OBYEK
PENDIDIKAN LANGSUNG
“Kerabat
Sebagai Obyek Pendidikan Langsung”
QS.
Asy-Syu’araa ayat 214
MUHAMMAD
ARIF MAULANA
(2021115167)
Kelas
C
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA
PENGANTAR
Assalammu’alaikum
Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan
kehadiat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang. Karena karunia,
rahmat serta taufiq dan hidayahny-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas menyusun makalah yang berjudul “KERABAT SEBAGAI OBJEK PENDIDIKAN dalam
Q.S Asy-syu’araa ayat 214” untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi I ,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan. Penulis menyadari kekuangan
penulis di berbagai dan tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak maka
makalah ini tidak akan dapat penulis selesaikan tepat waktu. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku dosen
pengampu matakuliah Tafsir Tarbawi I.
2.Bapak dan Ibu
selaku kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moral, materiil
serta motivasinya.
3.Segenap staff
perpustakaan IAIN pekalongan yang telah memberikan bantuan referensi buku
rujukan.
4. Mahasiswa prodi PAI kelas A yang telah
memberikan bantuan, dukungan dan motivasinya. Serta,
5. Semua pihak yang telah memberikan dukungan
moral dan materiilnya.
Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan
keislaman khususnya untuk mata kuliah Tafsir Tarbawi I. Penulis juga menyadari
betul bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu
penulis mengharapkan dorongan, kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah ini dan dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb
Pekalongan,
08 November 2016
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Dalam
Islam, pendidikan sangatlah penting. Pendidikan merupakan salah satu hal yang
diamalkan untuk kelestarian serta pekembangan Islam. pendidikan sangat
diperlukan manusia, agar secara fungsional manusia mampu memiliki kecerdasan
(intelligence, spiritual, emotional) untuk menjalani kehidupannya dengan
bertanggung jawab, baik secara pribadi, sosial, maupun profesional. Dalam sebuah
pendidikan tentunya terdapat sebuah subyek, obyek dan sarana-sarana lain yang
sekiranya dapat membantu terselenggaranya sebuah pendidikan. Allah swt telah
memerintahkan kepada Rasul-Nya yang mulia, di dalam ayat-ayat yang jelas ini,
agar dia memberi peringatan kepada keluarga dan sanak kerabatnya kemudian
kepada seluruh umat manusia agar tidak seorangpun yang berprasangka jelek
kepada nabi, keluarga dan sanak kerabatnya. Dengan memberikan peringatan kepada
kelurga dan sanak kerabatnya, maka hal itu akan lebih bermanfaat dan seruannya
akan lebih berhasil.
B.
Judul
Objek
Pendidikan Langsung “kerabat sebagai objek pendidikan”
C. Nash
Q.S.
Asy-Syu’ara Ayat 214
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Artinya
: ”Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.
D.
Arti Penting
Dalam
Perspektif Al-Quran Surat Asy-Syu’ara Ayat 214 وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِين “Dan berilah peringatkan kepada kerabat-kerabatmu
yang terdekat” Dalam sebuah pendidikan tentunya terdapat ilmu pengetahuan,
adanya tujuan pendidikan, subjek pendidikan, metode pengajaran dan tentunya
terdapat objek pendidikan. Pendidikan tidak hanya terhenti pada sebuah
pengajaran, melainkan proses untuk mengarahkan dan mengevaluasi seseorang
sampai dia benar-benar memahami serta mengamalkan apa yang di ajarkan. Memberi
peringatan kepada keluarga dan sanak kerabat terlebih dahulu sebelum kemudian
kepada oang lain karena keluarga dan kerabat adalah orang-orang yang paling
dekat dengan kita, sehingga kita hendaknya menjadikan keluarga dan kerabat
terlebih dahulu menjadi objek pendidikan yang utama.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Dalam
kamus besar bahasa Indonesa diterangkan bahwa pendidik adalah orang yang
mendidik. Dari arti leksikal, kata pendidik secara fungsional menunjukkan
kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan,
keterampilan, pengalaman, pendidikan dan sebagainya.Orang yang melakukan
kegiatan seperti ini biasa dijumpai dimana dan kapan saja.Dirumah, yang
melakukan kegiatan dan tugas ini adalah kedua orang tua.Di sekolah, tugas
tersebut dilakukan oleh guru, dan di masyarakat dialkukan oleh
oragnisasi-organisasi pendidikan. Atas dasar ini, pendidikan itu bias kedua
orang tua, guru, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda dan sebagainya.[1]
Kata
pendidikan berasal dari kata didik dan mendidik. Secara etimologi mendidik
berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, dan pimpinan)
mengenai akhlaq dan kecerdasan pikiran. Secara bahasa dapat diartikan bahwa
pendidik adalah sebagai kegiatan seseorang dalam membimbing dan memimpin anak
menuju pertumbuhan dan perkembangan secara optimal agar dapat berdiri sendiri
dan bertanggung jawab.[2]
Pengertian
pendidikan seperti yang lazim dipahami sekarang belum terdapat di zaman nabi.
Tetapi usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh nabi dalam menyampaikan seruan
agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih
keterampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang
mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim, telah mencakup arti
pendidikan dalam pengertian sekarang. Orang arab Mekah yang tadinya penyembah
berhala, musyrik, kafir, kasar dan sombong maka dengan usaha dan kegiatan Nabi
mengislamkan mereka, lalu tingkah laku mereka berubah jadi penyembah Allah
Tuhan Yang Maha Esa, mukmin, muslim, lemah lembut, dan hormat pada orang lain.
Mereka telah berkepribadian muslim sebagaimana yang dicita-citakan oleh ajaran
islam. Dengan itu berarti Nabi telah mendidik, membentuk kepribadian yaitu
kepribadian muslim dan sekaligus berarti bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang
pendidik yang berhasil.[3]
Dan sebagaimana Allah
SWT telah memerintahkan kepada Rasul-Nya yang mulia, di dalam surat asy-syuara
ayat 214 “Dan berilah peringatkan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”.
agar dia memberikan peringatkan kepada keluarga dan sanak kerabat dulu kemudian
kepada seluruh umat manusia agar tidak seorang pun yang berprasangka jelek
kepada nabi, keluarga dan sanak kerabatnya.
B.
Tafsir
1.
Tafsir al- misbah
“Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang
yang mengikutimu, yaitu orang-orang mukmin”
Setelah
memerintahkan Nabi Muhammad SAW. Menghindari kemusyrikan yang tujuan utamanya
adalah semua yang berpotensi disentuh oleh kemusyrikan, kini ayat diatas
berpesan lagi kepada beliau bahwa: peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang
terdekat tanpa pilih kasih dan terhadap orang-orang yang bersungguh-sungguh
mengikutimu, yaitu orang-orang mukmin, baik kerabatmu maupun bukan. Bagi Ibn
‘Asyur, ayat ini tertuju kepada Nabi Muhammad SAW. Ia adalah uraian khusus
setelah ayat sebelumnya merupakan uraian umum menyangkut siapa saja. Demikian
tulisnya. Kata (عَشِيْرَةْ)‘asyirah berarti anggota suku yang
terdekat. Ia terambil dari kata (عاَشِرَ) ‘asyara yang berarti
saling bergaul karena anggota suku yang terdekat atau keluarga adalah
orang-orang yang sehari-hari saling bergaul. Kata (اْلأَقْرَبِيْنَ) al-aqrobin, yang
menyifati kata asyirah, merupakan penekanan sekaligus guna mengambil hati
mereka sebagai orang-orang dekat dari mereka yang terdekat. Kata (جَنَّاحْ) janah, pada
mulanya berarti sayap. Penggalan ayat ini mengilustrasikan sikap dan perilaku
seseorang seperti halnya seekor burung yang merendahkan sayapnya pada saat ia
hendak mendekat dan bercumbu kepada betinanya atau melindungi anak-anaknya.
Sayapnya terus dikembangkan dengan merendah dan merangkul serta tidak beranjak
meninggalkan tempat dalam keadaan demikian sampai berlalulnya bahaya. Dari
sisi, ungkapan itu dipahami dalam arti kerendahan hati, hubungan harmonis dan
perlindungan, serta ketabahan bersama kaum beriman, khususnya pada saat-saat
sulit dan krisis. Kata (اِتِّبَعِكَ) ittiba’akal mengikutimu, yakni
dalam melaksanakan tuntutan agama. Ibn asyur hanya memahami kata ini dalam arti
“beriman”, sedang penyebutan kata (الْمُؤْمِنِيْنَ) al-mu’minin menurutnya
untuk menjelaskan mengapa nabi saw diperintahkan untuk berendah hati kepada
mereka, seakan-akan ayat ini berkata: “hadapilah mereka dengan kerendahan hati
karena keimanan mereka.”[4]
2.
.Tafsir Ibnu Katsir
Allah
Ta’ala menyuruh manusia menyembah Dia semata, tanpa sekutu baginya-Nya. Dia
memberitahukan bahwa barangsiapa yang menyekutukan-Nya maka Dia akan
mengazabnya. Kemudian Dia menyuruh Rasulullah SAW. Agar memberi peringatan
kepada kerabat-kerabatnya yang terdekat dan bahwasanya tidak ada yang dapat
menyelamatkan para kerabat kecuali keimanan mereka kepada Tuhannya. Allah pun
menyuruh Rasulullah bersikap lembut kepada kaum mukmin yang mengikutinya , dan
hendaklah dia berlepas diri dari orang-orang yang menduharkainya, siapapun dia.
Karena itu, Allah Ta’ala berfirman, “jika mereka mendurhakaimu, maka
katakanlah,’Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu
kerjakan.’” Peringatan yang khusus ini tidaklah menegaskan peringatan yang
umum, namun merupakan bagian dari peringatan yang umum, sebagaimana firman
Allah Ta’ala,“Agar aku peringatkanmu dengan Al-Qur’an dan orang yang dapat
menerimannya.”[5]
3.
Tafsir Al-Maraghi
(وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ)
Takut-takutilah kaum-kerabatmu yang
terdekat dengan azab dan siksa Allah yang keras bagi orang yang kafir
kepada-Nya dan menyekutukan-Nya dengan yang lain.
Dalam
ayat-ayat terdahulu Allah telah menghibur hati rasul-Nya saw. Dan menegakkan
hujjah atas kenabiannya; kemudian menyajikan pertanyaan orang-orang yang ingkar
dan jawabannya terhadap mereka. Disini Allah menyuruh beliau untuk beribadah
kepada-Nya semata, memberi peringatan kepada kaum kerabatnya yang terdekat, dan
bergaul dengan kaum mu’minin dengan lembut-lembut. Kemudian, menutup seluruh
perintah ini dengan menyuruh beliau brtawakal kepada-Nya semata, karena Dia-lah
yang maha mengetahui tentang segala urusan dan keadaanya.
Bukhari
dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa ketika Allah menurunkan ayat
: wa anzir ‘asyiratakal-aqrabin, nabi saw. naik kebukit shafa lalu
berseru,”Wahai orang-orang, sudah pagi!” Orang-orang berkumpul kepadanya: ada
yang datang sendiri, adapula yang mengutus utusanya. Kemudian rasulullah saw.
berpidato, “wahai Bani Abdul Muttalib, wahai Bani Fihr, wahai Bani Lu’ay, apa
pendapat kalian jika aku memberitahu kalian bahwa dikaki bukit ini ada seekor
kuda yang hendak menyerang kalian, apakah kalian mempercayai aku?” mereka
menjawab,”ya, kami mempercayai anda.” Beliau bersabda, “sesungguhnya aku
memperingatkan kalian akan azab yang sangat keras.” Abu lahab berkata,
“Celakalah kamu untuk selama-lamanya! Apakah hanya untuk ini kamu memanggil
kami?” maka Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya: “Binasalah kedua tangan Abu
Lahab, dan sesungguhnya dia akan binasa.” (Al-Lahab,111:1).[6]
C. Aplikasi
Dalam Kehidupan Sehari-hari
Demikian ayat ini mengajarkan kepada Rasulullah SAW
dan umatnya untuk tidak pilih kasih dan bersikap adil. Dimana setiap peserta
didik mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Adapun peringatan
nabi terhadap keluarganya pada ayat diatas hanyalah merupakan sikap etis (birr)
terhadap sanak kerabatnya yang tidak berhenti dan menghalangi untuk berbuat
baik kepada orang lain.
Dalam sebuah pendidikan tentunya terdapat sebuah
subjek, objek dan sarana-sarana lain yang sekiranya dapat membantu
terselenggaranya sebuah pendidikan. Allah swt telah memerintahkan kepada
Rasul-Nya yang mulia, di dalam ayat yang jelas ini, agar dia memberikan
peringatan kepada keluarga dan sanak kerabatnya dulu kemudian kepada seluruh
umat manusia agar tidak seorang pun yang berprasangka jelek kepada nabi,
keluarga dan sanak kerabatnya, maka hal itu akan lebih bermanfaat dan seruannya
akan lebih berhasil.
Dalam menyampaikan sebuah pesan kepada peserta didik,
jika segala upaya dan cara telah ditempuh, ternyata belum menghasilkan apa yang
diharapkan oleh pendidik, maka pendidik harus sadar dan bersabar bahwa semuanya
adalah hak interogatif Allah SWT, kita sebagai pendidik cukup menjalankan tugas
dan kewajiban kita untuk mengajar dan mendidik. Adapun seterusnya kita
kembalikan kepada Allah SWT.
D. Aspek Tarbawi
1. Alquran Surat Asy-syu’ara:214 berisi
perintah menjadikan keluarga terlebih dahulu dalam arti sebagai objek
pendidikan yang utama. Baru kemudian kerabat jauh dan akhirnya seluruh manusia
seperti yang dijelaskan dalam hadits.
2. Lingkungankeluarga merupakan lingkungan
pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu peranan keluarga(orang tua) dalam
pengembangan kesadaran beragama anak sangatlah dominan.
3. Memberikan sesuatu apa yang kita miliki
baik tenaga, pikiran, jiwa dan semuanya dengan mengharap ridha Allah SWT tanpa
mengharapkan imbalan yang lebih di dunia ini.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan manusia hidup di dunia ini hanyalah semata-mata
untuk beribadah kepaada Allah. Salah satu bentuk ibadah kita kepada Allah
adalah mewujudkan pendidikan yang merupakan salah satu perintah dari Allah
kepada hambanya. Adapun subjek , objek dan kajian pendidikan sangatlah banyak.
Dan didalah pembahasan Al-Qur’an surat
asy-syu’ara 214 berisi perintah menjadikan keluarga terlebih dahulu dalam arti
sebagai objek pendidikan yang utama. Baru kemudian kerabat jauh dan akhirnya
seluruh manusia. Selain itu lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama
dan utama bagi anak, oleh itu peranan keluarga (orang tua) dalam pengembangan
kesadaran beragama anak sangatlah dominan. di surat Asy-syu’ara ayat 214 ini
mengajarkan pada seluruh umat untuk tidak mengenal pilih kasih, jadi pendidikan
itu adalah sebagian dari kewajiban kita untuk melakukan mulai dari diri dan
keluarga terdekat.
DAFTAR PUSTAKA
Ghojali,Nanang,2013.Tafsir dan Hadits
Tentang Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia
Wiyani,NovanArdy,Barnawi, 2012. Ilmu Pendidikan
Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Drajat Zakiah, 2014. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Aksara
Shihab M.Quraisy, 2002. Tafsir Al-misbah
pesan kesan dan keserasian Al-Quran. Jakarta: Lentera Hati
Ar-Rifa’I Muhammad Nasib, 1999. Kemudahan
dari Allah : keserasian Al-quran. Jakarta: Gema Insani
Al Maragi Ahmad Mustafa, 1989. Terjemah
Tafsir Al-maragi cet 1. Semarang: Karya Toha Putra
IDENTITAS PENULIS
Nama : Muhammad Arif Maulana
NIM : 2021115167
Tempat tanggal lahir: Pekalongan, 15
November 1996
Alamat : Jl. Kyai klidin no. 2 , bumirejo
rt01 rw 02 Pekalongan Barat, Pekalongan
Pendidikan
a. RA Masyitoh NU Bumirejo, Pekalongan
(2002/2003)
b. SMPN 15 Pekalongan (2011/2012)
c. SMA Budi Utomo Perak, Jombang(2014/2015)
d. IAIN Pekalongan
[1] Nanang Ghojali, Tafsir dan hadis tentang pendidikan, (Bandung:
CV.Pustaka setia, 2013), hlm.246
[2] Novan ardy wiyani & barnawi, ilmu pendidikan islam ( jogjakarta:
AR-Ruzz Media, 2012). Hlm. 23
[3] Zakiah Daradjat,dkk., Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara,
2014),hlm.27.
[4] M.Quraisy Shihab, tafsir al-misbah pesan kesan dan keserasian
al-qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002),hlm. 356-357
[5] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i,Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3
(Jakarta:Gema Insani,1999),hlm. 610-611
[6] Ahmad Mustafa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, cet 1 (Semarang:
PT Karya Toha Putra Semarang, 1989),hlm.204-205
Tidak ada komentar:
Posting Komentar