KARATERISTIK
AHLI ILMU
"Perbedaan 'Alim dan Jahil"
QS, AZ . ZUMAR 39: 9
Muhammad Najib Nadji
( 2021216005)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYYAH DAN ILMU KRGURUAN
IAIN
PEKALONGAN
2017
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Kita mulai memperkenalkan lebih lanjut bahwasanya yang pertama dari Juzu’
ke 24 ini ialah Az- zumar ialah “ Berombongan-rombong, ber iringan –iringan,
ber arak-arakan. Yang di maksud Az-Zumar yaitu ketika kelak di hari kiamat,
setelah di hisab atau di hitung amal manusia selama hidup di dunia keluarlah
hukum dan keputusan Allah di mana merka akan di tempatkan. Mana yang lebih
banyak berbuat kejahatan, mereka itu akan di hantarkan secara berombongan
kedalam neraka jahannam. Dan barang siapa lebih banayak berbuat kebajikan dan
amalan yang sholeh mereka pun akan di hantarkan secara berombongan-rombongan
pula ke dalam Surga. Surah Az-Zumar di turunkan di mekah soal yang di
perbincangkan di dalamnya ialah soal Aqidah.
B. Rumusan Masalah
a)
Bagaimana Pengertian Secara Umum dari QS,
AZ-Zumar 39: 9 ?
b)
Bagaimana Cara Metode Penafsiran QS, AZ-Zumar 39: 9 ?
c)
Apa Penjelasan dari QS, AZ-Zumar 39: 9 ?
C. Tujuan
a) Agar Memahami dari Pengertian Secara Umum dari QS, AZ-Zumar 39: 9.
b) Dapat Mengerti Metode Penafsiran QS, AZ-Zumar 39: 9.
c) Untuk Lebih Mengerti dari Penjelasan dari QS, AZ-Zumar 39: 9.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Secara Umum
Allah swt
menerangkan, terhadap sifat-sifat orang-orang musyrik yang sesat dan
menyebutkan celaan terhadap mereka serta tidak tetapnya mereka dalam beribadah;
kemudian dari karena mereka kembali kepada Allah pada saat mengalami kesusahan dan kembali kepada
patung-patung ketika mengalami kesenangan, maka dilanjutkan dengan menyebutkan
hal ihwal orang-orang mu’min yang tekun melakukan ketaatan, yaitu yang hanya
bersandar kepada tuhan mereka saja dan hanya kembali kepada-nya saja, serta
mengharapkan rahmatnya dan takut kepada azabnya.[1]
Kekafiran dan penipuan
yang demikian itu hanyalah akan berlaku sementara, atau sedikit saja. Namun
amalan Musyrik ini sejak dari jauh hari, masih di dunia juga sudah di nyatakan
penilainya. Bahwa dalam sementara itu yang akan kamu dapati di akherat ialah
azab siksaan jadi penghuni neraka. “Ataukah orang-orang yang bertekun di tengah
malam, dalam keadaan sujud dan berdiri, karena takut akan hari akhirat dan
mengharapkan rahmat tuhanya?”( pangkal ayat 9). Kehidupan pertama ialah yang
gelisah langsung berdoa menyeru tuhan jika malapetaka datang menimpa dan lupa
kepada allah bila bahaya menghindar. Ada satu kehidupan lagi, yaitu kehidupan
Mu’min yang selalu tidak lepas ingatannya dari Allah, sehingga baik ketika
berduka, maupun ketika bersuka. Dari tidurnya yang malam, dia bahkan bertekun
kepada Allah lalu dia bersujud memohon ampunan dan ridha illahi, bahkan ada
yang qiyamul-lail, berdiri tegak mengerjakan sembah yang. Yang mendorong untuk
bertekun, berqunut ingat akan Tuhan, sampai bersujut dan sembayang lain atau
tidak ialah karena takut di akherat kelak amalanya mendapat nilai yang rendah
di sisi Allah,malahan merek mendapatkan
Rahmat ilahi, kasih sayang tuhan yang tidak berkeputusan dan tidak
terbatas.[2]
اَ
مَنْ هُوَ قَا نِتٌ آنَاءَ الَّيْلِ سَا جِدًاوَّ قَا ءِمًا يَّحْذَرُاْلاَ خِرَةَ
وَيَرْ جُوْا رَحْمَةَ رَبِّهِ قلى
قُلْ يَسْتَوِى
الَّذِ يْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِ يْنَ لَا يَعْلَمُوْنَ قلى اِنَّمَا يَتَذَكَّرُ اُو لُوا اْلاَ لْبَابِ (9)
“ 9 (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah
orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedangkan
ia takut keada (azhab) akherat dan mengharap rahmat Tuhannya? Katakanlah,
“Adakah orang sama yang mengetahui dengan orang-orang yang mengetahui?
Sesungguhnya orang yang barokallahlah yang dapat menerima pelajaran.
B.
Metode Penafsiran QS, AZ-Zumar 39: 9.
اَلْقَا نِتُAl- Qanit: Orang-orang yang melakukan
ketaatan yang di wajibkan kepadanya. Sifat orang A’alim.
اَناَءَ الَّيْـلِ Ana’al-Lail: Saat-saat malam, jamak dari An.
C. Penjelasan dari QS, AZ-Zumar 39: 9.
امن هو قا نت انا ء اليل سا جـدا وقا ئما يحذ ر الاخـرة
ويـر جوا رحمة ربه
Apakah kamu hai orang musyrik, lebih baik keadaan nasibmu dari pada orang
yang senantiasa menunaikan ketaatan dan selalu melaksanakan tugas-tugas ibadah
pada setiap malam, ketika lebih berat bagi jiwa dan lebih jauh dari riya,
sehinga ibadah di waktu itu lebi dekat untuk di terima, sedangkan orang itu
dalam keadaan takut dan berharap ketika berharab. Tidak diragukan.
Kesimpulannya, apakah orang yang takut itu seperti halnya orang yang
bermaksiat. Kedua-duanya tentu tidak sama.
Kemudian, Allah SWT. Menegaskan tentang tidak adanya kesamaan ilmu dan
betapa muliyanya beramal berdasarkan ilmu. Firman-nya:
قل هل يستوى
الذين والذين لايعلمون
Katakanlah hai
rasul kepada kaummu: Apakah sama orang yang mengetahui pahala yang akan mereka
perboleh bila melakukan ketaatan ke pada Tuhan mereka dan mengetahui hukuman yang
akan mereka terima apabila mereka bermaksiat kepadanya, dengan orang-orang yang
tidak mengetahui hal itu. Yaitu, orang-orang yang meruak amal perbuatan mereka
secara membabi buta, sedang terhadap amal-amal mereka yang baik tidak
mengharamkan kebaikan, dan terhadap amal-amal yang buruk mereka tidak
mengaharapkan kebaikan, dan terhadap amal-amal yang buruk mereka tidak takut
kepada keburukan.
Perkataan
tersebut dinyatakan dengan susunan pernyataan (istifham) untuk menunjukan bahwa
orang-orang yang pertama mencapai derajat kebaiakan tertinggi; sedang yang lain
jatuh ke dalam jurang keburukan. Dan hal itu tidaklah sulit di mengerti oleh
orang-orang yang sabar dan tidak suka membantah. Kemudian, Allah menerangkan
bahwa hal tersebut halnya dapat dipahami oleh setiap orang yang mempunyai akal.
Karena orang-orang yang tidak tahu, seperti telah di sebutkan, dalam hati
mereka terdapat tutup sehingga tidak dapat di pahami suatu nasehat, dan tidak
berguna bagi mereka suat peringatan. Firmanya:
انمـا يـتـذ كـراولوا
الالبـا ب
Sesungguhnya
yang dapat mengambil pelajaran dari hujjah-hujjah Allah dan dapat menuruni
nasehatnya dan dapat memikirkannya, hanya lah orang-orang yang bodoh dan lalai.
Kesimpualannya sesungguhnya
yang mengetahui perbedaan antara orang yang tahu dan orang yang tidak tahu
halnya orang yang mempunyai akal pikiran sehat, yang dia perguanakan untuk
berpikir.[4]
Ayat 9 Qs,
Az-Zumar menegaskan di dalam Tafsir Al- Lubab perbedaan sikap dan ganjaran yang akan mereka terima dengan sikap dan
ganjaran orang-orang beriman. Di sini Allah Swt. Berfirman, ’’Apakah orang
yang beribadah secara tekun dan tulus di
waktu-waktu malam dalam keadaan sujud dan berdiri secara mantap ,demikian juga
yang ruku dan duduk atau berbaring, dalam keadaan takut kepada azab akhirat dan
dalam saat yang sama senantiasa
mengharapkan rahmat Tuhannya,baik di dunia maupun di akhirat,apakah yang
demikian itu halnya sama dengan mereka yang baru berdoa saat ditimpa musibah
dan melupakan-Nya ketika memperoleh nikmat ,lalu menjadikan bagi Allah Swt.
sekutu-sekutu?”Tentu saja tidak sama!Sekali lagi,Nabi Muhammad Saw.
Diperintahkan untuk menyampaikan bahwa:Adakah sama orang-orang yang mengetahui
hak-hak Allah Swt. dan mengesakan-Nya dengan orang-orang yang tidak mengetahui
hak-hak Allah dan mengufuri-Nya?Sesungguhnya orang yang dapat menarik banyak
pelajaran adalah Ulul Albab,yakni orang-orang yang cerah pikirannya.[5]
Ayat di atas
mennggarisbawahi rasa takut hanya pada akhirat,sedang rahmat tidak dibatasi
dengan akhirat, sehingga dapat mencakup rahmat duniawi dan ukhrawi .Memang
seorang mukmin hendaknya tidak merasa takut menghadai kehidupan duniawi ,karena
apapun yang terjadi –selama ia bertakwa –maka itu tidak masalah, bahkan dapat
merupakan sebab ketinggian derajatnya di akhirat. Adapun rahmat,maka tentu saja
yang diharapkan adalah rahmat menyeluruh,dunia dan akhirat.
Takut dan
mengharap menjadikan seseorang selalu waspada,tetapi tidak berputus asa dan
dalam saat yang sama tidak yakin.Keputus asaan mengundang apatisme, sedang
keyakinan penuh dapat mengundang pengabaian persiapan.Seseorang hendaknya
selalu waspada,sehingga akan selalu meningkatkan ketakwaan, namun tidak pernah
kehilangan optimisme dan sangka baik kepada Allah Swt.
Kata ( يـعـلـمون ) ya’ lamun pada ayat diatas, ada juga ulama yang
memahaminya sebagai kata yang tidak memerluka objek.Maksudnya siapa yang
memiliki pengetahuan- apapun pengetahuan itu –pasti tidak sama dengan yang
tidak memilikinya.Hanya saja jika makna ini yang anda pilih, maka harus di
garis bawahi bahwa ilmu pengetahuan yang di maksud adalah pengetahuan yang
bermanfaat yang menjadikan seseorang mengetahui
hakikat sesuatu lalu menyusuaikan
diri dan amalnya dengan pengetahuan itu.
Kata (يـتـذ كـر ) ya tadzakarru terambil dari kata (ذ كر ) dzikru yakni
pelajaran atau peringatan penambahan huruf ta’ pada kata yang di gunakan
ayat ini mengisyaratkan banyaknya pelajaaran yang dapat di peroleh oleh Ulul
a –bab ini berarti bahwa selain merekapun dapat memperoleh pelajaran,
tetapi tidak sebanyak Ulul al-bab. selanjutnya rujuklah ke Qs, Shad (38): 43
untuk memahmi Ulul al-bab.[6]
PENUTUP
D.
Kesimpulan
Ayat 9 Qs,
Az-Zumar menegaskan di dalam Tafsir Al- Lubab perbedaan sikap dan ganjaran yang akan mereka terima dengan sikap dan
ganjaran orang-orang beriman. Di sini Allah Swt. Berfirman, ’’Apakah orang
yang beribadah secara tekun dan tulus di
waktu-waktu malam dalam keadaan sujud dan berdiri secara mantap ,demikian juga
yang ruku dan duduk atau berbaring, dalam keadaan takut kepada azab akhirat dan
dalam saat yang sama senantiasa
mengharapkan rahmat Tuhannya,baik di dunia maupun di akhirat
tugas-tugas ibadah pada setiap malam, ketika lebih berat bagi jiwa dan
lebih jauh dari riya, sehinga ibadah di waktu itu lebi dekat untuk di terima,
sedangkan orang itu dalam keadaan takut dan berharap ketika berharab. Allah swt menerangkan, terhadap sifat-sifat orang-orang musyrik
yang sesat dan menyebutkan celaan terhadap mereka serta tidak tetapnya mereka
dalam beribadah; kemudian dari karena mereka kembali kepada Allah pada saat mengalami kesusahan dan kembali kepada
patung-patung ketika mengalami kesenangan, maka dilanjutkan dengan menyebutkan
hal ihwal orang-orang mu’min yang tekun melakukan ketaatan, yaitu yang hanya
bersandar kepada tuhan mereka saja dan hanya kembali kepada-nya.
Daftar Pustaka
Al-Maraghi,
Ahmad Al-Mushthafa ,Tafsir Al-Maragi, Semarang: PT. Karya Thoha Putra
Semarang, 1993.
Hamka, Tafsir
Al Azhar Juz XXIV, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.
Shihab, M.Quraish.
Al-Lubab, Tanggerang: Lentari
Hati, 2012.
Shihab, M.Qurais. Tafsir Al -Misbah, Jakarta:
Lentera Hati, 2006.
[1] Ahmad Al-Mushthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT.
Karya Thoha Putra Semarang, 1993), hlm, 227.
[2] Prof,Dr.Hamka, Tafsir Al Azhar Juz XXIV, (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1982), hlm, 17-18.
[3] Op,cit, hlm, 277.
[4] Ibit, hlm, 278-279.
[5] M.Quraish Shihab, Al-Lubab, (Tanggerang: Lentari Hati, 2012),
hlm, 419-420.
[6] M.Qurais Shihab, Tafsir Al -Misbah,(
Jakarta: Lentera Hati, 2006) hlm. 196-197.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar