Sifat-Sifat Orang Mukmin
Q.S Al-Fath ayat 29
Imam Nursyafiudin
(2021115143)
Kelas D
JURUSAN TARBIYAH/PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat
Allah SWT, yang telah memberikan berlimpah nikmat berupa kesehatan jasmani
maupun rohani kepada Kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sampai
selesai. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman
Muhammad SAW.
Kami menyadari tersusunnya makalah ini
bukanlah semata-mata hasil jerih payah kami sendiri, melainkan berkat bantuan
berbagai pihak. Untuk itu, Kami menghaturkan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu Kami dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang
setimpal dan menjadikan amal sholeh bagi semua pihak yang telah turut
berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin Ya Rabbal’alamin.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Tafsir surat Al Fath ayat 29 yang
menjelaskan tentang pribadi Rasulullah Saw dan para sahabat beliau. Beliau
adalah seorang manusia biasa, hanya saja beliau di beri wahyu oleh Allah Swt
dan menjadi utusan-Nya. Beliau adalah Nabi penutup dan sekaligus Rasul yang
terakhir. Beliau diangkat menjadi utusan Allah itu tidak untuk dipuji oleh
sekalian umatnya, tidak untuk disanjung dan dijunjung tinggi sampai setinggi
langit, serta tidak untuk di dewa-dewakan, atau senantiasa diperingati hari
lahirnya oleh segenap pengikutnya, tetapi untuk diikuti kepeminpinannya dalam
urusan beriman kepada Allah, untuk dituruti tuntunannya dalam hal cara
beribadah kepada-Nya, serta untuk dicontoh akhlak dan budi pekertinya dalam
cara bergaul dan bermasyarakat dengan manusia.
1.
Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di
atas maka permasalahan yang dapat penulis rumuskan adalah sebagai berikut :
1.
Apa penafsiran Q.S Al Fath ayat 29 itu?
2.
Bagaimana sifat-sifat orang mukmin menurut surat
al-fath ayat 29?
Sifat-sifat orang mukmin(q.s al-fath:29)
2.ISI
1.Surat al-fath ayat 29
مُحَمَّدٌرَسُوْلُاللهِوَالَّذِيْنَمَعَهُأَشِدَّاءُعَلَىالْكُفَّارِرُحَمَاءُبَيْنَهُمْتَرَاهُمْرُكَّعًاسُجَّدًايَبْتَغُوْنَفَضْلاًمِنَاللهِوَرِضْوَاناًسِيْمَاهُمْفِيْوُجُوْهِهِمْمِنْأَثَرِالسُّجُوْدِذَلِكَمَثَلُهُمْفِيالتَّوْرَاةِوَمَثَلُهُمْفِيالْإِنْجِيْلِكَزَرْعِأَخْرَجَشَطْأَهُفَآزَرَهُفَاسْتَغْلِظَفَاسْتَوَىعَلَىسُوْقِهِيُعْجِبُالزُّرَّاعَلِيَغِيْظَبِهِمُالْكُفَّارِوَعَدَاللهُالَّذِيْنَءَامَنُواوَعَمَلَالصَّالِحَاتِمِنْهُمْمَغْفِرَةًوَأَجْرًاعَظِيْماً
“Muhammad itu adalah
utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang
kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka
mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan
sifat-sifat mereka dalam lnjil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya
maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak
lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan orang-orang mu’min).
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan menegakan amal yang saleh
di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”.
2.
Tafsir Surat Al Fath
ayat 29
Menurut al-Hâkim dan lain-lain dari al-Miswar bin Makhramah dan
Marwân bin al-Hakam, surat al-Fath ini mulai dari awal hingga akhir diturunkan
antara Makkah dan Madinah dalam konteks perjanjian damai Hudaibiyyah.
Perjanjian ini kelak mengantarkan penaklukan kota Makkah dan tampilnya negara
Islam sebagai adidaya baru di Jazirah Arab.
Agar dapat dipahami
konteksnya, ayat ini harus dihubungkan dengan ayat sebelumnya, yang dalam
istilah ‘Ulûm al-Qur’ân disebut Munâsabât bayn al-âyah,yaitu ayat:
( هُوَ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ
عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا ) Dialah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa kebenaran dan
agama yang haq untuk memenangkannya atas agama-agama yang ada seluruhnya.
Cukuplah Allah sebagai saksinya. (QS al-Fath : 28).
Dari sinilah frasa Muhammad[un]
Rasûlullâh (Muhammad Rasulullah) dapat dipahami
kedudukannya sebagai kalimat penjelas (jumlah mubayyinah)
terhadap Rasul yang diutus oleh Allah dengan membawa hidayah dan agama yang haqq. Mengenai kata Muhammad[un] dalam ayat di atas, sebagian
ulama tafsir mempunyai dua pandangan. Ada yang menyatakannya sebagai subyek (mubtada’), dengan kata Rasûlullâh merupakan predikat (khabar), ada juga yang menyatakan, bahwa kata Muhammad[un] adalah subyek (mubtada’), Rasûlullâh adalah
sifat subyek, sedangkan predikatnya adalah asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr.
Jika kita memilih pendapat yang pertama, konotasinya: Muhammad adalah utusan Allah. Sebaliknya, jika pendapat
kedua yang dipilih, konotasinya: Muhammad, Rasulullah.
Sementara itu, frasa walladzîna ma‘ah[u] (dan orang-orang yang
bersamanya), dengan diawali huruf waw di
depannya, ada yang menyatakan sebagai subyek kedua setelah subyek pertama,
yaitu: Muhammad[un]; kemudian frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr—menurut pendapat
ini—kedudukannya sebagai predikat kedua setelah predikat pertama, yakni kata Rasûlullâh. Namun, ada juga yang menyatakan, bahwa
frasa walladzîna ma’ah[u] adalah ma‘thûf ‘alayh (frasa yang dihubungkan) dengan Muhammad[un] sehingga subyek dan
predikatnya hanya satu, masing-masing adalah Muhammad[un] dan asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr. Jika dipilih alternatif
pertama, konotasinya: Muhammad adalah utusan Allah
dan orang-orang yang bersamanya (sahabat) adalah orang-orang yang sangat keras
terhadap orang kafir dan sangat mencintai sesama mereka. Jika
pilihan kedua yang diambil, konotasinya: Muhammad, utusan Allah, dan
orang-orang yang bersamanya (sahabat) adalah orang-orang yang sangat keras
terhadap orang kafir dan sangat mencintai sesama mereka.
Inilah hasil pembacaan
terhadap struktur lafal yang berbeda dan implikasinya terhadap makna yang terdapat
dalam ayat tersebut. Hanya saja, perbedaan tersebut tidak membawa implikasi
yang serius terhadap makna ayat di atas secara keseluruhan. Di sisi lain,
as-Suyûthi, menjelaskan bahwa dinyatakannya: asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (keras
terhadap orang-orang Kafir) dan ruhamâ’ baynahum(mencintai
sesama mereka), menunjukkan keunikan sifat Rasulullah dan para sahabat, yang
memadukan ketegasan dan kekerasan (terhadap orang kafir) dengan kasih-sayang
(terhadap sesama Muslim). Seandainya hanya dinyatakan asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (keras terhadap
orang-orang kafir), tentu akan menimbulkan persepsi, seakan-akan mereka adalah
orang-orang yang kasar. Karena itu, dengan dinyatakan, ruhamâ’ baynahum (mencintai sesama mereka),
kesan tersebut hilang. Struktur seperti ini, persis seperti yang digunakan oleh
Allah dalam ayat lain:
( أَذِلَّةٌ عَلَى
الْمُؤْمِنِيْنَ أَعِزَّةٌ عَلَى الْكَافِرِيْنَ )
Yang bersikap
lemah-lembut kepada orang Mukmin dan yang bersikap keras terhadap orang-orang
kafir. (QS al-Maidah: 54).
Lalu apa maksud dari
frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr (sangat keras terhadap
orang-orang Kafir) dan ruhamâ’ baynahum (sangat
mencintai sesama mereka) dalam ayat tersebut? Apakah ini hanya sifat Rasul dan
para sahabatnya yang ikut dalam Perjanjian Hudaibiyah saja atau bersifat umum
meliputi karakter seluruh para sahabat?
Kata asyiddâ’ adalah bentuk plural non-jender (jamak taktsîr) dari kata syadîd (orang yang keras). Kata ruhamâ’ juga merupakan jamak taktsîr dari kata rahîm(orang
yang mengasihi). Kebanyakan ahli tafsir, seperti al-Qurthubi dan as-Syaukani,
menjelaskan konotasi dari frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr tersebut
dengan menggunakan penafsiran Ibn ‘Abbâs, pakar tafsir, murid Rasulullah saw.,
yang menyatakan: ghilâdh[un] ‘alayhim ka al-asad[i] ‘alâ
farîsatih[i] (keras terhadap mereka, bak singa terhadap mangsa
buruannya). Secara umum, as-Suyuthi, menjelaskan maksud frasa tersebut dan
frasa berikutnya, bahwa mereka keras dan tegas terhadap siapa saja yang
menyimpang dari agamanya, dan saling kasih-mengasihi di antara sesama mereka
(Muslim). Inilah maksud dari frasa asyiddâ’ ‘alâ al-kuffâr ruhamâ’
baynahum. Sebagian ahli tafsir, menyebutkan bahwa sifat
tersebut merupakan sifat sahabat yang terlibat dalam kasus Hudaibiyah. Namun,
pandangan ini dibantah oleh as-Syaukani, berdasarkan kaidah:
اَلْعُمُوْمُ يَبْقَى بِعُمُوْمِهِ
مَالَمْ يَرِدْ دَلِيْلُ التَّخْصِيْصِ
Keumuman itu tetap
berlaku sesuai dengan keumumannya selama tidak ada dalil pengkhusus yang
dinyatakan (untuk mengkhususkannya).
Dari sini, beliau berpendapat, bahwa
yang lebih tepat adalah menginterpretasikan makna umum sesuai dengan
keumumannya. Dengan demikian, sifat tersebut merupakan sifat seluruh sahabat
Rasulullah Saw.
Mereka juga ruku’ dan sujud dengan tulus
ikhlas karena Allah, senantiasa mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya yang
agung.. demikian itulah sifat-sifat yang agung dan luhur serta tinggi. Demikian
itulah keadaan orang mukmin pengikut Nabi Muhammad SAW. Allah menjanjikan untuk
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shaleh di antara mereka
yang bersama Nabi serta siapapun yang mengikuti cara hidup mereka dapat
mencapai kesempurnaan atau luput dari kesalahan atau dosa. Kalimat asyidda’u
‘ala al-kuffar sering kali dijadikan oleh sementara orang sebagai bukti
keharusan bersikap keras terhadap non muslim. Kalaupun dipahami sebagai sikap
keras, maka itu dalam konteks peperangan dan penegakan sanksi hukum yang
dibenarkan agama. Ini serupa dengan firman-Nya.
“… dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah, dan hari akherat …” (QS. 24:2). Mewujudkan rasa hormat dan rasa
kasih sayang sesama manusia.
1.
Mewujudkan seorang
hamba yang ahli sujud dan taubat.
2.
Mewujudkan manusia
yang selalu menyenangkan orang lain.
Budi Luhur Rosululloh Terhadap Orang
Muslim:
1. Beliau adalah seorang yang peramah,
sopan santun dan tenang.
Beliau adalah seorang
yang pengasih, penyayang kepada sesama, murah hati dan suka memberikan
pertolongan kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan, akibat kemurahan hari
beliau, kerap kali beliau menanggung kesusahan orang yang sedang menderita
susah dan mengalahkan kepentingan diri sendiri asalkan kesusahan orang lain
dalam kebenaran.
Beliau adalah orang
yang sabar, tahan uji dan berani menderita, beliau adalah orang yang tabah
hati, tahan marah, dan tahan dendam jika kebetulan marah, tidak ada
tanda-tandanya, melainkan kerut urat yang berdiri diantara bulu – bulu
keningnya, memang beliau adalah seorang yang lapang dada, dapat mengendalikan
dan menahan kemarahan hatinya.
2. Beliau adalah orang yang terkenal
jujur, bisa di percaya.
Berliau jujur dalam
perkatan dan jujur dalam perbuatan serta sangat jauh dari sifat pendusta atau
pembohong karenanya sejak muda sudah terkenal dengan nama al amin (
yang di percaya )
3. Beliau suka menghormati yang lebih
tua dan mengasihi yang lebih muda dan beliau orang yang berterima kasih, suka
membalas jasa dan tahu membalas jasa.[6]
3.Aspek tarbawi
a.Mewujudkan rasa hormat dan rasa kasih
sayang sesama manusia.
b.Mewujudkan seorang hamba yang ahli
sujud dan taubat.
c.Mewujudkan manusia
yang selalu menyenangkan orang lain.
PENUTUP
Surat Al-Fath
mempunyai arti kemenangan. Surat ini terdiri dari 29 ayat. Pada ayat terakhir
menjelaskan tentang sifat yang harus dimiliki oleh orang mukmin. Dalam ayat 29
ini menjelaskan salah satu tujuan pendidikan yaitu sifat yang harus dimiliki
oleh orang-orang mukmin. Dari ayat tersebut menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW
dan pengikut-pengikutnya bersikap keras atau tegas terhadap orang-orang kafir
namun berkasih sayang terhadap sesamanya. Salah satu tanda orang mukmin yaitu
terdapat pada wajah mereka dari bekas sujud. Tanda-tanda tersebut juga terdapat
dalam kitab Taurat dan Injil. Penjelasan dari surat Al-Fath tentang sifat
orang-orang mukmin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maragi, Ahmad
Mustafa. 1993. Tafsir Al-Maragi. Semarang: PT. Karya Toha
Putra Semarang.
Ar-Rifa’I, Muhammad
Nasib. 2000. Tafsir Ibnu Katsir jilid IV. Jakarta: Gema Insani
Press.
Isawi, Muhammad Ahmad. 2009. Tafsir
Ibnu Mas’ud. Jakarta: PUSTAKA AZZAM.
Katsir, Ibnu. 1985. Al-Qur’an
dan Tarjamah. Jakarta: Jakarta Pelita.
Quthb, Sayyid,
2004. Fi Zhilalil- Qur’an. Jakarta: Gema Insani.
Terjemah Al-Qur’an secara Lafziyah Penuntun bagi yang Belajar Jilid IX (juz
25,26,27).Jakarta: ALHIKMAH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar