INVESTASI AMAL SHALIH
Iman dan Amal Shalih Kunci Kejayaan
Q.S An-Nur ayat 55
Tito Iskandar (2021115136)
Kelas D
FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan taufiq, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Iman
dan Amal Shalih Kunci Kejayaan. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, sahabatnya, keluarganya, serta segala umatnya hingga yaumil akhir.
Makalah ini disusun guna menambah wawasan pengetahuan
mengenai berbagai hal tentang “Iman,
amal shaleh serta penacapaian dunia akhirat”. Makalah ini sebagai bahan
materi dalam diskusi mata Tafsir Tarbawi II IAIN Pekalongan.
Penulis menyadari bahwa kemampuan dalam penulisan makalah
ini jauh dari kata sempurna. Penulis sudah berusaha dan mencoba mengembangkan
dari beberapa reverensi mengenaitafsir Alquran serta buku mengenai pendidikan
keimanan dan amal shalih. Apabila dalam penulisan makalah ini ada kekurangan
dan kesalahan baik dalam penulisan dan pembahasannya maka penulis dengan senang
hati menerima kritik dan saran dari pembaca.
Akhir kata, semoga makalah yang sederhana ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang budiman. Amin yaa robbal
‘alamin. Dan tidak lupa saya ucapkan terima kasih.
Pemalang, 11
Maret 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Iman dan
Amal shalih adalah inti dari perjuangan hidup. dan inilah janji dan pengharapan
yang telah dikemukakan Tuhan bagi setiap mukmin dalam perjuangan menegakkan
kebenaran dan keyakinan di permukaan bumi. Dan pokok pendirian mesti dipegang
teguh dan sekali-kali jangan dilepaskan baik keduanya atau salah satu
diantaranya, pertama ialah iman atau kepercayan. Kedua amal shalih atau
perbuatan baik, bukti dan bakti.
Kalau
iman tidak ada haluan pekerjaan tidaklah tentu arahnya entah berakibat baik
ataukah berakibat buruk. Iman sebagai berkali-kali diterangkan adalah
pelita yang memberi cahaya dalam hati,
menyinar cahay itu keluar dan dapatlah petunjuk sehingga nyatalah apa yang akan
dikerjakan. Oleh sebab itu iman dengan sendirinya menimbulkan amal yang shalih.
B.
Judul Makalah
Makalah ini bertemakan ”Investasi Amal Shalih” dan dengan judul
“Iman Amal Shalih Kunci Kejayaan”
C.
Nash dan arti Q.S An-Nur ayat 55
وَعَدَ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي
الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ
دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ
أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ
هُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya : ”Allah telah menjanjikan kepada orang-orang
di antara kamu yang beriman dan mengerjakan amal saleh, bahwa Dia sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi”(Q.S An-Nur ayat 55 )
D.
Arti
Penting Dikaji
Ayat ini penting
dikaji karena kandungan yang terdapat dalam ayat ini adalah tentang janji Allah
kepada setiap manusia yang bisa menjaga keimanannya dengan benar serta
mengimplementasikan amal shalih ke dalam kehidupan kita sebagai manusia yang
mana hakikatnya adalah sebagai khalifah dibumi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teori
a.
Iman
Iman memiliki
pengaruh signifikan dalam meluruskan kepribadian seseorang dan membersihkan
dirinya dari sifat tercela. Ia menjadi stimulus terkuat yang mendorong
seseorang untuk menjauh dari perbuatan-perbuatan yang di larang oleh Allah SWT.
Disamping itu juga sebagai motivator untuk mendorong seseorang berbuat
kebaikan.
Iman juga
mempunyai peranan penting dalam hati seorang mukmin. Ia menuntun seseorang
untuk meneladani Rasulullah SAW dalam menghiasi diri dengan akhlak yang luhur
dan mulia. Hal itu merupakan buah kecintaan (mahabbah) pada Allah dan Rasul-Nya
yang mewujudkan kesempurnaan Iman.
Setiap pelaku
tindak kenistaan berarti telah berbuat kemungkaran, dan keimanan yang sempurna
kepada Allah menuntut keharusan melawan dan membasmi segala bentuk kemungkarandengan
kekuatan tangan, atau melawan dengan lisan (teguran), atau sekedar melakukan
perlawanan dalam hati sesuai dengan batas-batas kemampuan dan kapasitas
masing-masing. Para pemegang kekuasaan menentang kemungkaran dengan otoritas
dan wewenang yang dimilikinya serta dengan aksi nyata supermasi hukum terhadap
semua tanpa pandang bulu. Sementara itu, para ulama menentang kemungkaran
dengan kekuatan lisan maupun tulisan serta dengan komitmen menyuarakan
kebenaran dalam dakwah mereka. Sedangkan individu melakukan aksi berantas
kemungkaran dengan memberikan nasihat jika memang mampu dan dengan komitmen
menolak dan mesucikan hati mereka dengan segala bentuk kemungkaran.
Iman juga sebagai
indikator seseorang dalam antusiasismwe terhadap hal-hal yang bermanfaat dan
itu juga merupakan kadar kesempurnaan iman seseorang. Tidak diragukan lagi
bahwa menghiasi diri dengan perilaku keutamaan dan menjauhkan diri dari
perilaku kenistaan merupakan perilaku yang bermanfaat bagi orang mukmin dalam
urusan agama dan dunianya sehingga harus dilakukan dengan penuh antusiasisme.
Jika iman
seseorang belum sempurna kecualidengan semangat dan kesungguhan seorang mukmin
dalam menghiasi dirinya dengan setiap perilaku luhur , maka ini tentu saja
berarti bahwa seseorang mukmin yang sempurna selalu menjauhkan diri dari segala
perilaku yang buruk yang dilarang oleh syara’.
Melalui pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa peranan iman
dalam kehidupan seseorang sebagai berikut :
1.
Iman berpengaruh terhadap pribadi individu dan masyarakat
2.
Iman sebagai peneladanan Rasulullah
3.
Iman sebagai pemberantas kemungkaran
4.
Iman termasuk jihad di jalan Allah
5.
Iman sebagai komitmen menjauh dari amal buruk[1]
b.
Amal Shalih
Amal saleh (shalih, soleh) adalah perbuatan baik dalam
pandangan Islam. Amal saleh akan mengundang rahmat Allah SWT dan mendatangkan
rasa damai dalam jiwa. Sungguh beruntung
dan berbahagia orang-orang yang mampu menjadikan dirinya sebagai hamba Allah
yang saleh (‘ibadillah ash-sholihin).
Betapa
tidak, setiap hari mereka disebut dan didoakan dalam sholat kaum Muslimin,
termasuk diri mereka sendiri, dengan doa tahiyat “semoga keselamatan
dilimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang sholeh” (assalamu
‘alaina wa’ala ‘ibadillahish sholihin). Bagi kaum mukmin, menjadi
hamba Allah yang saleh (beramal saleh) merupakan keniscayaan. Amal saleh
merupakan buah keimanan. Tidak sempurna iman seseorang jika tidak diikuti
dengan amal saleh.
Dalam
Al-Quran, kata iman hampir senantiasa digandengkan dengan kata amal saleh,
seperti dalam QS. Al-Ashr:2, “Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal
saleh…”. Dalam surat tersebut ditegaskan, orang yang tidak akan
merugi hanyalah mereka yang beriman dan beramal saleh –serta saling berwasiat
dalam kebenaran dan kesabaran. Contoh lain dalam QS. Ath-Thin: 6:
“Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala
yang tiada putus-putusnya”.
Pengertian
Amal Salih
Secara
sederhana, amal saleh (shalih) adalah perbuatan baik, yakni perbuatan yang
diwajibkan, disunahkan, dan dibolehkan dalam ajaran Islam. Perbuatan itu
menimbulkan manfaat dan kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Amal saleh juga
adalah perbuatan menjauhkan diri dari amal yang haram atau dilarang oleh Allah
Swt. Amal salehlah satu-satunya modal dan bekal untuk hidup selamat dan bahagia
di dunia dan di akhirat kelak.
Kata saleh (sholih) berarti kebaikan atau
“tiadanya/terhentinya kerusakan”, kebalikan dari kata fasid
(rusak). Saleh juga diartikan sebagai “bermanfaat dan sesuai”. Amal saleh
adalah perkejaan yang jika dilakukan, maka suatu kerusakan akan terhenti atau
menjadi tiada; atau bisa juga diartikan sebagai suatu pekerjaan yang dengan
melakukannya diperoleh manfaat dan kesesuaian (Quraish Shihab, 1997:480).
Syekh
Muhammad Abduh mendefinisikan amal saleh sebagai “segala perbuatan yang
bermanfaat bagi pribadi, keluarga, kelompok, dan manusia secara keseluruhan”.
Ahli tafsir Az-Zamakhsyari mengartikan amal saleh sebagai “segala perbuatan
yang sesuai dengan dalil akal, Al-Quran, dan atau sunnah Nabi Muhammad Saw”.
Jenis-Jenis
Amal Salih
Secara
etimologis, amal saleh adalah segala perbuatan yang tidak merusak atau
menghilangkan kerusakan. Amal saleh juga adalah perbuatan yang mendatangkan
manfaat bagi diri dan orang lain.
Dari pengertian itu kita bisa memahami, mengapa
Rasulullah Saw menyebutkan dalam haditsnya, “Sebaik-baik manusia adalah orang
yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”. Amal saleh tidak mendatangkan
kerusakan, baik secara fisik maupun mental.
Dalam
sebuah hadits Rasulullah Saw bersabda: “Mendamaikan dua orang yang berselisih
secara adil, membantu seseorang untuk menaiki hewan tunggangannya atau memuat
barang-barangnya ke atas hewan tersebut, ucapan yang baik, menyingkirkan rintangan
di jalan, tersenyum pada sesama, dan berhubungan intim dengan istri/suami
adalah amal saleh”.
Hadits tersebut kian menjelaskan, amal saleh
adalah amal yang mendatangkan manfaat dan menghindarkan kerusakan. Mendamaikan
orang berselisih jelas mematikan potensi kerusakan yang ditimbulkan akibat
permusuhan –peperangan, aksi kekerasan, penghancuran, dan lain-lain.
Perselisihan selalu berpotensi mengundang nafsu merusak lawan.
Menolong
orang lain termasuk amal saleh. Manfaatnya bisa dirasakan juga oleh dirinya
sendiri. Nabi Saw bersabda, “Allah akan senantiasa menolong seorang hamba,
selama si hamba suka menolong saudaranya”.Al-Quran menyebutkan dua jenis
pertolongan yang dibenarkan, yakni “saling tolong dalam kebaikan dan takwa” (‘alal
birri wat taqwa), dan dua jenis pertolongan yang tidak dibenarkan,
yakni “saling bantu dalam permusuhan dan perbuatan dosa” (‘alal
itsmi wal ‘udwan).
Amal
saleh tidak semata-mata diartikan perbuatan baik, tetapi merupakan perbuatan
baik yang dilandasi iman, disertai niat yang ikhlas karena Allah (bukan karena
riya’ atau ingin mendapat pujian orang lain), pelaksanaannya sesuai dengan
syariat, serta dilakukan dengan penuh kesungguhan.
Amal
saleh akan mengundang rahmat dan berkah Allah SWT, juga mendatangkan rasa damai
dalam jiwa dan pertolongan-Nya tanpa terduga. Sebaliknya, “amal salah”
(maksiat) akan mendatangkan keresahan dalam hati dan menjauhkan rahmat dan
pertolongan-Nya.
Amal
Salih Wujud Keimanan
Setiap mukmin tentunya senantiasa berusaha
melakukan amal saleh sebagai manifestasi keimanannya. Apalagi makna hakiki iman
adalah “mengucapkan dengan lisan, membenarkan dalam hati, dan mengamalkan
dengan amal perbuatan” (ikrarun bil lisan, tashdiqun bilqolbi, wa
‘amalun bil arkan).
Setiap mukmin juga harus senantiasa waspada
terhadap hal-hal yang merusak amal saleh, misalnya dengki (hasad)
yang digambarkan Rasulullah bisa merusak amal “sebagaimana api melalap kayu
bakar”.
Rasulullah Saw dalam sebuah hadistnya
menyebutkan beberapa sifat atau sikap yang dapat merusak amal saleh (tuhbitul
amal).
Pertama, sibuk mengurus kesalahan orang lain (istighalu bi uyubil khalqi).
Mencari-cari dan membuka aib atau kesalahan orang lain termasuk akhlak tercela
yang merusak amal saleh yang telah diperbuat.
Kedua, keras hati (qaswatul qulub). Kondisi keras hati akan menimpa
seorang mukmin jika dirinya tidak dapat menghindar sifat-sifat buruk seperti
riya, takabur dan hasud. Termasuk keras hati adalah tidak mau menerima
kebenaran dan nasihat baik.
Ketiga, cinta dunia (hubbud dunya), yakni menjadikan harta dan
kedudukan atau hal duniawi lainnya –seperti pujian dan popularitas– sebagai
tujuan, bukan sarana.
Keempat, tidak punya rasa malu (qillatul haya) sehingga merasa ringan
dan tanpa beban saja ia melanggar aturan Allah (maksiat). Setiap mukmin pasti punya
rasa malu, karena malu memang sebagian dari iman (hadits), utamanya malu kepada
Allah Swt. Rasa malu akan mendorong perbuatan baik. Sebaliknya, ketiadaan rara
malu akan mendorong orang berbuat sekehendak hati tanpa mengindahkan
syariat-Nya.
Kelima, panjang angan-angan (thulul amal), yakni sibuk berangan-angan,
berkhayal, tanpa usaha nyata. Keenam, berbuat aniaya (dzalim),
yakni perbuatan yang mendatangkan kerusakan bagi diri sendiri dan orang lain,
tidak proporsional, dan melanggar aturan. Berbuat dosa termasuk aniaya, yakni
aniaya terhadap diri sendiri (dholimu linafsih).[2]
B.
Penafsiran
Ayat
1.
Tafsir
Al-Maraghi
Allah telah menjelaskan, bahwa barang siapa menaati Rasul,
berarti dia telah mengikuti jalan yang haq, daan barang siapa mengikuti jalan
yang haq, maka balasannya adalah surga yang penuh kesenangan. Selanjutnya Allah
menyampaikan janji-Nya bahwa Dia akan menjadikan kaum mukminin yang taat kepada
Allah dan Rasul-Nya sebagai khalifah dibumi, meneguhkan kedudukan mereka dengan
pertolongan dan kemuliaan, serta menjadikan merka merasa aman setelah merasa
takut kepada musuh, sehingga mereka hanya menyembah kepada Allah semata dalam
keadaan aman. Tetapi, barang siapa yang mengingkari semua ini sesudah itu,
berarti dia sudah durhaka kepada Tuhan-Nya dan kafir terhadap nikmat-Nya.
Tabrani, Hakim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ubay
bin Ka’ab ketika Rasulullah saw. Para sahabatnya tiba di Madinah dan dilindungi
oleh orang-orang Anshar, maka orang-orang Arab memanah mereka secara serempak sehingga
mereka bermalam dengan selalu memegang senjata hingga pagi. Dan mereka berkata
“ Lihatlah kami akan teteap terjaga hingga kami dapat tidur dengan aman dan
tenang. Kami hanya takut kepada Allah!” Maka Allah menurunkan ayat ini.
Penjelasan ayat
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِم
Allah menjanjikan kepada orang-orang
yang beriman dan beramal shalih diantara kalian, bahwa Dia benar-benar
mewariskan negeri kaum musyrikin Arab dan non Arab kepada mereka, serta
menjadikan mereka para raja dan pemimpinnya, sebagaimana Dia telah menguasakan
Bani Israil di Syam, ketika Dia membinasakan orang-orang yang sombong serta
menjadikan mereka para Raja dan Penduduknya.
وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُم
Dan
sungguh Dia akan menjadikan agama Islam melekat kuat dan kokoh serta
mengagungkan para pemeluknya didalam jiwa para musuhnya yang siang dan malam
selalu mengatur siasat untuk memadamkan cahayanya agar bekas-bekasnya hapus
sama sekali.
وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا
Dan sungguh Dia akan merubah keadaan mereka
dari merasa takut menjadi rasa aman.
أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا
Mereka beribadah kepada-Ku tanpa takut kepada
seorangpun selain Aku.
وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Barang siapa mengingkari nikmat-nikmat ini ,
maka mereka adalah orang-orang yang mengingkari pemberi semua nikmat ini dan
melupakan bahayanya yang paling besar.[3]
2.
Tafsir
Ibnu Katsier
Ayat ini
mengandung janji Allah kepada Rasul-Nya bahwa Dia akan menjadikan umat Nabi Muhammad SAW penguasa diatas bumi,
pemimpin manusia seutuhnya dan akan menukar keadaan mereka, sesuadah berada
dalam keadaan lemah diremehkan orang , ditindas menjadi kuat disegani orang
serta ditakuti dan sesudah berada dalam keadaan ketakutan dikejar-kejar musuh
menjadi keadaan aman sentosa dan berwibawa. Janji Allah ini telah menjadi
kenyataan tidak lama sebelum Rasulullah wafat, Allah telah membukakan baginya
untuk dikuasai kota Mekkah, Khaibar, Bahrain dan seluruh Jazirah Arab termasuk
Yaman seluruhnya, menerima pembayaran upeti dari golongan Majusi Hajar dan dari
sebagian penduduk Syam dan menerima hadiah tanda bersahabat dari Hercules Raja
Romawi dan dari penguasa Mesir serta
al-Maquaqas penguasa Iskandariyah, juga dari Raja Oman dan Raja Abesinia.
Perkembangan Islam ini berlanjut setelah Rasulullah wafat dari mulai masa
Khulafaurrasyidin sampai ke masa dinasti-dinasti Islam berikutnya yang mencapai
puncak kejayaan Islam bahkan sampai ke benua Eropa.[4]
3.
Tafsir
Al-Azhar
Ayat 55
ini adalah inti perjuangan hidup. dan inilah janji dan pengharapan yang telah
dikemukakan Tuhan bagi setiap mukmin dalam perjuangan menegakkan kebenaran dan
keyakinan di permukaan bumi.
Dan
pokok pendirian mesti dipegang teguh dan sekali-kali jangan dilepaskan baik
keduanya atau salah satu diantaranya, pertama ialah iman atau kepercayan. Kedua
amal shalih atau perbuatan baik, bukti dan bakti.
Kalau
iman tidak ada haluan pekerjaan tidaklah tentu arahnya entah berakibat baik
ataukah berakibat buruk. Iman sebagai berkali-kali diterangkan adalah
pelita yang memberi cahaya dalam hati,
menyinar cahay itu keluar dan dapatlah petunjuk sehingga nyatalah apa yang akan
dikerjakan. Oleh sebab itu iman dengan sendirinya menimbulkan amal yang shalih.
Tetapi
dasar pokok keimanan itu diperingatkan kembali oleh Tuhan, yaitu sifat-sifat
dan kelakuan yang dipunyai oleh ummat beriman dan beramal shalih itu. Yaitu
mereka yang hanya beribadah kepada Allah. Mereka tidak mempersekutukan Allah
dengan yang lain. Selama hal itu dijaga dan dipelihara, selama itulah janji
pewarisan itu tidak akan dicabut oleh Allah.[5]
4.
Aplikasi
Dalam Kehidupan
1) Menerapkan iman sebagai
acuan dalam kegiatan apapun
2) Selalu berdzikir dan
berdoa kepada Allah setelah berusaha dan berikhtiar.
3) Tidak membiarkan diri
jatuh ke dalam dosa, kebinasaan, kehancuran.
4) Menjauhkan sikap
tercela seperti buruk sangka, iri, dengki, kikir, boros, adu domba dalam
bergaul sesama manusia.
5)
Menjauhkan sikap malas belajar, malas bekerja, pesimis, penakut,
tergesa-gesa dan sikap atau sifat yang jelek lainnya.
5.
Aspek
Tarbawi
1) Berprasangka
baik terhadap ketentuan Allah dan menanamkan sikap optimis, karena pada
akhirnya roda kejayaan akan kembali digenggam tangan kaum muslimin.
2) Menegakkan iman dan
amal shalih, beribadah hanya untuk Allah (tauhid) dan menjauhi syirik maka
dengan mudah diraihnya apa yang telah djanjikkan Allah.
3) Untuk mendapatkan
pertolongan dari Allah SWT, Sebagai umat Islam kita harus berusaha dengan
segala keyakinan disertai dengan do’a dan tawakkal kepada Allah SWT.
4) Allah Swt
telah menjanjikan untuk orang-orang yangbberiman dan membuktikan keimnannya
dengan mengerjakan amal-amal yang baik sesuai tuntunan agama Allah Swt.
5) Niat dan
amal adalah timbangan yang akurat yang dengannya Allah menimbang hamba-Nya,
lalu menetapkan hukum sesuai dengan yang ditujukannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ayat 55
ini adalah inti perjuangan hidup. dan inilah janji dan pengharapan yang telah
dikemukakan Tuhan bagi setiap mukmin dalam perjuangan menegakkan kebenaran dan
keyakinan di permukaan bumi. Dan pokok pendirian mesti dipegang teguh dan
sekali-kali jangan dilepaskan baik keduanya atau salah satu diantaranya,
pertama ialah iman atau kepercayan. Kedua amal shalih atau perbuatan baik,
bukti dan bakti. Kalau iman tidak ada haluan pekerjaan tidaklah tentu arahnya
entah berakibat baik ataukah berakibat buruk. Iman sebagai berkali-kali
diterangkan adalah pelita yang memberi
cahaya dalam hati, menyinar cahay itu keluar dan dapatlah petunjuk sehingga
nyatalah apa yang akan dikerjakan. Oleh sebab itu iman dengan sendirinya
menimbulkan amal yang shalih.
B.
Saran
Dalam
kehidupan yang sebenarnya tentunya kita mempunyai impian masing-masing, namun
hakikat impian manusia sebenarnya adalah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat. Oleh sebab itu dalam usaha untuk mencapai semua itu sangatlah harus
menggunakan Iman dan amal shalih sebagai landasan ketika kita melakukan
aktivitas sehari-hari baik yang berupa ibadah maghdhah maupun ibadah
yang ghairu maghdhah.
DAFTAR
PUSTAKA
Fauqi Hajjaj Muhammad,Tasawuf
Islam & Akhlak,2013,Jakarta:Mathba’ah Al-Fajr Al-Jadid. Hal 227-239
http://warnaislam.or.id/pengertian-dan-jenis-jenis-amal-saleh/
diakses pada tanggal 11 Maret 2017 pada pukul 09.35
Mushthafa
Ahmad Al-Maraghi,Terjemah Tafsir Al-Maraghi,1985,Semarang:PT Karya Toha
Putra 1985. Hal 227-230
Salim&Said
Bahreisy,Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Kastier Jilid 5,1990,Surabaya:PT
Bina Ilmu,Hal 484-485
Syaikh Abdul
Malik bin Abdul Karim (Hamka), Tafsir Al-Azhar juzu’ XVIII,1981,
Surabaya:Yayasan Latimojong. Hal 252-253
[1] Muhammad Fauqi Hajjaj,Tasawuf Islam & Akhlak,(Jakarta:Mathba’ah
Al-Fajr Al-Jadid,2013) Hal 227-239
[2] http://warnaislam.or.id/pengertian-dan-jenis-jenis-amal-saleh/
diakses pada tanggal 11 Maret 2017 pada pukul 09.35
[3] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi,Terjemah Tafsir Al-Maraghi,(Semarang:PT
Karya Toha Putra 1985) Hal 227-230
[4] Salim&Said Bahreisy,Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Kastier
Jilid 5,(Surabaya:PT Bina Ilmu,1990) Hal 484-485
[5] Syaikh Abdul Malik bin Abdul Karim (Hamka), Tafsir Al-Azhar juzu’
XVIII,(Surabaya:Yayasan Latimojong,1981) Hal 252-253
Tidak ada komentar:
Posting Komentar