“PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH”
M. Lailal Murod (2014116044)
Rotep (2014116045)
Ulfa Yuliana (2014116048)
Ulfa Yuliana (2014116048)
PRODI
HUKUM EKONOMI SYARIAH
JURUSAN
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
TAHUN
AKADEMIK 2016/2017
PRA KATA
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah Sejarah
Peradaban Islam ini dapat tersusun dengan baik. Makalah ini
di buat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah
Peradaban Islam dengan judul
Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah.
Kami sampaikan
terimakasih kepada dosen dan semua pihak yang senantiasa membantu demi
kelancaran makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini sangat sederhana
dan belum sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari pihak manapun
senantiasa akan kami terima untuk menjadikan makalah ini sesuai dengan harapan.
Semoga makalah ini mendapat perhatian dan bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca
pada umunya.
Pekalongan, Maret 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Pra
Kata.....................................................................................................................i
Daftar
Isi..................................................................................................................ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang..................................................................................................1
B.
Rumusan
Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................................1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Sejarah
Berdirinya Dinasti Abbasiyah..............................................................2
B. Para Khalifah
Dinasti Abbasiyah......................................................................4
C. Masa Kemajuan
Dinasti Abbasiyah..................................................................6
D. Dinasti-Dinasti
Yang Memerdekakan Diri Dari Baghdad................................9
E. Faktor Yang
Menyebabkan Kemunduran Dinasti Abbasiyah........................10
F. Akhir Kekuasaan
Dinasti Abbasiyah..............................................................11
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................13
B. Saran................................................................................................................13
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................14
LAMPIRAN...........................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peradaban islam mengalami puncak kejayaan pada masa daulah Abbasiyah.
Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju yang diawali dengan penerjemahan naskah
asing terutama yang berbahasa Yunani kedalam bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan
ilmu dan perpustakaan dan terbentuknya mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai
buah dari kebebasan berfikir. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang paling
berhasil dalam mengembangkan peradaban Islam.Para ahli sejarah tidak meragukan hasil
kerja para pakar pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan
dan peradaban Islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah?
2.
Siapa saja para khalifah pada masa Dinasti Abbasiyah?
3.
Bagaimana masa kemajuan Dinasti Abbasiyah?
4.
Apa aja dinasti-dinasti yang memerdekakan diri dari Baghdad?
5.
Apa faktor yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah?
6.
Bagaimana akhir kekuasaan Dinasti Abbasiyah?
C.
Tujuan
1.
Dapat Mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah.
2.
Dapat Mengetahui para khalifah Dinasti Abbasiyah.
3.
Dapat Mengetahui masa kemajuan Dinasti Abbasiyah.
4.
Dapat Mengetahui dinasti-dinasti yang memerdekakan diri dari Baghdad.
5.
Dapat Mengetahui faktor yang menyebabkan kemunduran Dinasti
Abbasiyah.
6.
Dapat Mengetahui akhir kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abdul Abbas
Ash-Shafah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Dinasti Abasiyah
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang yaitu selama lima abad dari tahun
132-656 H (750 M-1258 M). Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai
kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyun)
setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk
berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang
merupakan pusat kegiatan, antara antara satu dengan yang lain memiliki
kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk menegakkan kekuasaan
keluarga besar paman Rasulullah SAW, Abbas bin Abdul Muthalib. Dari nama
Al-Abbas paman Rasulullah inilah nama ini disandarkan pada tiga tempat pusat
kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah, dan Khurasan. Di kota Humaimah bermukim
keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya bernama Al-Imam Muhammad bin Ali
yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya Dinasti Abbasiyah. Ia
menyiapkan strategi perjuangan menegakkan kekuasaan atas nama keluarga
Rasulullah SAW. Para penerang dakwah Abbasiyah berjumlah 150 orang dibawah para
pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalha Muhammad bin
Ali.
Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang
sebagai gerakan rahasia. Akan tetapi, Imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang
bekeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah
Umayyah terakhir, Warwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan
Dinasti Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya dieksekusi. Ia mewasiatkan
kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia
akan tebunuh, dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah. Sedangkan pemimpin
propaganda dibebankan kepada Abu Salamah. Segeralah Abul Abbas pindah dari
Humaimah ke Kufah diiring oleh para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu
Ja’far, Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.[1]
Pada masa pemerintahan Abul Abbas Ash-Shaffah, seluruh anggota
keluarga Abbas dan pimpinan umat Islam menyatakan setia kepada Abul Abbas
Ash-Shaffah sebagai khalifah mereka. Ash-Shaffah kemudian pindah ke Ambar,
sebelah Barat sungai Eufrat dekat Baghdad. Ia menggunakan sebagian besar dari
masa pemerintahannya untuk memerangi para pemimpin Arab yang kedapatan membantu
Bani Umayyah. Ia mengusir mereka kecuali Abdurrahman, yang tidak lama kemudian
mendirikan Dinasti Umayyah di Spanyol. Ash-Shaffah juga memutuskan untuk
menghabisi nyawa beberapa orang pembantu Bani Umayyah.Kekhalifahan Ash-Shaffah
hanya bertahan selam 4 tahun, sembilan bulan. Ia wafat pada tahun 136 H di
Abar, satu kota yang telah dijadikannya sebagai tempat kedudukan pemerintahan.
Ia berumur tidak lebih dari 33 tahun.
Selama Dinasti Abbasiyah berkuasa, pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan
biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah dalam empat periode berikut:
1.
Masa Abbasiyah I, yaitu semenjak lahirnya daulah Abbasiyah tahun
132 H (750 M) sampai meninggalnya khalifah Al-Watsiq 232 H (847 M).
2.
Masa Abbasiyah II, yaitu mulai khalifah Al-Mutawakkil pada tahun
232 H (847 M) sampai berdirinya daulah Buwaihiyah di Baghdad pada tahun 334 H
(946 M).
3.
Masa Abbasiyah III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun
334 H (946 M) sampai masuknya kaum Saljuk ke Baghdad tahun 447 H (1055 M).
4.
Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya orang-orang Saljuk ke Baghdad
tahun 447 H (1055 M) sampai jatuhnya Baghdad ketangan bangsa Mongol dibawah
pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M).[2]
B.
Para Khalifah Dinasti Abbasiyah
Para
khalifah Bani Abbasiyah berjumlah 37 khalifah, mereka adalah:
1.
Abul Abbas As-Shaffah. (Pendiri) 749-754
M
2.
Abu Ja’far Al-Manshur 754-775 M
3.
Abu Abdullah Muhammad Al-Mahdi 775-785 M
4.
Abu Muhammad Musa Al-Hadi 785-786 M
5.
Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid 786-809 M
6.
Abu Musa Muhammad Al-Amin 809-813 M
7.
Abu Ja’far Abdullah Al-Ma’mun 813-833 M
8.
Abu Ishaq Muhammad Al-Mu’tashim 833-842 M
9.
Abu Ja’far Harun Al-Watsiq 842-847 M
10.
Abu Fadl Ja’far Al-Mutawakil 847-861 M
11.
Abu Ja’far Muhammad Al-Muntashir 861-862 M
12.
Abul Abbas Ahmad Al-Musta’in 862-866 M
13.
Abu Abdullah Muhammad Al-Mu’taz 866-869 M
14.
Abu Ishaq Muhammad Al-Muhtadi 869-870 M
15.
Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tamid 870-892 M
16.
Abul Abbas Ahmad Al-Mu’tadid 892-902 M
17.
Abul Muhammad Ali Al-Muktafi 902-905 M
18.
Abul Fadl Ja’far Al-Muqtadir 905-932 M
19.
Abu Mansur Muhammad Al-Qahir 932-934 M
20.
Abul Abbas Ahmad Ar-Radi 934-940 M
21.
Abu Ishaq Ibrahim Al-Muttaqi 940-944 M
22.
Abul Qasim Abdullah Al-Mustaqfi 944-946 M
23.
Abul Qasim Al-Fadl Al-Mu’ti 946-974 M
24.
Abul Fadl Abdul Karim At-Thai 974-991 M
25.
Abul Abbas Ahmad Al-Qadir 991-1031 M
26.
Abu Ja’far Abdullah Al-Qaim 1031-1075 M
27.
Abul Qasim Abdullah Al-Muqtadi 1075-1094 M
28.
Abul Abbas Ahmad Al-Mustadzir 1094-1118 M
29.
Abu Manshur Al-Fadl Al-Mustarsyid 1118-1135 M
30.
Abu Ja’far Al-Mansur Ar-Rasyid 1135-1136 M
31.
Abu Abdullah Muhammad Al-Muqtafi 1136-1160 M
32.
Abul Mudzafar Al-Mustanjid 1160-1170 M
33.
Abu Muhammad Al-Hasan Al-Mustadi 1170-1180 M
34.
Abu Al-Abbas Ahmad An-Nasir 1180-1225 M
35.
Abu Nasr Muhammad Az-Zahir 1225-1226 M
36.
Abu Ja’far Al-Mansur Al-Muntansir 1226-1242 M
37.
Abu Ahmad Abdullah Al-Mu’tashim Billah 1242-1258 M
Pada masa
bangsa Mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656 H/1258 M, ada seorang
pangeran keturunan Abbasiyah yang lolos dari pembunuhan dan dan meneruskan
kekhalifahan dengan gelar khalifah yang hanyya berkuasa di bidang keagamaan
dibawah kekuasaan kaum Mamluk di Kairo Mesir tanpa tanpa kekuasaan duniawi yang
bergelar Sultan. Jabatan khalifah yang disandang oleh keturunan Abbasiyah di
Mesir berakhir dengan diambilnya jabatan itu oleh Sultan Salim I dari Turki
Usmani ketika menguasai Mesir pada tahun 1517 M. Dengan demikian hilanglah
kekhalifahan Abbasiyah untuk selama-lamanya.
Para khalifah
Bani Abbasiyah yang ada di Mesir adalah sebagai berikut:
1.
Al-Muntashir 1261-1261
M
2.
Al-Hakim I 1261-1302
M
3.
Al-Mustakfi 1302-1340
M
4.
Al-Wasiq 1340-1341
M
5.
Al-Hakim II 1341-1352
M
6.
Al-Mutadid I 1352-1362
M
7.
Al-Mutawakkil I 1362-1377
M
8.
Al-Mu’tashim 1377-1377
M
9.
Al-Mutawakkil I 1377-1383
M
10.
Al-Watsiq II 1383-1386
M
11.
Al-Mu’tashim 1386-1389
M
12.
Al-Mutawakkil I 1389-1406
M
13.
Al-Musta’in 1406-1414
M
14.
Al-Mu’tadid 1414-1441
M
15.
Al-Mustakfi II 1441-1451
M
16.
Al-Qaim 1451-1455
M
17.
Al-Mustanjid 1455-1479
M
18.
Al-Mutawakkil II 1479-1497
M
19.
Al-Mustamsik 1497-1508
M
20.
Al-Mutawakkil III 1508-1516
M
21.
Al-Mustamsik 1516-1517
M
22.
Al-Mutawakkil III 1517-1517
M[3]
C.
Masa Kemajuan Dinasti Abbasiyah
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa
keemasan. Secara politis para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan
merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus agama. Di sisi lain kemakmuran
masyarakat mencapai tingkat ketinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan
landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam.
Peradaban
dan kebudayaan islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai kejayaannya pada
masa Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan dinasti Abbasiyah pada periode ini
lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dari pada perluasan
wilayah.
Puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun
Ar-Rasyid (786-809 M). dan anaknya Al-makmun (813-833 M). Ketika Ar-Rasyid memerintah, negara
dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin, walaupun ada juga
pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India.
Pada masanya berkembang ilmu
pengetahuan agama, seperti ilmu Al-Qur’an, qira’at, hadis, fiqh, ilmu
kalam, bahasa dan sastra. Empat mazhab fiqh tumbuh dan berkembang pada masa
Dinasti Abbasiyah. Imam Abu Hanifah adalah pendiri Mazhab Hanafi, Imam Malik
bin Anas pendiri Mazhab Maliki, Muhammad bin Idris Ash-Syafi’i adalah pendiri
Mazhab Syafi’i, dan Ahmad Hambal pendiri mazhab Hanbali. Di samping itu
berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika, matematika, ilmu alam,
geografi, aljabar, aritmatika, mekanika, astronomi, musik, kedokteran, dan
kimia.
Ilmu-ilmu umum masuk ke dalam Islam melalui terjemahan dari bahasa
Yunani dan Persia ke dalam bahasa arab, di samping bahasa India. Pada masa
pemerintahan Al-Makmun, pengaruh Yunani sangat kuat. Diantara para penerjemah
yang mashur saat itu adalah Hunain bin Ishak, seorang Kristen Nestorian yang
banyak menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani ke bahasa Arab. [4]
Lembaga pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami
perkembangan dan kemajuan sangat pesat. Hal ini sangat ditentukan oleh
perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku
sejak masa Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Di samping
itu, kemajuan tersebut paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu
sebagai berikut:
1.
Terjadinya asimilasi antara bahasa Arab dengan bangsa-bangsa lain
yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada
masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk islam.
Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu
memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam.
2.
Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama,
pada masa Khalifah Al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada masa ini yang banyak
diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan Mantiq. Fase kedua,
berlangsung mulai masa Khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang
banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat, dan kedokteran. Fase ketiga,
berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas.
Selanjutnya bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.[5]
Beberapa kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan dapat disebutkan
sebagai berikut:
1.
Bidang Ekonomi
Perhatian tinggi di sektor ekonomi, menjadikan negara dapat
menghasilkan devisa yang banyak untuk kesejahteraan umat. Tercatat sejarah
bahwa pendapatan negara pada khalifah Ar-Rasyid telah mencapai 272 juta dirham
4 juta dinar pertahun. Prestasi ini pada pemerintahan daulat Abbasiyah
merupakan puncak kemajuan di bidang ekonomi.
2.
Bidang Administrasi
Secara
administratif ada bidang-bidang yang semula sudah ada sejak masa bani Umayyah,
tapi juga dilakukan upaya pengembangan dan penyempurnaan sehingga fungsi administratif agar pemerintahan dapat
berjalan dengan baik. Pembaharuan yang paling tampak dari dinasti ini adalah
berpindahnya ibu kota negara sebagai pusat kegiatan administrasi ke Baghdad.
Bila diperhatikan sesungguhnya penataan administrasi pada masa
pemerintahan Abbasiyah mengalami perkembangan yang tinggi. Hal ini boleh
disebabkan pengaruh persi yang masuk didalam pemerintahan.[6]
Khalifah Harun Ar-Rasyid merupakan penguasa yang paling kuat di
dunia pada saat itu, tidak ada yang menyamainya dalam hal keluasan wilayah yang
diperintahnya, dan kekuatan pemerintahannya serta ketinggian kebudayaan dan
peradaban yang berkembang di negaranya. Khalifah Harun Ar-Rasyid berada pada
tingkat yang lebih tinggi peradabannya dan lebih besar kekuasaannya jika
dibandingkan dengan Karel Agung di Eropa yang menjalin persahabatan dengannya
karena motif saling memanfaatkan.
Baghdad sebagai ibu kota Abbasiyah tidak ada bandingannya ketika
itu, walau dengan Konstantinopel sebagai ibu kota Bizantium sekalipun.[7]
D.
Dinasti-Dinasti Yang Memerdekakan Diri Dari Baghdad
Adapun yang Dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan
Baghdad pada masa khalifah Abbasiyah, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Thahiriyah di Khurasan, Persia (820-872
M).
2.
Safariyah di Fars, Persia (868-901
M).
3.
Samaniyah di transoxania (873-998
M).
4.
Sajiyyah di Azerbaijan (878-930
M).
5.
Buwaihiyah di Persia (932-1055
M).
6. Thuluniyah
di Mesir (837-903
M).
7.
Ikhsidiyah di Turkistan (932-1163
M).
8.
Ghazwaniyah di Afganistan (962-1189
M).
9.
Dinasti Saljuk (1055-1157
M).
10.
Al-Barzuqani, Kurdi (959-1015
M).
11.
Abu Ali, Kurdi (990-1095
M).
12.
Ayyubiyah, Kurdi (1167-1250
M).
13.
Idrisiyah di Maruku (788-985
M).
14.
Aghlabiyah di Tunusiyah (800-900
M).
15.
Dulafiyah di Kurdistan (825-898
M).
16.
Alawiyah di Tabiristan (864-928
M).
17.
Hamdaniyah di Aleppo dan Musil (929-1002
M).
18.
Mazyadiyah di Hillah (1011-1150
M).
19.
Ukailiyah di Mausil (996-1095
M).
20.
Mirdasiyah di Aleppo (1023-1079
M).
21. Dinasti
Umayyah di Spanyol.
22.
Dinasti Fatimiyah di Mesir.[8]
Dari latar belakang dinasti tersebut, tampak jelas adanya
persaingan antar bangsa terutama antara Arab, Persia, dan Turki. Di samping
latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga di latar belakangi paham
keagamaan, ada yang berlatar belakang Syi’ah dan ada pula yang Sunni.[9]
E.
Faktor Yang Menyebabkan Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Menurut Dr. Badri Yatim,M.A., diantara hal yang menyebabkan
kemunduran daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1.
Persaingan Antara Bangsa
Khilafah
Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.
Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa
Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah dinasti Abbasiyah
beridiri Bani Abbasiyah tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini
persaingan antar bangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan
masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal
khalifah Abbasiyah berdiri.
2. Kemerosotan Ekonomi
Khilafah
Abbasiyah mengalami kemunduran dibidang
ekonomi bersamaan dengan kemunduran dibidang politik. Pada periode pertama,
pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk
lebih besar dari pada yang keluar, sehingga baitul mal penuh dengan harta.
Setelah khilafah mengalami kemunduran, pendapatan negara menurun, dan dengan
demikian terjadi kemerosotan dalam bidang ekonomi.
3. Konflik Keagamaan
Fanatisme keagamaan terkait erat dengan
persoalan kebangsaan. Pada periode Abbasiyah, konflik keagamaan yang muncul
menjadi isu sentra sehingga mengakibatkan terjadi perpecahan. Berbagai aliran
keagamaan seperti mu’tazila, Syi’ah, Ahlus sunnah, dan kelompok-kelompok
lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan
berbagai faham keagamaan yang ada.
4. Perang Salib
Perang Salib
merupakan sebab dari eksternal umat Islam. Perang Salib yang berlangsung
beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasidan perhatian pemerintahan
Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara Salib sehingga memunculkan
kelemahan-kelemahan.
5. Serangan Bangsa Mongol
(1258 M)
Serangan
tentara Mongol ke wilayah kekuasaan islam menyebabkan kekuatan islam menjadi
lemah, apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab
menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya melemah kepada
kekuatan Mongol.[10]
F.
Akhir Kekuasaan Dinasti Abbasiyah
Akhir dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah ialah ketika Baghdad
dihancurkan oleh pasukan Mongol yang di pimpin oleh Hulagu Khan, 656 H/1258
M.Hulagu Khan adalah seorang saudara Kubilai Khan yang berkuasa di Cina hingga
ke Asia Tenggara, dan saudara Mongke Khan yang menugaskannya untuk
mengembalikan wilayah-wilayah sebelah Barat dari Cina ke pangkuannya. Baghdad dibumi
hanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah Dinasti Abbasiyah yang terakhir
dengan keluarganya, Al-Mu’tashim Billah dibunuh, buku-buku yang terkumpul di
Baitul Khikmah di bakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga berubahlah warna
air sungai tersebut yang jernih bersih menjadi hitam kelam karena lunturan
tinta yang ada pada buku-buku itu.
Dengan
demikian, lenyaplah Dinasti Abbasiyah yang telah memainkan perang penting dalam
percaturan kebudayaan dan peradaban islam dengan gemilang.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib,
paman Nabi Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas, atau lebih dikenal
dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Daulah Bani Abbasiyah berdiri antara tahun
132-656 H/750-1258 M. Lima setengah abad lamanya keluarga Abbasiyah menduduki singgasana
khilafah Islamiyah. Pusat pemerintahannya dikota Baghdad.
Diantara kota pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adalah Baghdad
dan Samarra. Bangdad merupakan ibu kota negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan
Khalifah Abu Jafar Al-Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya,
kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan. Ketika
banyak terjadi pemberontakan, kekuatan Dinasti Abbasiyah pun melemah. Sehingga terjadi
kegoncangan kekuasaan yang berakhir dengan disintegrasi wilayah dan keruntuhan dinasti
ini.
B.
Saran
Dengan
dibuatnya makalah ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan serta wawasan
pembaca. Selanjutnya pembuat makalah mengharapkan kritik dan saran pembaca demi
kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir.2010. Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:AMZAH.
Yatim
,Badri.1998.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Fuadi, Imam.2011.Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta:Teras.
Mufrodi, Ali.1997.Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab.Jakarta:Logos.
[1]Samsul Munir
Amin, Sejarah Peradaban Islam,
Jakarta: AMZAH, 2010, hlm. 138-139.
[2]A. Hasjmy, Sejarah
Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cetakan ke-4, 1993, hlm. 213.
[3]Dr. Ali
Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, hlm.100
[4] Dr. Ali
Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, hlm. 103.
[5]Dr.Badri Yatim, M.A,.Sejarah
Peradaban Islam,Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1998, Hlm.55-56
[6] Imam Fuadi, Sejarah
Peradaban Islam, Teras: Yogyakarta, 2011, Hlm. 122-129.
[8]Dr. Badri Yatim,
M.A., Sejarah Peradaban Islam, Hlm. 65-66.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar