kalian mensyukuri nikmat penyelamatan dll yang Aku berikan kepada kalian,
dengan mentaati-Ku dalam segala perintah dan larangan-Ku, niscaya Aku menambah
nikmat yang telah Kuberikan kepada kalian.”
Pengalaman
menunjukkan, bahwa setiap kali anggota tubuh yang digunakan untuk bekerja dilatih
dengan terus menerus dengan pekerjaan, maka bertambahlah kekuatannya; tetapi
apabila diberhentikan dari kerja, maka akan lemahlah dia. Demikian halnya
dengan nikmat: apabila digunakan dalam perkara yang untuk itu ia diberikan,
maka akan tetaplah ia: tetapi apabila diabaikan, maka akan hilanglah ia.
وَلَئِن كَفَرۡتُمۡ
Akan tetapi, jika kalian kufur dan ingkar kepada nikmat-nikmat
Allah, serta tidak memenuhi hak nikmat tersebut, seperti bersyukur kepada Allah
yang memberikan nikmat itu…
إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٞ
… maka sesungguhnya azabKu amat pedih.
Yaitu, dengan tidak memberikan nikmat itu kepada kalian dan merampas
buah-buahan dari kalian, di dunia dan di akhirat, dengan ditimpakannya azab
yang kalian tidak akan sanggup menanggungnya.
Kemudian, Allah menjelaskan bahwa
manfaat kesyukuran dan bahaya kekufuran akan kembali kepada orang yang
mensyukuri atau orang yang kafir kepada nikmat itu sendiri.[7]
2.
Tafsir Al-Mishbah
Ayat di atas
secara tegas menyatakan bahwa jika bersyukur maka pasti nikmat Allah akan
ditambahnya, tetapi ketika berbicara tentang kufur hanya menegaskan bahwa siksa
Allah pedih. Jika demikian, penggalan akhir ayat ini dapat dipahami sekedar
sebagai ancaman. Disisi lain, tidak tertutup kemungkinan keterhindaran dari
siksa duniawi bagi yang mengkufuri nikmat Allah, bahkan boleh jadi nikmat
tersebut ditambah-Nya dalam rangka mengulur kedurhakaan. Hakikat syukur adalah
menampakkan nikmat antara lain menggunakannya pada tempatnya dan sesuai dengan
yang dikehendaki pemberinya, juga menyebut-nyebut pemberinya dengan baik. Ini
berarti setiap nikmat yang diangerahkan Allah, menuntut perenungan, untuk apa
dianugerahkan-Nya, lalu menggunakan nikmat tersebut sesuai dengan tujuan
penganugerahannya.[8]
3.
Tafsir Ibnu Katsier
Allah SWT. berfirman mengisahkan Nabi Musa
tatkala mengingatkan kaumnya atas nikmat-nikmat Allah yang dikaruniakan kepada
mereka, bagaimana mereka telah diselamatkan dan dibebaskan dari kekejaman dan
keganasan Fir’aun yang telah menimpakan atas mereka bermacam-macam siksaan dan
hinaan, membunuh anak laki-laki mereka dan membiarkan anak-anak perempuan saja
yang terus hidup. Semuanya itu merupakan cobaan yang besar dari Allah, sedang
dibebaskannya dari semua itu adalah merupakan nikmat dan karunia Allah.[9]
C.
Aplikasi dalam kehidupan
Mensyukuri
nikmat menuntut kerja keras sehingga apa yang diinginkan dapat diraih. Dan
perlu diingat bahwa semakin giat seseorang bekerja. Dan semakin bersahabat dia
dengan lingkungannya, semakin banyak pula yang dinikmatinya. Demikian syukur
menambah nikmat.
Di
sisi lain, di alam raya termasuk di perut bumi, terdapat sekian banyak nikmat
Allah yang terpendam, ia harus disykuri dalam arti “digali” dan dinampakkan.
Menutupinya atau dengan kata lain mengkufurinya dapat mengundang kekurangan
yang melahirkan kemiskinan, penyakit, rasa lapar, cemas, dan takut.
D. Aspek Tarbawi
1.
Barangsiapa
bersyukur kepada Allah atas rezeki yang dilimpahkan padanya, maka Allah akan
melapangkan rezekinya.
2.
Barangsiapa
bersyukur kepada-Nya atas ketaatan kepada-Nya, maka Dia akan menambahkan
ketaatannya.
3.
Barangsiapa
yang bersyukur atas nikmat kesehatannya yang dilimpahkan padanya, maka Dia akan
menambah kesehatannya. Demikian halnya dengan nikmat-nikmat yang lain.
4.
Hendaknya
pendidik memberikan hukuman di dasari atas rasa cinta dan kasih sayang, selalu
bertujuan ke arah perbaikan dan diberikan untuk kepentingan anak itu sendiri.
5.
Hendaknya
peserta didik jika mendapatkan hadiah tidaklah bersikap sombong akan tetapi
tetap rendah diri atas reward yg telah didapatkannya.
6.
Hadiah dan
hukuman mempunyai nilai mendidik.
7.
Reward
berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi berbuat baik dan untuk memperkuat
perilaku yang lebih baik.
8.
Hendaknya
hukuman menimbulkan keinsyafan juga penyesalan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Metode pendidikan adalah berbagai cara yang digunakan pendidik agar
materi yang diajarkan dapat diterima oleh peserta didik. Reward
dalam pandangan Barat dan Islam ada suatu kesamaan yang mana reward itu
merupakan suatu penghargaan yang didapatkan oleh seseorang, karena suatu
perbuatan, sikap, atau tingkah laku positifnya, baik penghargaan yang sifatnya
materi maupun non materi. Menurut konsep
Barat maupun membuat konsep Islam dapat dipahami bahwa menurut keduanya,
punishment adalah sesuatu sikap, ucapan, tindakan yang tidak menyenangkan
yang ditimpakan kepada seseorang akibat perbuatan salah yang ia lakukan yang
bertujuan untuk menyadarkannya dari perbuatan salahnya. Metode hadiah dan hukuman adalah metode yang efektif sebagai alat
untuk meningkatkan kesadaran dan kehati-hatian peserta didik, agar tetap dalam
jalan-Nya. Hanya saja, dalam memberikan kedua metode ini harus memberikan teknik
dan pendekatan yang tepat. Teknik dan pendekatan yang salah, dapat
mengakibatkan kedua metode tersebut tidak memberi manfaat atau pun hasil
apa-apa.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Saleh. 1994. Teori-Teori
Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Al-Maragi,
Ahmad Mustafa. 1994. Tafsir Al-Maragi. Semarang: CV. Toha Putra Semarang
Bahreisy, Salim
dan Said Bahreisy. Tafsir Ibnu Katsier. Surabaya: PT. Bina Ilmu
Nizar, Samsul.
2011. Hadis Tarbawi. Jakarta: Kalam Mulia
Shihab, M.
Quraish. 2002. Tafsir Al Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Umar, Bukhari.
2014. Hadis Tarbawi. Jakarta: Amzah
PROFIL PENULIS
Nama : Nadia Anasia
TTL : Pekalongan, 09 Januari 1996
Alamat : Capgawen Utara, Kedungwuni, Pekalongan
Nama Orang Tua:
Ayah : H. Imron Kholiq
Ibu : Hj. Nafi’ah
Riwayat
Pendidikan:
SD : SDN 04 Kedungwuni
SMP : Mts N Buaran PKL
SMA : MAS Simbangkulon – Ponpes. Nurul
Huda Banat
S1 : IAIN Pekalongan (Semester Tiga )
[2] Ibid, hlm. 84-86.
[3] Abdurrahman
Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 1994), hlm. 221-223.
[4] Samsul Nizar, Op. Cit, hlm. 86-89.
[6] Samsul Nizar, Op. Cit, hlm. 93-94.
[7] Ahmad Mustafa Al-Maragi. Tafsir
Al-Maragi. (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1994), hlm. 240-242.
[8] M. Quraish Shihab, Tafsir
Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 22-23.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar