DINASTI-DINASTI
LAIN DI DUNIA ISLAM
Disusun
oleh :
Winda Ita mashita
Siti Hufriyah Sahrul
Kirom
KELAS : PAI G
PRODI PAI
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN )PEKALONGAN
2015
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim.
Dengan
memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat serta karuniaNya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ Dinasti-dinasti lain didunia islam ”.
Adapun maksud dari pembuatan
makalah ini adalah guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
semester III Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Pekalongan tahun akademik 2015.
Dalam makalah ini penulis tidak lupa menyampaikan
ucapan terimakasih kepada :
1.
Bapak dan ibu selaku kedua orang tua yang memberikan dukungan moral, materiil,
serta motivasinya;
2.
Bapak Dr. Ade Dedi Rohayana, M.Ag selaku ketua STAIN Pekalongan;
3.
Bapak Drs.H.M.Muslih Husein, M.Ag selaku wakil ketua III STAIN Pekalongan;
4.
Bapak Ghufron Dimyati M.S.I selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah
Peradapan Islam;
5.
Segenap Staf Perpustakaan STAIN Pekalongan yang telah memberikan bantuan
referensi-referensi buku rujukan;
6.
Mahasiswa Prodi PAI G yang telah memberikan bantuan, dukungan dan
motivasinya;
7.
Serta semua pihak yang telah memberikan dukungan moral dan materiilnya;
Dengan harapan semoga makalah ini yang terselesaikan bisa bermanfaat bagi
semua pihak. Namun demikian kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kebaikan semua, tetap penulis butuhkan untuk generasi muda yang lebih baik.
Pekalongan, 16 September 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kejayaan dunia Islam tentu tidak lepas dari peran
kerajaan-kerajaan muslim yang telah berkecimpung membesarkan nama Islam. Banyak
sekali peninggalan mereka yang berkesan hingga kini. Kontribusinya tidak bisa
kita lupakan begitu saja. Karena berkat merekalah kita bisa mengenal dunia
Islam saat ini.
Begitu pentingnya arti keberadaan kerajaan muslim tempo dulu.
Tentu sebagai seorang calon pendidik kita wajib untuk mengetahuinya. Karena
apa? Kita nanti yang akan memperkenalkan kepada para murid kita bagaimana peran
penting kerajaan muslim dalam membangun Islam.
Pada kesempatan ini kami akan mengkaji lebih dalam bagaimana
kerajaan-kerajaan muslim didunia ini. Bagaimana kronologis kerajaan itu berdiri
dan apa saja kontribusi bagi peradaban Islam.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
tersebut perlu kiranya penulis merumuskan beberapa masalah sebagai acuan untuk
mengkaji makalah ini. Adapun rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut :
1.
Bagaimana sejarah dinasti Idrisiyah?
2.
Bagaimana sejarah dinasti Aghlabiyah?
3.
Bagaimana sejarah dinasti Samaniyah?
4.
Bagaimana sejarah dinasti Safariyah?
5.
Bagaimana sejarah dinasti Tulun?
6.
Bagaimana sejarah dinasti Hamadiyah?
7.
Bagaimana sejarah dinasti Fathimiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DINASTI IDRISIYAH (172 H/789 M-314 H/926 M)
Wilayah kekuasaan Dinasti Idrisiyah
adalah Magribi (Maroko). Dinasti ini didirikan oleh Idris I bin Abdullah, cucu
Hasan bin Ali bin Abi Thalib, dan merupakan dinasti pertama yang beraliran
Syi’ah, terutama di Maroko dan Afrika Utara. Sultan Idrisiyah terbesar adalah
Yahya IV (292 H/905 M-309 H/922 M) yang berhasil merestorasiVolubilis, kota
Romawi menjadi kota Fez. Dinasti Idrisiyah berperan dalam menyebarkan budaya
dan agama islam ke bangsa Barbar dan penduduk asli. Dinasti ini runtuh setelah
ditaklukkan oleh Dinasti Fathimiyah pada tahun 374 H/985 M. Dinasti Idrisiyah
antara lain meninggalkan Masjid Karawiyyin dan Masjid Andalusia yang didirikan
pada 244 H/859 M.
Ada dua
alasan penting yang melatarbelakangi munculnya dinasti Idrisiyah dan menjadi
dinasti yang kokoh dan kuat : (1) adanya dukungan yang sangat kuat dari bangsa
barbar yang mana mereka sangat mengagungkan keturunan ali (2) letak geografis
dinasti ini sangat jauh dari pusat pemerintahan Abbasiyah yang berada di
Baghdad sehingga sulit untuk ditaklukan.[1]
B.
DINASTI AGHLABIYAH (184 H/ 800 M-296 H/909 M)
Pusat
pemerintahan Dinasti Aghlabiyah terletak di Qairawan, Tunisia. Wilayah kekuasan
Dinasti Aghlabiyah meliputi Tunisia dan Afrika Utara. Pemimpin pertama dinasti
ini adalah Ibrahim bin Al-Aghlab, seorang panglima dari Khurasan.
Ibrahim bin Al-aghlab adalah seorang pejabat
khurasan dalam militer Abbasiyah. Ia terkenal seorang yang mahir dalam bidang
administrasi. Ia mampu mengatur roda pemerintahan dengan baik dengan kemampuan
ilmu administrasinya. Dinasti aghlabiyah merupakan tonggak terpenting dalam
sejarah konflik berkepanjangan antara Asia dan Eropa.
Aghlabiyah
berperan dalam mengganti bahasa latin dengan bahasa Arab serta menjadikan Islam
agama mayoritas. Dinasti ini berhasil menduduki Sicilia dan sebagian besar
Italia Selatan, Sardinia, Corsica bahkan pesisir Alpen pada abad ke-9. Dinasti
Aghlabiyah berakhir setelah ditaklukan oleh dinasti Fathimiyah. Peninggalan
dinasti ini antara lain adalah Masjid Raya Qairawan dan Masjid Raya di Tunis.
C.
DINASTI SAMANIYAH (203
H/819 M- 395 H/1005 M)
Wilayah
kekuasaan Dinasti Samaniyah meliputi daerah Khurasan (Irak) dan Transoxania
(Uzbekistan) yang terletak di sebelah timur Baghdad. Ibu kotanya adalah
Bukhara. Dinasti Samaniyah didirikan oleh Ahmad bin Asad bin Samankhudat,
keturunan seorang bangsawan Balkh (Afghanistan Utara). Puncak kejayaannya
tercapai pada masa pemerintaha Isma’il bin Ahmad (Ismail I), penguasa ketiga
dinasti ini. Isma’il II Al-Muntasir, khalifah terakhir Samaniyah, tidak dapat
mempertahankan wilayahnya dari serangan Dinasti Qarakhan dan Dinasti Ghaznawi.
Dinasti Samaniyah berakhir setelah Isma’il terbunuh pada tahun 395 H/1005 M
peninggalan Dinasti Samaniyah berupa Mausaleum Muhammad bin Ismail Al-Bukhari,
seorang ilmuan muslim.
D.
DINASTI SAFARIYAH (253 H/865 M-900 H/1495 M)
Dinasti
safariyah merupakan sebuah dinasti Islam yang paling lama berkuasa di dunia
Islam. Wilayah kekuasaan Dinasti Safariyah meliputi kawasan Sijistan, Iran.
Pendiri dinasti ini adalah Ya’qub bin Lais As-Saffar, seorang pemimpin kelompok
Khawarij di Provinsi Sistan (Iran). Dinasti Safaniyah di bawah kepemimpinan Amr
bin Lais berhasil melebarkan wilayah kekuasaannya sampai ke Afghanistan Timur.
Pada masa itulah kekuasaan Dinasti Safariyah mencapai puncaknya. Dinasti ini
semakin melemah karena pemberontakan dan kekacauan dalam pemerintahan. Akhirnya
Dinasti Ghaznawi mengambil alih kekuasaan Dinasti Safariyah. Setelah penguasa
terakhir Dinasti Safariyah, Khalaf meninggal dunia, berakhir pula kekuasan
Dinasti Safariyah di Sijistan.
E.
DINASTI TULUN (254 H/868 M-292 H/905 M)
Dinasti Tulun adalah sebuah dinasti Islam yang
masa pemerintahannya paling cepat berakhir. Wilayah kekuasaan Dinasti Tulun
meliputi Mesir dan Suriah. Pendirinya adalah Ahmad bin Tulun, putra seorang
Turki yang diutus oleh gubernur Transoxania (Uzbekistan) membawa upeti ke
Abbasiyah. Dinasti Tulun yang memerintah sampai 38 tahun berakhir ketika
dikalahkan oleh pasukan Dinasti Abbasiyah dan setelah Khalifah Syaiban bin
Tulun terbunuh.
Dinasti
Tulun mencatat berbagai prestasi, antara lain sebagai berikut:
a. Mendirikan bangunan-bangunan megah, seperti
Rumah Sakit Fustat, Masjid Ibnu Tulun, dan istana khalifah yang kemudian hari
menjadi peninggalan sejarah Islam yang sangat bernilai.
b. Memperbaiki
nilometer (alat pengukur air) di Pulau Raufah (deket Kairo).
c. Berhasil
membawa Mesir pada kemajuan.
Masa
kehancuran Dinasti Tulun:
-
Dinasti ini
mulai melemah kekuasaanya sehingga tidak dapat mengontrol sekte Qaramithah yang
ada di gurun Syiria.
-
Persaingan
yang hebat antara pembesar-pembesar dinasti telah memecah persatuan dalam
dinasti Thulun.
-
Kematian
Khumarawayh pada tahun 282 H/ 895 M merupakan awal kemunduran Dinasti Thulun.[2]
F.
DINASTI HAMDANIYAH (292 H/905 M-394 H/1004 M)
Dinasti
Hamdaniyah, wilayah kekuasaan meliputi Aleppo (Ssuria) dan Mosul (Irak). Nama
dinasti ini dinisbahkan kepada pendirinya, Hamdan bin Hamdun yang berkelar Abu
AI-Haija’. Dinasti Hamdaniyah di Mosul dipimpin oleh Hasan yang menggantikan
ayahnya, Abu AI-Haija’. Kepemimpinan Hasan mendapat pengakuan dari pemerintah
Baghdad. Dinasti Hamdaniyah di Aleppo didirikan oleh Ali Saifuddawlah merebut
Aleppo dari Dinasti Ikhsyidiyah. Dinasti Hamdaniyah di Mosul maupun di Aleppo
berakhir ketika para pemimpinnya meninggal.[3]
G.
DINASTI FATHIMIYAH
Diantara
beberapa dinasti Syi’ah didalam islam, Dinasti Fathimiyah. Yang bisa disebut
paling besar. Kemelut dalam lingkungan dau;at Fathimiyah (909-1171 M) di Mesir
itu memuncak pada tahun 556 H/1161 M sampai kepada tumbang pada tahun 567
H/1171M.[4]
Dinasti Fathimiyah ini didirikan oleh kaum Syi’ah dari sekte Ismailiah.[5]
Berdirinya dinasti Fathimiyah dilatarbelakangi melemahnya Dinasti Abbasiyah.
Ubaidillah Al-Mahdi mendirikan Dinasti Fathimiyah yang lepas dari kekuasaan
Abbasiyah. Dinasti ini mengalami puncak kejayaan pada masa kepemimpinan
Al-Aziz. Kebudayaan Islam berkembang pesat pada masa Dinasti Fathimiyah, yang
ditandai dengan berdirinya Masjid Al-Azhar. Masjid ini berfungsi sebagai pusat
pengkajian Islam dan ilmu pengetahuan.
Adapun
para penguasa Dinasti Fathimiyah adalah sebagai berikut :
1. Al-Mahdi
(909-934 M)
Al-Mahdi merupakan penguasa
Fathimiyah yang cukup. Dua tahun semenjak penobatannya, ia menghukum mati
pimpinan propaganda yakin Abu Abdullah Al-Husain karena terbukti bersekongkol
dengan saudaranya yang bernama Abdul Abbas untuk melancarkan perebutan jabatan
Khalifah. Pada tahun 920 H, Khalifah Al-Mahdi mendirikan kota baru di pantai
Tunisia dan menjadikannya sebagai ibu kota Fathimiyah. Kota ini dinamakan kota
Mahdiniyah.
Al-Mahdi
ingin menaklukan spanyol dari kekuasaan Umayyah, oleh karena itu ia menerima
hubungan persahabatan dan kerjasama dengan Muhammad ibn Hafsun, pimpinan
gerakan pemberontakan di Spanyol. Namun ambisinya ini belum tercapai sampai ia
meninggal dunia pada tahun 934 M.[6]
2. Al-Qa’im
(934-949 M)
Al-Mahdi digantikan oleh puteranya
yang tertua yang bernama Abdul Qasim dan bergelar Al-Qa’im. Al-Qa’im merupakan
prajurit pemberani, hampir setiap ekspedisi militer dipimpinnya sendiri secara
langsung. Ia merupakan khalifah pertama yang menguasai lautan tengah. Al-Qa’im
digantikan oleh putranya yang bernama Al-Manshur.
3. Mu’iz
Lidinillah (965-975 M)
Ketika
Al-Manshur meninggal putranya yang bernama Abu Tamim Ma’ad menggantikan
kedudukannya sebagai khalifah dengan bergelar Mu’iz Lidibillah. Banyak
keberhasilan yang dicapainya. Pertama kali ia menetapkan untuk mengadakan
peninjauan keseluruh penjuru wilayah kekuasaanya untuk mengetahui kondisi yang
sebenarnya. Selanjutnya, Mu’iz merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh
demi tercapainya keadilan dan kemakmuran.
Pada
tahun 969 M, Jauhar berhasil menduduki Fustat tanpa suatu perlawanan. Jauhar
segara membangun kota Fustat menjadi kota baru dengan nama Qahirah (kairo).
Semenjak tahun 973 M kota ini dijadikan sebagai ibu pemerintahan dinasti
Fathimiyah. Selanjutnya Mu’iz mendirikan masjid Al-Azhar. Masjid ini oleh
khalifah Al-Aziz dijadikan sebagai pendidikan tinggi Al-Azhar. Khalifah Mu’iz
meninggal pada tahun 975 M, setelah memerintah selama 23 tahun, ia merupakan
Khalifah yang terbesar. Ia adalah pendiri dinasti Fathimiyah di Mesir.
4. Al-Aziz
(975-996 M)
Al-Aziz menggantikan kedudukan
ayahnya, Mu’iz. Kemajuan imperium Fathimiyah mencapai puncaknya pada masa
pemerintahan ini. Pembangunan fisik dan seni arsitektur merupakan lambing
kemajuan pada masa ini. Bangunan megah banyak didirikan dikota kairo. Al-Aziz
meninggal pada tahun 996 M dan bersamaan dengan ini berakhirlah kejayaan
dinasti Fathimiyah.
5. Al-Hakim
(996-1021 M)
Sepeninggalan Al-Aziz, khalifah
fathimiyah oleh anaknya yang bernama Abu Al- Mansyur Al-Hakim. Ketika naik
tahta ia berusia sebelas tahun. Selama bertahun-tahun Al-Hakim berada di bawah
pengaruh seorang gubernurnya yang Barjawan. Pada tahun 1036 M, ia menyelesaikan
pembangunan Dar Al-Hikmah sebagai sarana penyebaran teologi Syi’ah, sekaligus
untuk kemajuan-kemajuan kegiatan pengajaran.
6. Az-Zahir
(1021-1036 M)
Al-Hakim digantiakan oleh putranya
yang bernama Abu Hasyim Ali dengan gelar Az-Zahir. Ia naik tahta pada usia enam
belas tahun, sehingga pusat kekuasaan dipegang oleh bibinya yang bernama Siti
Al-Mulk sepeninggal bibinya, Az-Zahir menjadi raja boneka ditangan mentrinya.
Pada masa pemerintahan ini rakyat menderita kekurangan bahan makanan harga
barang tidak dapat terjangkau. Kondisi ini disebabkan terjadinya musibah banjir
terus menerus. Az-Zahir meninggal pada 1036 M, setelah memerintah selama 16
tahun.
7. Al-Muntasir
(1036-1095)
Az-Zahir digantikan oleh anaknya
yang bernama Abu Tamim Ma’ad yang bergelar Al-Muntasir, pemerintahannya selama
61 tahun. Pada masa ini kekuasaan Fathimiyah mengalami kemunduran secara
drastis. Sepeninggalan Al-Muntasir pada tahun 1095 M, imperium Fathimiyah
dilanda konflik dan permusuhan. Tidak ada seorang pun khalifah sesudah
Al-Mutasir mampu mengendalikan kemerosotan imperium ini.
8. Al-Musta’li (1095-1101 M)
Putra termuda Al-Mustansir yang
bergelar Al-Musta’li menduduki tahta kekhalifahan sepeninggal sang ayah
al-Mustansir. Setelah Al-Musta’li meninggal, anaknya yang nasih muda bernama
Al-Amir Manshur dengan gelar Al-Amir dinobatkan sebagai khalifah.
Setelah Al-Amir menjadi korban pembunuhan politik,
kemenakan Al-Hafiz memproklamasikan diri sebagai khalifah. Anaknya Abu Manshur
Ismail, dengan gelar Az-Zafir menggantikan kedudukan ayahnya setelah Al-Hafiz
wafat. Az-Zafir meninggal pada tahun 1154 M.
Anak Az-Zafir yang masih kecil menggantikan
kedudukan ayahnya dengan gelar Al-Azid. Al-Azid keras untuk menegakkan
kedudukannya dari serangan raja Yarusalem. Dalam keadaan yang kacau, datang
Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, pejuang dalam perang salib. Sultan Shalahuddin
menurunkan Al-Azid dari khalifah Fathimiyah pada tahun 1171 M. Dengan demikian,
dinasti Fathimiyah ini sudah berakhir.[7]
Kemajuan
Peradaban pada Dinasti Masa Dinasti Fathimiyah
a. Bidang
Plitik
Keberhasilan pemerintahan Fathimiyah yang dapat
menakluan Mesir merupakan kesuksesan yang besar. Secara politik dinasti
Fathimiyah merupakan ancaman tersendiri bagi kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
Kekuasaan Fathimiyah yang demikian luas didukung
oleh kondisi politik yang stabil dan perekonomian yang bagus. Masjid al-Azhar
yang kemudian berkembang menjadi universitas al-Azhar dibangun pada masa awal
pendudukan orang-orang Fathimiyah ke Mesir ini. Demikian juga Kota Kairo yang
dibangun megah dan dipercantik.[8]
b. Bidang
Administrasi
Kementrian Negara terbagi menjadi dua yaitu ahli
pedang dan ahli pena. Ahli pedang menduduki urusan militer dan keamanan serta
pengawal pribadi sang khalifah. Ahli pena menduduki beberapa jabatan : 1)
Hakim, 2) Pejabat atau Dar Al-Hikmah, 3) Inspektur pasar yang bertugas
menerbitkan pasar dan jalan, 4) Pejabat keuangan yang menangani segala urusan
keuangan Negara, 5) Regu pembantu istana, 6) Petugas pembawa Al-Qur’an. Tingkat
terendah ahli pena adalah pegawai negeri yaitu petugas penjaga dan juru tulis
dalam berbagai departemen.
c. Bidang
Sosial
Mayoritas khalifah Fathimiyah bersikap moderat penuh
perhatian kepada urusan agama nonmuslim. Mayoritas khalifah Fathimiyah berpola
hidup mewah dan santai. Dinasti Fathimiyah berhasil dalam mendirikan sebuah
Negara yang sangat luas dan peradaban yang berlainan didunia timur. Hal ini
sangat menarik perhatian karena sistem administrasinya yang sangat baik sekali,
aktivitas artistic, luasnya toleransi relijiusa, efisiensi angkatan perang dan
angkatan laut, kejujuran pengadilan dan terutamanya pelindungannya terhadap
ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
d. Kemajuan
ilmu pengetahuan dan kesustraan
Ibnu khilis merupakan salah seorang wazir Fathimiyah
yang sangat memperdulikan pengajaran. Ia mendirikan sebuah lembaga pendidikan
dan memberinya subsidi setiap bulan.
Khalifah Fathimiyah mendirikan sejumlah sekolah dan
perguruan tinggi, perpustakaan umum dan lembaga ilmu pengetahuan. Para khalifah
Fathimiyah yang umumnya mencintai berbagai seni termasuk seni arsitektur.
Khalifah juga mendatangkan sejumlah arsitek Romawi untuk membantu menyelesaikan
tiga buah gerbang raksasa di Kairo dan benteng-benteng perbatasan wilayah
Bizantium.[9]
e. Bidang
Ekonomi
Perekonomian pemerintahan Fathimiyah dapat dibilang
cukup bagus. Kemajuan ini tidak bisa lepas dari luasnya wilayah yang dikuasai
dan stabilitas politik yang mapan. Kondisi ini berdampak majunya bidang ekonomi
termasuk didalamnya kemajuan bidang perdagangan dan sector industry.
KEMUNDURAN
DAN KEHANCURAN
1. Kemunduran
Para sejarawan menyimpulkan kemunduran dinasti
Fathimiyah disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1.
Figur khalifah yang lemah
Khalifah
yang dianggap figur yang lemah disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya adalah
diangkat dalam usia muda. Terdapat beberapa nama khalifah yang diangkat dalam
usia muda, diantaranya adalah khalifah Al-Hakim yang diangkat dalam usia 11
tahun. Al-zahir juga menjadi khalifah pada usia 16 tahun, Al-Muntashir usia 11
tahun. Karena faktor usia khalifah masih muda terkadang muncul sikap sewenang-wenang
khalifah.
2.
Perebutan kekuasaan di Tingkat
Istana
Sebagai
akibat dari diangkatnya khalifah di usia muda mengakibatkan peranan Wazir
menjadi sangat penting dan kompetitif, sehingga perebutan kekuasaan antara
Wazir tak terhindarkan lagi konflik yang terjadi semakin hari semakin melemah
kekuasan khalifah fathimiyah. Demikian juga pada masa al-Adhid juga terjadi
pertentangan, terutama perebutan Wazir antara Syawar dan Dirgham. Dan dari
pertentangan inilah secara berangsur-angsur Dinasti fathimiyah mengalami
kehancurannya.
3.
Konflik di tubuh militer
Pada
masa khalifah al-Muntashir, di masa ini kekuasaan Dinasti Fathimiyah merosot
tajam. Tentara profesional betul-betul tidak bisa dikendalikan sang khalifah.
Kelompok-kelompok militer yang terdiri dari orang Turki, Sadan, Barbar, dan
Armenia bersaing sengit dan terkadang terjadi pertempuran diantara mereka.
4.
Bencana alam berkepanjangan
Pada
masa al-Muntashir, selama 7 tahun (1065-1072), Mesir ditimpa musibah kelaparan
akibat kekeringan. Sungsi Nil sebagai urat nadi wilayah Mesir saat itu
mengalami kekeringan menyebabkan pertanian mengalami kegagalan.
5.
Keterlibatan non-muslim dipercaya
menjadi, mentri, petugas pajak, dan bahkan penasehat dalam bidang politik,
ekonomi dan ilmu pengetahuan, juga terdapat para dokter dan para pejabat yang
mengendalikan kerja operasional kekhalifahan. Kenyataan ini secara
berangsur-angsur dapat melemahkan dan menggerogoti kondisi kekhalifahan
Fathimiyah.
2. Kehancuran
Setelah kekuasaan berjalan sekitar dua setengah
abad, kemudian khalifah fathimiyah mengalami kehancuran, kehancuran ini terjadi
pada masa kekhalifahan al-Adhid. Kehancuran iniselain dari akumulasi berbagai
faktor juga disebabkan oleh adanya kekuatan kaum salajiqah dan pasukan salib
yang banyak terlibat dalam urusan-urusan kekhalifahan. Para wazir juga
mempertahankan kekuasaannya sehingga konflik-konflik kerap muncul dimasa khalifah
al-Adhid.
Pada tahun 1171 M khalifah al-Adhid meninggal
dunia, maka dengan demikian hancurlah sudah kekuasaan dipimpin oleh shalahuddin
dengan dinasti keturunannya yaitu dinasti Ayyubiyah.[10]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dinasti Idrisiyah adalah Magribi (Maroko). Yang didirikan
oleh Idris I bin Abdullah, cucu Hasan bin Ali bin Abi Thalib, dan merupakan
dinasti pertama yang beraliran Syi’ah, terutama di Maroko dan Afrika Utara.
Pusat pemerintahan Dinasti Aghlabiyah terletak di
Qairawan, Tunisia. Wilayah kekuasan Dinasti Aghlabiyah
meliputi Tunisia dan Afrika Utara.
Pemimpin pertama dinasti ini adalah Ibrahim bin Al-Aghlab, seorang panglima
dari Khurasan.
Dinasti
Samaniyah didirikan oleh Ahmad bin Asad bin Samankhudat, keturunan seorang
bangsawan Balkh (Afghanistan Utara). Puncak kejayaannya tercapai pada masa
pemerintaha Isma’il bin Ahmad (Ismail I).
Wilayah
kekuasaan
Dinasti Safariyah meliputi kawasan Sijistan, Iran. Pendiri dinasti ini adalah
Ya’qub bin Lais As-Saffar, seorang pemimpin kelompok Khawarij di Provinsi
Sistan (Iran).
Wilayah
kekuasaan Dinasti Tulun meliputi Mesir dan Suriah. Pendirinya adalah Ahmad bin
Tulun, putra seorang Turki yang diutus oleh gubernur Transoxania (Uzbekistan)
membawa upeti ke Abbasiyah
Dinasti
Hamdaniyah di Aleppo didirikan oleh Ali Saifuddawlah merebut Aleppo dari
Dinasti Ikhsyidiyah.
Dinasti
Fathimiyah ini didirikan oleh kaum Syi’ah dari sekte Ismailiah. Berdirinya
dinasti Fathimiyah dilatarbelakangi melemahnya Dinasti Abbasiyah.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Samsul Munir, 2010 Sejarah Peradaban Islam, Jakarta :AMZAH.
Fu’adi, Imam, 2012, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta : Teras.
K. Ali, ,
2003, Sejarah Islam Dari Awal Hingga
Runtuhnya Dinasti Usmani, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Khoiriyah,
2012, Reorientasi Wawasan Sejarah
Islam, Yogyakarta: Teras.
Sou’yb, Joesoef, 1978 Sejarah Daulah Abbasiyah III,
Jakarta : Bulan Bintang.
TENTANG
PENULIS
Winda Atika Sari dilahirkan di
Batang, 9 juni . Saya lahir dari keluarga yang sederhana. Saya bertempat
tinggal di sebuah Desa Keputon, Dukuh Sukoyoso, Kecamatan Blado, Kabupaten
Batang. Sebelum saya sekolah dulu saya belajar dilembaga non Formal Madrasah
Diniyah Miftahululum Dukuh Sukoyoso. Pendidikan Formal TK Mardisiwi Blado, SD Negeri
Blado 01, SMP Negeri 1 Blado. Kemudian saya SMAnya melancong di kota Kendal,
SMA saya SMA PMS Kendal. Dan saya masih kuliah di STAIN Pekalongan.
Ita Mashita dilahirkan di Pemalang, 04 November 1996. Saya dilahirkan dari
keluarga yang sangat. Saya dilahirkan di Desa Pesucen Petarukan. Asal sekolah
saya dari TK Pertiwi, SD N 1 Pesucen, MTs N Petarukan, SMA N 1 Petarukan,
kemudian sampai saat ini di STAIN Pekalongan.
Siti Hufriyah itulah nama yang diberikan oleh orang
tua saya sejak tanggal
12 April 1995. Saya dilahirkan di Desa
Gringgingsari kec. Wonotunggal kab. Batang. Asal sekolah SMA Negeri 1 Bandar,
dan sekarang saya kuliah di STAIN Pekalongan.
[1] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah
Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), Hlm.128.
[2] Khoriyah, Op.Cit., Hlm. 142.
[3]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban
Islam, (Jakarta :AMZAH,2010), hlm. 275-277
[4]
Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulah Abbasiyah
III, (Jakarta : Bulan Bintang, 1978), hlm. 170
[5]
Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam,
(Yogyakarta : Teras, 2012), hlm.1
[6] K. Ali, Sejarah Islam Dari Awal Hingga
Runtuhnya Dinasti Usmani, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.
492.
[7]
Samsul Munir Amin, Op.cit, hlm.
254-263
[8]
Imam Fu’adi, Op.cit, hlm. 4-5
[9]
Samsul Munir Amin, Op.cit,
hlm.264-266
[10]
Imam Fu’adi, Op,cit, hlm. 7-9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar