SUBYEK PENDIDIKAN HAKIKI
“ALLAH MENGAJARKAN SEMUA
ILMU”
Maulana Mujiarto Pangestu
NIM. (2117247)
Kelas E
JURUSAN PAI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Allah Mengajarkan Semua Ilmu”. Sholawat
serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW, sebagai rahmatan lil alamin.
Alhamdulillah makalah ini
dapat diselesaikan semata-mata karena limpahan karunia-Nya dan bantuan serta dukungan
dari semua pihak. Penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan mendukung terutama kepada orang tua, para dosen IAIN Pekalongan
khususnya kepada bapak Muhammad Hufron sebagai dosen pengampu mata kuliah
tafsir tarbawi, serta teman-teman yang saya banggakan.
Sehubungan dengan materi
yang dikaji dalam makalah ini yaitu “Allah Mengajarkan Semua Ilmu” yang
terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 31. Pembuatan makalah ini tidak hanya
bersumber pada Al-Qur’an saja, namun juga buku-buku pendukung sebagai referensi
yangmana buku-buku tersebut memiliki keterkaitan dengan topik makalah ini.
Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik maupun saran positif yang bersifat membangun dan memotivasi
dari pembaca demi perbaikan pada makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca pada umumnya.
Pekalongan, 20 Oktober 2016
Maulana Mujiarto Pangestu
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang
Dalam Al-Qur’an dapat dilihat bahwa setelah Allah menyatakan Adam
sebagai khalifah di muka bumi. Allah mengajarkan kepada Adam dan semua
keturunannya ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan oleh manusia
untuk mencapai kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan ilmu
pengetahuan itu, manusia dapat melaksanakan tugasnya dalam kehidupan ini, baik
tugas khalifah maupun tugas ubudiah.
Hal itu menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan itu memang benar-benar
urgen dalam kehidupan manusia, terutama orang yang beriman. Tanpa ilmu
pengetahuan, seorang mukmin tidak dapat melaksanakan aktivitasnya dengan baik.
Oleh karena itu, Rasulullah menyuruh, menganjurkan, dan memotivasi umatnya agar
menuntut ilmu pengetahuan.
Mencari ilmu adalah suatu aktivitas yang memiliki tantangan. Orang
yang mampu menghadapi tantangan itu adalah orang yang memiliki keikhlasan dan
semangat rela berkorban. Orang yang mencari ilmu dengan ikhlas akan dibantu
oleh Allah dan akan dimudahkan baginya jalan menuju surga.
Dengan mengetahui bagaimana pentingnya ilmu pengetahuan itu, maka
makalah ini akan akan membahas mengenai QS Al-Baqarah ayat 31. Dengan tujuan
agar pembaca dapat lebih mengetahui lagi bagaimana pentingnya ilmu pengetahuan
dan bagimana ilmu pengetahuan itu bisa ada.
- Judul
Makalah
Makalah
ini berjudul “Allah Mengajarkan Semua Ilmu” karena sesuai dengan tugas yang penulis
terima dan sebagai mahasiswa dituntut untuk dapat memahami bahwa Allah-lah yang
mengajarkan semua ilmu yang ada dan kita dituntut untuk dapat memahami
ilmu-ilmu tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
- Teori
Ilmu merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘alima
yang terdiri dari huruf ‘ayn, lam, dan mim. Secara harfiah ilmu
dapat diartikan kepada tahu atau mengetahui. Secara istilah ilmu berarti
memahami hakikat sesuatu, atau memahami hukum yang berlaku atas sesuatu.
Ada empat hal yang saling berkaitan dalam sistem perolehan ilmu,
yaitu subjek yang memahami, objek yang dipahami, makna atau surah (form)
yang berkaitan dengan objek yang dipahami, dan berhasilnya makna atau surah
(form) itu terlukis dalam jiwa subjek yang memahami.
Pada hakikatnya, ilmu adalah salah satu sifat Allah, karena sifat
itulah Dia disebut dengan ‘Alim (Yang Maha Tahu). Dia adalah sumber
utama ilmu. Segala pengetahuan yang diperoleh manusia merupakan anugerah-Nya.
Ilmu Allah tidak terbatas, manusia hanya memperoleh sedikit saja daripadanya.
Ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia merupakan ilmu dan pengetahuan yang
telah diajarkan-Nya.
Al-Qur’an menggambarkan, ada dua cara Tuhan mengajar manusia, yaitu
pengajaran langsung yang disebut dengan wahyu atau ilham dan pengajaran tidak
langsung. Cara yang terakhir ini berati, bahwa Allah mengajar manusia melalui
media yaitu fenomena alam yang Dia ciptakan.
Maka pelajarilah Al-Qur’an dan alam niscaya manusia akan
mendapatkan ilmu, ketenangan serta kebahagiaan dunia dan akhirat. Namun, Allah juga
mengingatkan manusia agar mempelajari semua itu berangkat atau bermula dari
Tuhan (bismi rabbik), supaya ilmu yang diperoleh tidak melahirkan
kesombongan dan arogansi.[1]Terdapat
lima keutamaan orang yang menuntut ilmu, yaitu:
1.
Mendapat kemudahan untuk menuju surga.
2.
Disenangi oleh para malaikat.
3.
Dimohonkan ampun oleh makhluk Allah yang lain.
4.
Lebih utama daripada ahli ibadah.
5.
Menjadi pewaris Nabi.[2]
- Nash dan Arti QS. Al-Baqarah Ayat: 31
وَعَلَّمَ آدَمَ الأسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى
الْمَلائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاءِ إِنْ كُنْتُمْ
صَادِقِينَ
Artinya
:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya,kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman,
‘Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu jika kamu memang orang-orang yang
benar’.”
Ada beberapa tafsiran mengenai QS Al-Baqarah ayat : 31, diantaranya
:
1.
Tafsir Al-Maraghi
وَعَلَّمَ آدَمَ
الأسْمَاءَ كُلَّهَا
Yang dimaksud dengan al-asma’ adalah nama-nama
Allah, yakni nama-nama yang telah kita ketahui dan kita imani wujud-Nya.
Sengaja digunakan istilah al-asma’ karena hubungannya kuat antara yang menamakan
dan yang dinamai. Allah SWT telah mengajari Nabi Adam berbagai nama makhluk
yang telah diciptakan-Nya. Kemudian Allah memberinya ilham untuk mengetahui
eksistensi nama-nama tersebut. Juga keistimewaan-keistimewaan, cirri-ciri khas
dan istilah-istilah yang dipakai.
ثُمَّ
عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلائِكَةِ
Artinya, Kemudian Adam mengajarkan kepada para Malaikat beberapa
nama tersebut secara ijmal dengan penyampaian berdasarkan ilham atau yang
sesuai. Di dalam pengajaran dan penuturan Adam kepada para Malaikat terkandung
tujuan memuliakan kedudukan Adam dan terpilihnya Adam sebagai khalifah. Dengan
demikian, para Malaikat tidak lagi merasa tinggi diri. Sekaligus merupakan
penunjukan ilmu Allah yang hanya dianugerahkan kepada siapa saja yang
dikehendaki-Nya.
فَقَالَ
أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاءِ
Para Malaikat dituntut untuk menyebutkan nama-nama tersebut, tetapi
mereka tidak akan mungkin mampu mengatakannya. Hal ini karena mereka sama
sekali belum pernah mengetahuinya. Dalam ayat ini terkandung isyarat bahwa
memegang tampuk khalifah, mengatur kehidupannya, menata peraturan-peraturannya,
dan menegakkan keadilan selama di dunia ini diperlukan pengetahuan khusus yang
membidangi masalah kekhalifahan, disamping adanya bakat untuk terjun di bidang
ini.
إِنْ
كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya, Apabila ada sesuatu hal yang membuat kalian heran mengenai
khalifah yang diserahkan kepada manusia, dan kalian pun mempunyai dugaan kuat
yang disertai bukti, maka silahkan kalian menyebut nama-nama yang Aku sebutkan
dihadapan kalian.
Jadi, pengertian ayat tersebut seolah-olah mengatakan kepada
Malaikat, “Kalian tidak mengetahui rahasia-rahasia apa yang kalian maksudkan.
Jadi, bagaimana kalian berani mengatakan sesuatu yang belum kalian ketahui”.
Kata Haula’i terkandung suatu makna bahwa ketika Nabi Adam
menyebutkan nama-nama tersebut, adalah menyebut nama-nama benda yang dapat
dijangkau alat indra, seperti burung-burung, margasatwa, dan jenis-jenis hewan
yang ada dihadapannya.[3]
2.
Tafsir Al Azhar
“Dan telah
diajarkanNya kepada Adam nama-namanya semuanya.” (pangkal ayat 31)
Artinya
diberikan oleh Allah kepada Adam itu semua ilmu:
“Kemudian Dia
kemukaakan semuanya kepada Malaikat. Lalu Dia berfirman: Beritakanlah kepadaKu
nama-nama itu semua, jika adalah kamu makhluk-makhluk yang benar.” (ujung ayat 31).
Sesudah Adam dijadikan, kepadanya telah diajarkan oleh Allah
nama-nama yang dapat dicapai oleh kekuatan manusia, baik dengan panca indra
ataupun dengan akal semata-mata, semuanya diajarkan kepadanya. Kemudian Tuhan
panggillah Malaikat-malaikat itu dan Tuhan tanyakan adakah mereka tahu
nama-nama itu?
“Mereka menjawab : Maha Suci Engkau!
Tidak ada pengetahuan bagi kami, kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kami.
Karena sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Tahu, lagi Maha bijaksana.” (ayat 32).
Di sini nampak penjawaban Malaikat yang mengakui kekurangan mereka.
Tidak ada pada mereka pengetahuan, kecuali apa yang diajarkan Tuhan juga.
Mereka memohon ampun dan karunia menjunjung kesucian Allah bahwasanya
pengetahuan mereka tidak lebih daripada apa yang diajarkan juga. Yang
mengetahui akan semua hanya Allah. Yang bijaksana membagi-bagikan ilmu kepada
barang siapa yang Dia kehendaki.
Merenungi dari ayat ini, ahli-ahli tafsir dan kerohanian Islam
mendapat kesimpulan bahwasanya dengan menjadikan manusia, Allah memperlengkap
pernyataan kuasaNya.[4]
3.
Tafsir Ibnu Katsier
Di sini Allah menyebut kemuliaan kedudukan Nabi Adam a.s. karena
Allah memberinya ilmu nama dari segala benda dan itu terjadi sesudah sujudnya
para Malaikat kepada Adam, dan didahului pasal ini sesuai dengan pertanyaan
para malaikat tetang hikmat pengangkatan khalifah di bumi yang langsung bahwa
Allah mengetahui apa yang tidak mereka ketahui. Juga untuk menerangkan
kelebihan Adam dengan ilmunya.
Allama Aadam al asma’a kullah. Ibnu Abbas berkata, “Mengajarkan
kepada Adam nama-nama semua benda yang akan dijadikan amnusia, binatang dan
lain-lainnya dari segala keperluan hajat manusia di dunia ini.”
Anas r.a. berkata, Nabi Saw. Bersabda, “Kelak pada hari kiamat akan
berkumpul semua kaum mukminin, kemudian mereka berkata, Andaikan kita mendapat
syafi’ yang dapat menyampaikan hal kita kepada Tuhan, lalu mereka pergi kepada
Adam dan berkata, Engkau ayah dari semua manusia, Allah telah menjadikan engkau
langsung dengan tangan-Nya, dan memerintahkan kepada Malaikat supaya sujud
kepadamu, dan mengajarkan kepadamu nama segala sesuatu maka berikan syafaatmu
kepada Tuhan untuk meringankan kami dari penderitaan ini. Jawab Nabi Adam,
“Bukan bagianku”” (HR. Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, Ibnu Majah).
Dengan hadis ini nyata bahwa Allah telah mengajarkan kepada Adam
semua nama dari segala sesuatu.[5]
- Aplikasi
dalam Kehidupan
Berdasarkan
beberapa penjelasan di atas dapat diambil beberapa hal, untuk diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya:
1.
Senantiasa percaya bahwa sumber dari segala ilmu adalah Allah SWT.
2.
Selalu memotivasi diri untuk terus menerus menuntut ilmu.
3.
Tidak merasa tinggi hati
dengan ilmu yang telah dimiliki.
4.
Mengamalkan ilmu yang telah dimilikinya, agar tidak sia-sia dan
bermanfaat bagi orang lain.
5.
Tidak merasa malas untuk menuntut ilmu.
6.
Mempelajari berbagai macam ilmu yang ada.
- Aspek
Tarbawi
Dari beberapa
penjelasan mengenai tafsir QS. AL-Baqarah ayat 31, hikmah pendidikan yang dapat
diambil ialah:
1.
Bahwa orang menuntut ilmu lebih utama dari ibadah.
2.
Orang tanpa ilmu, akan merasa bahwa hidupnya dalam keadaan gelap
gulita.
3.
Senantiasa mengingat bahwa, ilmu pengetahuan sangatlah penting,
karena ilmu pengetahuan lah yang menjadi kebahagiaan kita di dunia maupun di
akhirat.
4.
Senantiasa mengingat bahwa Allah lah yang mengajarkan ilmu kepada
manusia. Dan Allah juga lah sumber dari segala ilmu yang ada.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Ilmu berarti memahami hakikat sesuatu, atau memahami hukum yang
berlaku atas sesuatu. Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk
mencapai kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Dengan ilmu
pengetahuan itu, manusia dapat melaksanakan tugasnya dalam kehidupan ini, baik
tugas khalifah maupun tugas ubudiah. Orang yang mencari ilmu dengan ikhlas akan
dibantu oleh Allah dan akan dimudahkan baginya jalan menuju surga.
Allah adalah sumber utama ilmu. Segala pengetahuan yang diperoleh
manusia merupakan anugerah-Nya. ada dua cara Tuhan mengajar manusia, yaitu
pengajaran langsung yang disebut dengan wahyu atau ilham dan pengajaran tidak
langsung. Ilmu yang diperoleh tidak boleh melahirkan keegoisan, arogansi, dan
tinggi hati.
DAFTAR PUSTAKA
M. Yusuf, Kadar. 2013. Tafsir Tarbawi (Pesan-Pesan Al-Qur’an Tentang Pendidikan). Jakarta:
Amzah.
Umar, Bukhari. 2014. Hadis Tarbawi (Pendidikan dalam Perspektif
Hadis). Jakarta: Amzah.
Al-Maraghy, Ahmad Musthafa. 1985. Terjemah Tafsir Al-Maraghy.
Semarang: Toha Putra.
Hamka. 2001. Tafsir Al Azhar Juz 1. Jakarta: CV Pustaka Panjimas.
Katsier, Ibnu. 1987. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier.
Surabaya: PT Bina Ilmu Offset.
PROFIL PENULIS
Maulana Mujiarto Pangestu
NIM. (2117247)
Kelas E
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI PEKALONGAN
[1] Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi (Pesan-Pesan Al-Qur’an Tentang
Pendidikan), (Jakarta: AMZAH, 2013), hlm. 16-20.
[2] Bukhari Umar, Hadis Tarbawi (Pendidikan dalam Perspektif Hadis), (Jakarta:
AMZAH, 2014), hlm. 16.
[3] Ahmad Musthafa Al-Maraghy, Terjemah Tafsir Al-Maraghy, (Semarang:
CV. TOHA PUTRA, 1985) hlm. 137-139
[4] Hamka,Tafsir Al Azhar Juz I (Jakarta: Pustaka Panjimas,2001),
hlm. 204-205
[5] Ibnu Katsier,Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier (Surabaya:
PT. Bina Ilmu Offset, 1987), hlm. 84
Tidak ada komentar:
Posting Komentar