MAKALAH TAFSIR TARBAWI
KARAKTERISTIK
AHLI ILMU : BERPALING DARI ORANG BODOH
Nur
Hidayah 2021216008
Kelas : Reguler Sore (L)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tafsir Tarbawi : karakteristik ahli ilmu (Berpaling dari Orang
Bodoh)” sesuai rencana. Sholawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, para
sahabatnya, serta orang-orang yang mau mengikuti sunnah-sunnahnya, aamiin.
Ucapan terimakasih
kami tujukan kepada Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku Dosen Pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi atas tugas yang telah
diberikan semoga dapat menambah wawasan penulis tentang Ilmu Hadist Tarbawi. Dan kepada semua pihak yang terlibat
dalam pembuatan makalah ini. Semoga bantuan dari anda sekalian mendapat balasan dari Allah SWT dengan
pahala yang berlipat ganda, aamiin.
Demikianlah kata pengantar dari kami. Penulis mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini
terdapat banyak kekurangan. Saran dan masukan yang konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan bisa menambah
wawasan khususnya kepada mahasiswa IAIN Pekalongan dan umumnya kepada pembaca.
Pekalongan, 21 September 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................... 1
Daftar Isi.................................................................................................................... 2
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang.......................................................................................... 3
B. Tema.......................................................................................................... 4
C. Sub Tema................................................................................................... 4
D. Arti Penting............................................................................................... 4
BAB II. Pembahasan
A. Teori.......................................................................................................... 5
B. Tafsir Qs. Al- a’raf (199)........................................................................... 6
C. Penjelasan Tafsir........................................................................................ 6
D. Aplikasi Dalam Kehidupan
Sehari-Hari.................................................... 9
E. Aspek Tarbawi........................................................................................... 10
BAB III. Penutup
A. Simpulan.................................................................................................... 11
B. Daftar Pustaka........................................................................................... 12
C. Biografi Penulis......................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada berbagai macam metode yang telah
rasulullah ajarkan kepada umatnya, salah satunya menggunakan metode yang
menyejukan. Diantara metode yang menyejukkan yang ditempuh oleh rasulullah
dalam berdakwah yaitu mempermudah tidak mempersulit serta meringankan tidak
memberatkan. Begitu melimpah nash Al-quran maupun teks as-sunah yang memberikan
isyarat bahwa memudahkan itu lebih disukai Allah dari pada mempersulit.
Melalui surat al-araf ayat 199, salah satu
ayat yang akan saya jelaskan, bahwa ayat ini membicarakan tentang kepribadian
rasulullah. Digariskan cara beliau bermuamalah dengan sesamanya, sehingga
beliau terhindar dari perasaan terhimpirt oleh sikap orang-orang pada zaman
dahulu terhadap diri rasulullah dan dakwahnya. Maka dalam ayat ini Allah
memberikan pedoman-pedoman untuk Nabi dalam menjalankan dakwahnya dan cara
menghadapi pengaruh setan.
B. Tema
Makalah ini bertema karakteristik ahli ilmu sesuai dengan tugas yang diberikan oleh penulis.
C. Sub tema
berpaling
dari orang bodoh
خُذِ الْعَفْوَ وَاْمُرْ باِلْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ
Artinya :
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang
mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”.
(QS. Al-a’raf : 199)
D. Arti penting
Pentingnya mempelajari QS Al a’araf ayat 199 yaitu kita dapat mengetahui
maksud dari berpaling dari orang bodoh. QS Al a’araf ayat 199 tersebut berisi
tentang budi pekerti yang berkaitan dengan hubungan antar manusia. Agar
senantiasa menjadi pribadi yang baik, maka kita harus melakukan hal kebaikan
antar sesama dengan menjadi manusia yang
penyabar dan pemaaf, senantiasa meningkatkan keimanan kita, dan menjauhi
orang-orang yang bodoh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Kata bodoh berasal dari kata jahl “جــهـل” yang berarti kebodohan,
ketidaktahuan. Seseorang dapat dikatakan bodoh apabila orang tersebut tidak
mengetahui tentang sesuatu, dikatakan orang yang tidak tahu dan apabila ketidak
tahuannya sangat banyak.
Dalam pandangan Islam, orang jahil
(bodoh) adalah orang yang mudah terhasut oleh bisikan setan atau orang yang
kekuatan imannya lemah. Kebodohan dalam
pandangan Rasulullah SAW.: Sam’un bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai
tanda-tanda orang jahil (bodoh). Beliau bersabda:
1. Jika kita berkawan dengan orang bodoh, dia selalu merepotkan kita
2. Jika kita meninggalkan orang bodoh, dia akan mencela
kita
3. Apabila orang bodoh memberikan sesuatu kepada kita, pasti ada maunya.
4. Apabila diberi sesuatu, maka dia (orang bodoh) mudah melupakannya
5. Ketika diberi kepercayaan, dia (orang bodoh) berkhianat
6. Jika kita merahasiakan sesuatu dari dia
(orang bodoh), maka dia akan marah kepada kita
7. Ia tidak pernah melihat kebaikan orang lain
8. Kalau dia (orang bodoh) punya kebutuhan,
dia lupa terhadap kenikmatan- kenikmatan Allah SWT.
9. Orang ini (orang bodoh) tidak pernah
cinta kepada Allah, dan tidak pernah berusaha untuk ber-taqarrub (dekat)
dengan-Nya.
B. Tafsir Qs. Al-A’araf : 199
خُذِ الْعَفْوَ
وَاْمُرْ باِلْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ
Artinya :
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang
mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”.
(QS. Al-a’raf [7] : 199)
Mufrodat :
Jadilah engkau pemaaf
|
خُذِ الْعَفْوَ
|
dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf
|
وَاْمُرْ باِلْعُرْفِ
|
serta berpalinglah daripada orang-orang yang
bodoh
|
وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ
|
C. Penjelasan Tafsir
1. Tafsir Al Mishbah
Ayat ini berpesan : Hai Nabi Muhammad SAW. Ambillah maaf, yakni jadilah
pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang jahil.
a. Kata (العفو) al-afwu/ maaf, terambil
dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf ‘ain, fa’ dan waw. Maknanya
berkisar pada dua hal, yaitu meninggalkan sesuatu dan memintanya.
Dari sini lahir kata ‘afwu berarti meninggalkan sanksi terhadap yang
bersalah (memaafkan). Perlindungan dari Allah dari keburukan, dinamai ‘afiah.
b. Kata (العرف) al-‘urf sama dengan kata (معروف) ma’ruf, yakni sesuatu yang dikenal
dan dibenarkan oleh masyarakat, dengan kata lain adat istiadat yang didukung
oleh nalar yang sehat serta tidak bertentangan dengan ajaran agama. ia adalah
kebajikan yang jelas dan diketahui semua orang serta diterima dengan baik oleh
manusia-manusia normal, yang telah disepakati sehingga tidak perlu didiskusikan
apalagi terbantahkan.
c. Kata (الجاهلين) al-jahilin adalah bentuk
jamak dari kata (جاهل) jahil. Ia digunakan
al-Quran bukan sekedar dalam arti seorang yang tidak tahu, tetapi juga dalam
arti pelaku yang kehilangan kontrol dirinya, sehingga melakukan hal-hal yang
tidak wajar, baik atas dorongan nafsu, kepentingan sementara, atau kepicikan
pandangan.[3]
2. Tafsir Al-Azhar
“ambillah cara memaafkan, dan suruhlah berbuat yang
ma’ruf, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (ayat 199)
Ini suatu pedoman perjuangan yang dipereringatkan Allah
kepada rasul-Nya. Tiga unsur yang wajib diperhatikan dan dipegang teguh di
dalam menghadapi pekerjaan besar menegakkan da’wah kepada umat manusia.
a. Pertama: Ambillah cara memaafkan. Bahwa arti ‘afwa ialah memaafkan
kejanggalan-kejanggalan yang terdapat dalam akhlak manusia. Tegasnya, menurut
penafsiran ini, diakuilah bahwa tiap-tiap manusia itu betapapun baik hatinya
dan shalih orangnya, namun pada dirinya pasti terdapat kelemahan-kelemahan.
b. Kedua: Dan suruhlah berbuat yang ma’ruf. Urfi, yang satu artinya
dengan ma’ruf yaitu pekerjaan yang diakui oleh orang banyak atau pendapat umum,
bahwa pekerjaan itu adalah baik. Dikenal baik oleh manusia, dipuji, disetujui,
dan tidak mendapat bantahan. Lantaran itu maka segala pekerjaan dan usaha tang
akan mendatangkan kebaikan bagi diri pribadi dan segi pergaulan hidup bersama,
termasuklah dalam lingkungan yang ma’ruf.
c. Ketiga: dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.
Maksud
berpaling dari orang-orang bodoh ialah ukuran yang dipakai oleh orang bodoh adalah
ukuran yang singkat.
Mereka akan
mengemukakan asal usul yang hanya timbul daripada fikiran yang singkat dan
pandangan yang picik. Mereka hanya memperturutkan perasaan hati, bukan
pertimbangan akal. Maka arti berpaling disini ialah agar kita berhati-hati dengan bahaya orang-orang yang bodoh.[4]
3. Tafsir Al-Maraghi
Allah ta’ala memerintahkan Nabi-Nya pada ayai ini
untuk melaksanakan tiga perkara yang semuanya merupakan dasar-dasar umum
syari’at, baik menyangkut soal tata kesopanan jiwa atau hukum-hukum amaliah:
a. Al-‘afwu. Artinya mudah, tidak berliku-liku yang menyulitkan.
Jadi maksud ayat, di antara perbuatan-perbuatan yang
dilakukan orang, akhlak mereka dan apapun yang datang dari mereka, ambillah
yang menurutmu mudah , dan bersikap mudahlah, jangan mempersulit dan jangan
menuntut mereka melakukan sesuatu yang memberatkan, sehingga mereka akan lari
darimu.
b. Al-amru bil ma’ruf (menyuruh kepada yang ma’ruf). Al- ma’ruf itu
sendiri artinya sesuatu yang diakui baik oleh hati. Hati senang kepadanya dan
merasa tenteram. Tidak diragukan, bahwa suruhan ini didasarkan pada
pertimbangan kebiasaan yang baik pada umat, dan hal-hal yang menurut
kesepakatan mereka berguna bagi kemaslahatan mereka. Al-ma’ruf ialah kata umum
yang mencakup setiap hal yang diakui, termasuk taat dan taqarrub kepada Allah
serta berbuat baik kepada sesama manusia. Oleh sebba itu, sebagian ulama
terkemuka mengatakan, ma’ruf ialah apa yang menurut akal baik untuk dilakukan
dan tidak dipungkiri oleh semua akal sehat.
c. Al-i’rad ‘anil jahilin (berpaling dari orang-orang bodoh), yiatu dengan cara
tidak mempergauli mereka dan jangan berbantah-bantahan dengan mereka. Karena
untuk menghindar agar jangan disakiti oleh mereka memang tak ada jalan lain
kecuali dengan berpaling dari mereka.[5]
D. Aplikasi Dalam Kehidupan Sehari-Hari
1. Senantiasa berbuat baik terhadap sesama manusia. Jangan menuntut terlalu banyak atau yang sempurna
dari mereka sehingga memberatkannya. Terimalah dengan tulus apa yang mudah agar
mereka tidak antipati dan menjauhimu.
2. Mempunyai
sikap pemaaf karena memaafkan orang lain yang bersalah memerlukan kelapangan dada dan
kesabaran.
3. Mengajak
teman, sahabat, saudara dan keluarga untuk melakukan perbuatan baik dan
menjauhi perbuatan munkar.
4. Selalu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Agar terhindar
dari godaan setan.
5. Selalu belajar agar terhindar dari kebodohan.
E. Aspek Tarbawi
1. Menjadi orang yang pemaaf
Setiap manusia memiliki sikap yang berbeda-beda, meskipun
memiliki hati yang sama dan orang shalih tentu memiliki kekurangan. Maka Allah
menyuruh seluruh umatnya untuk saling memaafkan dan selalu menjalin tali
silaturahmi.
2. Menyuruh manusia berbuat ma’ruf
Dengan kekurangan yang kita miliki, Allah menyuruh kita
untuk mengimbangi dengan berbuat yang ma’ruf. Sehingga kita dapat menjadi
masyarakat yang lebih mengjadapkan perhatiannya kepada yang ma’ruf.
3. Menjauhi diri dari orang-orang bodoh (jahil)
Kita senantiasa
berhati-hati dengan bahaya orang-orang yang bodoh. Karena mereka merupakan
orang yang tidak mengenal apa itu kebaikan. Mereka akan mengemukakan asal-usul
yang hanya timbul daripada fkiran yang
singkat dan pandangan yang picik, serta mereka hanya menuruti perasaan hati,
bukan pertimbangan akal.[6]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Orang bodoh adalah seseorang yang tidak
mengetahui sesuatu apapun. Sedangkan dalam islam, orang bodoh adalah orang yang
sesat dan menyesatkan, orang yang melakukan suatu hal yang rugi bagi diri
sendiri maupun orang lain.
Didalam al
quran telah diuraikan secara panjang lebar bukti-bukti keesaan Allah. Bahkan setelah mengecam kemusyrikan dan menunjukkan kesesatannya. Ayat ini
memberikan kesan bahwa tauhid harus membuahkan akhlak mulia dan budi pekerti
yang luhur. Pertama sikap pemaaf, memaafkan orang lain yang bersalah memerlukan
kelapangan dada dan kesabaran. Kedua menyuruh manusia berbuat ma’ruf, dalam konteks masyarakat yang berkembang,
menegakkan kebenaran dan keadilan merupakan kewajiban umat islam. sehingga
perbuatan menyuruh berbuatyang ma’ruf sudah tentu dapat dijadikan sebagai nilai
pendidikan akhlak yang utama. Ketiga menjauhi diri dari orang-orang bodoh,
Orang-orang bodoh pada ayat ini dipandang sebagai orang yang
menyesatkan dan hanya memperturutkan
keinginan hati bukan pertimbangan akal.
B.
Daftar Pustaka
Al- Maraghi, Ahmad Mushthafa.1994. Terjemah
Tafsir Al-Maraghi. Semarang: Cv. Toha Putra Semarang.
Al Qurthubi, Syaikh Imam. 2008. Tafsir Al
Qurthubi. Jakarta: Pustaka Azzam.
Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar Juzu’9.
Jakarta: Pt Pustaka Panjimas.
Quthb, Sayyid. 2003. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Jakarta:
Gema Insani Press.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah.
Jakarta: Lentera Hati.
Biografi Penulis
Nama :
Nur Hidayah
Nim :
2021216008
Jurusan/Fakultas :
PAI/Tarbiyah
Kelas :
L (Reguler Sore)
TTL :
Pekalongan, 9 Mei 1996
Alamat :
Pasirkramatkraton, RT.01/RW.06 Pekalongan Barat
Pesan : Sambut
Masa Depan Cemerlang Dengan Berilmu
Pendidikan :
1. MIS PASIRSARI 02 (2003-2009)
2. SMP N 8 PEKALONGAN (2009-2012)
3. KPC NEPTUNUS (2012-2015)
4. S1 PAI di IAIN Pekalongan (2016 - Sekarang)
[1] http://www.ilmusaudara.com/2015/09/pengertian-ilmu-dan-kebodohan.html diakses pada hari Rabu tanggal 20 September 2017 pukul 14.30 WIB.
[5]Ahmad Mustafa Al Maragi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Cv. Toha
Putra Semarang, 1994), Hlm. 277-280.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar