MAKALAH
Sejarah Islam pada
Masa Khulafaur Rasyidin
Disusun guna
memenuhi tugas:
Mata kuliah :
Sejarah Peradaban Islam
Dosen pengampu :
Ghufron Dimyati, M.S.I
Disusun oleh:
1. Hanum Maulida A (2021113029)
2. Masruhan (2021113034)
3. Ikroma Mauludina (2021113038)
Kelas : F
PROGRAM STUDI PAI JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Disadari ataupun tidak, sesungguhnya
manusia memiliki naluri dan watak berpolitik, watak untuk mengatur,
mempengaruhi, dan menghegemoni orang lain. Berpolitik merupakan aktualisasi
diri dalam ranah publik sebagai bukti bahwa dirinya memiliki
kekuatan yang dapat didarmabaktikan kepada bangsa
dan negara atau kepada masyarakat luas. Selain itu berpolitik juga
panggilan dari ajaran Islam, salah satunya untuk melakukan dakwah amar makruf
nahi munkar. Tidaklah herakan kalau dalam bentangan sejarah yang panjang, sejak
Rasulullah Muhammad saw, khulafaurrasyidin, Umayyah (661-750) sampai Abbasiyah
(750-1258) diwarnai kejayaan dalam bidang politik, karena
kemampuannya melakukan ekspansi atau futuhat
ke negara-negara atau daerah lain.
Selain itu, karena persoalan politik
juga, perpecahan, peperangan dan pertumpahan darah di tubuh umat Islam tidak
dapat dielakkan. Perang jamal antara menantu dan mertua (Ali bin
Abi Thalib dengan ‘Aisyah), perang siffin antara khalifah dengan gubernur (Ali
bin Abi Thalib dengan Mu’awiyyah) sebagai bukti sejarah yang sulit dibantah.
Peristiwa politik ini sebagai bahan analisis orientalis, yang berkesimpulan
bahwa berkembangnya Islam karena perang, berarti umat Islam suka menumpahkan
darah. Hal ini diperkuat perilaku politik negara-negara Islam yang tidak dapat
bersatu, malah berperang sesama negara Islam, misalnya Iran-Irak, Iran-Kuwait.
Oleh karena itu, kiranya perlu kita
sebagai Umat islam untuk mengetahui sejarah peradaban pada masa sebelum kita.
Sehingga kami membuat makalah yang berjudul “Peradaban Islam pada Masa
Khulafaur Rasyidin”.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah dan siapakah Khulafaur Rasyidin itu?
2.
Bagaimana kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq?
3.
Bagaimana kepemimpinan Khalifah Umar bin Khatab?
4.
Bagaimana kepemimpinan Khalifah Usman bin Affan?
5.
Bagaimana kepemimpinan Khalifah Ali bin Abi Thalib?
6.
Bagaimana kemajuan peradaban pada masa Khulafaur Rasyidin?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Khulafa Al-Rasyidin
Muhammad SAW , disamping sebagai Rasulullah juga sebagai
kepala pemerintahan dan pemimpin masyarakat. Setelah beliau wafat, fungsi
beliau sebagai kepala pemerintahan dan pemimpin masyarakat harus ada yang
menggatikannya. Selanjutnya, pemerintahan islam dipegang oleh empat orang
sahabat terdekatnya. Kepemimpinan dari para sahabat Rasulullah ini disebut
periode Khulafa’ al-Rasyidin ( para pengganti yang mendapat bimbingan ke jalan
yang lurus) .
Menurut bahasa, Khalifah (خليفة Khalīfah) merupakan
mashdar dari fi’il madhi khalafa , yang berarti : menggantikan atau menempati
tempatnya. Menurut istilah adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat Islam
setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW
(570–632). Kata "Khalifah" sendiri dapat diterjemahkan sebagai
"pengganti" atau "perwakilan". Khulafaur Rasyidin (bahasa Arab: الخلفاء
الراشدون)
atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin)
pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat
Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah
ia wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang
tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di
saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan
berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam. Empat Khalifah tersebut adalah :
1.
Abu Bakar, 11-13 H/632-634 M
2.
Umar bin Khatab, 13-23
H/634-644 M
3.
Usman bin Affan, 23-35
H/644-656 M
4.
Ali bin Abi Thalib 35-40 H/656-661 M[1]
Tugas Khulafaur Rasyidin
sebagai kepala Negara adalah mengatur kehidupan rakyatnya agar tercipta
kehidupan yang damai, adil, makmur, aman, dan sentosa. Sedangkan sebagai
pemimpin agama Khulafaur Rasyidin
bertugas mengatur hal-hal yang berhubungan dengan masalah keagamaan. Bila
terjadi perselisihan pendapat maka kholifah yang berhak mengambil keputusan.
Meskipun demikian Khulafaur Rasyidin dalam melaksanakan tugasnya selalu
mengutamakan musyawarah bersama, sehingga setiap kebijakan yang diambil tidak
bertentangan dengan kaum muslimin.
Ciri khas pemerintahan Khulafa’ Al-Rasyidin adalah teladan kehidupan Nabi yang sangat
berpengaruh besar pada sikap dan perilaku pemimpin muslim. Dalam menghadapi
kesulitan negara, khalifah tidak pernah bertindak sendiri, selalu mengutamakan
musyawarah (demokratis).[2]
Mereka pun di pilih secara Musyawarah, tidak seperti periode setelahnya yang
kekhalifahan diwariskan secara turun menurun.
B.
Abu Bakar Ash-Shidiq ( 11-13 H/632-634 M )
Nama aslinya adalah Abdullah bin Abi Quhafah at Tamimi.
Para sahabat menyebutnya Abu Bakar karena pagi-pagi betul (paling dini/paling
awal) beliau masuk Islam. Ia adalah mertua Nabi dan termasuk Assabiqunal
Awwalun (orang yang awal-awal masuk Islam) dari golongan orang tua. Ia dikenal
dengan sebutan Ash-Ashidiq (yang dipercaya) karena segera membenarkan Rasul
dalam berbagai peristiwa terutama Isra’ Mi’raj. Ia memiliki watak yang kuat,
jujur, dan dinamis, berperawkan sedang, berwajah mungil dan berkulit cerah.[3]
Abu bakar selalu terlibat dalam semua peristiwa yang
dialami Rasulullah. Abu bakar selalu setia menemani Rasulullah sejak masuk
Islam sampai Rasulullah wafat. Dia berhijrah bersama Rasulullah ke Madinah dan
orang yang menemani Rasulullah di dalam Gua pada saat hijrah. Dia juga orang
yang tidak lari dan tetap setia ketika banyak pasukan melarikan diri pada saat
perang Hunain. [4]
Pada perang tabuk, Abu Bakar menyedekahkan semua hartanya
untuk bekal pasukan Islam. Sedangkan panji Islam dalam perang ini berada di
tanganya. Banyak sahabat yamg masuk Islam melaluinya, diantaranya Usman bin
Affan, Zubair bin Awwam, dan Abdur Rahman bin Auf. Dia juga telah membeli dan
membebaskan sejumlah budak yang mendapat siksaan yang keras dari tuannya karena
masuk Islam, diantaranya Bilal bin Rabbah, Amir bin Fuhairah, Zanirah dan yang
lainnya.
Permasalahan politik yang pertama kali muncul sepeninggal
Rasulullah adalah siapakah yang akan menggantikan beliau sebagai kepala
pemerintahan dan bagaimana sistem pemerintahannya. Masalah tersebut diserahkan
kepada kaum muslimin. Rasul mengajarkan satu prinsip, yaitu musyawarah , sesuai
ajaran Islam sendiri. Prinsip musyawarah ini dapat dibuktikan pada peristiwa
yang terjadi dalam setiap pergantan pimpinan dari empat khalifah periode
Khulafaur Rasyidin, meski dengan versi yang beragam.
Abu bakar memangku jabatan khalifah berdasarkan pilihan
yang berlangsung sangat demokratis di Muktamar Tsaqifah Bani Sa’idah. Kaum
Anshar mengajukan calon Sa’ad bin Ubadah, kaum Muhajirin mengajukan calon Abu
Ubaidah ibn Jarrah. Sementara itu Ahlul Bait menginginkan agar Ali bin Abi
Thalib menjadi khalifah atas dasar kedudukannya dalam Islam, juga sebagai
menantu dan karib Nabi. Namun, melalui perdebatan dengan beradu argumentasi,
akhirnya Abu Bakar disetujui oleh jamaah kaum muslimin untuk menduduki jabatan
khalifah.[5]
Abu Bakar menjadi khalifah
hanya 2 tahun pada tahun 634 M, yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi
berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya Nabi karena
mereka mengangap perjanjian yang dibuat Nabi tidak berlaku lagi
ketika beliau wafat, karna masalah ini Abu Bakar menyelsaikan dengan
perang riddah (perang melawan kemudhorotan). Mereka melakukan riddah yaitu
gerakan pengingkaran terhadap Islam. Riddah berarti murtad, beralih agama Islam
ke kepercayaan semula, secara politis merupakan pembangkangan (distortion)
terhadap lembaga khalifah.
Ia menyadari bahwa kekuatan
kepemimpinanya bertumpu pada komunitas yang bersatu ini, yang pertama kali
menjadi perhatian khalifah adalah merealisasikan keinginan Nabi yang hampir
tidak terlaksana, yaitu mengirim ekspedisi ke perbatasan Suriah di bawah
pimpinan Usamah.
Dalam memerangi kaum
murtad, dari kalangan kaum muslimin banyak hafizh (penghafal Alquran) yang
tewas. Dikarenakan merupakan penghafal bagian-bagian Alquran, Umar cemas jika
angka kematian itu bertambah, yang berarti beberapa bagian Alquran akan musnah.
Oleh karena itu, ia menasihati Abu bakar untuk membuat suatu “kumpulan”
Alquran. Mulanya khalifah agak raagu karena tidak melakukan otoritas
dari Nabi, tetapi kemudian ia memberikan persetujuan dan menugaskan
Zaid bin Tsabit. Menurut Jalaluddin As-Suyuti bahwa pengumpulan Alquran ini
termasuk salah satu jasa besar dari khalifah Abu Bakar.[6]
Sebagai seorang kepala
negara, Abu Bakar telah melakukan beberapa kebijakan penting. Misalnya dalam
bidang keagamaan adalah mengumpulakn Al-Qur’an yg semula merupakan usulan Umar
bin Khatab. Kebijakan lainnya adalah melakukam upaya penyadaran terhadap mereka
yang telah melakukan penyelewengan terhadap ajaran Nabi Muhammad SAW.
Selain kebijakan dibidang
agama, Abu Bakar juga melakukan kebijakan non agama. Di antara kebijakan itu
adalah Abu Bakar membuat lembaga keuangan, mengembangkan prinsip-prinsip
demokrasi dalam pengambilan sebuah keputusam dengan membentuk semacam dewan
perwakilan.
Pemerintahan
Abu Bakar sama dengan pemerintahan Nabi semua berpusat di
sentral. Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, Abu Bakar
melanjutkan persoalan ini dengan
mengirim Khalid Ibn Walid dikirim
ke Irak dan dapat menguasai al-Hirah. Abu Bakar meninggal dunia
pada hari Senin, 23 Agustus 624 M, setelah lebih kurang 15 hari terbaring di
tempat tidur. Ia berusia 63 tahun dan kekhalifahannya berlangsung 2 tahun 3
bulan 11 hari.
C.
Khalifah Umar bin Khatab (12-23 H/ 634-643 M)
Umar bin Khatab adalah keturunan Quraisy dari
suku Bani Ady. Suku Bani Ady terkenal sebagai suku yang
terpandang mulia dan berkedudukan tinggi
pada masa Jahiliah. Umar bekerja sebagai saudagar. Beliau juga sebagai
duta penghubung ketika terjadi suatu masalah antara kaumnya dengan suku Arab
lain. Sebelum masuk Islam beliau adalah orang yang paling keras menentang
Islam, tetapi setelah beliau masuk Islam dia pulalah yang paling depan dalam
membela Islam tanpa rasa takut dan gentar.
Umar bin Khaththab nama
lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail keturunan Abdul Uzza Al-Quraisy
dari suku Adi. Umar merupakan khalifah yang menggantikan Abu Bakar setelah
beliau wafat, ia di angkat menjadi khalifah karna ditunjuk Abu Bakar yang
kemudian diserahkan kepada persetujuan umat Islam. Ia mendapat julukan khalifah
khalifati Rasulluh (pengganti dari pengganti Rasullah), ia juga
mendapat julukan amir al-muminin (komandan dari orang-orang
beriman) suhubungan dengan penaklukan-penaklukan yang berlangsung pada
masa pemerintahannya.
Dalam rangka menjalankan
pemerintahannya, Umar bin Khatab melakukan beberapa hal yang di pandang
penting. Kebijakan itu antara lain adalah upaya konslidasi. Basis pemerintahan
Madinah secara luas dikembangkan, sehingga termasuk di dalamnya semua orang
Arab tanpa terkecuali. Umar bin Khatab mengangkat Abu Ubaid al-Tsaqib menjadi
pemimpin di kalangan mereka, yang langsung ditugasi membentuk front tersendiri,
sekaligus merekrut suku-suku yang pernah terlibat dalam perang riddah, untuk
disalurkan dalam peperangan di wilayah-wilayah Sasaniyah di kemudian hari.
Selain Umar bin Khatab melakukan konsolidasi internal, dia juga melakukan upaya
untuk mengakomodasi potensi dan bakat administratur pemerintahan.[7]
Kepemimpinan Umar bin Khattab tak seorangpun yang dapat
meragukannya. Seorang tokoh besar setelah Rasulullah SAW dan Abu Bakar As
Siddiq. Pada masa kepemimpinannya kekuasaan islam bertambah luas. Beliau
berhasil menaklukkan Persia, Mesir, Syam, Irak, Burqah, Tripoli bagian barat,
Azerbaijan, Jurjan, Basrah, Kufah dan Kairo.
Pada massa Umar mulai di atur
sistem pembayaran gaji dan pajak tanah pengadilan didirikan dalam rangka
memisahkan lembaga yudikatif dan eksekutif untuk menjaga keamanan dan
ketertiban jabatan kepolisian
dibentuk demikian pula jabatan pekerjaan umum pada massa Umar sistem
pemerintahan sudah di bagi menurut bidangnya masing masing , tidak seperti pada
massa Abu Bakar dan Rasulullah SAW sendiri semua
bidang sudah ada pengurus masing masing.
Pada massa umar juga dikenal dengan
adanya pajak orang yaitu : orang pendatang yang bukan dari daerah islam dan
bukan orang islam dikenakan pajak orang yakni orang itu harus membayar pajak atas
dirinya sendiri kepada negara. Umar juga mendirikan bait al-maal sebagian tempat
menyimpan harta negara selain itu umar juga menempa mata uang dan menciptakan
tahun hijriyah
Jadi, Umar bin Khattab juga seorang yang cerdas. Mayoritas
sahabatpun berpendapat bahwa Umar bin Khattab menguasai 9 dari 10 ilmu. Dengan
kecerdasannya beliau menelurkan konsep-konsep baru, seperti menghimpun Al Qur’an
dalam bentuk mushaf, menetapkan tahun hijriyah sebagai kalender umat Islam,
membentuk kas negara (Baitul Maal), menyatukan orang-orang yang melakukan
sholat sunah tarawih dengan satu imam, menciptakan lembaga peradilan, membentuk
lembaga perkantoran, membangun balai pengobatan, membangun tempat penginapan,
memanfaatkan kapal laut untuk perdagangan, menetapkan hukuman cambuk bagi
peminum "khamr" (minuman keras) sebanyak 80 kali cambuk, mencetak
mata uang dirham, audit bagi para pejabat serta pegawai dan juga konsep yang
lainnya.
Khalifah Umar juga
meletakkan prinsip-prinsip demokratis dalam pemerintahannya dengan membangun
jaringan pemerintahan sipil dan paripurna). Umar dikenal bukan saja
pandai menciptakan peraturan-peraturan baru, dia juga memperbaiki
dan mengkaji ulang terhadap kebijaksanaan yang telah ada, jika itu diperlukan
oleh panggilan zaman demi tercapainya kemaslahatan umat Islam.
Khalifah Umar memerintah
selama 10 tahun lebih 6 bulan 4 hari. Masa jabatannya habis karna
meninggal, ia dibunuh oleh seorang budak dari Persia yang
bernama Fairuz atau Abu Lu’lu’ah, beliau ditikam dengan pisau tajam ketika
hendak mendirikan shalat subuh yang telah ditunggu oleh jama’ahnya di masjid
Nabawi. Khalifah Umar wafat tiga hari setelah peristiwa penikaman atas
dirinya, yakni 1 Muharam 23 H/644 M.
D.
Khalifah Usman bin Affan
(23-35 H/ 644-656 M)
Dia bernama Usman bin Affan
bin Abi ‘Ash bin Umayyah bin Abdu Syams. Dia berasal dari Bani Umayyah dan dari
kalangan terpandang. Usman terkenal sebagai seorang pedagang yang dermawan dan
murah hati. Dia adalah seorang yang paling kaya di masa sebelum Islam dan
sesudah Islam.[8]
Sebelum
khalifah Umar wafat, beliau sempat berwasiat dan menunjuk tim yang terdiri dari
6 orang sahabat terkemuka, sekaligus telah dijamin Nabi masuk surga, sebagai
calon ganti kekhalifaannya. Keenam orang tersebut adalah Usman bin Affan, Ali bin Abi
Tholib, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan Sa’ad
bin Abi Waqash. Kepada
tim, Umar menganjurkan agar putranya, Abdullah bin Umar ikut sebagai peserta
musyawarah dan tidak boleh dipilih menjadi khalifah. Awalnya hasil musyawarah yang diketuai oleh Abdurrahman bin
Auf menunjukkan bahwa suara pada posisi seimbang, antara Ali dan Usman. Karena
Usman lebih tua, Abdurrahman menetapkan Usman bin Affan sebagai khalifah. Ketetapan itu disetujui oleh anggota tim dengan berbagai
pertimbangan yang matang. Disamping Usman sebagai salah seorang sahabat yang
terdekat dengan Nabi, beliau juga seorang Assabiqunal Awwalun yang terkenal
kaya dan dermawan, jiwa dan hartanya dikorbankan demi kejayaan Islam. Usman bin
Affan dibaiat sebagai khalifah pada tahun 23 H/644 M.
Pada massa pemerintahan
Usman bin Affan, jasa-jasa yang ditorehkan beliau antara lain:
Pertama,
perluasan wilayah. Di masa pemerintahan Usman, imperium Arab meluas di Asia dan
Afrika. Setelah menaklukan Persia, penyerbuan-penyerbuan dalam rangka ekspanasi
dilanjutkan. Akhirnya wilayah Balkh, Turkistan, Hirat, Kabul, Ghazni, Khurasan
termasuk Nishafur, Tus dan Merv, jatuh ke tangan orang-orang Islam pada tahun
30 H.
Kedua,
pembukuan mushaf Al-Qur’an. Usaha ini penting dilakukan karena untuk menjaga
Al-Qur’an dari perubahan, pemalsuan, dan mempersatukan kembali bedaan bacaan,
juga dalam usaha mempersatukan umat dalam satu kesatuan politik.
Ketiga,
perluasan Nasjid Nabawi dan Masjid Al-Haram. Masjid
Nabawi diperluas hingga 160x150 hasta dengan tiang-tiang pualam, dinding batu
berukir, bertahta perak dan beratap melengkung. Sedangkan Masjid al-Haram telah
mempunyai bangunan sekitar Ka’bah dengan Kiswah dari Mesir yang sebelumnya
hanya anyaman kulit.
Keempat,
membangun perekonomian, membangun angkatan laut dan
pengaturan administrasi negara. Dalam usaha membangun perekonomian, khalifah
Usman memindahkan pelabuhan Hijaz ke Bandar Su’aibi di Jeddah. Khalifah Usman
juga membangun angkatan laut yang tangguh dalam rangka memfasilitasi ekspansi
Islam. Selain itu, Usman juga membangun lembaga administrasi Negara. Diantarany
yaitu Majlis Syura atau lembaga konsultasi.[9]
Usman bin Affan sebenarnya
banyak mengikuti khalifah pendahulunya, namun karena situasi yang berubah cepat
ia mulai merubah kebijakannya. Perubahan kebijkan ini menjadi awal kemerosotan
pemerintahan Usman. Ketidakpuasan muncul dikalangan kelompok Muslim. Para
pembangkang menuduh bahwa Usman telah mengangkat anggota-anggota Bani Umayyah
pada jabatan-jabatan tinggi dan bergelimang harta. Misalnya Khalifah Usman
mengangkat Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara, Muawiyah sebagai
Gubernur Suriah dan lain-lain.
Tuduhan-tuduhan inilah yang
kemudian memuncak menjadi fitnah besar yang memotivasi para pemberontak dari
wilayah Mesir, Kufah dan Basrah. Fitnah besar ini dikobarkan oleh Abdullah bin
Saba’, seorang Yahudi asal Yaman yang pura-pura masuk Islam. Abdullah bin Saba’
juga membuat surat palsu atas nama khalifah, Ali, dan Aisyah yang didalamnya
berisi tulisan bahwa khalifah akan mengundurkan diri dan Ali akan nail. Disebutkan
bhawa siapa saja yang tidak setuju, maka orang yang bersangkutan akan dibunuh.
Para pemberontak itu
mengepung kediaman Usman bin Affan. Mereka memasuki rumah Usman dengan
melompati pagar rumahnya. Mereka membunuh Usman dengan pedang dan merampok harta
Baitul Mal. Peristiwa ini terjadi pada Bulan Dzulhijjah tahun 35 H/656 M.
Dengan demikian, usia kekuasaannya adalah 12 tahun.[10]
E.
Khalifah
Ali Bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)
Ali
adalah putra Abi Thalib ibn Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu Nabi Muhammad SAW
yang kemudian menjadi menantunya karena menikahi putri Nabi Muhammad SAW yaitu
Fatimah. Ia telah ikut bersama Rasulullah SAW sejak bahaya kelaparan mengancam
kota Mekkah dan tinggal dirumahnya. Ia masuk islam ketika usianya sangat muda
dan termasuk orang yang pertama masuk islam dari kaum lelaki. Pada saat Nabi
menerima wahyu yang pertama, Ali berumur 13 tahun, menurt A.M Saban, sedangkan
menurut Mahmudunnasir Ali berusia berumur 9 tahun.[11]
Ali
adalah seorang yang memiliki banyak kelebihan, selain itu ia adalah seorang
pemegang kekuasaan. Ia adalah pahlawan yang gagah berani, penasihat yang
bijaksana, penasihat hukum yang ulung dan pemegang teguh tradisi, seorang
sahabat sejati dan seorang lawan yang dermawan. Ia telah bekerja keras sampai
akhir hayatnya dan merupakan orang kedua yang berpengaruh setelah Nabi Muhammad
SAW.
Beberapa
hari pembunuhan Utsman, stabilitas keamanan kota Madinah menjadi rawan. Gafiqy
bin Harb memegang keamanan ibu kota islam itu selama kira-kira lima hari sampai
terpilihnya khalifah yang baru. Kemudian Ali bin Abi Thalib tampil menggantikan
Utsman, menerima bai’at dari sejumlah kaum muslimin.
Kota
Madinah saat itu sedang kosong, para sahabat banyak yang berkunjung
kewilayah-wilayah yang baru ditaklukan. Sehingga hanya beberapa sahabat yang
masih berada di Madinah. Oleh karena itu, Ali pun menanyakan keberadaan mereka
karena merekalah yang berhak menentukan siapakah yang akan menjadi khalifah
lantaran keseniorannya dan mengikuti perang Badar. Maka muncullah Thalhah,
Zubair dan Sa’ad membai’at Ali yang kemudian diikuti oleh banyak orang, dan
yang paling awal membai’at Ali adalah Thalhah bin Ubaidillah.
Tugas
pertama yang dilakukan Khalifah Ali adalah menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan
Umar, menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah dibagikan oleh Utsman
kepada kaum kerabatnya kedalam kepemilikan negara, Ali juga menurunkan semua
Gubernur yang tidak disenangi rakyat. Gubernur Suriah, Muawiyyah juga diminta
meletakan jabatan, tetapi ia menolak perintah Ali, bahkan ia tidak mengakui
kekhalifahannya.
Oposisi
terhadap khlifah secara terang-terangan dimulai oleh Aisyah, Thalhah dan
Zubair. Meskipun masing-masing mempunyai alasan pribadi sehubungan dengan
penentangan terhadap Ali. Mereka sepakat menuntut khalifah segera menghukum
para pembunuh Utsman. Tuntutan yang sama juga diajukan oleh Muawiyyah, bahkan
ia memanfaatkan peristiwa berdarah itu untuk menjatuhkan legalitas kekuasaan
Ali, dengan membangkitkan kemarahan rakyat dan menuduh Ali sebagai orang yang
mendalangi pembunuhan Utsman, jika Ali tidak dapat menemukan dan menghukum
pembunuh yang sesungguhnya. Akan tetapi, tuntutan mereka tidak mungkin
dikabulkan oleh Ali.
Khalifah
Ali sebenarnya ingin menghindari pertikaian dan mengajukan kompromi kepada
Thalhah dan kawan-kawan, tetapi tampaknya penyelesaian damai sulit dicapai.
Oleh karena itu, kontak senjata tidak dapat terelakan lagi. Thalhah dan Zubair
terbunh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah dikembalikan ke Madinah.
Peperangan ini dikenal dengan nama “perang Jamal” (perang unta), yang terjadi
pada tahun 36 H, karena dalam pertempuran tersebut Aisyah istri Nabi
mengandarai unta.
Segera
sesudah menyelesaikan greakan Thalhah dan kawan-kawan, pusat kekuasaan Islam
dipindahkan ke kota Kuffah. Sejak itu berakhirlah Madinah sebagai ibu kota
kedaulatan Islam dan tidak ada lagi seorang khalifah yang berkuasa yang berdiam
disana. Sekarang Ali adalah pemimpin seluruh wilayah Islam, kecuali Suriah.
Maka
dengan dikuasainya Syiria oleh Muawiyah, yang secara terbuka menentang Ali, dan
penolakan atas perintah meletakan jabatan Gubernur, memaksa Khlifah Ali untuk
bertindak. Pertempuran sesama muslim terjadi lagi, yaitu antara angkatan perang
Ali dan Muawiyah dikota tua Siffin, dekat sungai Eufrat pada tahun 37 H.
Khalifah Ali mengerahkan 50.000 pasukan untuk menghadapi Muawiyah. Sebenarnya
pihak Muawiyah telah terdesak kalah, dengan 7.000 pasukannya terbunuh, yang
menyebabkan mereka mengangkat Al Qur’an sebagai tanda damai denagn cara Tahkim.
Khalifah diwakili oleh Abu Musa Al-Asy’ari, sedangkan Muawiyah diwakili oleh
‘Amr bin Ash yang terkenal cerdik. Dalam tahkim tersebut khalifah dan Muawiyah
harus meletakan jabatan, pemilihan baru harus dilaksanakan. Abu Musa pertama
kali menurunkan Ali sebagai khalifah. Akan tetapi, Amr bin Ash berlaku
sebaliknya, tidak menurunkan Muawiyah tetapi justru mengangkat Muawiyah sebagai
khalifah, karena Ali telah diturunkan oleh Abu Musa. Peperangan Siffin yang
diakhiri dengan tahkim (Arbritase), namun tidak menyelesaikan masalah dan menyebabkan lahirnya golongan Khawarij,
orang-orang yang keluar dari barisan pendukung Ali. Akibatnya sungguh sangat
fatal bagi Ali, tentara semakin lemah, sementara kekuatan Muawiyah bertambah
besar.
Karena
kekuatannya terlalu banyak menurun, terpaksa Khalifah Ali menyetujui perjanjian
damai dengan Muawiyah, yang secara politis berarti khalifah mengakui
keabsahan kepemilikan Muawiyah atas
Syiria dan Mesir. Kelompok Muawiyah juga berusaha sedapat mungkin untuk merebut
massa Islam dari pengikut Ali.[12]
Kaum Khawarij merencanakan untuk membunuh Ali, karena itu, Abdurrahman ibn
Muljam pengikut setia kaum Khawarij, memebrikan pukulan yang hebat kepada Ali
sewaktu beliau akan adzan di Masjid, pukulan itu fatal karena terkena hantaman
pedang beracun di dahinya. Dan tepat
pada tanggal 17 Ramadhan 40 H (661 M) khalifah Ali terbunuh. Dan Pada tanggal 20 Ramadhan (661 M) masa
pemerintahan Ali berakhir.[13]
Hasan
sebagai anak tertua Ali mengambil alih kedudukan ayahnya sebagi khalifah kurang
lebih selama lima bulan. Tentaranya dikalahkan oleh pasukan Syiria, dan para
pendukungnya di Irak meninggalkannya sehingga dengan demikian tidak dapat lebih
lama lagi mempertahankan kekuasaanya, kemudian turun tahta. Pada tahun 4 H (661
M) Muawiyah memasuki kota Kufah yang oleh Ali dipilih sebagai pusat
kekuasaannya. Sumpah kesetiaan diucapkan kepadanya dihadapan dua putra Ali,
Hasan dan Husain. Rakyat berkerumun disekelilingnya sehingga pada tahun 4 H
disebut sebagai “Amul Jama’ah” tahun jamaah.[14]
F.
Kemajuan
Peradaban Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Masa
kekuasaan Khulafaur Rasyidin yang dimulai sejak Abu Bakar Ash Shidiq hingga Ali
bin Abi Thalib, merupakan masa kekuasaan khalifah Islam yang berhasil dalam
mengembangkan wilayah Islam lebih luas. Nabi Muhammad SAW yang telah meletakan
dasar agama Islam di Arab, setelah beliau wafat, gagasan dan ide-idenya
diteruskan oleh para Khulafaur Rasyidin. Pengembangan agam Islam dilakukan
dalam waktu yang relatif singkat telah membuahkan hasil yang gilang-gemilang.
Dari hanya wilayah Arabia, ekspansi kekuasaan Islam menembus keluar Arabia
memasuki wilayah Afrika, Syiria, Persia bahkan menembus ke Bizantium dan
Hindia.
Pada
masa kekuasaan Khulafaur Rasyidin, banyak kemajuan peradaban yang telah dcapai.
Diantaranya adalah munculnya gerakan pemikiran dalam Islam. Diantara gerakan
pemikiran yang menonjol adalah sebagai berikut:
1.
Menjaga
keutuhan Al Qur’an dan mengumpulkannya dalam bentuk mushaf pada masa Abu Bakar
2.
Memberlakukan
mushaf standar pada masa Utsman bin Affan
3.
Keseriusan
mereka mencari serta mengajarkan ilmu dan memerangi kebodohan berislam para
penduduk negeri. Mereka mengajarkan Al Qur’an dan As Sunah kepada banyak
penduduk negeri yang sudah dibuka
4.
Sebagian
orang yang tidak senang kepada Islam, terutama dari pihak orientalis abad ke-19
banyak yang mempelajari fenomena futuhat al-Islamiyah dan
menafsirkannya.
5.
Islam
pada masa awal tidak mengenal pemisahan antara dakwan dan negara, antara da’i
maupun panglima. Tidak dikenal orang yang berprofesi sebagai da’i. Para
khalifah adalah penguasa, imam shalat, mengadili orang yang berselisih, da’i
dan juga panglima perang.
Disamping
itu, dalam hal peradaban juga terbentuk oraganisasi negara atau lembaga-lembaga
yang dimiliki pemerintahan kaum muslimin sebagai pendukung kemaslahatan kaum
muslimin. Dr. Hasan Ibrahim dalam bukunya “Tarikh al-Islam As-Siyasi”,
menjelaskan bahwa organisasi atau lembaga-lembaga yang ada pada masa Khulafaur
Rasyidin adalah sebagai berikut:
1.
Lembaga
Politik
Yaitu khilafah (jabatan kepala negara), wizarah
(kementerian negara) dan kitabah (sekretaris negara)
2.
Lembaga
Tata Usaha Negara
Yaitu Idaratul aqalim (pengelolaan pemerintah daerah) dan Diwan
(pengurusan departemen)
3.
Lembaga
Keuangan Negara
Yaitu dalam masalah ketentraman, baik angkatan perang maupun
angkatan laut, serta perlengkapan dan persenjataan.
4.
Lembaga
Kehakiman Negara
Yaitu Qadhi (penagdilan negeri), Madhalim (pengadilan
banding) dan Hisabah (pengadilan
perkara dan pidana)[15]
Peristiwa-peristiwa penting pada masa Khulafaur Rasyidin[16]
Tahun
|
Peristiwa
|
Masa Kekuasan
Khalifah
|
11 H
12 H
13 H
13 H
|
Rasulullah SAW wafat ( Rabiul Awal
)
Perang Riddah
Perang Yarmuk
Abu Bakar Wafat ( Jumadil Akhir )
|
Abu Bakar Ash Shidiq
|
14 H
15 H
17 H
20 H
21 H
23 H
|
Penaklukan Damaskus
Perang Qadisiyiah
Penaklukan Persia
Penaklukan Mesir
Perang Nahawand
Penaklukan Khurasan, Persia
|
Umar bin Khatab
|
27 H
28 H
31 H
32 H
35 H
|
Penaklukan Tarablusi dan Afrika
Penaklukan Cyprus
Perang Dzatu Sawari
Khurasan kembali ditaklukan
Utsman Wafat
|
Utsman bin Affan
|
36 H
37 H
38 H
41 H
|
Perang Jamal
Perang Siffin dan Tahkim
Perang Nahawand
Ali bin Abi Thalib Wafat
|
Ali bin Abi Thalib
|
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Khalifah
Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin)
pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat
Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah
ia wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang
tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di
saat masa kerasulan Muhammad yaitu Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Abu Bakar menjadi khalifah
hanya 2 tahun pada tahun 634 M, yang dihabiskannya terutama untuk mengatasi
berbagai masalah dalam negeri yang muncul akibat wafatnya Nabi karena
mereka mengangap perjanjian yang dibuat Nabi tidak berlaku lagi
ketika beliau wafat, karna masalah ini Abu Bakar menyelesaikan dengan
perang riddah (perang melawan kemudhorotan). Sebagai seorang kepala
negara, Abu Bakar telah melakukan beberapa kebijakan penting. . Misalnya dalam
bidang keagamaan adalah mengumpulakn Al-Qur’an. Abu Bakar juga melakukan
kebijakan non agama. Di antara kebijakan itu adalah Abu Bakar membuat lembaga
keuangan, mengembangkan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengambilan sebuah
keputusam dengan membentuk semacam dewan perwakilan.
Kepemimpinan Umar bin Khattab tak seorangpun yang dapat
meragukannya. Pada masa kepemimpinannya kekuasaan islam bertambah luas. Beliau
berhasil menaklukkan Persia, Mesir, Syam, Irak, Burqah, Tripoli bagian barat,
Azerbaijan, Jurjan, Basrah, Kufah dan Kairo. Dengan kecerdasannya beliau
menelurkan konsep-konsep baru, seperti menghimpun Al Qur’an dalam bentuk
mushaf, menetapkan tahun hijriyah sebagai kalender umat Islam, membentuk kas
negara (Baitul Maal), menyatukan orang-orang yang melakukan sholat sunah tarawih
dengan satu imam, menciptakan lembaga peradilan, membentuk lembaga perkantoran,
membangun balai pengobatan, membangun tempat penginapan, memanfaatkan kapal
laut untuk perdagangan, menetapkan hukuman cambuk bagi peminum
"khamr" (minuman keras) sebanyak 80 kali cambuk, mencetak mata uang
dirham, audit bagi para pejabat serta pegawai dan juga konsep yang lainnya.
Masa
pemerintahan Usman bin Affan, jasa-jasa yang ditorehkan beliau antara lain:
perluasan wilayah yang meluas di Asia dan Afrika, pembukuan mushaf Al-Qur’an,
perluasan Nasjid Nabawi dan Masjid Al-Haram, membangun perekonomian, membangun
angkatan laut dan pengaturan administrasi negara. Namun, pada masa ini juga
terdapat fitnah besar bagi Usman. Para pembangkang menuduh bahwa Usman telah
mengangkat anggota-anggota Bani Umayyah pada jabatan-jabatan tinggi dan
bergelimang harta. Misalnya Khalifah Usman mengangkat Marwan bin Hakam sebagai
sekretaris negara, Muawiyah sebagai Gubernur Suriah dan lain-lain. Para
pembangkang menuduh bahwa Usman telah mengangkat anggota-anggota Bani Umayyah
pada jabatan-jabatan tinggi dan bergelimang harta. Misalnya Khalifah Usman
mengangkat Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara, Muawiyah sebagai
Gubernur Suriah dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Fu’adi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam.
Yogyakarta : Teras
Khoiriyah. 2012. Reorentasi Wawasan Sejarah
Islam Dari Arab sebelum Islam
hingga
Dinasti-dinasti Islan. Yogyakarta : Teras
Amin, Samsul Munir.
2010. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta : AMZAH
As-Suyuti , Jalaludin. 1978. Tarikh
al-Khulafa. Beirut : Darul Fikr
Al-‘Usairy , Ahmad. 2011. Sejarah
Islam (sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX).
Jakarta : Akbar
Media
Abdurrahman, Dudung. 2003. Sejarah
Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga
Modern.
Yogyakarta : Lesfi Yogyakarta
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam.
Bandung : Pustaka Setia
[1] Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik
hingga Modern, (Yogyakarta: LESFI YOGYAKARTA,2003) hlm 21
[2] Khoiriyah, M.Ag , Reorentasi
Wawasan Sejarah Islam dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-Dinasti Islam,
(Yogyakarta: Teras , 2012) hlm 56
[3] Ibid, hlm 56-57
[4] Ahmad Al-‘Usairy, Sejarah
Islam (sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX) ,(Jakarta : Akbar Media, 2011)
hlm 143
[8] Ahmad Al-‘Usairy, Op.cit,
hlm 165
[9] Prof. Dr. Imam Fu’adi, Op.cit.
hlm 53-54
Tidak ada komentar:
Posting Komentar