SEJARAH PERADABAN ISLAM
MASA PRA ISLAM
MASA NABI MUHAMMAD SAW
M. Fahri Baihaqi
Kelas : H
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2015
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan segala rahmat serta kenikmatan kepada kita. Sholawat serta salam
selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Pada kesempatan
ini perkenankan kami menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berjasa
dalam penyelesaian makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik, yaitu
kepada Bapak Muhammad Hufron, M.S.I yang telah membimbing dalam penyusunan
makalah ini dan juga kepada teman – teman STAIN Pekalongan mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam terutama yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah
ini. Sehingga makalah kelompok kami dapat selesai tepat pada waktunya. Apabila
dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, kami meminta
saran dan kritik dari pembaca, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Pekalongan, 8 September
2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hadirnya
Nabi Muhammad pada masyarakat Arab membuat terjadinya kristalisasi pengalaman
baru dalam dimensi ketuhanan yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat,
termasuk hukum-hukum yang digunakan pada masa itu.
Sebagian
dari nilai dan budaya Arab pra Islam, dalam beberapa hal diubahnya dan ada pula
yang diteruskan oleh masyarakat Nabi Muhammad ke dalam tatanan moral Islam.
Islam
sangat berperan penting dalam menciptakan peradaban yang luar biasa yang
tercipta pada masa zaman Nabi Muhammad SAW.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
peradaban Romawi Timur?
2.
Bagaimana
peradaban Persia?
3.
Bagaimana
peradaban Arab Jahiliyah?
4.
Bagaimana
peradaban Makah?
5.
Bagaimana
perdaban Madinah?
6.
Bagaimana
peperangan dalam Islam?
7.
Bagaimana
misi dakwah Nabi Muhammad?
8.
Bagaimana
masa terakhir Nabi Muhammad?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peradaban Romawi Timur
Kerajaan
Romawi didirikan pada tahun 753 sebelum Masehi, dengan ibu kotanya Roma, dan
usianya lebih sepuluh abad. Bulan Mei 30 M terjadi perpecahan dalam Kerajaan
Romawi yang berpusat di Roma, yaitu pecah menjadi dua kerjaan; Kerajaan Romawi
Barat (Roma) dan Kerajaan Romawi Timur, dengan ibu kota Konstatinopel, dan
Konstantinus Agung (Kaisar Constantin) sebagai Maharajanya.
Kerajaan
Romawi mengalami puncak kejayaan pada masa Maharaja Yustianus I (527-565), dan
pada zamannya pula terjadi peperangan seru dengan kerajaan Persia Sassanid, dan
berakhir dengan “Perjanjian Damai Kekal” yang tidak kekal. Dengan jasa dua
orang panglimanya (Belisarius dan Narses) Yustianus berhasil merebut Afrika
Utara, Italia, dan lain-lain dari tangan bangsa Vandal dan Got Timur.
a.
Agama
Negeri-negeri
yang ada di bawah kekuasaan Kerajaan Romawi Timur pada umumnya beragama
Nasrani, yang pada waktu itu terpecah dalam berbagai aliran, yaitu:
1.
Aliran
Yaaqibah, banyak dianut di Mesir, Habsyah dan lain-lain
2.
Aliran
Nasathirah, banyak dianut di Musil, Irak, dan Persia.
3.
Aliran
Mulkaniyah, banyak dianut di Afrika Utara, Sicilia, Syiria dan Spanyol.
b.
Filsafat
Membicarakan
masalah “kebudayaan Romawi”, terutama filsafat, kesenian, ilmu pengetahuan dan
kesustraan, kita harus membicarakan juga masalah “kebudayaan Yunani”, karena
kebudayaan Romawi pada hakikatnya adalah lanjutan dari kebudayaan Yunani.
Jurji
Zaidan, membagi kebudayaan Yunani kepada tujuh zaman, yaitu:
1.
Masa
Dongeng (mitologi)
2.
Masa
Pahlawan (heroik) (900-700 SM)
3.
Masa
Lyric (perasaan) (700-500 SM)
4.
Masa
Keemasan (500-323 SM)
5.
Masa
Iskandary (323-146 SM)
6.
Masa
Yunani-Romawi (142 SM-550 M)
7.
Masa
Bizantium (550-1453 M)
c.
Bahasa
dan Kesenian
Dalam
wilayah Kerajaan Romawi Timur, ada tiga bahasa yang berpengaruh, yaitu bahasa
Latin, bahasa Greek, dan bahasa Suryani. Dalam bahasa-bahasa inilah ditulis
kitab-kitab suci, undang-undang, cerita-cerita, sajak-sajak, dan sebagainya.
B.
Peradaban Persia
Kerajaan
Persia merupakan saingan dari Kerajaan Romawi Timur, di mana antara dua
kerajaan tersebut terus-menerus terjadi peperangan karena masing-masing ingin
merebut daerah kekuasaan dan pengaruh. Pada waktu Yustianus menjadi Maharaja
Romawi Timur, Kerajaan Persia berada di bawah Maharaja Anusyarwan (Sasaniah)
yang terkenal sangat adil.
Pada
hakikatnya, permusuhan antara dua kerajaan tersebut terus berlangsung sehingga
keduanya mengalami kemunduran dan kehancuran. Hal tersebut terus berlangsung
sampai dengan datangnya agama Islam, di mana akhirnya kedua super power pada
waktu itu menyerah kalah kepada kebenaran Islam.
a.
Agama
Masyarakat
Persia lama cenderung untuk menyembah berbagai alam nyata, seperti langit biru,
cahaya, api, udara, air, dan sebagainya, yang semua makhluk itu mereka pandang
sebagai Tuhan.[1]
1)
Zoroaster
-
Masyarakat
Persia dan Agama Zoroaster
Persia
pada abad ke 5 dan ke 6 M berada di bawah Pemerintahan Dinasti Sasaniah yang
didirikan oleh Ardashir I dan berakhir ketika Shashanah (Raja Segala Raja)
Sasaniah, Yazdegard III (632-651).
2)
Almanuwiyah
Ajaran-ajaran
aliran ini yaitu campuran ajaran agama Zoroaster dan ajaran agama Nashrani.
3)
Mazdak
-
Mazdak
dan Ajarannya
Pada
awal abad ke 5 pada masa Pemerintahan Qabbadz/Kavadz (488-531 M) di Persia
tampil seorang tokoh bernama Mazdak (w. 524 atau 528 M), yang dinilai sangat
lihai dan pandai meyakinkan orang.[2]
b.
Bahasa
Pada
waktu pemerintah “Dinasti Sassanid” yang menjadi bahasa Persia resmi yaitu
bahasa Pahlawi, dan juga menjadi bahasa kitab suci mereka, Avesta. Oleh karena
itu, pengaruh kitab agama ini dalam memelihara dan memperkembangkan bahasa
Pahlawi besar sekali.
c.
Kesenian
Hasil
seni Persia yang paling kuno, yaitu keramik, patung-patung, baerbagai perabot
dari perunggu dan lain-lain (5.000-1.000 SM), seni lukis, dan arsitektur (550
SM-1.600 M).[3]
C.
Peradaban Arab Jahiliah
Kata-kata
“Arab Jahiliah” sering digunakan, namun kadang pengertian mengenai “Jahiliah”
itu salah. Terkadang ada yang mengatakan bahwa yang di maksud dengan “Arab
Jahiliah” yaitu bangsa Arab yang bodoh. Pengertian ini jelas tidak tepat. Bahwa
orang arab sebelum Islam (orang Arab Jahiliah) tidaklah bodoh, mereka pintar
dan cerdas.
Seorang
pujangga Arab Syiria, Jarji Zaidan, membagi masa jahiliah kepada dua masa,
yaitu:
1.
Arab
jahiliah pertama (Al-Arabul Jahiliyatul Ula), yaitu zaman sebelum sejarah
sampai abad ke lima masehi.
2.
Arab
Jahiliyah kedua (Al-Arabul Jahiliyatus Tsaniyah), yaitu dari abad kelima Miladiah
sampai lahirnya Islam.[4]
Jazirah
arabia merupakan tempat lahirnya agama Islam dan kemudian menjadi pusat Islam,
oleh karena itu perlu dijelaskan mengenai keadaan geografi, penduduk politik,
ekonomi, dan sosial, bahkan agama, sebelum lahirnya agama Islam.[5]
Bangsa
arab memeluk berbagai agama, bangsa Arab yang memeluk agama Nashrani adalah
dari suku-suku Ghassan, kabilah-kabilah Taghlib, Thayyi’ dan yang berdekatan
dengan orang Romawi. Sedangkan agama Majusi lebih banyak berkembang di kalangan
orang-orang arab yang berdekatan dengan Persia. Agama ini juga pernah
berkembang di kalangan orang-orang Arab Iraq dan Bahrin.
Sedangkan
agama Shabi’ah menurut beberapa kisah dan catatan berkembang di Iraq dan
lainnya, yang dianggap sebagai agama kaum Ibrahim chaldeans.
a.
Kondisi
Kehidupan Agama
Itulah agama-agama yang ada pada saat kedatangan Islam. Namun,
agama-agama itu sudah banyak disusupi penyimpangan dan hal-hal yang merusak.
Orang-orang musyrik yang mengaku berada pada agama Ibrahim, justru keadaannya
jauh sama sekali dari perintah dan syariat ajaran Ibrahim.
Sedangkan agama Yahudi berubah menjadi orang-orang yang angkuh dan
sombong. Pemimpin-pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah.
Pemimpin-pemimpin inilah yang membuat hukum ditengah manusia dan menghisab
mereka menurut kehendak yang terbetik di dalam hatinya.
Sedangkan agama Nashrani menjadi agama peganisme yang sulit
dipahami dan menimbulkan pencampuradukan antara Allah dan manusia.
Sedangkan semua agama bangsa Arab, keadaan para pemeluknya sama
dengan orang-orang musyrik; hati, kepercayaan, tradisi dan kebiasaan mereka
hampir serupa.
b.
Kondisi
Politik
Masyarakat Arab jahiliah tidak ada sistem yang mengatur pemindahan
kekuasaan dan kepemimpinan. Yang ada hanya tradisi, bahwa yang paling tua
usianya, yang terkaya, yang paling banyak anggota keluarganya, dan yang paling
layak mendapatkan kehormatan dan kepribadiannya dalam kabilahnya itulah yang
terpilih sebagai pemimpin.[6]
c.
Kondisi
Sosial
Di kalangan bangsa Arab terdapat beberapa kelas masyarakat yang kondisinya
berbeda satu sama lain. Hubungan seseorang di kalangan bangsawan sangat
diunggulkan dan diprioritaskan, dihormati, dan dijaga sekalipun harus terjadi
peperangan pedang dan darah yang tertumpah. Sedangkan kelas masyarakat lainnya
beraneka ragam dan mempunyai kebebasan hubungan antara laki-laki dan wanita.
d.
Kondisi
Ekonomi dan Sosial
Kondisi ekonomi mengikuti kondisi sosial, yang bisa dilihat dari
jalan kehidupan bangsa arab jalur-jalur perdagangan tidak bisa dikuasai begitu
saja kecuali jika sanggup memegang kendali keamanan dan perdamaian. Sementara
itu kondisi yang aman seperti ini tidak terwujud di Jazirah Arab, kecuali pada
bulan-bulan suci.[7]
Adapun keadaan sosial mereka, terdapat beberapa segi yang baik dan
ada pula yang buruk. Segi-segi yang baik, misalnya setia kepada kawan dan setia
kepada janji, menghormati tamu, tolong-menolong antara anggota-anggota kabilah.
Segi-segi yang buruk, misalnya merendahkan derajat wanita, suka bermusuhan
lantaran masalah sepele.[8]
D.
Periode Makkah
1.
Periode
Dakwah dengan Cara Rahasia dan Sembunyi-sembunyi
Periode ini berlangsung selama 3 tahun. Orang pertama yang beriman
kepadanya dari kalangan dewasa adalah sahabat Abu Bakar, dari kalangan wanita
adalah istrinya sendiri Khadijah binti Khuwailid, dari kalangan anak-anak
adalah Ali bin Abi Thalib, sedangkan dari kalangan budak adalah Zaid bin
Haritsah.[9]
Di samping itu, banyak oramg yang masuk Islam dengan perantara Abu
Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal Awwalun (orang-orang yang lebih
dulu masuk Islam), mereka adalah Ustman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin
Abi Waqash, Abdur Rahman bin ‘Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah bin
Jarrah, dan Al-Arqam, yang rumahnya dijadikan markas untuk berdakwah (rumah
Arqam).[10]
Rasulullah bersama kaum mukminin berkumpul di rumah Arqam bin Abi Al-Arqam
untuk mengajarkan urusan agama mereka. Sejak saat itu orang Quraisy telah
menyatakan permusuhan kepadanya. Namun, Allah melindungi beliau dengan adanya
pamannya Abu Thalib.
2.
Dakwah
dengan Terang-terangan
Dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW tidaklah mudah, beliau
mendapatkan tantangan dari kaum Quraisy. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor berikut:
a.
Orang-orang
Quraisy tidak bisa membedakan antara kenabian, kepemimpinan, dan kekuasaan
mereka bahwa agama baru yang dibawa oleh Nabi SAW akan merampas kekuasaan yang
ada di tangan mereka.
b.
Nabi
Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya, dan mereka
tidak menerima realita ini.
c.
Mereka
mengingkari hari kebangkitan dimana kehidupan akan dikembalikan lagi kepada
manusia dan akan diperhitungkan amal yang pernah mereka lakukan.
d.
Mereka
selalu melakukan tradisi yang dilakukan oleh para leluhurnya.
e.
Pemahat
dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rejeki.[11]
Kaum Quraisy menghalangi dakwah Nabi dengan ancaman, siksaan, dan
pembunuhan. Banyak cara yang digunakan kaum Quraisy untuk menghalangi dakwah
Nabi, antara lain dengan ancaman melalui pamannya, Abu Thalib. Kemudian
diutuslah Walid bin Mughirah pemuda tampan untuk digantikan dengan Muhammad
kemudian ditolak keras oleh Abu Thalib.
Tidak lama kemudian, dalam waktu yang hampir bersamaan, Nabi
mengalami kejadian yang menyedihkan yaitu meninggalnya dua orang yang sangat dicintai dan menjadi
tumpuan selama ini. Abu Thalib meninggal dunia dalam usia 87 tahun, dan selang
tiga hari, istrinya Khadijah juga meninggal dalam usia 65 tahun. Tahun ini
dinamakan tahun “Amul Khusni” yang artinya tahun kesedihan. Peristiwa itu
terjadi pada tahun kesepuluh kenabian.
Dalam kondisi yang ditimpa duka yang mendalam, untuk menghibur
Nabi, Allah memperjalankan Nabi Muhammad SAW pada suatu malam tanggal 27 Rajab
tahun 621 M yang dikenal dengan peristiwa Isra’ Mi’rajuntuk diperlihatkan
kepadanya tanda-tanda kebesaran Allah. Pada saat itu, Nabi sedang bermalam di
rumah sepupunya, Hindun binti Abi Thalib yang dipanggil Ummu Hani’. Nabi
diisra’kan diperjalankan dari Masjidil Haram di Makah ke Masjid Al-Aqsa di
Palestina kemudian dimi’rajkan atau dinaikkan dari Masjidil Aqsa ke Sidratul
Muntaha dan diperlihatkan surga dan neraka serta menghadap ke hadirat Alah SWT
untuk menerima perintah shalat lima waktu.[12]
Berita tentang isra’ mi’raj ini menggemparkan masyarakat Mekkah.
Bagi orang kafir, peristiwa ini dijadikan propaganda untuk mendustakan
Rasulullah, sedangkan bagi orang yang beriman, ini merupakan ujian keimanan.
Suatu perkembangan yang besar bagi dakwah Islam setelah kejadian isra’ mi’raj,
yaitu dengan datangnya sejumlah penduduk Yatsrib (Madinah) untuk berhaji ke
Mekah. Mereka terdiri dari dua suku yang saling bermusuhan, yaitu suku Aus dan
suku Khazraj, yang masuk Islam dalam tiga gelombang. Pertama, pada tahun
kesepuluh kenabian, mereka datang untuk memeluk agama Islam dan menerapkan
ajarannya untuk upaya mendamaikan permusuhan antar kedua suku. Kedua, pada tahun
12 kenabian mereka datang lagi menemui Nabi dan melakukan perjanjian “Aqabah
pertama”, yang berisi ikrar kesetiaan. Rombongan ini kembali ke Yatsrib sebagai
juru dakwah disertai oleh Mus’ad bin Umair yang diutus oleh Nabi untuk
berdakwah bersama mereka. Ketiga pada tahun ke 13 kenabian mereka datang
kembali pada Nabi untuk hijrah ke Yatsrib. Nabi pun menyetujui usul dari mereka
untuk berhijrah. Perjanjian ini disebut “Aqabah kedua”.
Akhirnya Nabi bersama kurang lebih 150 kaum muslimin hijrah ke
Yatsrib. Sebagai penghormatan, Nabi Muhammad SAW. mengubah nama kota itu dengan
Madinah a-Munawarah (kota yang bercahaya)
E.
Periode Madinah
Dalam
periode ini, pengembangan Islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan
masyarakat Islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu, Nabi
kemudian meletakkan dasar-dasar masyarakat Islam di Madinah sebagai berikut.
1.
Mendirikan
masjid
2.
Mempersatukan
dan mempersaudarakan antara kaum Anshar dan Muhajirin
3.
Perjanjian
saling membantu antara sesama kaum muslimin dan bukan muslimin
4.
Meletakkan
dasar-dasar politik, ekonomi dan sosial untuk masyarakat baru.
Ketika
masyarakat terbentuk maka diperlukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat yang
baru terbentuk tersebut. Oleh karena itu, ayat-ayat Al-qur’an yang diturunkan
dalam periode ini terutama ditujukan kepada pemimpin hukum. Ayat-ayat ini
kemudian diberi penjelasan oleh Rasulullah, baik dengan lisan maupun dengan
perbuatan beliau sehingga terdapadat dua sumber hukum dalam Islam, yaitu
Al-qur’an dan Hadist. Dari kedua sumber Islam tersebut didapat suatu sistem
untuk bidang politik, yaitu sistem musyawarah. Dan untuk bidang ekonomi
dititikberatkan pada jaminan keadilan sosial, serta dalam bidang
kemasyarakatan, diletakkan pula dasar-dasar persamaan derajat antara masyarakat
atau manusia, dengan penekanan bahwa yang menentukan derajat manusia adalah
ketakwaan.[13]
Perlu
digarisbawahi, bahwa dalam periode Mekah, dakwah yang dilakukan Nabi ditekankan
pada penanaman dasar-dasar keimanan. Hal ini berbeda dengan saat ia berada di
Madinah. Di Madinah, Nabi Muhammada menerapkan syari’ah Islam dan pembangunan
ekonomi, sebagai dasar kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan pindah ke
Madinah, Nabi berhasil meletakkan dasar-dasar kemasyarakatan Islam.[14]
F.
Peperangan dalam Islam
Banyak
peperangan yang terjadi sebagai upaya kaum muslimin dalam mempertahankan diri
dari serangan musuh. Di awal pemerintahan, Nabi melakukan ekspedisi ke luar
untuk mempertahankan dan melindungi negara yang baru dibentuk. Perjanjian
dengan kabilah-kabilah di sekitar Madinah diadakan dengan maksut memperkuat
kedudukan negara. Untuk menghadapi kemungkinan serangan musuh, Nabi membuat
siasat dan membentuk pasukan perang. Umat Islam diijinkan perang karena dua
alasan:
-
Untuk
melindungi diri dan melindungi hak milik
-
Untuk
menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankan diri dari
penghalang.
Beberapa
perang yang pernah terjadi dalam rangka menentukan masa depan negara Islam
antara lain:
1.
Perang
Badar, 8 Ramadhan 2 H (624 M) di lembah Badar, antara kaum muslimin melawan
kaum Quraisy. Karena, kaum Quraisy ingin melenyapkan kaum muslimin. Kaum
Quraisy 900-1000 orang, dipimpin oleh Uthbah bin Haris, Hamzah, dan Ali bin Abi
Thalib. Pertempuran dimenangkan kaum muslimin.
2.
Perang
Uhud, sya’ban 3 H, di kaki gunung Uhud. Karena, kaum Quraisy ingin balas dendam
dalam perang Badar. Pasukan Quraisy dipimpin Abu Sufyan dan Khalid bin Walid.
Pada awalnya pasukan Islam menang, karena godaan harta perang, pasukan Islam
lengah, pasukan Quraisy kemudian menyerang dan kaum muslimin kalah.
3.
Perang
Khandaq, Syawal 5 H, di Madinah. Sekitar Madinah digali parit (khandaq), ide
Salman Al Farisi untuk mempertahankan dari serangan musuh. Perang ini
dimenangkan kaum muslimin.
4.
Perjanjian
Hudaibiyah, 628 M/6 H, perjanjian dengan penduduk Makah. Januari 630 M (8 H)
Umat Islam berhasil menaklukkan kota Makah/Fathu Makah.
5.
Perang
Khaibar, 7 H, di Khaibar, antara kaum muslimin melawan orang Yahudi. Nabi
Muhammad membawa 1.600 dipimpin Ali bin Abi Thalib. Setelah mengepung selama 6
hari, pasukan Islam menang.
6.
Perang
Mut’ah, 8 H, di desa Mut’ah. Karena, menuntut balas kekejaman Raja Ghassan yang
membunuh utusan yang dikirim Nabi dalam rangka dakwah Islam. Pasukan 3000 orang
dipimpin Zaid bin Harisah. Pasukan Ghassan 200.000 orang. Khalid bin Walid
mengambil alih komando dan menarik pasukannya kembali menuju Madinah.
7.
Perang
Hunain, 8 H, di lembah Hunain. Karena, maih adanya dua suku arab yang menentang
yaitu Bani Tsaqif di Thaif dan Bani Hawazin, meskipun Makah sudah ditaklukkan. Mereka
ingin menuntut bela atas diruntuhkannya berhala-berhala mereka oleh Nabi.
12.000 orang pasukan Islam dipimpin Nabi sendiri. Dengan ditaklukkannya Bani
Hawazin dan Bani Tsaqif, berarti seluruh jazirah Arab berada di bawah pemimpin
Nabi Muhammad SAW.
8.
Perang
Tabuk, 9 H, di daerah Tabuk. Karena, Heraklius bergabung dengan Bani Ghassan
dan Bani Lachmides menyusun pasukan besar untuk menghadapi Islam. Nabi menyusun
pasukan dalam jumlah besar pula. Tentara Romawi akhirnya minder dan menarik
diri ke daerahnya masing-masing. Nabi tidak melakukan pengejaran tetapi
berkemah di daerah Tabuk. Beliau mengadakan perjanjian dengan penduduk setempat
sehingga daerah tersebut menjadi daerah Islam. Perang Tabuk merupakan perang
terakhir yang diikuti oleh Rasulullah.[15]
G.
Misi Dakwah Nabi Muhammad
Di
antara sahabat Nabi yang diutus menjadi misi dakwah Islamiyah, antara lain:
1.
Amr
bin Umayyah Adh-Dhamiri. Mula-mula ia diutus membawa suratnya kepada An-Najasi
Raja Ethiopia. Kemudian kepada Musailamah Al-Kadzab dengan membawa surat pula. Setelah
itu ia diutus pula kepada Farwah bin Amr Al-Juzami, Gubernur Romawi di Amman,
untuk mengajak masuk Islam.
2.
Dahyah
bin Khalifah Al-Kalabi, diutus membawakan surat kepada Heraclius, Kaisar
Romawi.
3.
Abdullah
bin Hudzaifah, diutus membawakan surat kepada Kisra, Raja Persia.
4.
Suja’
bin Wahhab Al-Asasdi, diutus membawakan surat kepada Al-Harits bin Syamar di
Syiria.
5.
Salith
bin ‘Amr Al-Amiri, diutus membawakan surat kepada Hudzah bin Ali dan kepada
Tsamamah bin Astal di Yamamah.
6.
Hatib
bin Abi Balta’ah diutus membawakan surat kepada Muqauqis, gubernur Romawi di
Mesir.
7.
Al-I’la
bin Al-Hadhrani, diutus membawakan surat kepada Al-Mundzir bin Sawi, Raja
Bahrain.
8.
Al-Muhajjir
bin Umayah Al-Makhzumi, diutus kepada Al-Harits bin Kilal di Yaman, untuk
mengajaknya masuk Islam.
9.
Abu
Musa Al-Asy’ari, diutus ke satu daerah di Yaman untuk menyampaikan dakwah dan
ajaran serta pengajaran tentang hukum-hukum Islam.
10.
Muadz
bin Jabal, diutus ke daerah Yaman lainnya dengan tugas yang sama dengan Abu
Musa Al-Asy’ari.
11.
Ali
bin Abi Thalib, juga diutus ke Yaman.
12.
Jarir
bin Abi Abdillah Al-bajali, diutus kepada Dzi Kilak dan Dzi Imrah
13.
Uyainah
bin Hisham Al-Fawazi, diutus kepada Aslam dan Ghafar.
14.
Buraidah
bin Al-Hasib Al-Aslami, diutus untuk mengajak kaumnya, Bani Juhainah.
15.
Rafi’
bin Makits Al-Juhaini, diutus mengajak kaumnya, Bani Juhainah.
16.
Amr
bin Ash, diutus kepada Raja ‘Uman di Teluk Persia yang bernama Jaifar dan
saudaranya Abdu dengan membawa surat dari Nabi.
17.
Ad-Dhahak
bin Sufyan bin Auf, diutus untuk mengajak kaumnya.
18.
Yasar
bin Sufyan Al-Ka’bi, diutus kepada kaumnya Bani Ka’ab.
19.
Usamah
bin Zaid, diutus kepada Harakat dari Kabilah Juhainah.
H.
Masa Terakhir Nabi Muhammad
Pada
tahun 9 dan 10 (630-632 M) banyak suku dari pelosok Arab, yang mengirimkan
delegasi atau utusan kepada Nabi Muhammad, menyatakan pengakuan akan kekuasaan
Islam. Oleh karena itu, tahun tersebut disebut dengan tahun perutusan.
Pada
tahun 10 H (631 M) Nabi Muhammad beserta rombongan yang besar melaksanakan
haji, dan inilah haji yang terakhir bagi beliau yang merupakan haji perpisahan
atau wada’.
Dalam
kesempatan itu Nabi Muhammad menyampaikan khutbahnya yang sangat bersejarah,
yang isinya merupakan prinsip-prinsip yang mendasari gerakan Islam, dan yang
terpenting adalah bahwa umat Islam harus selalu berpegang pada dua sumber,
yaitu Alqur’an dan sunnah. Apabila prinsip-prinsip itu disimpulkan adalah
kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebijakan dan
solidaritas.[16]
Setelah
melaksanakan haji, Nabi Muhammad kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi
masyarakat, mengatur peradilan, menetapkan zakat, dan mengajarkan para kabilah
tentang ajaran-ajaran Islam untuk dikirim dakwah Islam ke berbagai daerah.
Setelah dua bulan, Nabi sakit demam. Tenaganya menjadi berkurang. Pada hari
senin tanggal 12 Rabi’ul awal tahun 11 Hijriah/8 Juni 632 M, Rasulullah SAW
wafat di rumah istrinya, Aisyah dalam usia 63 tahun.[17]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada
pemerintahan Nabi Muhammad SAW beliau berusaha membangun masyarakat yang
beradab, dan pada masanya juga melahirkan kebijakan fiskal, dan memberlakukan
larangan-larangan untuk menjaga seseorang dapat berbuat adil dan jujur dalam
perdagangan maupun tingkah laku. Rasulullah SAW adalah seorang yang diberi
wahyu Allah SWT untuk membenahi akhlak umatnya dan sebagai pemimpin yang
teladan, segala sesuatu yang dilakukan Rasulullah SAW dalam masa
pemerintahannya dilakukan berdasarkan keikhlasan sebagai bagian dari kegiatan
dakwahnya. Perekonomian pada masa Rasulullah SAW belum bisa dikatakan maju
karena masih banyak masyarakat yang perekonomiannya lemah sehingga Rasulullah
bekerja dengan baik untuk meningkatkan sumber daya yang baik. Rasulullah telah
mampu menjalankan perannya sebagai pemimpin agama, seorang negarawan, dan
sekaligus pemimpin politik dan administrasi yang cakap.
DAFTAR ISI
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
Amzah.
Al-Usay, Ahmad.
2011. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX. Jakarta: Akbar
Media.
Ibrahim, Hasan.
2009. Sejarah dan Kebudayaan Islam I. Jakarta: Kalam Mulia.
Karim, M.
Abdul. 2011. Sejarah Pemikiran dan
Peradaban Islan. Yogyakarta: Bagaskara.
Khoiriyah. 2012
Reorientasi Wawasan Sejarah Islam. Yogyakarta: Teras.
Shafiyyur,
Syaikh. 2008. Sirah Nabawi. Jakarta Timur: Pustaka Al Kautsar.
Shihab, M.
Qurais. 2014. Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam Sorotan Al-qur’an dan
Hadist-hadist Shahih. Tangerang: Lentera Hati.
PROFIL
Nama :
Ari Karuniawan
Tempat
Tanggal Lahir : Pekalongan, 8 Mei 1994
Alamat :
Krapyak, Limas Indah. Jl Trapesium 2 no 16
Pendidikan : SD Al-Irsyad Pekalongan
SMP
Al-Irsyad Pekalongan
SMA N 2 Pekalongan
Nama :
Ani Jihan Furaida
Tempat
Tanggal Lahir : Pekalongan, 10
Desember 1994
Alamat :
Banyurip Alit Gg. 5 No. 58
Pendidikan : MII Banyurip
Ageng 01
Mts Istifaiyah Nahdliyah
Man 2 Pekalongan Jurusan ke-Agamaan
Nama :
Nani Rahmawati
Tempat
Tanggal Lahir : Pekalongan, 16
Januari 1995
Alamat :
Prawasan Timur Kec. Kedungwuni Timur
kelurahan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan
Pendidikan : SD Negeri 06
Kedungwuni
SMP Negeri 2 Kedungwuni
MAN 1 Pekalongan
Nama :
Nina Sammirna
Tempat
Tanggal Lahir : Pekalongan, 18
November 1996
Alamat :
Kertijayan Gg 5 RT 14 RW 05
Pendidikan : MIS Kertijayan
MTs Istifaiyah Nahdliyah Banyurip Ageng
SMK Syafi’i Akrom Jurusan TKJ
Nama :
M. Fahri Baihaqi
[1]
Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010) hlm. 48-53
[2]
M. Qurais
Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW dalam Sorotan Al-qur’an dan
Hadist-hadist Shahih, (Tangerang: Lentera Hati, 2014), hlm. 44
[4] Ibid. hlm.
62
[6]
Hasan Ibrahim, Sejarah
dan Kebudayaan Islam I, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), hlm. 90
[7]
Syaikh
Shafiyyur, Sirah Nabawi, (Jakarta Timur: Pustaka Al Kautsar, 2008), hlm.
34-35
[9]
Ahmad Al-Usay, Sejarah
Islam Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media, 2011),
hlm. 86
[10]
Op. Cit, Samsul
Munir Amin, hlm. 65-66
[11]
Op. Cit, Ahmad
Al-Usay, hlm. 87-88
[12]
Khoiriyah, Reorientasi
Wawasan Sejarah Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 36-37
[14]
M. Abdul Karim,
Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islan, (Yogyakarta: Bagaskara, 2011),
hlm. 68
Tidak ada komentar:
Posting Komentar