MUHKAM DAN MUTASYABIH
Nila Sa'adah
NIM. (2318099)
KELAS C
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH
IBTIDAIYAH
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN PEKALONGAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan kekuatan dan kemampuan,sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Muhkam dan Mutasyabih”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. Dan para sahabatnya dan orang-orang yang mau mengikuti sunnahnya.
Ucapan Terima kasih
kami tujukan kepada Bpk.Muhammad Hufron,M.S.I.selaku dosen mata kuliah Ulumul
Qur’an atas tugas yang diberikan sehingga menambah wawasan penulis tentang mMuhkam
dan Mutasyabih.
Makalah ini tentu
tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan.Oleh karena itu penulis dengan
senang hati menerima kritik dan saran dari pembaca guna penyempurnaan penulisan
makalah ini.Akhirnya semoga makalah ini menambah khazanah keilmuan dan
bermanfaat bagi mahasiswa.
Pekalongan, 11 Maret 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A.
Latar Belakang Masalah................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................ 1
C.
Tujuan ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 3
A.
Pengertian Muhkam dan Mutasyabih.............................................. 3
B.
Pembagian Ayat-ayat mutasyabihat................................................ 4
C.
Pandangan dan sikap ulama tentang
ayat mutasyabihat…............... 5
D.
Hikmah adanya ayat-ayat
mutasyabihat..........................................
7
BAB III PENUTUP................................................................................. 9
A.
Kesimpulan...................................................................................... 9
B.
Saran ............................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Al-qur’an diturunkan Allah kepada hamba-hambanya adalah agar alqur’an
menjadi pemberi peringatan bagi alam semesta. Salah satu persoalan ulumul
qur’an yang masih sering kita dengar perselisihannya ialah masalah ayat-ayat
muhkan dan ayat-ayat mutasyabih . Ulama-ulama salaf mereka tidak mau
menafsirkan ayat-ayat mutasyabih , mereka hanya mengimani dan menguraikan apa
yang Allah maksud didalam alqur’an.
Sedangkandikalangan mutaakhirin mereka berani menafsirkan maupun
menakwilkan ayat-ayat mutasyabih. Untuk itu, didalam makalah ini saya akan
mengetengahkan dan menguraikan tentang muhkam mutasyabih.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu
kiranya merumuskan masalah sebagai pedoman agar terfokusnya masalah ini. Adapun
rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian
dari Muhkan dan Mutasyabih?
2.
Apa saja sebab-sebab
terjadinya tasyabuh dalam Alqur’an?
3.
Apa saja pembagian
ayat-ayat mutasyabihah?
4.
Bagaimana
pandangan dan sikap ulama tentang ayat mutasyabih?
5.
Apa saja hikmah
adanya ayat mutasyabih?
C.Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian dari muhkam mutasyabih
2. Untuk
mengetahui sebab-sebab tasyabuh dalam Alqur’an
3. Untuk
mengetahui pembagian ayat dari mutasyabih
4. Untuk
mengetahui pandangan dan sikap ulama mengenai muhkam mutasyabih
5. Untuk
mengetahui hikmah dari ayat mutasyabih
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Muhkam dan Mutasyabih
Kata “muhkam” dan “mutasyabih” adalah bentuk
mudzakar, digunakan untuk mensifati kata-kata yang mudzakar, seperti ungkapan al-qur’an
yang muhkam atau yang mutasyabih. Sedangkan kata muhkamah dan mutasyabihat adalah bentuk mu’anats untuk mensifati kata yang juga mu’annats, seperti surat dan ayat muhkamah atau mutasyabihat.
Secaraa etimologi kata “muhkam” berasal
dari kata “ihkam” yang berarti
kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan pencegahan. “muhkam” dapat berarti sesuatu yang dikukuhkan, jelas, fasih, dan
bermaksud membedakan antara informasi yang hak dengan yang batil, serta
memisahkan urusan yang lurus dari yang sesat. Sedangkan Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh,
yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lainnya, yang
biasanya dapat membawa pada kesamaran antara kedua hal itu.[1]
Secara terminologi, pengertian muhkam
dan mutasyabih terdapat beragam
pendapat diantaranya:
1.
Menurut
As-Suyuthi muhkam adalah sesuatu yang
telah jelas artinya, sedangkan mutasyabih
adalah sebaliknya.
2.
Menurut Imam
Ar-Razi muhkam adalah ayat-ayat yang didalalahya kuat baik maksud maupun
lafaznya, sedangkan mutasyabih adalah ayat-ayat yang didalamnya lemah, masih
bersifat mujmal, memerlukan takwil,
dan sulit dipahami.
3.
Menurut Manna’ Al-Qathtan
muhkam adalah ayat yang maksudnya bisa
diketahui secara langsung tanpa
memerlukan keterangan lain, sedangkan mutasyabih tidak seperti itu, ia
memerlukan penjelasan dengan menunjuk kepada ayat lain.
Dari pendapat-pendapat
tentang ayat-ayat alqur’an yang muhkamat dan mutasyabihat diatas, dapat
disimpulkan bahwa ayat muhkamat adalah ayat yang sudah jelas baik, lafadz
maupun maksudnya sehingga tidak menimbulkan keraguan dan kekeliruan bagi orang
yang memahaminya. Sedangkan ayat-ayat mutasyabihat adalah kumpulan ayat-ayat
yang terdapat dalam alqur’an yang masih belum jelas maksudnya, hal itu
dikarenakan ayat mutasyabih bersifat mujmal (global) dia membutuhkan rincian
lebih dalam.[2]
B.
Pembagian
ayat-ayat Mutasyabihah
Ayat-ayat mutasyabih dapat
dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu pertama
mutasyabih dari segi lafadznya, kedua
mutasyabih dari segi maknanya, dan yang ketiga
merupakan kombinasi dari keduanya, yaitu mutasyabih dari segi lafadz dan
maknanya.
1.
Mutasyabih dari
Segi Lafadz
Mutasyabih dari segi lafadz ini dapat
dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a.
Yang
dikembalikan kepada lafadz yang tunggal, yang sulit pemaknaannya, seperti الاب dan yang dilihat dari segi gandanya lafadz itu dalam pemakaiannya,
seperti lafadz اليد dan العين
b.
Lafadz yang
dikembalikan kepada bilangan susunan kalimatnya, yang seperti ini ada tiga macam:
1)
Mutasyabih
karena ringkasan kalimat, seperti Firman Allah:
وان خفتم
الا تقسطوا في اليتامي
Yang dimaksud dengan اليتامي
disini adalah juga mencakup اليتيمات.
2)
Mutasyabih
karena luasnya kalimat, seperti Firman Allah ليس كمثله شيء niscaya akan
mudah dipahami jika diungkapkan dengan ليس مثله شيء
3)
Mutasyabih
karena susunan kalimatnya, seperti Firman Allah:
انزل علي
عبده الكتاب ولم يجعل له
عوجا قيما
Akan
mudah dipahami bila diungkapkan dengan:
انزل علي
عبده الكتاب كيما ولم يجعل
له عوجا
2. Mutasyabih
dari Segi Maknanya
Mutasyabih ini adalah menyangkut sifat-sifat
Allah, sifat hari kiamat, bagaimana dan kapan terjadinya. Semua sifat yang demikian tidak dapat
digambarkan secara konkret, karena kejadiannya belum pernah dialami oleh siapa pun.
3.
Mutasyabih dari
segi lafadz dan maknanya
Mutasyabih dari segi ini, menurut
As-Suyuthi ada lima macam yaitu:
a.
Mutasyabih dari
segi kadarnya, seperti lafadz yang umum dan khusus: اقتلوا المشركين
b.
Mutasyabih dari
segi caranya, seperti perintah wajib dan sunnah: فانكحوا ماطالب لكم من
النساء
c.
Mutasyabih dari
segi waktu, seperti nasakh dan mansukh
اتقوا الله
حق تقا ته
d. Mutasyabih
dari segi tempat dan suasana dimana ayat itu diturunkan, misalnya:
والرا سخون
في العلم
e.
Mutasyabih dari
segi syarat-syarat, sehingga suatu amalan itu tergantung ada atau tidaknya syarat
yang dibutuhkan. Misalnya ibadah sholat dan nikah tidak dapat dilaksanakan jika
tidak cukup syaratnya.
C.
Pandangan
dan Sikap Ulama dalam Menghadapi Ayat Mutasyabihah
Dikalangan ulama tafsir
terdapat perbedaan pendapat mengenai ayat-ayat mutasyabih ini. Apakah ayat itu
dapat diketahui artinya atau takwilnya atau tidak, kemudian mengenai perbedaan apakah
manusia berhak mengetahui maksud yang tersembunyi itu hanya Allah yang tahu.
Walaupun ada ulama yang mengatakan bahwa ayat-ayat mutasyabih itu dapat ditakwilkan
oleh manusia, namun menurut sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat-ayat
mutasyabih itu tidak dapat diketahui oleh seorang pun kecuali oleh Allah.
Ar-Raghib membagi ayat-ayat mutasyabih menjadi tiga bagian
1.Ayat yang sama sekali tidak
diketahui hakikatnya oleh manusia, seperti waktu tibanya hari kiamat.
2.Ayat mutasyabih yang dapat
diketahui oleh manusia (orang awam)
dengan menggunakan berbagai sarana terutama kemampuan akal pikiran.
3.Ayat-ayat mutasyabih yang khusus
hanya dapat diketahui maknanya oleh orang-orang yang ilmunya dalam dan tidak
dapat diketahui oleh orang-orang selain mereka.
Sedangkan ayat-ayat mutasyabih tentang sifat-sifat Allah terdapat lagi
perbedaan di kalangan ulama: pertama madzhab
salaf mengimani sifat-sifat mutasyabih dan menyerahkan maknanya kepada Allah swt.
Pendapat ini didasari oleh surah Taha ayat 5:
الر حمن
علي العرش
“yaitu
Tuhan yang Maha Pemurah yang bersemayam diatas arasy”
Kedua, madzhab khallaf
menyikapi sifat-sifat mutasyabih Allah, dengan menetapkan makna-makna bagi
lafadz-lafadz yang menuntut lahirnya mustahil bagi Allah, dengan pengertian
yang layak bagi zat Allah, golongan ini dinamakan juga dengan golongan muawwilah.
Dapat disimpulkan bahwa kaum salaf mensucikan Allah dari makna lahir
lafadz dan menyerahkan hakikat maknanya kepada Allah. Lain halnya dengan kaum
khallaf, mereka mengartikan bahwa kata istiwa’
dengan maha berkuasa Allah dalam menciptakan segala sesuatu tanpa susah.
Ayat-ayat Alqur’an yang menyebutkan sifat-sifat mutasyabih:
1.QS. Al Fajr ayat 2: وجأء ربك
والملك صفا صفا
artinya “dan datanglah kepada Tuhanmu
sedang para malaikat berbaris-baris”.
2.QS. Al An’am ayat 61: وهو القاهر
فوق عباده artinya “dan
Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi diatas hamba-hamba Nya”.[3]
3.QS. Al Fath ayat 10: يد الله
فوق ايديهم artinya “Tangan
Allah diatas tangan mereka”.
4.QS. Ali ‘imran ayat 28: ويحذركم الله
نفسه artinya
“Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri-nya”.[4]
D.
Hikmah
Adanya Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih
Ayat-ayat Alqur’an, baik yang muhkam maupun mutasyabihat semuanya datang
dari Allah. Jika yang muhkam maknanya mudah dipahami, sementara yang
mutasyabihat maknanya samar dan tidak semua orang bisa menangkapnya. Para ulama
telah hanya mengkaji hikmah ini, empat diantaranya disebutkan oleh as-suyuthi dalam
kitabnya al-itqan.
Pertama ayat-ayat mutasyabihat
ini mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkap maksudnya sehingga
menambah pahala bagi orang yang mengkajinya. Kedua seluruh al-qur’an muhkam tentunya hanya ada satu madzhab sebab
itu, kejelasannya akan membatalkan semua madzhab di luarnya. Ketiga jika al-qur’an mengandung ayat-ayat
mutasyabihat maka, untuk memahami diperlukan cara penafsiran dan tarjih antara satu
dengan lainnya. Keempat al-qur’an
berisi dakwah terhadap orang-orang tertentu dan umum. Orang-orang awam biasanya
tidak menyukai hal-hal yang bersifat abstrak.
Menurut keterangan al-zarqani dapat diterapkan sesuai dengan kelompok
ayat-ayat mutasyabihat kepada tiga kategori. Pertama ayat-ayat yang maksudnya hanya diketahui oleh Allah. Kedua ayat-ayat yang dapat dipahami oleh
semua orang. Ketiga ayat-ayat yang
hanya dipahami oleh ulama tertentu. Inilah sebagian hikmah yang dikemukakan
oleh para ulama sehubungan dengan keberadaan ayat-ayat mutasyabihat dalam
al-qur’an. [5]
BAB
III
PENUTUP
A
Kesimpulan
Dari uraian muhkam dan mutasyabih
diatas, dapat dipahami bahwa:
1.Muhkam adalah ayat yang sudah jelas maksudnya
ketika kita membacanya, sedangkan ayat mutasyabih adalah ayat-ayat yang perlu
ditakwilkan dan setelah ditakwilkan barulah kita dapat memahami tentang maksud ayat-ayat
itu.
2.Ayat-ayat mutasyabih adalah salah satu kajian dalam
ilmu al-qur’an yang para ulama menilainya dengan alasan masing-masing menjadi
dua macam yaitu pendapat ulama salaf dan khallaf.
B
Saran
Dalam memahami ayat-ayat
muhkam dan mutasyabih tentunya terdapat perbedaan antara ulama satu dengan
lainnya, maka dari itu kita sebagai mahasiswa sepantasnya tidak mempermasalahkan
perbedaan tersebut karena para ulama memiliki dasar dari perbedaan tersebut.
Daftar pustaka
Usman.2009. Ulumul Qur’an.Yogyakarta:
penerbit teras.
Anwar, Abu.2002. Ulumul
Qur’an sebuah pengantar. Pekanbaru: Amzah.
Drajat, Amroeni. 2017.ulumul
qur’an pengantar ilmu-ilmu alqur’an.Depok: kencana
LAMPIRAN
1.Biodata penulis
Nama. : Nila Sa'adah
Tempat, tanggal lahir :
Pemalang, 25 Agustus 2000
Alamat. : ds. Tegalsari Timur
kec. Ampelgading kab. Pemalang
Hobi. : membaca
2.Referensi
[1] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta:
penerbit teras, 2009), hlm. 219-220.
[2] Abu Anwar, Ulumul Qur’an sebuah
pengantar, (Pekanbaru,: Amzah, 2002), hlm. 77-78.
[3] Ibid, hlm. 81-85.
[4] Amroeni Drajat, ulumul qur’an
pengantar ilmu-ilmu alqur’an, (Depok: kencana, 2017), hlm. 82-83.
[5] Ibid, hlm. 100-103.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar