KETERAMPILAN DASAR
MENGAJAR
“USWAH”
Muhammad Son Haj
202 1115 084
Kelas F
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN
ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI
(IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur kehadirat Allāh SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan
karunia–Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan KOMPETENSI
DASAR MENGAJAR dengan sub–tema USWAH ini dengan baik.
Shalawat serta
salam selalu tercurah kepada Rasūlullāh SAW beserta keluarga, shahabat,
tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para pengikutnya yang selalu setia kepada Al
Qur’an dan Al Hadits (Sunnah) sampai akhir zaman. Aamiin.
Penulis juga
menyadari bahwa dalam menyelesaikan penulisan makalah ini bukan hanya karena
usaha keras dari penulis sendiri, akan tetapi karena adanya dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin berterima kasih kepada :
1. Bpk. Dr. H. Ade Dedi Rohayana, M.Ag.,
selaku Rektor IAIN Pekalongan
2. Bpk. Dr. M. Sugeng Sholehuddin, M.Ag.,
selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Bpk. M. Yasin Abidin, M.Ag., selaku
Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Bpk. Muhammad Hufron, M.S.I., selaku
Dosen Pengampu Matakuliah Strategi Belajar Mengajar
5. Orang Tua (Bapak dan Ibu) yang sudah
mendukung saya dalam mengikuti perkuliahan di IAIN Pekalongan
6. Serta semua pihak yang membantu penulis
menyelesaikan makalah ini
Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan makalah
ini. Oleh karena itu, penulis minta maaf kepada semua pihak yang merasa kurang
berkenan. Namun demikian, penulis selalu berusaha untuk memberikan yang
terbaik. Kiranya makalah ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang
membacanya. Terima kasih
Pekalongan, 26 Dzulhijjah 1438 H
MUHAMMAD SON HAJI
NIM. 202 1115 084
BAB I
PENDAHULUAN
A. Tema
Kompetensi Dasar Mengajar
B. Sub Tema
Uswah
C. Arti Penting untuk dikaji
Uswah atau Iswah merupakan
hal yang harus ada dalam guru, karena guru adalah cerminan siswa kedepannya. Uswah atau iswah yang baik dan patut untuk dicontoh adalah dari Nabi Muhammad
SAW, karena beliau mengajarkan semuanya, mulai dari bangun tidur hingga tidur
lagi.
Bahkan saat menjadi pendidik, kita juga harus
mencontoh kepribadian Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pendidik. Seluruh
metode pembelajaran telah diterapkan oleh Rasūlullāh SAW. Rasūlullāh SAW juga
sering mendoakan shahabatnya (muridnya) dihadapannya maupun dibelakangnya.
Patut bagi seorang pendidik (sekarang maupun masa
yang akan datang) untuk tetap mencontoh kepribadian dari Rasūlullāh SAW sebagai
uswah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Uswah
Dalam
kamus Arab Indonesia, kata uswah diartikan
sebagai teladan.[1]
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teladan (uswah) adalah sesuatu
yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh (baik dalam perkataan, perbuatan,
perlakuan dan sikap)[2].
Kata
uswah ada juga yang membacanya iswah atau suri tauladan digunakan untuk
menunjukkan sifat dan juga kepribadian seseorang.[3]
Didalam al Qur’an, kata uswah menunjuk
kepada dua utusan Allāh SWT, yaitu Nabi Ibrahim ‘alayhissalaam[4]
dan Muhammad Shallallahu ‘Alayhi
Wasallam[5]
yang kedua Nabi tersebut dijadikan tauladan untuk generasi sesudahnya.
Dari
kata dasar teladan itu muncullah kata keteladanan, yaitu hal–hal yang dapat
ditiru. Maksudnya adalah menjadikan dirinya sebagai contoh nyata yang dapat
ditiru anak, karena keteladanan merupakan metode pendidikan yang secara luas
diakui sebagai metode yang efektif untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku
anak.[6]
Dari
pengertian diatas, uswah atau iswah adalah keteladanan yang meluas.
Maksudnya kalau anda mengambil kebaikan dari seseorang maka anda akan menjadi
teladan. Kalau keteladanan yang bersifatnya terbatas disebut dengan qudwah.
B. Guru sebagai Uswah
Guru merupakan model yang mampu memberikan contoh
atau teladan yang baik kepada siswa agar berperilaku sesuai dengan norma yang
berlaku di dunia pendidikan.[7]
Guru adalah faktor yang sangat dominan dalam pendidikan formal pada umumnya,
karena bagi siswa, seorang guru khususnya guru PAI sering dijadikan tokoh
teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Oleh sebab itu, guru PAI
memiliki perilaku dan kemampuan yang memadai untuk mengembangkan siswanya
secara utuh. Untuk melaksanakan tugasnya secara baik sesuai dengan profesi yang
dimilikinya.[8]
Pemberian contoh teladan yang baik (uswatun hasanah) terhadap anak didik,
terutama anak–anak yang belum mampu berfikir kritis akan banyak mempengaruhi
pola tingkah laku mereka dalam perbuatan sehari–hari atau dalam mengerjakan
suatu tugas pekerjaan yang sulit. Guru sebagai pembawa dan pengamal nilai–nilai
agama, kultur dan ilmu pengetahuan akan memperoleh keaktifan dalam mendidik
anak bila menerapkan contoh yang baik, terutama dalam pendidikan akhlaq dan
agama serta mental anak didik.[9]
C. Kriteria Guru Teladan
Menjadi
guru teladan merupakan suatu proses pembelajaran seorang guru untuk mendapatkan
kesempurnaan dan keridhaan Allāh SWT dalam ilmu yang dimiliki. Secara sederhana
menjadi guru teladan adalah kemampuan seorang guru dalam mendapatkan sumber
ilmu yang diajarkan dengan cara memberdayakan diri agar mendapatkan kebaikan
dari sisi Allāh SWT, yaitu seorang guru mampu meningkatkan kemampuan fungsi
panca indra dan otak bersinergi dalam kemampuan intuisi dan hatinya[10].
Kriteria–kriteria
seorang pendidik teladan menurut Al Qur’an dan Sunnah Rasūlullāh SAW adalah
sebagai berikut :
1. Ketaqwaan,
2. Selalu mendoakan anak,
3. Lemah lembut dalam bermuammalah dengan
anak,
4. Lemah lembut dan menjauhi sifat kasar
dalam bermuammalah,
5. Berhati penyayang,
6. Pemaaf dan tenang,
7. Menjauhi sikap marah.[11]
Dapat
disimpulkan bahwa kriteria utama dari seorang guru adalah dengan ketaqwaannya
kepada Allāh SWT membuat peserta didik untuk mencontohnya, artinya peserta
didik tertanam rasa cinta kepada Allāh SWT melalui gurunya sehingga dengan itu
peserta didik menjadi lebih dekat kepada Allāh SWT.
D.
Pentingnya Keteladanan Guru
Teladan
yang baik dan shalih termasuk hal terpenting yang memiliki pengaruh pada jiwa.
Keteladanan sangat berpengaruh terhadap penyiapan anak sebagai makhluk pribadi
dan masyarakat (sosial). Karena orang tua (guru) adalah contoh paling tinggi
dan paling dekat bagi anak, keteladanan yang ditunjukkan oleh orang tua baik
akhlaqnya, perilakunya, baik sengaja maupun tidak sengaja, bila orang tua benar
perkataannya maupun perbuatan, anak akan tumbuh dengan prinsip–prinsip
keteladanan orang tua yang tertancap dalam pemikirannya.[12]
Keteladanan
merupakan sebuah keniscayaan dalam perkembangan hidup manusia, lebih–lebih jika
berbicara tentang dunia pendidikan. Orang yang ingkar terhadapa keteladanan
berarti dia meneladani syaithan. Orang yang menganut keteladanan tentu akan
paham bahwa keteladanan utama ada pada Nabi Muhammad SAW sebagai teladan
manusia. Meneladani Nabi merupakan satu–satunya jalan yang menghantarkan
seorang pendidik pada jalur pencerahan.
Oleh
karena itu, sebagai individu yang berkecimpung dalam dunia pendidikan guru
harus memiliki keteladanan yang mencerminkan seorang guru. Namun tuntutan akan
keteladanan sebagai guru kadang–kadang dirasakan lebih berat dibandingkan
profesi lainnya. Sebagaimana ungkapan yang sering dikemukakan bahwa, “Guru digugu lan ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan–pesan yang
disampaikan guru bisa dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidup dalam tingkah
lakunya bisa diteladani.[13]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Uswah atau iswah adalah keteladanan yang meluas.
Maksudnya kalau anda mengambil kebaikan dari seseorang maka anda akan menjadi
teladan. Kalau keteladanan yang bersifatnya terbatas disebut dengan qudwah.
Pemberian contoh teladan yang baik (uswatun
hasanah) terhadap anak didik, terutama anak–anak yang belum mampu berfikir
kritis akan banyak mempengaruhi pola tingkah laku mereka dalam perbuatan
sehari–hari atau dalam mengerjakan suatu tugas pekerjaan yang sulit. Guru
sebagai pembawa dan pengamal nilai–nilai agama, kultur dan ilmu pengetahuan
akan memperoleh keaktifan dalam mendidik anak bila menerapkan contoh yang baik,
terutama dalam pendidikan akhlaq dan agama serta mental anak didik.
Kriteria utama
dari seorang guru adalah dengan ketaqwaannya kepada Allāh SWT membuat peserta
didik untuk mencontohnya, artinya peserta didik tertanam rasa cinta kepada Allāh
SWT melalui gurunya sehingga dengan itu peserta didik menjadi lebih dekat
kepada Allāh SWT.
Keteladanan
merupakan sebuah keniscayaan dalam perkembangan hidup manusia, lebih–lebih jika
berbicara tentang dunia pendidikan. Orang yang ingkar terhadapa keteladanan
berarti dia meneladani syaithan. Orang yang menganut keteladanan tentu akan
paham bahwa keteladanan utama ada pada Nabi Muhammad SAW sebagai teladan
manusia. Meneladani Nabi merupakan satu–satunya jalan yang menghantarkan
seorang pendidik pada jalur pencerahan.
al_Maghribi,
al Maghribi bin as Said. 2004. Kaifa
Turabbi Waladan penj., Zaenal Abidin. Jakarta: Darul Haq
Arifin, M.
1996. Ilmu Pendidikan Cet. 4. Jakarta:
Bumi Aksara
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Kamus
Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Djamarah,
Syaeful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik
dalam Interaktif Edukatif. Jakarta: Renika Cipta
Jihad, Asep
dan Suyanto. 2013. Menjadi Guru
Profesional. Semarang: Erlangga
Mahmud dkk.
2013. Pendidikan Agama dalam Keluarga. Jakarta:
Akademika
Mulyasa, E.
2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi
Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Najieh, Ahmad.
2010. Kamus Arab Indonesia. Surakarta:
Insan Kamil
Ramly, Amir
Tengku. 2006. Menjadi Guru Bintang Cet.
1. Bekasi: Pustaka Inti
Shihab,
Quraish. 2009. Tafsir al Misbah: Pesan
Kesan dan Keserasian Al Qur’an Volume 14. Jakarta: Lentera Hati
Suraji, Imam.
2011. Prinsip–Prinsip Pendidikan Anak
dalam Perspektif Al_Qur’an dan Hadits. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press
DATA MAHASISWA
A. Data Diri
Nama Lengkap : Muhammad “Abdullah” Son Haji
Tempat, Tanggal Lahir : Pekalongan, 27
Ramadhan 1415 H
Agama : Islām
Jenis Kelamin : Laki–Laki
Kebangsaan : Indonesia
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Jlamprang, Krapyak Lor Gg. 2 No. 39
Rt.5, Rw.2, Kec. Pekalongan Utara
No Hp : +62 856–0111–1388
Email / Facebook : emailsehat100persen@gmail.com
B. Riwayat Pendidikan
TK/RA : RA Masyithoh 13 1999–2001
SD/MI/Sederajat : MSI 11 Nurul Islām 2001–2007
SMP/MTs/Sederajat : MTs Nurul Islam 2007–2010
SMK/SMA/MA/Sederajat : Kejar Paket C “Sumber Ilmu” 2012–2015
Perguruan Tinggi : STAIN/IAIN Pekalongan 2015–sekarang
[1] Ahmad Najieh, Kamus Arab
Indonesia, (Surakarta: Insan Kamil, 2010), hlm.14
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008), hlm.1424
[3] Quraish Shihab, Tafsir al
Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an Volume 14, (Jakarta: Lentera
Hati, 2009), hlm.163
[4] QS. Al Mumtahanah (060) ayat 4
[5] QS. Al Ahzab (033) ayat 21
[6] Imam Suraji, Prinsip–Prinsip Pendidikan Anak dalam
Perspektif Al Qur’an dan Hadits, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press,
2011), hlm.195–196
[7] Suyanto dan Asep Jihad, Menjadi
Guru Profesional, (Semarang: Erlangga, 2013), hlm.2
[8] Syaeful Bahri Djamarah, Guru
dan Anak Didik dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta: Renika Cipta, 2000),
hlm.30
[9] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Cet. 4, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1996), hlm.212
[10] Amir Tengku Ramly, Menjadi
Guru Bintang Cet. I, (Bekasi: Pustaka Inti, 2006), hlm.117
[11] Al Maghribi bin as Said al Maghribi, Kaifa Turabbi Waladan penj., Zaenal Abidin, (Jakarta: Darul Haq,
2004), hlm.154
[12] Mahmud dkk, Pendidikan Agama
dalam Keluarga, (Jakarta: Akademika, 2013), hlm.161
[13] E. Mulyasa, Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008),
hlm.175
Tidak ada komentar:
Posting Komentar