“Persamaan Derajat Manusia” (QS. Al Hujuraat : 13)
Nafisah Nurul Imaniyah (2021115370)
Kelas
A
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN/ PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT.,
atas nikmat dan rihdon-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugasnya dalam
pembuatan makalah tentang “Persamaan Derajat Manusia”. Sholawat dan salam
semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW., kepada
keluarganya, para sahabatnya, beserta para pengikutnya yang tetap setia dalam
keimanan hingga akhir zaman yang telah
membawa manusia dari zaman jahiliyah menuju alam yang berilmu sekarang ini.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya dapat tersususun bukan hanya
dari usaha keras penulis semata, melainkan berkat do’a dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada berbagai pihak, terutama kepada Bapak dan Ibu yang telah mendidik dan
membesarkan, kepada Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku dosen pengampu mata
kuliah Tafsir Tarbawi II, yang telah memberikan motivasi serta nasehat-nasehat
di IAIN pekalongan. Terimakasih juga kepada teman-teman Tafsir Tarbawi II kelas
A, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah mengarahkan penulis
dalam menjalani studi.
Tiada gading yang tak retak, karena bukan gading kalau tak retak.
Itulah peribahasa yang dapat mewakili berbagai kelemahan dan kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Hal ini karena
penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, mengingat keterbatasan kemampuan penulis
sebagai seorang makhluk, dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Untuk itu
diharapkan dengan adanya kritik dan saran dapat menjadi bahan evaluasi bagi
kebaikan penulis kedepannya. Semoga makalah yang berjudul Pendidikan
Sosial-Universal “Persamaan Derajat Manusia” dapat memberi manfaat, baik bagi
pembaca maupun penulis pribadi.
Pekalongan, 3 Mei
2017
Nafisah Nurul
Imaniyah
(2021115370)
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan ini banyak fenomena yang
menunjukkan kebesaran, keagungan dan kekuasaan sang pencipta. Fenomena-fenomena
tersebut ditunjukkan oleh adanya penciptaan makhluk yang ada di alam jagad raya
ini, dengan berbagai macam bentuk dan karakteristiknya yang beraneka ragam.
Salah satu ajaran pokok Islamadalah
kesamaan derajat antara manusia. Allah menciptakan manusia menjadi berbagai
bangsa dan etnis agar mereka saling mengenal, mengasihi dan saling menolong.
Pada dasarnya manusia dilahirkan dengan potensi yang sama. Sebab semua manusia
merupakan satu keluarga yang selurunya adalahketurunan Adam yang diciptakan
dari tanah.
B.
Judul Makalah
Dalam kesempatan kali ini penulis akan
membahas tentang “Persamaan Derajat Manusia” yang termaktub dalam QS.
Al-Hujuraat ayat 13. Menyesuaikan dengan tugas yang telah penulis terima.
C.
Nash dan Terjemah
Nash QS. Al-Hujuraat ayat 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ
اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَعَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (Al-Hujuraat
ayat 13)
D.
Arti Penting
Surat Al-Hujuraat ayat 13 ini sangat
penting untuk dikaji karena Allah menerangkan bahwa manusia seluruhnya berasal
dari seorang ayah dan ibu. Serta Allah menjadikan mereka dari berbagai suku dan
kabilah yang berbeda-beda agar diantara mereka saling kenal dan tolong-menolong
dalam kemaslahatan. Dan Allah menurunkan ayat ini sebagai teguran bagi manusia
yang membanggakan nasab, mengunggulkan hartanya, serta menghina orang-orang
fakir. Padahal sesungguhnya derajat yang paling tinggi kedudukannya adalah
orang yang paling bertaqwa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Persamaan
derajat adalah suatu sifat yang menghubungkan antara manusia dan lingkungan
masyarakat umumnya timbal balik, maksudnya orang sebagai anggota masyarakat
memiliki hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah
dan negara. Hak dan kewajiban sangat penting ditetapkan dalam
perundang-undangan atau konstitusi, undang-undang itu berlaku untuk semua orang
tanpa terkecuali dalam arti semua orang memiliki kesamaan derajat. Kesamaan
derajat ini terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai faktor
kehidupan.[1]
Dengan memiliki status sebagai warga negara,
orang memiliki hubungan dengan negara. Hubungan itu yang nantinya tercermin dalam hak dan
kewajiban. Seperti halnya sebagai anggota sebuah organisasi, maka hubungan itu
berwujud peranan, hak dan kewajiban secara timbal balik, anggota memiliki hak
dan kewajiban kepada organisasi, demikian pula organisasi memiliki hak dan
kewajiban terhadap anggotanya.[2]
Ø Prinsip
- prinsip Persamaan Derajat
Hakikat
dari persamaan derajat terbagi
menjadi beberapa pengertian dan
beberapa prinsip. Berikut ini adalah macam - macam prinsip persamaan derajat:
a. Persamaan Harkat : Nilai, harga, taraf
yang membedakan mahluk
yang satu dengan mahluk yang lainnya.
b. Pengertian Harkat : Harkat manusia adalah nilai manusia sebagai mahluk Tuhan YME,
yang dibekali daya cipta, rasa, dan karsa serta
hak - hak dan kewajiban asasi manusia.
c. Pengertian Martabat : Martabat adalah tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan yang
terhormat.
d. Pengertian
Derajat Kemanusiaan : Derajat kemanusiaan adalah tingatan martabat dan
kedudukan manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan YME, yang memiliki kemampuan
kodrat, hak dan kewajiban asasi.
Dengan adanya persamaan harkat,
derajat, dan martabat manusia , setiap orang harus mengakui serta menghormati
akan adanya hak - hak, derajat dan martabat manusia. Sikap ini harus
ditumbuhkan dan dipelihara dalam hubungan kemanusiaan, baik dalam lingkungan
keluarga, sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Manusia dikaruniai potensi
berpikir, rasa dan cipta,kodrat yang sama sebagai mahluk pribadi (individu) dan
sebagai mahluk masyarakat (sosial).[3]
B.
Tafsir
1. Tafsir Al-Maragi
(يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ )
Hai
manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari Adam dan Hawa. Maka
kenapakah kamu saling mengolok sesama kamu, sebagian kamu mengejek sebagian
yang lain, padahal kalian bersaudara dalam nasab dan sangat mengherankan bila
saling mencela sesama saudaramu atau saling mengejek, atau saling
panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang jelek.
Maka
Allah pun menurunkan ayat ini sebagai cegahan bagi mereka dari membanggakan
nasab, mengunggul-ngunggulkan harta dan menghina kepada orang-orang fakir. Dan
Allah menerangkan bahwa keutamaan itu terletak pada takwa.
( وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا ۚ )
Dan
kami menjadikan kalian bersuku-suku dan berkabilah-kabilahsupaya kamu kenal
mengenal, yakni saling kenal bukan saling mengingkari. Sedangkan mengejek dan
mengolok-olok dan menggunjing menyebabkan terjadinya saling mengingkari.
Kemudian
Allah menyebutkan sebab dilarangnya saling membanggakan dengan firman-Nya :
(( إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُم
ٌ
Sesungguhnya
yang paling mulia disisi Allah dan yang paling tinggi kedudukannya disisi-Nya ‘Azza wa jalla di akhirat maupun di dunia
adalah yang paling bertaqwa. Jadi jika kamu ingin berbangga maka banggakanlah takwamu.
Artinya barang siapa yang ingin memperoleh derajat-derajat yang tinggi maka
hendaklah ia bertaqwa.
Kemudian
beliau bersabda, “Aku ucapakan kata-kataku ini dan aku memohon ampun kepada
Allah untuk diriku dan untuk kalian.”
((إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya Allah maha
tahu tentang kamu dan tentang amal perbuatanmu, juga Maha Waspada tentang
sikap-sikap hatimu. Karenanya, jadikanlah taqwa itu bekalmu untuk akhiratmu.[4]
2. Tafsir Al-Misbah
Penggalan
pertama ayat diatas sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan adalah
pengantar untuk nemegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama
disisi Allah, tidak ada perbedaan antara satu suku dengan yang lain. Tidak ada
juga perbedaan pada nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan karena
semua diciptakan dari seorang laki-laki dan perempuan. Pengantar tersebut
mengantar pada kesimpulan yang disebut dengan pengantar terakhir ayat ini yakni
“Sesungguhnya yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah yang paling bertakwa.”Karena itu berusahalah untk
meningkatkan ketakwaan agar menjadi yang termulia disisi Allah.
Adapun
sebab nuzul-nya, ayat diatas
menegaskan kesatuan asal usul manusia dengan menunjukkan kesamaan derajat
kemanusiaan manusia. Tidak wajar seseorang berbangga dan merasa diri lebih
tinggi dari yang lain, bukan saja antar satu bangsa, suku, atau warna kulit
dengan selainnya, tetapi antar jenis kelamin mereka.
Dalam konteks ini,
sewaktu haji wada’ (perpisahan), Nabi saw. Berpesan antara lain: “ Wahai
seluruh manusia, sesungguhnya Tuhan kamu Esa, ayah kamu satu, tiada kelebihan
orang Arab atas non Arab, tidak juga non Arab atas orang Arab, atau orang
(berkulit) hitam atas yang (berkulit) merah (yakni putih) tidak juga sebaliknya
kecuali dengan takwa, sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah adalah yang
paling bertakwa.” (HR. Al-Baihaqi melalui Jabir Ibn Abdillah)[5]
3.
Tafsir Al-Lubab
Ayat
13 menyeru semua manusia dan mengingatkan mereka bahwa : Allah SWT menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yakni Nabi Adam As dan Hawa,
atau dari sperma (benih lelaki) dan ovum (indung telur perempuan) dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal, yakni perkenalan yang mengantar kamu bantu membantu serta
saling melengkapi. Ayat ini ditutup dengan menegaskan bahwa yang paling mulia
diantara kamu di sisi Allah swt ialah yang paling bertakwa. Sungguh Allah swt
maha mengetahui, maha teliti sehingga tidak ada sesuatupun yang tersembunyi
baginya. Walau detak detik jantung dan niat seseorang.[6]
4. Tafsir Ibnu Katsir
Allah
memberitahukan kepada umat manusia bahwa Dia telah menciptakan mereka dari satu
jiwa dan telah menjadikan dari jiwa itu pasangannya. Itulah Adam dan Hawa. Dan
Allah juga telah menciptakan mereka berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Maka
kemuliaan manusia dipandang dari ketanahannya dengan Adam dan Hawa a.s. adalah
sama. Hanya saja kemuliaan mereka itu bertingkat-tingkat bila dilihat dari
sudut keagamaan, seperti dalam hal ketaatan kepada Allah SWT dan kepatuhan
kepada Rasul-Nya. Karena itu, setelah Allah melarang manusia berbuat ghibah dan
menghina satu sama lain, maka Dia mengingatkan bahwa mereka itu sama dalam segi
kemanusiaannya. ‘’Hai manusia sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.” Yaitu, agar tercapailah ta’aruf
‘saling kenal’ diantara mereka. Masing-masing berpulang ke kabilah sendiri. Abu
Isa Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. Bersabda,
“pelajarilah silsilah kamu yang dengannya kamu akan menyambungkan tali
kekeluargaan, kerena menimbulkan tali kekeluargaan menimbulkan kecintaan
didalam keluarga, kekayaan dalam harta, dan tongkat dalam mengusik jejak.”
Firman Allah SWT, “Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu.”
Yaitu, yang membedakan derajat kamu disisi Allah hanyalah ketakwaan, bukan
keturunan.
Firman
Allah SWT selanjutnya, “ Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha
mengenal.” Yaitu, sesungguhnya Allah itu peling mengetahui terhadapmu dan
sangat mengetahui urusan-urusan kamu. Dialah yang mempunyai kehendak terhadap
kamu, didalam memberikan hidayah, kesesatan, rahmat, siksa, dan memberikan
keutamaan. Dan Dia adalah maha bijaksana, maha mengetahui, maha mengenali
tentang semua hal itu.[7]
5. Tafsir Jalalain
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ (Hai manusia, sesungguhnya
kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan) yakni
dari Adam dan Hawa وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوبًا (dan kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa)
lafaz syu’uban adalah bentuk jamak dari lafaz sya’bun, yang artinya tingkatan
nasab keturunan yang paling tinggi وَقَبَائِلَ (dan bersuku-suku)
kedudukan suku berada dibawah suku bangsa, setelah suku atau kabilah disebut
Imarah, lalu batn, sesudah batn adalah Fakhz dan yang paling bawah adalah
Fasilah. Contohnya ialah Khuzaimah adalah nama suatu bangsa, Kinanah adalah
nama suatu kabilah atau suku, Quraisy adalah nama suatu Imarah, Qusay adalah
nama suatu Batn, Hasyim adalah nama suku Fakhz, dan Al-Abbas adalah nama suatu
Fasilah لِتَعَارَفُوا (supaya kalian saling
mengenal) lafaz ta’arufu asalnya
adalah tata’arafu, kemudian salah
satu dari kedua huruf ta’ dibuang sehingga jadilah ta’arafu maksudnya supaya sebagian dari kalian saling mengenal
sebagian yang lain, bukan untuk saling membanggakan ketinggian nasab atau
keturunan, karena sesungguhnya kebanggaan itu dinilai dari segi ketaqwaanإِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ(sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kalian disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya
Allah maha mengetahui) tentang kalian خَبِيرٌ(lagi maha mengenal) apa yang tersimpan
didalam batin kalian.[8]
C.
Aplikasi Dalam Kehidupan
1. Senantiasa mensyukuri nikmat-nikmat yang
telah diberikan Allah kepada kita.
2. Selalu ta’at dan patuh terhadap perintah-Nya
serta menjauhi larangan-Nya.
3. Tidak merasa lebih baik dan lebih
terhormat dibandingkan orang lain, dan tidak pula meremehkan sesama manusia
karena itu merupakan sifat sombong yang akan membawa pada kerugian.
4. Berusaha menjadi orang yang rendah hati
(tawadhu’) didalam posisi apapun.
5. Selalu mempunyai budi pekerti yang luhur.
6. Bersungguh-sungguh dalam melaksanakan
dan menegakkan nilai-nilai Islam.
7. Sesama muslim harus saling mengingatkan
serta membenarkan apa yang benar, dan menyalahkan apa yang salah.
D.
Aspek Tarbawi
1.
Persamaan derajat yang diajarkan Islam adalah persamaan dalam
bentuk yang paling hakiki dan paling sempurna.
2. Manusia yang baik dan istimewa adalah
yang memiliki akhlak yang baik terhadap Allah, dan terhadap sesama makhluk.
3. Derajat
yang mulia bukan terletak pada kecanggihan akal yang dimiliki sesorang,
melainkan terletak pada kualitas ketakwaan kepada Allah SWT. Karena dengan
kualitas ketakwaan yang baik akan menjadikan derajat manusia mulia disisi-Nya.
4. Kemuliaan manusia jika dibandingkan
dengan makhluk lainnya merupakan sebuah amanah yang harus dijaga dan
dilestarikan oleh setiap manusia. Karena kemuliaan manusia dapat berkurang
apabila manusia malakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah pada kemaksiatan
dan kekufuran kepada-Nya.
5. Status derajat manusia adalah makhluk
Allah yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang
lainnya karena manusiadipersiapkan Allah untuk menjadi penguasa dimuka bumi sebagai
wakil Allah yang mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia demi
kesejahteraan umat manusia.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Persamaan
derajat adalah persamaan nilai, harga, taraf yang membedakan makhluk yang satu
dengan makhluk yang lainnya. Harkat manusia adalah nilai manusia sebagai
makhluk Tuhan yang dibekali cipta, rasa, karsa dan hak-hak serta kewajiban
asasi manusia. Martabat adalah tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan yang
terhormat. Sedangkan kesamaan derajat adalah tingkatan, martabat dan kedudukan
manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki kemampuan kodrat, hak, dan
kewajiban.Dengan adanya persamaan harkat, derajat dan martabat manusia, setiap
orang harus mengakui serta menghormati akan adanya hak-hak, derajat dan martabat
manusia. Sikap ini harus ditumbuhkan dan dipelihara dalam hubungan kemanusiaan
baik dalam lingkungan keluarga, lembaga pendidikan, maupun dilingkungan pergaulan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahalli,
Imam Jalaludidin dan As-Suyuti,Imam Jalaluddin.2010.Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Al-Maragi,Ahmad Mustafa.1993. Tafsir Al-Maragi. Semarang: CV. Toha
Putra Semarang.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2000. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema
Insani.
Shihab, M. Quraish. 2005.Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab,M. Quraish.2012.Al-Lubab Makna, Tujuan dan Pelajaran dari
surah-surah Al-Qur’an. Tanggerang: Lentera Hari.
Winarno. 2008. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara.
PROFIL PENULIS
NAMA :
Nafisah Nurul Imaniyah
NAMA ORANG TUA
-BAPAK : Imronnudin
-IBU : Nur Fadhilah
TTL :
Pekalongan, 21 April 1996
ALAMAT :
Sampih, Wonopringgo, PKL
RIWAYAT PENDIDIKAN
-TK : RA Muslimat
Wonorejo
-SD : MIS Wonorejo
-SMP : MTS Gondang
Wonopringgo
-SMA : MAS Simbangkulon
Buaran
-S1 : IAIN PEKALONGAN
(Semester 4)
[2]Winarno,Paradigma Baru
Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Bumi Aksara 2008) hlm 48.
[3]http://edukasihary.blogspot.co.id/2010/11/hakikat-persamaan-derajat-manusia.html//
diakses pada hari selasa, 03 Mei 2017, pukul 20.00 WIB.
[4] Ahmad Mustafa Al-Maragi,
Tafsir Al-Maragi, (Semarang: CV. Toha
Putra Semarang, 1993), hlm. 236-238.
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera
Hati, 2005), hlm. 260-261.
[6] M. Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuandan Pelajaran dari
surah-surah Al-Qur’an, (Tanggerang: Lentera Hari, 2012), hlm. 48-49.
[7] Muhammad Nasib
Ar-Rifa’i, Tafsir Ibnu Katsir,
(Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm. 437-440
[8] Imam Jalaludidin
Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemah
Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2010), hlm. 895
Tidak ada komentar:
Posting Komentar