Pendidikan
Life Skill
Tanggung
Jawab : Cermin Kesempurnaan Jiwa
(QS.
At- Tahrim: 6)
Irma Rusdiana (2021115353)
Kelas
: A
JURUSAN PEDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUTE AGAMA ISLAM
NEGRI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji
syukur kehadirat Allah SWT., atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul ”PENDIDIKAN LIFE
SKILL (Tanggung Jawab: Cermin Kesempurnaan Jiwa)” guna memenuhi tugas mata
kuliah Tafsir Tarbawi II ini tanpa halangan berarti. Shalawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW., beserta para shahabat dan
keluarga. Semoga kita semua tergolong kedalam ummat yang mendapat syafa’at
Beliau di hari akhir nanti.
Penyusunan
makalah ini dapat terselesaikan bukan hanya hasil usaha keras dari penulis
semata, namun juga berkat do’a dan dukungan dari berbagai pihak yang terlibat
di dalamnya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih. Terutama kepada
Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku dosen pengampu, dan khususnya kepada kedua
orang tua.
Penulis
menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, dengan adanya
kritik dan saran diharapkan bisa menjadi bahan evaluasi bagi penulis untuk
perbaikan kedepannya. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam
menambah wawasan studi keilmuan, baik bagi audience maupun diri penulis
pribadi.
Amin..
Pekalongan, 20
April 2017
Irma Rusdiana
(2021115353)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
............................................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Judul Makalah ............................................................................................. 2
C. Nash dan Terjemahan .................................................................................. 2
D. Asbabunnuzul ............................................................................................. 2
E. Arti Penting Pengkajian Makalah ................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori ............................................................................................................ 4
B. Tafsir QS. At-Tahrim ayat 6 ....................................................................... 5
C. Implikasi Dalam Kehidupan Sehari-hari ..................................................... 8
D. Aspek Tarbawi ............................................................................................ 8
BAB III PENUTUP
Simpulan ........................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 11
PROFIL PENULIS ................................................................................................. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Life skill
secara bahasa berasal dari bahasa inggris, yaitu life artinya hidup dan skill
yang artinya kecakapan, kepandaian, keterampilan. Skill dapat pula
diartikan penguasaan suatu bidang. Sedangkan menurut istilah banyak pendapat
yang mengemukakan arti dari life skill, ada yang mengartikan bahwa kecakapan
hidup (life skill) bukan sekedar keterampilan. ada yang mengatakan bahwa
kecakapan hidup (life skill) bukan sekedar ketrampilan untuk bekerja (vokasional).
Pendidikan life skills dapat diartikan sebagai pendidikan yang
memberikan bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta
didik tentang nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan dan berguna bagi
perkembangan kehidupan peserta didik.
Pengertian life skills sebenarnya
lebih luas dari sekedar untuk menghidupi diri sendiri, namun persoalannya bukan
sekedar ketrampilan tetapi bagaimana caranya memberi pendidikan yang betul
betul mampu membuat anak mandiri dan dapat mengurus dirinya sendiri.[1]
Life skills (kecakapan hidup) menunjuk pada berbagai ragam kemampuan
seseorang untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan secara
bermartabat di dalam masyarakat. Life skills merupakan kemampuan
sepanjang hayat, kepemilikan kemampuan berpikir yang kompleks, kemampuan
komunikasi secara efektif, kemampuan membangun kerjasama, melaksanakan peranan
sebagai warga negara yang bertanggungjawab, memiliki kesiapan serta kecakapan
untuk bekerja, memiliki karakter dan etika untuk terjun ke dunia kerja.[2]
B.
Judul
Makalah
Dalam kesempatan kali ini penulis
akan membahas tentang PENDIDIKAN LIFE SKILL (Tanggung Jawab: Cermin
Kesempurnaan Jiwa) menurut Qur’an Surah At-Tahrim ayat 6. Menyesuaikan dengan
tugas yang telah penulis terima.
C.
Nash
dan Terjemahan
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا
مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ
مَا يُؤْمَرُونَ.
“Hai
orang-orang yang beriman, terpeliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya Malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
{QS
At-Tahrim: 6}
D.
Asbabunnuzul
Namanya yang
populer adalah “Surah At-Tahrim”, tetapi dalam bebarapa riwayat
ditemukan nama lain, yaitu surah al-lima tuharrim (dengan hamzah pada
awalnya dan tasydid pada Lam), ada juga yang menamainya “Surah an-Nabi”. Kesemua penamaan itu bersumber dari ayat pertama surat ini yang
menggunakan kata-kata tersebut.
Sebab turunnya
ayat ini, menurut mayoritas ulama, adalah kasus yang terjadi pada Nabi Muhammad
saw., ketika beliau meneguk madu di rumah salah seorag istri beliau, yakni
Zainab binti Jahesy as. Keberadaan beliau di sana dalam waktu yang mereka nilai
relatif lama dan dengan jamuan itu menimbulkan kecemburuan istri beliau, Aisyah
dan Hafshah ra., yang keduanya kemudian bersepakat bahwa bila Nabi saw., datang
mengunjungi mereka agar menyampaikan kepada beliau bahwa ada aroma kurang baik
dari mulut beliau, boleh jadi karena makanan tertentu. Nabi saw., yang masuk ke
rumah Hafshah ra., dan diberitahu demikian, menyatakan bahwa beliau hanya
meneguk madu. Hafshah berkata bahwa boleh jadi lebah madu itu mengisap dari
pohon Maghafir, yakni sejenis pohon bergetah dan manis, tetapi beraroma
serupa dengan aroma minuman keras. Nabi saw., berjanji untuk tidak akan
meneguknya lagi. Nabi saw., juga berpesan agar tidak menyampaikan hal ini
kepada siapapun. Tetapi, ternyata Hafshah ra., menyampaikannya kepada Aisyah
ra., sehingga turunlah ayat-ayat surah ini.[3]
E.
Arti
Penting
Tema utama
surah ini adalah tentang adab terhadap Allah swt. Serta dorongan agar selalu
memperhatikan sopan santun terhadap-Nya, antara lain, tidak menghalangi diri
melakukan sesuatu yang dibenarkan Allah
swt., hanya dengan dalil untuk menyenangkan pihak lain, lebih-lebih bila hal
tersebut bukanlah kemaslahatan baginya dan bagi orang lain itu.
Melalui surah
ini, Allah swt., juga menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw., adalah cerminan
dari al-Qur’an dan karena itu beliau ditegur, sebagaimana ditegaskan oleh ayat
pertama surah. Memang kehidupan Rasul Mukammad saw., secara sikap atau ucapan
beliau yang tidak mencapai puncak keistimewaan, maka Allah swt., menegur beliau.
Dengan demikian, dapat juga dikatakan bahwa surah ini bertujuan membuktian Nabi
Muhammad saw., amat benar dan amat istimewa, karena jika kurang istimewa Allah
menegur beliau.[4]
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Menurut Imam Al-Ghazali jiwa manusia
adalah cermin yang mampu merefleksikan kebenaran dan kesempurnaan. Jiwa inilah
yang membedakan manusia dengan binatang yang lebih rendah. Namun amat
disayangkan bahwa cermin ini sering kali terselubung oleh debu yang menghalangi
pantulan cahaya. Begitu penghalang itu terhapus, baik oleh tangan maupun oleh
angina yang berhembus, maka berhembuslah karunia Tuhan ke dalam hati manusia
dan tersingkaplah kebenaran abadi.[5]
Sementara tanggung jawab, yaitu sikap
dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,
lingkungannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, social, dan budaya), Negara dan Allah Yang Maha Esa.[6]
Tanggung jawab pada taraf yang paling rendah adalah kemampuan seseorang untuk
menjalankan kewajiban karena dorongan dari dalam dirinya, atau biasa disebut
dengan panggilan jiwa. Ia mengerjakan sesuatu bukan semata-mata karena adanya
aturan yang menyuruh untuk mengerjakan hal itu. Tetapi, ia merasa kalau tidak
menunaikan pekerjaan tersebut dengan baik, ia merasa sesungguhnya ia tidak
pantas untuk menerima apa yang selama ini menjadi haknya. Ini adalah tanggung
jawab paling dasar yang biasa disebut sebagai responsibility. Sedang
tanggung jawab dengan derajat lebih tinggi disebut perceived responsibility.
Yaitu rasa tanggung jawab seseorang atas sesuatu yang menurut pandangan umum
bukan merupakan tanggung jawabnya. Ia melakukan pekerjaan bukan semata-mata
karena ia merasa telah menerima hak atas pekerjaan itu, tetapi seratus persen
karena panggilan jiwanya. Boleh jadi pekerjaan yang digelutinya dengan tekun
setiap hari sesungguhnya merupakan tanggung jawab orang lain.[7]
Merupakan
tanggung jawab kepala rumah tangga untuk menuntun anggota keluarganya berkenaan
dengan tauhid, keimanan terhadap akhirat, takut terhadap hukuman Allah,
kesalehan, perilaku Islami; dan untuk menyiapkan jalan-jalan bagi kemajuan
mereka, pendidikan dan pengajarannya. Karenanya ia akan melindungi mereka dari
siksaan akhirat.[8] Ketika
kepala keluarga mendorong para anggota keluarganya melakukan tugas-tugas agama
yang wajib, dan pantang melakukan kesalahan-kesalahan fisik, finansial atau
moral, maka ia telah menyelamatkan dirinya dan keluarganya dari api neraka.
Jalan mereka menuju surga akan terbuka. Surga yang dekat sidratul muntaha
yang luasnya seluas bumi dan seluruh langit.[9]
Jadi,
keselamatan dan penyediaan kebutuhan keluarga adalah tugas dan tanggung jawab
pria (suami), sementara pelaksanaan tugas tersebut di dalam keluarga seperti
merawat, mendidik serta mengasuh anak-anak dan sebagainya lebih banyak terpikul
di pundak kaum wanita (istri).[10]
B.
Tafsir
1. Tafsir Jalalain
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ (Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian
dan keluarga kalian)
dengan mengarahkan mereka kepada jalan ketaaatan kepada Allah-- نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ (Dari aai neraka yang bahan bakarnya adalah manusia) orang-orang kafir-- وَالْحِجَارَةُ (Dan Batu)
seperti berhala-berhala yang mereka sembah adalah sebagian dari bahan bakar
neraka itu. Atau dengan kata lain, api neraka itu angat panas sehingga hal-hal
tersebut dapat dinyalakan dengan kayu dan lai-lainnya-- عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ (Penjaganya malaikat-malaikat) yakni juru kunci neraka itu adalah malaikat-malaikat
yang jumlahnya ada Sembilan belas malaikat, sebagaimana yang akan diterangkan
dalam surat al- muddatsir-- غِلَاظٌ (yang kasar) lafadz ghiladzun ini diambil dari asal kata ghiladzul qalbi,
yakni kasar hatinya-- شِدَادٌ
(yang keras) sangat keras hantamannya--لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ
(Mereka tidak pernah
mendurhakai Allah terhadap apa yang telah diperintahkan Nya kepada mereka) lafal ma amarahum berkedudukan sebagai badal dari
lafal Allah. Atau dengan kata lain, malaikat-malaikat penjaga itu tidak pernah
mendurhakai perintah Allah-- وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
(Dan mereka selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan) lafal
ayat ini berkedudukan acaman bagi orang-orang mukmin supaya jangan murtad; ayat
ini merupakan ancaman pula bagi orang-orang munafik, yaitu mereka yang mengaku
beriman dengan lisannya, tetapi hati mereka masih tetap kafir.[11]
2.
Tafsir Al-Maraghi
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ
Wahai orang
yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, hendaklah sebagian dari kamu
memberitahukan kepada sebagian yang lain, apa yang dapat menjaga dirimu dari
api neraka dan menjauhkan kamu daripadanya, yaitu ketaatan kepada Allah Ta’ala
dan menuruti segala perintah-Nya. Dan hendaklah kamu
mengajarkan kepada keluargamu perbuatan yang dengannya mereka dapat menjaga
diri meraka dari api neraka. Dan bawalah mereka kepada yang demikian ini
melalui nasihat dan pengajaran.
Yang dimaksud al-ahl (keluarga)
di sini mencakup isteri, anak, budak laki-laki dan budak perempuan.
Di dalam ayat ini
terdapat isyarat mengenai kewajiban seorang suami mempelajari fardhu-fardhu
agama yang diwajibkan baginya dan mengajarkannya kepada mereka.
نَارًا
وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ
Malaikat-malaikat itu diserahi neraka untuk
mengurusnya dan menyiksa para penghuninya. Mereka ada Sembilan belas orang
malaikat penjaga neraka yang disebutkan dalam surat al-Muddatsir.
غِلَاظٌ
شِدَادٌ
Mereka keras dan kasar terhadap para penghuni neraka itu. Kemudian, Allah menjelaskan besarnya ketaatan mereka
kepada Tuhan mereka. Firman-Nya:
لَا
يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Mereka tidak
menyalahi perintahNya, tetapi mereka menjalankan apa yang diperintahkan kepada
mereka pada waktu itu juga tanpa selang. Mereka tidak menunda perintahNya.
Kalimat
pertama menunjukkan penafian, penentangan dan kesombongan dari mereka.
Sedangkan kalimat kedua menunjukkan penafian kemalasan dari mereka.
Mereka
mengikuti perintah dan enggan untuk
melaksanakannya, tetapi mereka menunaikannya tana rasa berat dan tidak
ditunda-tunda.[12]
3. Tafsir Al-Lubab
Dalam suasana
peristiwa rumah tangga Nabi saw., seperti diuraikan oleh ayat-ayat yang lalu,
ayat-ayat berikut memberi tuntunan kepada kaum beriman bahwa: peliharalah diri
kamu, antara lain, dengan meneladani Nabi saw., dan pelihara juga keluarga
kamu, yakni pasangan, anak-anak, dan seluruh yang di bawah tanggung jawab kamu,
dengan membimbing dan mendidik mereka agar kamu semua terhindar dari api
neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia yang kafir juga batu-batu,
antara lain, yang dijadikan berhala-berhala. Yang menangani neraka itu dan
bertugas menyiksa penghuni-penghuni neraka adalah malaikat-malaikat yang
kasar-kasar ucapannya; hati mereka tidak iba atau tersentuh oleh rintiha,
tangisan, atau permohonan belas kasih; juga keras-keras perlakuannya dalam
melaksanakan tugas penyiksaan. Mereka tidak mendurhakai Allah swt., menyangkut
apa yang Dia perintahkan kepada mereka sehingga siksa yang mereka jatuhkan,
kendati mereka kasar, tidak kurang dan tidak juga berlebih dari apa yang
diperintahkan Allah swt., yakni sesuai dengan dosa dan kesalahan masing-masing
dan mereka juga senantiasa mengerjakan dengan mudah apa yang diperintahkan
Allah swt., kepada mereka.[13]
C.
Implikasi
Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Setiap orang harus belajar bertanggung
jawab tentang apa yang diperbuat. Untuk dapat memiliki sikap tanggung jawab
tidak hanya diperoleh begitu saja, dibutuhkan usaha dan belajar secara giat dan
berkesinambungan. Waktu yang sangat tepat untuk menanamkan tanggung jawab
kepada seseorang ialah dimulai sejak dini. Sebab, pada masa ini akan cepat
memahami sesuatu dan menjadikan sesuatu tersebut menjadi kebiasaan.[14]
Dengan memulai pendidikan agama dari
rumah (keluarga), berarti kita telah melaksanakan tanggung jawab untuk menjaga
seluruh anggota keluarga dari adzab neraka. Oleh karena itu, sudah merupakan
kewajiban bagi laki-laki, para kepala keluarga, untuk memastikan seluruh
anggota keluarganya memiliki akhlaq yang mulia. Jika di dalam anggota keluarga
ada yang melenceng dari jalur, maka kepala keluarga berkewajiban untuk menegur
serta mengembalikan jalurnya. Jangan sampai ada satu pun orang dari anggota
keluarga yang lalai dari perintah Allah.
Anggota keluarga tidak hanya sebatas
ayah, ibu dan anak. Seperti yang di terangkan dalam tafsir di atas, asisten rumah
tangga yang bekerja untuk tuannya adalah juga merupakan anggota keluarga yang
keselamatan akhiratnya ikut menjadi tanggung jawab kepala rumah tangga.
D.
Aspek
Tarbawi
- Ibu Bapak
berkewajiban mendidik anak-anak dan anggota keluarganya.
- Pendidikan
dan dakwah harus bermula dari rumah.
- Ayat di
atas, walau secara redaksional tertuju kepada kaum pria (ayah), tetapi itu
bukan berarti hanya tertuju kepada mereka, tetapi juga kepada perempuan,
sebagaimana berpuasa, yang juga tertuju kepada pria.[15]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Penggalan ayat ke 6 dalam surat
at-Tahrim tersebut telah memberi kita penjelasan bahwa menjadi kepala keluarga
bukanlah tugas yang ringan. Betapa penting menjaga akhlaq, bukan hanya diri
kita sendiri, namun juga anggota keluarga kita. Sebab keselamatan akhirat
mereka juga merupakan tanggung jawab kita. Sikap kita mampu menggiring mereka
ke dalam surga Allah swt, jika kita mampu mendidik mereka dengan baik. Namun
sebaliknya, sikap kita pula mampu menjerumuskan mereka ke dalam api neraka
apabila kita lalai dalam menjauhkan mereka dari perbuatan-perbuatan yang
dilarang Allah swt.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahalli,
Jalaluddin dan As-Suyuti, Jalaluddin. 2010. Terjemahan Tafsir Jalalain
Berikut Asbabun Nuzul cet ke-7. Bandung: Sinar Baru.
Al-Maraghiy, Ahmad Musthafa. 1989. Tafsir
Al-Maraghi Juz 28. Semarang: Thoha Putra.
Ansarian, Husayn. 2002. Membangun
Keluarga Yang Dicintai Allah: Bimbingan Lengkap Sejak Pra-Nikah Hingga Mendidik
Anak (Terjemahan Dari The Islamic Family Structure). Jakarta: Pustaka Zahra.
Baidan,
Nashiruddin. 1999. Tafsir Bi Al- Ra’yi Upaya Penggalian Konsep Wanita Dalam
Al Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fadhillah, Muhammad dan Khorida, Lilif
Mualifatu. 2013. Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Munir,
Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter; Membangun Karakter Anak Sejak Dari
Rumah. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
Shihab,
Quraish. 2012. Al-Lubab Makna, Tujuan, Dan Pelajaran Dari Surah-Surah
Al-Qur’an. Tanggerang: Lentera Hati.
PROFIL
PENULIS
|
[1] http://elc.stain-pekalongan.ac.id/376/8/12.%20BAB%20II.pdf
. diakses pada 25 februari 2017 pukul 20-10
[2] http://www.definisi-pengertian.com/2015/05/definisi-pengertian-kecakapan-life-skill.html
. Diakses pada 1 maret 2017 pukul 11-16
[3] Quraish
Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuan, Dan Pelajaran Dari Surah-Surah Al-Qur’an (Tanggerang:
Lentera Hati, 2012), Hlm., 317-318
[5]https://kajianpemikiranislam.com/kesempurnaan-manusia-dalam-perspektif-tasawuf-bagian-1/ . diakses
pada 21/4/2017
[6]
Muhammad Fadhillah
Dan Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), Hlm.,205
[7]
Abdullah Munir, Pendidikan Karakter; Membangun Karakter Anak Sejak Dari Rumah,
(Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2010), Hlm.,90-91
[8]
Husayn Ansarian, Membangun Keluarga Yang Dicintai Allah; Bimbingan Lengkap Sejak Pra-Nikah Hingga
Mendidik Anak (Terjemahan Dari The Islamic Family Structure),
(Jakarta: Pustaka Zahra, 2002), Hlm.,
261
[10] Nashiruddin
Baidan, Tafsir Bi Al- Ra’yi;
Upaya Penggalian Konsep Wanita Dalam Al Qur’an,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), Hlm.,27
[11] Imam
Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain
Berikut Asbabun Nuzul cet ke-7, (Bandung: Sinar Baru, 2010), hlm., 1119
[12] Ahmad
Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghi Juz 28 (Semarang: Thoha Putra,
1989), Hlm.,270-274
Tidak ada komentar:
Posting Komentar