Kedudukan Orang Tua
Do’akan Ibu dan Bapak ( QS. Al-Isra’ ayat 23-24 )
Nafis Ilma Safira ( 2021115086 )
Kelas : B
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN / (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan atas
kehadirat Allah swt yang mana telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tanpa suatu halangan apapun. Sholawat
serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad
saw, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Makalah
yang berjudul Do’a Ibu dan Bapak, disusun guna memenuhi tugas tafsir tarbawi
II. Adapun dalam penyusunan makalah ini tidak luput dan tidak lepas dari
bantuan serta bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini perkenankan penulis menghaturkan terimakasih kepada Bapak. Muhammad Hufron,MSI,
selaku dosen pengampu mata kuliah tafsir tarbawi II. Dan kedua orangtua yang
tidak ada hentinya mendoa’akan serta mendukung penuh kepada penulis, serta
teman-teman yang telah membantu penulis.
Penulis
menyadari bahwa dalam makalah ini masih mempunyai kekurangan, Oleh karena itu,
memohon kritikan serta saran yang membangun terkhusus para pembaca. Semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
Penulis, 15 Maret 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orangtua adalah seorang laki-laki dan
perempuan yang sangat berjasa bagi anak-anaknya, yang mana seorang ibu yang
selama 9bulan bahkan terkadang lebih ini dengan penuh kasih sayang selalu
menjaga janin yang ada dikandungannya itu hingga kemudian pada saatnya manusia
kecil yang suci itu lahir dalam kandungan ibu sampai memperjuangkan nyawa sang
ibu tersebut, tangisan demi tangisan tak pernah ia berkeluh bahkan menghadapi
semuanya dengan penuh rasa bahagia. Ibu adalah sebagai madrasah bagi
anak-anaknya yang mengandung ,melahirkan ,merawat, menjaga, mendidik serta
membimbing anak-anaknya untuk menjadi anak yang sholeh dan sholekhah.
Akan tetapi bukan berarti hanya seorang ibu
yang kita hormati, tetapi ada seorang ayah yang perlu kita hormati pula.
Karena, ayah juga berperan penting dalam sebuah keluarga yang mana ayah adalah
seorang pemimpin atau khalifah yang harus bertanggungjawab dengan istri juga
anak-anaknya.
Doa’a orangtua adalah salahsatu anjuran agama,
baik pada masa hidup mereka maupun setelah wafatnya. Berdoa setelah wafatnya
merupakan sala satu dari tiga amalan yang dinyatakan oleh Rasul saw. Sebagai
yang akan berlanjut pahalanya bagi yang wafat.
B. Judul Makalah
Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas
tentang “ Do’a Ibu dan Bapak”. Menyesuaikan dengan tugas yang telah penulis
terima.
C. Nash dan Arti QS.Al-Isra’ Ayat 23-24
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا
إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ
الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا
تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23)
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)
Artinya :
“ Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.( 23)
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku,kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’.” (24)
D.
Arti
Penting
Dalam QS. Al-Isra’ ayat 23-24 ini
sangat penting dan perlu untuk kita kaji bersama, karena dengan kita mengkaji
surat ini kita bisa mengetahui bahwasannya Tuhan kita hanya satu dan tiada yang
lain, dan kita juga mengetahui bahwa kita harus senantiasa berbakti kepada
kedua orangtua kita terutama dengan Ibu yang mana dalam hadist ada seorang
sahabat bertanya kepada Nabi tentang siapa orang yang pertama kali kita hormati
dan Nabi pun menjawab Ibu hingga 3x baru kemudian Bapak. Karena, ibu ini adalah
sebagai madrasah buat anak-anaknya dan jangan sekali-kali kalian membentak
bahkan kasar dengannya, karena ridho Allah itu terletak pada ridho orangtua dan
murka Allah terletak pada murka orangtua.
Dan kita
sebagai anak-anak yang sholeh dan sholekhah hendaknya selalu berdo’a untuk
kesehatan, keselamatan serta kebahagiaan bagi kedua orangtua kita, karena pada
hakikatnya do’a yang ijabah itu adalah do’a dari anak yang sholeh dan
sholekhah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Do’a
Doa untuk
orangtua adalah salah satu anjuran agama, baik pada masa hidup mereka, maupun
setelah wafatnya. Berdoa setelah wafatnya merupakan salah satu dari tiga amalan
yang dinyatakan ole Rasul saw. Sebagai yang akan berlanjut ganjarannya bagi
yang wafat. Sangat populer hadist Nabi saw. Yang mana menyatakan : “apabila putra putri Adam meninggal dunia,
maka terputus amalannya kecuali dengan tiga hal yaitu : sedekah yang mengalir,
ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakannya”. (HR.Muslim)
Doa menurut
bahasa ialah memohon, menyeru, meminta dan meminta tolong. Doa dengan
pengertian-pengertian ini digunakan dan ditujukan hanya kepada Allah aza
wajalla. Ada juga doa dengan arti menghimbau atau mengajak. Pengertian ini ada
yang dipakai untuk sesama makhluk dan ada pula ditujukan kepada Allah.[1]
Doa menurut
istilah ialah permintaan atau permohonan kepada Allah atas sesuatu yang
didambakan atau dicita-citakan atau minta dilepaskan dari suatu musibah yang
menimpa atau meminta dijauhkan dari segala bahaya yang mungkin menimpanya, yang
semua itu berada diluar kekuasaan dan usaha seseorang.[2]
B.
Penafsiran
QS. Al-Isra’ Ayat 23-24
1.
Tafsir
Al-Azhar
Didalam
ayat 23 ini, bahwasannya Tuhan Allah itu sendiri yang menentukan , yang memerintahkan
dan memutuskan bahwasannya dialah yang mesti disembah, dipuja dan dipuji. Dan
dilarang keras untuk menyembah selain dia. Oleh sebab itu maka cara beribadat
kepada Allah, Allah sendirilah yang menentukannya. Maka tidak pulalah sah
ibadat kepada Allah yang hanya dikarangan-karangan sendiri. Untuk menunjukan
peribadatan kepada Allah yang Maha Esa itulah, dia mengutus Rasulnya.
“ Dan
janganlah dibentak mereka, dan katakanlah kepada keduanya perkataan yang
mulia”. (ujung ayat 23). Sesudah dilarang mendecaskan mulut, mengeluh,
menggerutkan kening, walaupun suaranya tidak kedengeran, dijelaskan lagi,
jangan keduanya dibentak, dihardik dan dibelalaki mata. Disinilah berlakunya
perumpamaan qiyas-aulawy yang dipakai oleh ahli ushul fiqih yakni : sedangkan
mengeluh UFFIN yang tak kedengeran saja lagi tak boleh, apalagi membentak
bentak dan menghardiknya. “ orangtua pehiba hati” : inilah ungkapan orang
minangkabau tentang perasaan orangtua. Disebut juga: “awak tuo, atipaibo”.
Kalau awak sudah tua, hati kerap kali hiba-hiba saja.
Bagaimana
perasaan dari orangtua kalau anak yang selama ini diasuh dibesarkan bertahun-tahun,
agar kelak anak itu menjadi manusia yang berarti, tiba-tiba setelah awak tua,
awak dibentak-bentaknya, kemana dia akan pergi lagi, sedang segala tenaga waktu
mudanya telah pindah kepada puteranya. Orangtua itupun insaf bahwa usianya
telah mendekati liang kubur, mengapalah anaknya tidak sabar menderita
pemeliharaan orangtuanya.
Ayat
selanjutnya lebih mengharukan lagi : “ dan hamparkanlah kepada keduanya sayap
merendahkan diri, karena sayang “. Pangkal ayat 24). Itulah yang telah kita
katakan diatas tadi, walaupun engkau sebagai anak, merasa dirimu telah jadi
orang besar, jadikanlah dirimu kecil dihadapan ayah bundamu. Apabila dengan
tanda-tanda pangkat dan pakaian kebesaran engkau datang mencium mereka, niscaya
airmata keharuan akan berlinang dipipi mereka tidak dengan disadari. Itu
sebabnya dalam ayat ini ditekankan “Minar-rahmati” karena sayang, karena kasih
mesra, yang datang dari lubuk hati yang tulus dan ikhlas.[3]
2.
Tafsir
Al-Mishbah
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا
إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ
الْكِبَر أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا
تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23)
“ Dan tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.
Ayat diatas menuntut agar apa yang
disampaikan kepada kedua orangtua bukan saja yang benar dan tepat, bukan saja
juga yang sesuai dengan adat kebiasaan yang baik dalam suatu masyarakat, tetapi
ia juga harus yang terbaik dan termulia, dan kalaupun seandainya orangtua
melakukan sesuatu “kesalahan” terhadap anak, maka kesalahan itu harus
dianggap tidak ada atau dimaafkan (dalam arti dianggap tidak pernah ada dan
terhapus dengan sendirinya), karena tidak ada orangtua yang bermakssud buruk
terhadap anaknya. Demikian makna kariman yang dipesankan kepada anak
dalam menghadapi orangtuanya.
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ
رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap
mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku,kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil’.”
(24)
Ayat ini memerintahkan anak bahwa,
dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua didorong oleh karena rahmat kasih sayang kepada keduanya, bukan karena
takut atau malu dicela orang bila tidak menghormatinya dan ucapkanlah doa yang
tulus: “wahai Tuhanku, yang memelihara dan mendidik aku antara lain dengan
menanamkan kasih sayang kepada ibu dan bapaku, kasihanilah mereka keduanya,
sebab karena atau sebagaimana mereka berdua telah melimpahkan kasih kepadaku
anatara lain mendidikku diwaktu kecil”.
Ayat-ayat diatas tidak membedakan
antara ibu dan bapak. Memang pada daasarnya ibu hendaknya didahulukan atas
ayah, akan tetapi ini tidak selalu demikian. Thahir Ibn Asyur menulis bahwa
Imam Syafi’i pada dasarnya mempersamakan keduanya, sehingga bila ada salah satu
yang hendak didahulukan, maka sang anak hendaknya mancari faktor penguat guna
mendahulukan salahsatunya. Karena itu pula walaupun ada hadist yang
mengisyaratkan perbandingan hak ibu dengan bapak sebagai tiga dibanding satu,
namun penerapannya pun harus setelah memperhatikan faktor-faktor yang dimaksud.
[4]
3.
Tafsir Al-Lubab
Disini diuraikan beberapa kaidah etika pergaulan. Ayat 23
dimulai dengan menegaskan ketetapan yang merupakan perintah Allah untuk
mengesankannya dalam beribadah, mengikhlaskan diri dan tidak
mempersekutukannya, disusul dengan perintah berbakti kepada kedua orangtua.
Kewajiban berbakti itu dirinci dengan menegaskan bahwa jika salah seorang
diantara keduanya atau kedua-duanya berumur lanjut atau dalam keadaan lemah
sehingga mereka terpaksa berada dalam pemeliharaanmu, lebih-lebih jika bukan
dalam pemeliharaanmu atau tanggunganmu, maka sekali-kali janganlah mengatakan
kepada kedua orangtuamu “ah” atau suara dan kata yang mengandung makna
kemarahan atau pelecehan atau kejenuhan, walaupun sudah sebanyak dan sebesar
apapun pengabian dan pemeliharaanmu kepadanya. Jangan juga membentak keduanya
menyangkut apapun yang mereka lakukan, apalagi melakukan yang lebih buruk
daripada membentak. Hendaklah setiap anak mengucapkan kepada kedua orangtuanya
ucapan yang mulia, yakni baik dalam kandungannya, lembut dalam penyampaiannya
serta sesuai, bukan saja dengan adat masyarakat, tetapi juga sesuai dengan
kepribadian ibu bapaknya.
Ayat 24 melanjutkan perintah kepada anak agar merendahkan diri
terhadap mereka berdua yang didorong karena rahmat kasih sayang kepada
keduanya, dan berdoa secara tulus menyatakan:”wahai Tuhanku, yang memelihara
dan mendidik aku antara lain dengan menanamkan kasih sayang kepada ibu dan
bapaku, kasihanilah mereka keduanya, sebab karena atau sebagaimana mereka
berdua telah melimpahkan kasih kepadaku anatara lain mendidikku diwaktu kecil”.
Tuntunan ayat-ayat menyangkut ibu dan bapak yang dikemukakan diatas boleh jadi
mencemaskan sementara anak yang sesekali, karena satu dan lain hal berbuat
sebaliknya.[5]
C.
Aplikasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
1.
Menegaskan bahwa Allah itu hanya satu dan tiada yang
menyamainya, dan kita sebagai ciptaanya senantiasa menyembah kepada Allah.
2.
Menegaskan kita agar berbakti kepada kedua orangtuanya, tidak
membentak bahkan menghardik kedua orangtua kita.
3.
Senantiasa mendoakan kedua orangtua kita baik yang masih ada
maupun yang sudah tiada.
4.
Senantiasa merendahkan diri dihadapan orangtua
D.
Aspek Tarbawi
1.
Kewajiban pertama bagi seorang muslim adalah menyembah Allah
yang Maha Esa dengan tulus
2.
Penghormatan kepada kedua kedua orangtua harus bersumber dari
lubuk hati anak terhadapnya, bukan karena takut atau malu dicela apabila tidak
menghormatinya.
3.
Anak berkewajiban mendoakan orangtuanya, baik saat hidup
mereka, lebih-lebih setelah kematian ibu bapaknya yang beriman, sambil
mengingat jassa keduanya dalam membesarkan dan mendidiknya.
4.
Permohonan anak kepada Allah untuk orangtuanya bukan sekedar
memohon diberi kasih sayang serupa dengan kasih sayang mereka, tetapi kasih
sayang Allah ini mengisyaratkan bahwa betapapun anak berusaha berbakti kepada
kedua orangtuanya. Ia tetap saja tidak dapat membalas jasanya sehingga hanya
kepada Allah dimohonkan kasihnya.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari QS. Al-Isra’ ayat 23-24 dapat disimpulkan
bahwa Tuhan itu hanya satu dan kita harus menyembahnya, karena kita sebagai
makhluk ciptaannya wajib mengagungan yang menciptakan kita dan kita juga
diperintahkan untuk menghormati kedua orangtua serta bertutur yang baik dengan
perkataan yang mulia dan senantiasa mendoakan keddua orangtua kita baik yang
masih ada maupun lebih-lebihnya yang sudah tiada, karena itu akan menjadikan
cahaya dalam kuburnya apabila orangtua mendapat kiriman doa dari anaknya. Dan
senantiasa berendah diri dihadapan kedua orangtua kita.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab Quraish, Birrul
Walidain,(Jakarta:Lentera Hati,2014)
Arifin Zaenal, Doa dan Tata
Tertibnya,(Jakarta:PT. Raja Cerdas Permata,1997)
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XV,(Jakarta:Pustaka Panjimas,1984)
Shihab Quraish, Al-Lubab,(Tanggerang:Lentera Hati,2012)
[1]Quraish Shihab, Birrul Walidain (Tanggerang; PENERBIT LENTERA HATI,
2014) hlm. 145-146
[2]Zaenal Arifin, Doa dan Tata Tertibnya (Jakarta; PT. RAJA CERDAS
PERMATA , 1997) hlm.80-81
[3]Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz xv(Jakarta; PUSTAKA PANJIMAS, 1984) hlm.
38-41
[4]Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Jakarta; LENTERA HATI, 2004) hlm.
446-447
[5]Quraish Shihab, Al-Lubab (Tanggerang; LENTERA HATI, 2012) hlm.
225-226
[6]Ibid, hlm. 227
Ø Nama : Nafis
Ilma Safira
Ø Tempat Tanggal Lahir : Pekalongan, 21 April 1998
Ø Alamat :
Jl.Angkatan 45 gang 10/4 kraton lor pekalongan
Ø Riwayat Pendidikan : TK Masyitoh 7,
Pabean Pekalongan
SDI Kauman Pekalongan
SMP Salafiyah Pekalongan
MA Darul Amanah, Ngadiwarno Sukorejo Kendal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar