BERPALING DARI ORANG JAHIL
SURAH AL-A’RAF AYAT 199
Anni Karomatunnisak (2021115059)
Kelas: C
JURUSAN
TARBIYAH / PAI
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang
telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya. Sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebatas pengetahuan dan kemampuan yang
penulis miliki. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW. dan juga penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku dosen mata
kuliah Tafsir Tarbawi I yang telah memberikan tugas makalah ini.
Dalam menyusun makalah yang berjudul “Berpaling dari
Orang Jahil”, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis alami. Namun,
berkat dorongan, dukungan dan semangat dari orang terdekat, makalah ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih kepada orang tua
dan teman-teman.
Penulis menyadari bahwa makalah sederhana ini masih
banyak kekurangan. Maka dari itu, penulis menerima dengan baik kritikan ataupun
saran yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
khususnya bagi penulis.
Pekalongan, September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
Daftar Pustaka.....................................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekarang ini merupakan akhir zaman yang mana
hari akhir (kiamat) sudah semakin dekat. Hal tersebut ditandai dengan
pengambilan atau pengangkatan ilmu oleh Allah SWT, munculnya kebodohan,
banyaknya kejadian tindak kriminal, dan sebagainya.
Di zaman modern ini, di kalangan kaum muslimin
banyakterjadi perbuatan bid'ah dan pihak-pihak yang menciptakan bid'ah, yaitu
orang-orang jahil yang tidak mempunyai ilmu agama dan memberikan pengajaran
agama dengan tanpa ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan, namun di
sepanjang masa selalu timbul tokoh di kalangan umat Islam yang memperbarui
agama mereka. Selalu ada tokoh-tokoh yang menghidupkan Sunnah dan mematikan
bid'ah. Sehingga, setidaknya, Sunnah Rasulullah SAW. tetap dapat diketahui
dengan jelas dan umat ini tidak sampai bersepakat dalam kesesatan atau mengakui
bid'ah, atau perbuatan bid'ah itu berubah menjadi bagian agama Islam.
Dengan banyaknya kejadian-kejadian tersebut,
makalah ini dibuat dengan tujuan para pembaca mengetahui bahwa dalam Quran
surat Al-A’raf ayat 199 sudah dijelaskan mengenai sikap yang baik dan benar
serta kita diperintah untuk tidak mendekati kebodohan.
B. Judul Makalah
Makalah ini penulis beri judul “Berpaling dari
Orang Jahil”. Karena, sesuai dengan tugas yang telah didapat oleh penulis.
C. Nash dan Arti QS.
Al-A’raf ayat 199
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ
الْجَاهِلِينَ
Artinya:
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan
yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (Q.S.
Al-A’raf, 7: 199)[1]
D. Arti Penting
Pengkajian Materi
Al-Quran surat Al-A’raf ayat 199 merupakan suatu hal yang
penting untuk di kaji dalam dunia pendidikan, namun tidak hanya dalam
pendidikan saja, ayat ini ditujukan untuk semua umat Islam. Sebenarnya, tidak
hanya ayat ini saja, semua yang ada di dalam Al-Quran diturunkan untuk pedoman
hidup umat Islam. Agar mereka menjadi pribadi yang baik, senantiasa melakukan
hal kebaikan, menjadi manusia yang penyabar, senantiasa meningkatkan keimanan,
dan menjauhi orang-orang yang bodoh (jahil).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Kata bodoh berasal dari kata jahl “جــهـل” yang berarti kebodohan,
ketidaktahuan. Seseorang dapat dikatakan bodoh apabila orang tersebut tidak
mengetahui tentang sesuatu, dikatakan orang yang tidak tahu dan apabila ketidak
tahuannya sangat banyak.[2]
Dalam pandangan Islam, orang jahil (bodoh) adalah
orang yang mudah terhasut oleh bisikan setan atau orang yang kekuatan imannya
lemah.Kebodohan dalam pandangan Rasulullah SAW.:Sam’un bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai tanda-tanda orang jahil
(bodoh). Beliau bersabda:
1.
Jika kita berkawan
dengan orang bodoh, dia selalu merepotkan kita
2.
Jika kita
meninggalkan orang bodoh, dia akan mencela kita
3.
Apabila orang bodoh
memberikan sesuatu kepada kita, pasti ada maunya (keinginan)
4.
Apabila diberi
sesuatu, maka dia (orang bodoh) mudahmelupakannya
5.
Ketika diberi
kepercayaan, dia (orang bodoh) berkhianat
6.
Jika kita
merahasiakan sesuatu dari dia (orang bodoh), maka dia akan marah kepada kita
7.
Ia tidak pernah
melihat kebaikan orang lain
8.
Kalau dia (orang
bodoh) punya kebutuhan, dia lupa terhadap kenikmatan-kenikmatan Allah SWT.
9.
Orang ini (orang
bodoh) tidak pernah cinta kepada Allah, dan tidak pernah berusaha untuk
ber-taqarrub (dekat) dengan-Nya.
10.
Dia (orang bodoh)
tidak malu dan tidak ingatkepada pencipta-Nya.
B. Tafsir
1. Tafsir Ibnu Katsier
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ
الْجَاهِلِينَ
Artinya:
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta
berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (Q.S. Al-A’raf, 7: 199)[3]
Ibnu Abbas mengartikan al-afwadengan
kelebihan. Sedangkan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengartikan al-afwa
dengan memaafkan kaum musyrikin sampai sepuluh tahun lamanya kemudian perintah
berlaku tegas terhadap mereka dalam ayat:Ya ayyuhan nabiyu jaa hidil kuffa
ra wal munaa fiqitna wagh ludh alaihin: Hai Nabi perangilah orang-orang
kafir dan munafik dan berlaku tegas keras terhadap mereka.
Ibn Abbas ra. berkata, Uyainah bin
Hishin bin Hudzaifah datang ke Madinah dan tinggal di rumah kemenakannya
bernamaAlhurr bin Qais, Alhurr ini termasuk dari orang-orang anggota musyawarat
Umar ra. karena ia termasuk orang yang pandai Al-Quran. Uyainah berkata kepada
Alhurr, karena anda berdekatan kepada khalifah Umar, mintakan izin untukku
bertemu kepadanya. Maka Alhurr memberitahu kepada Umar bahwa Uyainah minta izin
untuk bertemu kepadamu. Maka Umar mengizinkan, dan ketika Uyainah telah
menghadap Umar. Ia berkata, “Hai putra Alkhattab, demi Allah anda tidak
memberikan kepada kami yang banyak, dan menghukum dengan adil di antara kami”.
Mendengar kata-kata itu Umar sangat marah dan hampir memukulnya. Tetapi segera
Alhurr berkata, “Ya Amiral mukminin, sesungguhnya Allah berfirman kepada
Nabi-Nya: Khudzil afwa wa’mur bil urfi wa a’ridh anil jaa hilin. Dan
orang ini masih bodoh. Umar diam, demi Allah seakan-akan lupa terhadap ayat
ini, padahal Umar biasa teliti dan suka berhenti memperhatikan ayat-ayat
Al-Quran jika membacanya (R. Albukhari)[4]
Ibn Jarir berkata, Allah menyuruh
Nabi-Nya supaya menganjurkan segala kebaikan dan termasuk semua amal taat, juga
mengabaikan orang yang bodoh, yakni tidak melayani kebodohannya, ini juga
tuntutan kepada hamba supaya sanggup menanggung tantangan orang bodoh dengan
kesabaran, asalkan tidak menyalahi hukum yang wajib dalam agama, atau iman
terhadap Allah, yakni jika menghadapi yang sedemikian maka harus berlaku tegas
dan tidak boleh mengalah.
Sebagian ulama berpendapat:
Manusia ada dua macam. Seorang yang baik budi, maka terimalah budi kebaikannya,
dan jangan memaksakannya di luar kemampuannya. Dan orang jahat, maka yang ini
anjurkan kepadanya yang baik tetapi jika ia tetap merajalela dalam
kejahatannya, maka abaikanlah ia.
2. Tafsir al-Maraghi
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ
الْجَاهِلِينَ
Artinya:
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf,
serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (Q.S. Al-A’raf, 7: 199)
Setelah Allah SWT. menegaskan bahwa Dia-lah
yang akan menjamin keselamatan Rasul dan membelanya, dan bahwa berhala-berhala
dan para penyembahnya itu takkan kuasa apa-apa untuk menganiaya beliau atau
memberi bahaya kepada beliau, maka pada ayat ini Allah menerangkan cara yang
sebaik-baiknya, jalan yang lurus dalam menghadapi dan mempergauli manusia.
Pada ayat ini terdapat prinsip-prinsip akhlak
yang utama (Ushulu ‘l-Fadha’il), yang merupakan landasan
perundang-undangan (tasyri’), yang derajatnya terletak sesudah
prinsip-prinsip akidah (Ushulu ‘l-‘Aqidah) yang berlandaskan pada
tauhid, sebagaimana telah ditegaskan pada ayat lalu secara jelas sekali dan
dengan pembuktian yang paling sempurna.[5]
Penjelasan
Allah Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya pada ayat ini untuk melaksanakan tiga
perkara, yang semuanya merupakan dasar-dasar umum syari’at, baik menyangkut
soal tata kesopanan jiwa atau hukum-hukum amaliah:
a. Al-‘Afwu, artinya mudah, tidak berliku-liku yang menyulitkan.
Di antara perbuatan-perbuatan yang dilakukan
orang, akhlak mereka dan apa pun yang datang dari mereka, ambillah yang
menurutmu mudah, dan bersikap mudahlah, jangan mempersulit dan jangan menuntut
mereka melakukan sesuatu yang memberatkan, sehingga mereka akan lari darimu.
Suruhan ini sama seperti yang dikatakan dalam sebuah hadits:
يَسِّرُوْاوَلَاتُعَسِّرُوْا
Artinya:
“Permudahlah dan jangan mempersulit”[6]
b. Al-Amru bi ‘l-Ma’ruf (menyuruh kepada yang ma’ruf)
Al-Ma’ruf artinya sesuatu yang diakui baik oleh hati.
Hati senang kepadanya dan merasa tenteram. Pendek kata, al-Ma’rufialah
kata umum yang mencakup setiap hal yang diakui, termasuk taat dan taqarrub
kepada Allah serta berbuat baik kepada sesama manusia.
Menurut ulama terkemuka, Ma’ruf adalah
apa yang menurut akal baik untuk dilakukan dan tidak dipungkiri oleh semua akal
sehat.
c. Al-I’radh ‘ani ‘l-jahilin (berpaling dari orang-orang bodoh)
Dengan cara tidak mempergauli mereka dan
jangan berbantah-bantahan dengan mereka. Karena, untuk menghindar agar jangan
disakiti oleh mereka memang tak ada jalan lain kecuali dengan berpaling dari
mereka.
Sedang Ath-Thabari dan lainnya meriwayatkan
dari Jabir, bahwa setelah turun ayat ini, maka bertanyalah Nabi Muhammad SAW.
kepada Jibril mengenainya. Maka jawabnya, “Saya tidak tahu, tunggulah aku
hendak menanyakannya.” Dan setelah Jibril kembali, maka ia mengatakan:
“Sesungguhnya Tuhanmu menyuruh kamu untuk menjalin silaturrahim dengan orang
yang telah memutuskan engkau, dan memberi maaf kepada orang yang telah
menganiaya dirimu.”[7]
C. Aplikasi dalam
kehidupan sehari-hari
a. Senantiasa berbuat baik terhadap sesama manusia
b. Selalu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. agar terhindar
dari godaan setan
c. Selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT.
d. Selalu menjalankan apa yang diperintah oleh Allah SWT. dan menjauhi
larangan-Nya
D. Nilai-nilai yang
terkandung dalam surat Al-A’raf ayat 199
1.
Menjadi orang yang pemaaf
Setiap manusia memiliki sikap atau akhlak yang
berbeda-beda. Meskipun manusia memiliki hati yang baik dan orangnya shalih
tentu juga memiliki kekurangan. Maka,Allah menyuruh seluruh umat manusia untuk
saling memaafkan, selalu menjalin tali silaturrahim.
2.
Menyuruh berbuat yang ma’ruf
Dengan kekurangan yang kita miliki, Allah menyuruh kita untuk mengimbangi
dengan berbuat yang ma’ruf (baik). Sehingga kita dapat menjadi
masyarakat yang lebih menghadapkan perhatiannya kepada yang ma’ruf.
3. Menjauhkan diri dari
orang-orang yang bodoh (Jahil)
Kita senantiasa berhati-hati dengan bahaya orang-orang yang bodoh (jahil).
Karena mereka merupakan orang yang tidak mengenal apa itu kebaikan. Mereka
hanya memperturutkan perasaan hati bukan pertimbangan akal.[8]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Orang bodoh (jahil) adalah seseorang yang tidak mengetahui sesuatu apapun.
Sedangkan dalam Islam, orang bodoh adalah orang yang sesat dan menyesatkan,
orang mau melakukan suatu hal yang rugi bagi diri sendiri maupun orang lain.
Dari surat Al-A’raf ayat 199 kita
dapat mengambil pelajaran yang penting yaitu menjadi orang yang penyabar,
memiliki sifat pemaaf, senantiasa meningkatkan keimanan, selalu mendekatkan
diri kepada Allah SWT. dan menjauhi orang-orang jahil (bodoh).
B. Daftar Pustaka
1. Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Tafsir Al-Maraghi.Semarang: PT.
KaryaToha Putra
2. Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar Juz IX. Jakarta: PUSTAKA PANJIMAS
3. Http://www.ilmusaudara.com/2015/09/pengertian-ilmudankebodohan.html
diakses
pada hari Minggu tanggal 11 September 2016
pukul 20:34
WIB
4. Katsier, Ibnu. 1986. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier. Surabaya:
PT.
BinaIlmu Offset
5. Qardhawi, Yusuf. 2008. Sunnah & Bid’ah. Indonesia: Gema Insani
Press
Biografi
Penulis
Nama :
Anni Karomatunnisak
TTL :
Batang, 23 Maret 1998
Alamat : Dk. Cluluk Ds. Sidorejo, Kec.
Warungasem, Kab. Batang
Pendidikan
:
1.
MI Salafiyah Sidorejo (2003-2009)
2.
SMP Negeri 1 Warungasem (2009-2012)
3.
SMA Negeri 4 Pekalongan (2012-2015)
4.
S1 Pendidikan Agama Islam di IAIN Pekalongan
(2015 - sekarang)
[2]http://www.ilmusaudara.com/2015/09/pengertian-ilmu-dan-kebodohan.html diakses pada hari Minggu tanggal 11 September
2016 pukul 20:34 WIB
[3]Ibid.
[4]Ibnu Katsier,TERJEMAH SINGKAT TAFSIR IBNU KATSIER,(Surabaya:
PT. Bina Ilmu Offset,1986),hlm.525-526
[6]Ibid.,hlm.280
[7]Ibid.,hlm.280-283
[8]Hamka,TAFSIR AL AZHAR JUZ IX,(Jakarta:
PUSTAKA PANJIMAS,1982),hlm.222-223
Tidak ada komentar:
Posting Komentar