Metode
Pendidikan Khusus dalam Al-Qur’an
“Metode Kisah”
(QS. Al-A’raf
ayat 176-177)
Ahmad
Ghozali 2021115341
Kelas
A
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI
(IAIN) PEKALONGAN
2016
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah Segala
Puji Bagi Allah Tuhan semesta alam, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Semoga Allah selalu memberikan rahmat serta hidayah kepada Kita Semua. Sholawat
Serta salam saya haturkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penerang jiwa dan
penyempurna akhlak. Semoga syafaat Nabi yang kita nantikan kita dapatkan.
Penulis bersyukur kepada Allah yang telah memberi kekuatan kepada penulis
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang
dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan, maka tidak seorangpun
yang mampu memberikan petunjuk. Dan kita bersaksi tidak ada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan kita
bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan Rasul-Nya.
Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Terimakasih untuk kedua Orang Tua yang selalu
mendukung dan memberi semangat. Terimaksih kepada Pak Muhammad Ghufron yang
telah memberikan ilmu yang bermanfaat. Terimakasih Teman-teman semua yang telah
membantu.
Pekalongan, 23 November 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa
kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian yang
Islami. Dari satu segi kita melihat bahwa pendidikan itu lebih banyak ditujukan
kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan baik bagi
keperluan diri sendiri maupun orang lain. Disamping itu pendidikan bertujuan agar
terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Menurut Islam pendidikan haruslah
menjadikan seluruh manusia menjadikan manusia yang menghambakan diri kepada
Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya
ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh
Allah. Akan tetapi pendidikan Islam disini mencakup pengajaran umum dan
pengajaran agama, yang didasari dengan langkah-langkah mengajar yang disebut
dengan metode pengajaran.
Dalam
Al-Qur’an dan Hadits dapat ditemukan berbagai metode pendidikan yang sangat
menyentuh perasaan,mendidik jiwa, dan membangkitkan semangat, juga mampu
menggugah puluhan ribu Muslimin untuk membuka hati umat manusia menerima
tuntunan Allah. Dalam hal ini, salah satunya metode dakwah yang merupakan
metode pendidikan yang berfungsi untuk mengajak dan membawa uamtnya ke jalan
Allah dan untuk mendapat keridhoan-Nya. Untuk itu, pemakalah akan menguak lebih
jelas mengenai metode pendidikan atau yang dikenal dengan metode pengajaran
secara global dalam bab pembahasan yang selanjutnya akan di bahas metode dalam
surat AL-A’raf 176-177.
B.
Judul
Makalah
ini berjudul “Metode pendidikan khusus dalam Al-qur’an” dengan sub Bab “Metode
Kisah” yang mengaambil kajian dari surat Al-A’raf ayat 176-177, sesuai tugas
yang diberikan oleh dosen pengampu kepada penulis makalah.
C. Nash dan Arti
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنٰهُ بِهَا وَلٰكِنَّهُۥٓ أَخْلَدَ إِلَى
الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَٮٰهُ ۚ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ
عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ۚ ذّٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ
كَذَّبُوا۟ بِـَٔايٰتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
﴿الأعراف:١٧٦﴾
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika
kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir. ﴾ Al A’raf:176 ﴿
سَآءَ مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا۟ بِـَٔايٰتِنَا
وَأَنفُسَهُمْ كَانُوا۟ يَظْلِمُونَ ﴿الأعراف:١٧٧﴾
Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. ﴾ Al A’raf:177 ﴿
D. Arti Penting
Ayat
diatas supaya kita patuh, taat dan melakukan ibadah kepada Allah. Dan agar kita
mengetahui metode pendidikan yang ada dalam surat Al-a’raf ayat 176-177. Serta
agar kita selalu bertaqwa pada Allah, tidak menuruti hawa nafsu, tidak
mendustakan ayat ayat Allah, dan menjadikan kisah kisah terdahulu sebagai
pembelajaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Ada dua metode bentuk perbincangan dalam Al-qur’an
mengenai metode pembelajaran. Pertama, pembicaraan langsug mengenai metode
tersebut. Kedua, secara tidak langsung.
Dalam
alqur’an terdapat metode amtsal, qissah (kisah), memulai pembelajaran dengan
bertanya dan lain sebagainya. Teknik-teknik pembelajaran ini tidak digambarkan
secara langsung sebagai suatu metode, tetap ia merupkan cara yang digunakan
al-Qur’an dalam menyampaikan pesan-pesan Allah yang terdapat didalamnya.[1]
Dalam surat Al-A’raf ayat
176-177
terdapat dua metode pendidikan, yaitu:
1.
Metode cerita (kisah)
Al-Qur’an dalam mengajar mnausia selalu menggunakan cerita, yaitu
cerita orang-orang berakhlak mulia dan cerita orang-orang yang berakhlak
tercela. Cerita orang berakhlak mulia misalnya para nabi, orang-orang shaleh,
dan orang yang teguh imannya dalam meghadapi cobaan. Dan cerita tentang orang
yang berakhlak tercela yang meliputi cerita orang sombong, angkuh, dan terlalu
mencintai harta dan kekayaan dunia sehingga lupa kepada Allah.[2]
Dalam surat Al-A’raf ayat 176-177, seorang pendidik mengajarkan
kepada muridnya dengan cara menceritakan kisah tentang seseorang yang tidak
pernah merasa puas dengan apa yang telah di milikinya. Seperti Qorun yang tamak
akan harta yang dimilikinya, sehingga dengan ketamakannya itu, Allah
menengglamkannya bersama hartanya tersebut. Jadi, surat Al-A’raf ayat
176-177 memberikan perempumaan tentang siapapun yang sedemikian dalam pengetahuannya
sampai-sampai pengetahuan itu melekat pada dirinya, seperti melekatnya kulit
pada daging. Namun ia menguliti dirinya sendiri dengan melepaskan tuntutan
pengetahuannya. Ia diibaratkan seekor anjing yang terengah-engah sambil
menjulurkan lidahnya sepanjang hidupnya. Hal ini sama seperti seseorang yang
memiliki ilmu pengetahuan tetapi ia terjerumus karena mengikuti hawa nafsunya.
Ia tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya dengan ilmu yang ia miliki.
2.
Metode Perumpamaan
Adapun pengertian dari metode
perumpamaan adalah penuturan secara lisan oleh guru terhadap peserta didik yang
cara penyampainnya menggunakan perumpamaan. Seorang pendidik mengumpamakan
seekor anjing yang terus menjulurkan lidahnya. Dalam hal ini seorang pendidik
mengajari anak didiknya untuk senantiasa bersyukur atas semua nikmat yang telah
diberikan Allah kepada kita. Jangan merasa kekurangan, seperti seekor anjing
baik itu ketika ia lapar, haus, berlari, maupun kenyang, ia terus menjulurkan
lidahnya. Kebaikan metode ini diantaranya yaitu :
a. Mempermudah siswa memahami apa
yang disampaikan pendidik
B.
Tafsir
1. Tafsir Al-Maraghi
وَلَوْ
شِئْنَا لَرَفَعْنٰهُ بِهَا
Kalau kami menghendaki
agar orang itu kami angkat dengan ayat-ayat kami tersebut dan dengan
mengamalkannya kepada derajat-derajat kesempurmnaan dan pengetahuan, bisa saja
itu kami lakukan. Yaitu, kami buat petunjuk itu menjadi wataknya benar benar,
dan kami membuat dia mesti mengamalkannya, baik dengan suka hati atau terpaksa.
Karena bagi kami, itu pun tidak sukar. Hanya saja itu pertentangan dengan
sunnah kami.
وَلٰكِنَّهُۥٓ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ
هَوَٮٰهُ
Akan tetapi, orang itu
cenderung dan lebih condong kepada dunia, dan seluruh perhatian dalam hidupnya
dia arahkan untuk menikmati kelezatan-kelezatan jasmani, dan tidak dia arahkan
kepada kehidupan ruhani sama sekali, namun tak puas-puas juga. Akhirnya,
hilanglah perhatiannya sama sekali untuk memikirkan ayat-ayat kami yang telah
kami berikan kepadanya.
فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ
يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث
Sesungguhnya, orang
ini, dengan sifat seperti itu, dia bagaikan anjing dalam kelakuannya yang
terburuk dan paling hina. Karena dia senantiasa ingin dan tak pernah berhenti
ingin mengumpulkan kekayaan duniawi dan kemewahan-klemewahannya, dari yang
terkecil sampai yang terbesar, bagaikan budak nafsu dan para penyembah harta.
ذّٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا۟
بِـَٔايٰتِنَا
Contoh yang sangat
ganjil itu adalah perumpamaan dari kaum yang ingkar terhadap ayat-ayaat kami
dan angkuh untuk menerimanyaMereka dengan orang yang diberi pngetahuan tentang
ayat-ayat Allah, tetapi melepaskan diri kepadanya, kekeliruan tidaklah terletak
pada ayat-ayat allah, bahkan dia sendirilah keliru, kenapa dia memperturutkan
hawa nafsunya sehingga ia tak dapat mengambil manfaat dari ayat-ayat tersebut.[4]
فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Maka, ceritakanlah hai
rosul, kisah-kisah tentang orang yang menyerupai keadaanya dengan keadaan
mereka yang mendustakan ayat-ayat yang terang yang kamu bawa. Dengan
kisah-kisah itu diharapkan mereka mau memikirkanya, sehingga keadaan mereka
yang buruk dan perumpamaan mereka yang jelek akan menyebabkan mereka mau berlama-lama
memperhatikan dan memikirkan dengan pikiran yang jernih tentang diri mereka
sendiri, dan mau memandang ayat allah dengan mata hatinya.
سَآءَ مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا۟
بِـَٔايٰتِنَا وَأَنفُسَهُمْ كَانُوا۟ يَظْلِمُونَ
Amat buruklah sifat
orang-orang yang mendustakan ayat ayat kami, dan kepada diri mereka sendiri
mereka berbuat dhalim. Dan betapa jelek perumpamaan mereke dalam berbagai
perumpamaan. Karena mereka berpaling dari memikirkan ayat-ayat kami, dan hanya
memandang padanya dengan pandangan bermusuhan dan kebencian.
Alquran tidak
menyebutkan siapa nama orang yang dijadikan sebagai perumpamaan, dari bangsa
apa dan dari negara mana. Maka, dalam memberi nasihat, kita tidak perlu
menerangkan siapa namanya.[5]
2.
Tafsir Al-Azhar
Allah tetap bersedia mengangkat
manusia naik, asal dia sendiritidak ingin hendak lekat saja di bumi karena
diilkat kakinya oleh hawanafsunya.
Alangkah hinanya
perumpamaan yag diambil Allah daripada rang yang menyilih baju ayat itu dan
menukarnya dengan kufur. Laksana anjing selalu kehausan, selalu lidahnya terulur karena tidak puas-puas oleh tamaknya.
Anjing mengulukan lidah terus karena merasa belum kenyang, karena hawanafsunya
belum terpenuhi.
Menurut penafsiran ibnu
jarir at-Thabari, maka ceritakanlah olehmu hai rasul, cerita-cerita yang telah
Aku kisahkan kepada engkau ini, tentang berita yang telah datang kepada mereka
ayat Kami itu, dan berita tentang ummat-ummat yang telah Aku khabarkan kepada
engkau dalam surat ini, dan berita lain yang menyerupai itu, sampaikan juga
betapa akibat siksaan kami terhadap mereka, sebab mereka telah mendustakan
rasul-rasul yang kami utus. Dan hal yang
seperti itu bisa
saja sebelum engkau dari Yahudi
Bani
Israil. Supaya mereka ikirkan hal ini baik-baik, supaya mereka mengambil
i’tibar , lalu mereka kembali kepada jalan yang benar, mereka taat kepada Kami.[6]
Allah sendiri mengakui memang
amat buruk perumpamaan itu, mereka dimisalkan dengan anjing yang selalu
kehausan, selalu mengulurkan lidah, sebab selalu tidak puas. Perhatikanlah
sejak ayat sebelumnya. Tadinya ayat Allah ada dalam dirinya, lalu dia muntahkan
kembali, dia perturutkan pimpinan syaitan, lalu dia tersesat. Mau diangkat
naik, dia tidak mau, dia tetap lekat bumi, sebab yang berkuasa atas dirinya
tidak lagi iman, melainkan nafsu.
Sedang
batas kehendak nafsu itu tidak ada, kalau tidak dibatasi dengan hidayat Allah
padahal hidayat Allah lah yang mereka
dustakan.[7]
C. Aplikasi dalam Kehidupan
Dalam surat Al-A’raf ayat 176-177 disebutkan bahwasanya orang yang mengikuti hawa nafsu dan
mendustakan ayat-ayat Allah bagaikan anjing yang selalu menjulurkan lidah, maka
dari itu nabi Muhammad diperintahkan untuk memberikan cerita mengenai hal
tersebut agar umatnya tidak sesat. sedangkan pengaplikasian kandungan ayat
tersebut yaitu dengan cara sealau bertaqwa dengan istiqomah tanpa adanya rasa
pamrih, senantiasa menjalankan perintah Allah, mengamalkan ayat-ayat Alqur’an
dengan sepenuh hati, tidak melakukan kesenangan yang bersifat sesaat yang dapat
memawa kita pada kesesatan.
D. Aspek Tarbawi
Dalam surat
Al-A’raf ayat 176-177 terdapat banyak nilai tarbawi:
1. Memerintahkan untuk tidak mengikuti hawa nafsu
2. Senantiasa mengamalkan ayat-ayat Al-Qur’an
3. Meyakini ayat-ayat Allah
4. Menjadikan kisah-kisah terdahulu sebagai
pembelajaran
5. Tidak mencintai harta dunia
6. Istiqomah dalam bertaqwa dan berdzikir
kepada Allah agar tidak terjerumus oleh
hawa nafsu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melakukan sesuatu
semata mata karena allah, bukan karena hawa nafsu belaka. Selalu meyakini dan
mengamalkan ayat ayat Allah. Senantiasa menjadikan pelajaran atas kejadian yang
lampau
Menjadikan metode
kiasah sebagi metode pembelajaran yang senantiasa di amalkan dalam kehidupan.
Serta kita
janganlah mengikuti hawa nafsu yang semata-mata hanya untuk dunia saja dan bisa
menjerumuskan kita kedalam neraka serta syukurilah apa yang telah ada pada diri
kita.
B.
Saran
Saya selaku penulis makalah, menyadari banyaknya kekurangan dalam
makalah tentang metode khusus dalam pendidikan al-Qur’an (metode kisah) ini.
Maka dari itu saya senantiasa menunggu kritik dan saran para pembaca. Kritik
dan saran para pembaca merupakan pembelajaran yang sangat berharga bagi saya.
Oleh karena itu saya mohon maaf atas kekurangan dalam makalah ini.
Daftar Pustaka
M Yusuf Kadar, 2013. Tafsir Tarbawi Pesan-pesan Alqur’an tentang Pendidikan, Jakarta:
Amzah.
Sudiyono M, 2009. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta.
Mustofa
Al-Maraghi Ahmad, 1987. Terjemah Tafsir Al-Maraghi 9, Semarang: CV Toha Putra.
Hamka, 1982.
Tafsir Al-Azhar Juz IX, Jakarta:
PT Pustaka Panjimas.
PROFIL
NamaNim
TTL
Alamat
Riwayat Pendidikan
|
: Ahmad Ghozali
: 2021115341
: Pekalongan, 05 Agustus 1997
: Jl. Raya
Karanganyar Tirto Rt/Rw 01/03 Pekalongan
: - TK Muslimat NU
Karanganyar (2001-2003)
- MIS Karanganyar 02 (2003-2009)
- MTs S NU Karanganyar (2009-2012)
- MAS Simbangkulon (2012-2015)
- IAIN Pekalongan (2015-Sekarang)
.
|
[1] Kadar M. Yusuf, Tafsir
Tarbawi Pesan-pesan Alqur’an tentang Pendidikan, (Jakarta: Amzah, 2013) hlm
115.
[2] Ibid, Kadar M
Yusuf, hlm 121.
[4]Ahmad Mustofa Al-Maraghi,terjemah
Tafsir Al-Maraghi 9, (Semarang, CV Toha Putra, 1987) hlm, 199-203.
[5] Ibid, Ahmad
Mustofa Al-Maraghi, hlm, 203-204
[6]Hamka, Tafsir
Al-Azhar, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas,1982) hlm 165.
[7] Ibid, Hamka, hlm 166.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar