PENDIDIKAN
SOSIAL-UNIVERSAL
“Empati Sebagai Satu Warga Dunia”
Surat Al-Baqarah ayat 156
“Empati Sebagai Satu Warga Dunia”
Surat Al-Baqarah ayat 156
NUR AGHISTINA (2021115272)
Kelas B
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim...
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan
kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah materi mata
kuliah Tafsir Tarbawi II yang berjudul “Pendidikan Sosial-Universal”. Sholawat
dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, beserta
keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat.
Makalah ini menjelaskan tentang “Empati Sebagai Satu Warga
Dunia”. Dengan demikian materi makalah ini diharapkan dapat membantu proses
belajar mahasiswa.
Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun guna perbaikan dan peningkatan kualitas makalah di masa
yang akan datang dari pembaca adalah sangat berharga bagi saya.
Demikian makalah ini saya susun, semoga makalah ini bisa
menambah keilmuan dan bermanfaat bagi kita semua serta menjadi tambahan
referensi bagi penyusunan makalah dengan tema yang senada diwaktu yang akan
datang. Aamiin yaa robbal ‘alamin.
Pekalongan, 20 Februari 2017
Penulis
Nur Aghistina
2021115272
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Empati adalah
kemampuan seseorang untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa
simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang
lain. Ketahuilah bahwa sabar adalah kedudukan dari kedudukan agama dan derajat
dari derajat-derajat orang-orang yang menempuh jalan menuju Allah. Kesabaran akan
mewujudkan kondisi dalam hati yang dapat bertahan, tabah dan tidak mudah
mengeluh terhadap berbagai macam kesulitan dan tekanan dalam hidup. Maka dari
itu pada hakikatnya apabila ada seseorang yang mendapatkan musibah atau sedang
diuji oleh Allah Swt maka kita harus menghadapinya dengan sikap sabar. Dan yang
paling terpenting adalah apabila kita melihat orang yang sedang mengalami
musibah alangkah lebih baiknya kita harus membantu dan saling tolong menolong. Sikap tolong menolong adalah ciri khas umat muslim
sejak masa Rasulullah Saw. Pada saat itu tak ada seorang muslim pun yang
membiarkan muslim yang lainnya kesusahan. Manusia, adalah
makhluk sosial. Makhluk yang tidak dapat hidup sendiri. Antara seorang dengan
yang lain tentu saling hajat menghajatkan, butuh membutuhkan dan dari situ
timbul kesadaran untuk saling bantu membantu dan tolong menolong. Tidak mungkin
seseorang dapat bertahan hidup sendirian tanpa bantuan pihak lain. Maka di
situlah menciptakan sikap empati terhadap satu warga dunia.
B. Judul Makalah
Dalam Pendidikan Sosial-universal khusus saya akan membahas
mengenai judul yang sesuai dengan perintah Bapak Muhammad Hufron, M.S.I yaitu
“Empati Sebagai Satu Warga Dunia”.
C. Qs. Al-Baqarah ayat 156
Nash dan
Terjemahan
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ
مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
(yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillahi wa
innaa ilaihi raaji’uun”. (QS. Al-Baqarah: 156)
D. Arti Penting
Surat Al-Baqarah ayat 156 perlu
untuk dikaji karena ayat ini menjelaskan tentang betapa pentingnya makna dari
kalimat “innalillahi wa inna ilaihi rajiun”, karena dalam kehidupan kita sehari
hari sering kita gunakan ayat diatas hanya dibacakan ketika kita mendapatkan berita
buruk atau musibah saja. Lebih jelasnya ketika kita mendengarkan ada orang
dekat kita, orang tua, atau sanak saudara yang meninggal dunia. Tidak salah
penggunaan bacaan diatas yang mana arti dari kalimat diatas kurang lebih
“datangnya dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Arti diatas bisa bermakna
bahwa kita bisa hadir dan hidup didunia ini adalah karena ijin Allah, karena
kehendak Allah. Maka kita kelak akan kembali lagi ke hadapan Allah dalam bentuk
apapun.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
empati sebagai satu warga dunia
Menurut psikologi pengertian empati adalah suatu
kecenderungan untuk merasakan sesuatu yang dilakukan orang lain andai kata
dalam situasi orang lain tersebut. Karena empati orang menggunakan perasaannya
dengan efektif di dalam situasi orang lain, didorong oleh emosinya seolah-olah
dia ikut mengambil bagian dalam gerakan-gerakan yang dilakukan orang lain.[1]
Di dalam Qs. Al-Baqarah ayat 156 ini membahas tentang orang yang sabar dan
tabah menghadapi ujian dari Allah Swt. Kesabaran akan mewujudkan kondisi dalam
hati yang dapat bertahan, tabah dan tidak mudah mengeluh terhadap berbagai
macam kesulitan dan tekanan dalam hidup. Ketika mempunyai keinginan yang belum
tercapai, tertimpa musibah, menghadapi kesulitan, mengalami sesuatu yang tidak
menyenangkan, sakit, kekurangan materi atau apa saja yang menyulitkan, seperti
kehilangan keluarga tercintanya, tetangga yang buruk, teman yang tidak sehati
dan lain sebagainya, manusia akan menunjukan salah satu dari dua sikap dan
reaksi: adakalanya dia tidak tabah dalam menghadapi berbagai macam masalah di
atas, dia menjerit, berteriak, mengumpat, mengeluh, merasa tidak nyaman,
gundah, gelisah dan tidak tenang; atau, dia menunjukan ketabahan, ketegaran,
ketenangan dalam menghadapi semua kesulitan dan musibah itu.
Yang terpenting dan menjadi pokok bahasan di sini adalah
menemukan sikap dan reaksi yang tepat bagi seseorang dalam menghadapi masalah
dan musibah, karena cara menyikapi berbagai peristiwa dan kejadian, hingga
batasan tertentu, berada di bawah ikhtiar (pilihan) manusia itu sendiri. Bila
seseorang telah melatih dirinya sedemikian rupa dengan kesabaran, ketabahan,
dan kelapangan dada, tentunya dia dapat meningkatkan kekuatan dirinya dalam
menghadapi berbagai permasalahan serta bisa berhasil dalam menghadapi berbagai
peristiwa dan tantangan zaman yang menimpanya. Akan tetapi, bila dia tidak
memiliki mentalitas yang seperti itu, maka di hadapan berbagai kesulitan, dia
akan cepat menyerah, mengeluh, menjerit dan menunjukan ketidaktabahan. Sedikit
rintangan masalah sudah cukup untuk membuatnya kehilangan ketenangan,
kestabilan siri dan tak berdaya untuk berbuat apa-apa.[2]
Maka dari itu kita sebagai manusia harus merasakan apa yang dirasakan oleh
seseorang apabila menghadapi suatu musibah atau peristiwa yang di hadapinya.
Maka disini kita akan mempunyai rasa empati sebagai satu warga dunia.
B.
Tafsir
1.
Tafsir Ibnu
Katsier
Dalam ayat ini Allah swt memberitahukan
bahwa Dia akan menguji hamba-hamba-Nya. Sebagaimana yang di firmankan-Nya dalam
surat lain yang artinya: “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan mengujimu agar
Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antaramu, dan agar
Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (QS. Muhammad: 31)
Dalam ayat ini Allah memberitahu bahwa Allah akan menguji
hamba-Nya. Ujian itu berupa kesenangan, kesusahan, sehat, sakit, kaya dan
miskin, supaya diketahui dan terbukti siapakah yang tetap ber-Tuhan kepada
Allah dalam segala keadaannya, siapa pejuang dan sabar, dan siapa yang lencung,
maka siapa yang sabar diberi pahala dan siapa yang patah dan syirik disiksa. Oleh
karena itu, di sini Allah Ta’ala berfirman: وَبَشِّرِالصَّبِرِينَ (“Dan sampaikanlah kabar gembira
kepada orang yang sabar.”)
Setelah itu Allah menjelaskan tentang orang-orang yang
sabar yang dipuji-Nya, dengan firman-Nya: الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ
مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (“Yaitu orang-orang yang apabila
ditimpa musibah mereka mengucapkan: Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un. [Sesungguhnya kami adalah milik
Allah dan hanya kepada-Nya kami kembali].”). kami hamba dan milik Allah dan kepada-Nya
kami akan kembali. Merasa dan mengerti benar dirinya adalah hamba Allah, yang
mana Allah berbuat sekehendak-Nya dan Allah tidak akan menyia-nyiakan sesuatu
pun dari makhluk-Nya.[3]
2.
Tafsir
Al-Maragi
وَبَشِّرِالصَّبِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ
مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ) )
Sampaikanlah berita kabar gembira
kepada orang-orang yang sabar, yakni orang-orang yang mengatakan perkataan
tersebut sebagai ungkapan rasa iman dengan kodrat dan kepastian Allah. Berita
gembira tersebut adalah keberhasilan yang akan di capai oleh orang-orang,
sesuai dengan sunnatullah terhadap makhluk-Nya. Sabar, bukannya bertentangan
dengan perasaan sedih ketika datang suatu musibah. Sebab, perasaan sedih ini
merupakan perasaan halus yang ada secara fitrah pada diri manusia normal.
Disebutkan di dalam hadits shahih
bahwa Nabi Muhammad SAW pernah menangis ketika anak beliau yang bernama Ibrahim
menjelang ajal (sakaratul maut). Kemudian ada seseorang yang mengatakan,
“Bukankah anda telah melarang kami berbuat demikian?” Nabi saw menjawab, “Ini
adalah rahmat (kasih sayang)”. Kemudian Nabi melanjutkan sabdanya,
“Sesungguhnya mata ini menangis dan hati ini ikut bersedih, dan kami tidak akan
mengucapkan sesuatu kecuali yang mendapat ridha Tuhan kami. Dan sesengguhnya
kami ini merasa sedih karena berpisah denganmu, wahai Ibrahim.
Di dalam firman Allah yang berbunyi Innalillahi,
menunjukan pengakuan hamba terhadap Allah sebagai Tuhan yang disembah dan
diagungkan. Dan di dalam firman yang berbunyi, wa inna ilaihi raji’un,
merupakan pengakuan hamba terhadap Allah, bahwa ia akan mati dan dibangkitkan
kembali dari kubur. Juga merupakan ungkapan keyakinan seorang hamba, bahwa
semua perkara itu kembalinya hanya kepada Allah.[4]
3.
Tafsir
Al-Mishbah
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ
مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
(yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillahi wa
innaa ilaihi raaji’uun”. sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kami akan
kembali (kepada-Nya).
Kami milik Allah. Jika
demikian, Dia melakukan apa saja sesuai dengan kehendak-Nya. Tetapi Allah Maha
Bijaksana. Segala tindakan-Nya pasti benar dan baik. Tentu ada hikmah di balik
ujian atau musibah itu. Dia Maha Pengasih, Maha Penyayang, kami akan kembali
kepada-Nya, sehingga ketika bertemu nanti, tentulah pertemuan itu adalah
pertemuan dengan kasih sayang-Nya.
Kami adalah milik Allah.
Bukan hanya saya sendiri. Yang menjadi milik-Nya, adalah kami semua yang
juga merupakan makhluk-Nya. Jika kali ini petaka menimpa saya, maka bukan saya
yang pertama ditimpa musibah, bukan juga yang terakhir. Makna ini saya
meringankan petaka, karena semakin banyak yang ditimpa petaka, semakin ringan
ia dipikul.
Kalimat ini tidak diajarkan Allah
kecuali kepada Nabi Muhammad saw dan ummatnya, seandainya Nabi Ya’kub mengetahuinya
maka dia tidak akan berucap seperti ucapannya yang diabadikan al-Qur’an: “Aduhai,
duka citaku terhadap Yusuf”, (Qs. Yusuf [12]:84). Demikian Said bin Jubair.
Yang mengucapkan kalimat (إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ) dengan menghayati makna-maknanya antara lain seperti dikemukakan ayat di
atas mereka itulah yang mendapat banyak keberkatan.[5]
C. Aplikasi Surat Al-Baqarah Ayat 156 Dalam Kehidupan
Sehari-hari
Kita sebagai
manusia harus merasakan apa yang dirasakan oleh seseorang apabila menghadapi
suatu musibah atau peristiwa yang di hadapinya. Bahkan lebih baik apabila kita
dapat membantu orang yang sedang mengalami ujian atau musibah karena termasuk
akhlak yang sangat mulia bisa saling tolong menolong sesama umat manusia.
Dan apabila kita sedang menghadapi
suatu masalah, musibah dan ujian dari Allah maka kita harus menghadapinya
dengan kesabaran, ketabahan dan keikhlasan sambil menyakini bahwa ujian yang
diberikan oleh Allah pasti dibalik semua itu ada hikmahnya tersendiri.
D. Aspek Tarbawi
1. Kita sebagai umat islam
harus mempunyai rasa empati terhadap sesama manusia dan saling toleransi.
2. Sebagai umat islam maka
harus bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.
3. Kita sebagai umat islam harus mengingat bahwa
sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kami akan kembali (kepada-Nya).
4. Apabila kita ditimpa
musibah maka harus menghadapinya dengan kesabaran, ketabahan dan keikhlasan.
5.
Setiap ujian hendaknya dihadapi dengan kesabaran dan ketabahan sambil
menyakini bahwa ujian bukan hanya tertuju kepada orang-orang tertentu saja,
tetapi semua manusia dan bahwa yang lulus akan memperoleh ganjaran dan
keberhasilan dalam hidupnya, kalau bukan di dunia maka di akhirat nanti.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Menurut psikologi pengertian empati adalah suatu
kecenderungan untuk merasakan sesuatu yang dilakukan orang lain andai kata
dalam situasi orang lain tersebut. Di dalam Qs. Al-Baqarah ayat 156 ini
membahas tentang orang yang sabar dan tabah menghadapi ujian dari Allah Swt.
Kesabaran akan mewujudkan kondisi dalam hati yang dapat bertahan, tabah dan
tidak mudah mengeluh terhadap berbagai macam kesulitan dan tekanan dalam hidup.
Di dalam tafsir Al-Maragi, Qs. Al-Baqarah
ayat 156 menjelaskan tentang berita kabar gembira kepada orang-orang yang
sabar, yakni orang-orang yang mengatakan perkataan tersebut sebagai ungkapan
rasa iman dengan kodrat dan kepastian Allah. Berita gembira tersebut adalah
keberhasilan yang akan di capai oleh orang-orang, sesuai dengan sunnatullah
terhadap makhluk-Nya. Sabar, bukannya bertentangan dengan perasaan sedih ketika
datang suatu musibah. Sebab, perasaan sedih ini merupakan perasaan halus yang
ada secara fitrah pada diri manusia normal. Di dalam firman Allah yang berbunyi
Innalillahi, menunjukan pengakuan hamba terhadap Allah sebagai Tuhan
yang disembah dan diagungkan. Dan di dalam firman yang berbunyi, wa inna
ilaihi raji’un, merupakan pengakuan hamba terhadap Allah, bahwa ia akan
mati dan dibangkitkan kembali dari kubur. Juga merupakan ungkapan keyakinan
seorang hamba, bahwa semua perkara itu kembalinya hanya kepada Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu.
1998. Psikologi Umum. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Mishbah Yazdi, Muhammad Taqi. 2012. 22 Nasihat Abadi
Penghalus Budi: Buku Pertama. Jakarta: Citra.
Mustafa, Al-Maragi Ahmad. 1993. Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.
Said Bahreisy, dan Salim Bahreisy. 1987. Terjemahan
Singkat Tafsir Ibnu Katsier. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Shihab, M. Quraish. 2000. Tafsir Al-Mishbah.
Jakarata: Penerbit Lentera Hati.
Shihab, Quraish. 2012. Al-Lubab. Tanggerang: Penerbit Lentera
Hati.
BIODATA
Nama : Nur
Aghistina
NIM :
2021115272
Tempat
Tanggal Lahir : Pekalongan, 02
Agustus 1997
Alamat : Jl.
Hoscokro Aminoto Kuripan Kertoharjo gang 10 No.2 RT/RW: 02/02 Pekalongan Selatan
Riwayat
Pendidikan :
1.
TK 01 Masitoh Kuripan Kidul
2.
MIS Kuripan Kidul
3.
SMP N 14 Pekalongan
4.
MAN 2 Pekalongan
5.
Mahasiswa IAIN Pekalongan (sekarang masih semester 4)
[2] Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, 22 Nasihat Abadi Penghalus Budi: Buku
Pertama, (Jakarta: Citra, 2012), Hlm.60-61
[3] Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier,
(Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987), Hlm. 275-276
[4] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT. Karya Toha
Putra Semarang, 1993), Hlm 39-40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar