Tafsir
Tarbawi
ADAB
MASUK RUMAH
“WAKTU TEPAT IJIN UNTUK MASUK RUMAH”
“WAKTU TEPAT IJIN UNTUK MASUK RUMAH”
Qory’ Ikrima
Kelas: G
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI
(STAIN) PEKALONGAN
2016
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT.,
yang telah melimpahkan
taufiq, hidayah dan
inayah-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “WAKTU TEPAT IJIN UNTUK MASUK RUMAH”
Shalawat dan
salam senantiasa tercurah
kepada Nabi Muhammad
SAW., sahabatnya, keluarganya,
serta segala umatnya
hingga yaumil akhir.
Makalah ini
disusun guna menambah
wawasan pengetahuan terkait
tidur dalam pandangan
sains dan Islam.
Makalah ini disajikan
sebagai bahan materi
dalam diskusi mata
kuliah Tafsir Tarbawi II STAIN
Pekalongan.
Penulis menyadari
bahwa kemampuan dalam
penulisan makalah ini
jauh dari kata
sempurna. Penulis sudah
berusaha dan mencoba
mengembangkan dari beberapa
referensi mengenai sumber
materi yang saling
berkaitan. Apabila dalam
penulisan makalah ini
ada kekurangan dan kesalahan
baik dalam penulisan
dan pembahasannya maka
penulis dengan senang
hati menerima kritik
dan saran dari
pembaca.
Akhir kata,
semoga makalah yang
sederhana ini dapat
bermanfaat bagi penulis
dan pembaca yang
budiman. Amin yaa
robbal ‘alamin.
Pekalongan,
21 Maret 2016
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
Allah
telah memberikan kabar gembira kepada Mu’min bahwa dia akan mengokohkan mereka
di muka bumi dan menjadikan mereka merasa aman setelah merasa takut. Dalam
ayat-ayat ini, Allah menyuruh mereka mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat,
sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Dia limpahkan kepada mereka dan
santunan kepada para hamba-Nya yang fakir, sebagaimana Dia telah berbuat baik
kepada mereka dengan memuliakan mereka setelah hina dan menguatkan mereka setelah
lemah. Selanjutnya Allah menegaskan, tidak mustahil Dia akan memenuhi janji-Nya
yang dahulu, sekalipun musuh mereka berjumlah banyak dan memiliki perlengkapan
yang besar. Sesudah itu, Allah menerangkan bahwa kesudahan mereka adalah
neraka, tempat yang paling buruk.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Q.S An-Nur
58-60
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ãNä3RÉø«tGó¡uÏ9 tûïÏ%©!$# ôMs3n=tB óOä3ãZ»yJ÷r& tûïÏ%©!$#ur óOs9 (#qäóè=ö7t zNè=çtø:$# óOä3ZÏB y]»n=rO ;Nº§tB 4 `ÏiB È@ö7s% Ío4qn=|¹ Ìôfxÿø9$# tûüÏnur tbqãèÒs? Nä3t/$uÏO z`ÏiB ÍouÎg©à9$# .`ÏBur Ï÷èt/ Ío4qn=|¹ Ïä!$t±Ïèø9$# 4 ß]»n=rO ;Nºuöqtã öNä3©9 4 [øs9 ö/ä3øn=tæ wur öNÎgøn=tæ 7y$uZã_ £`èdy÷èt/ 4 cqèùº§qsÛ /ä3øn=tæ öNà6àÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ 4 y7Ï9ºxx. ßûÎiüt7ã ª!$# ãNä3s9 ÏM»tFy$# 3 ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÅ3ym ÇÎÑÈ #sÎ)ur x÷n=t/ ã@»xÿôÛF{$# ãNä3ZÏB zOè=ßsø9$# (#qçRÉø«tFó¡uù=sù $yJ2 tbxø«tGó$# úïÏ%©!$# `ÏB öNÎgÎ=ö6s% 4 Ï9ºxx. ßûÎiüt7ã ª!$# öNà6s9 ¾ÏmÏG»t#uä 3 ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÎÒÈ ßÏãºuqs)ø9$#ur z`ÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# ÓÉL»©9$# w tbqã_öt %[n%s3ÏR }§øn=sù ÆÎgøn=tæ îy$oYã_ br& Æ÷èÒt Æßgt/$uÏO uöxî ¤M»y_Îhy9tFãB 7puZÌÎ/ ( br&ur ÆøÿÏÿ÷ètFó¡o ×öyz Æßg©9 3 ª!$#ur ììÏJy ÒOÎ=tæ ÇÏÉÈ
Artinya
:
58. Hai
orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu
miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada
kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu
menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'.
(Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas
mereka selain dari (tiga waktu) itu. mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada
keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan
ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
59. dan apabila
anak-anakmu telah sampai umur balig, Maka hendaklah mereka meminta izin,
seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah
menjelaskan ayat-ayat-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
60. dan
perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang
tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka
dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik
bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana.
B.
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan
sebab turunnya ayat ini ialah bahwa Rosulullah Saw mengutus seorang khadam dari
kaum Anshar bernama Mudlaj pada waktu tengah hari, kepada Umar ra ketika itu,
Umar sedang tidur. Lalu khadam tersebut mengetuk pintu dan terus masuk, tetapi
sebagian dari auratnya tampak oleh khadam. Maka Umar berkata : “sungguh aku
ingin jika Allah Ta’ala melarang para bapak, anak dan khadam kita untuk masuk
masuk kepada kita pada saat seperti ini, kecuali dengan meminta izin.” Kemudian
Umar dan khadam itu berangkat kepada Rosulullah saw dan menemukan ayat ini
telah diturunkan. Maka dia tersungkur bersujud. Ini adalah salah satu
persesuaian pendapat Umar ra dengan wahyu.
Suatu
pendapat mengatakan, bahwa sebab turunnya ayat ini adalah apa yang diriwayatkan
tentang seorang budak dewasa milik Asma binti Abu Mursyid masuk ke kamarnya
pada waktu yang ia tidak suka budak itu masuk. Maka Asma mendatangi Rosulullah
Saw seraya berkata : “sesungguhnya para khadam dan budak kami masuk ke kamar
kami pada keadaan yang kami tidak menyukainya.” Maka ayat ini turun. [1]
C.
Penjelasan
Ayat
Dalam
ayat-ayat terdahulu Allah swt melarang orang-orang ajnabiy memasuki
rumah orang lain kecuali setelah meminta izin dan mengucapkan salam kepada
pemiliknya dan menjelaskan bahwa cara seperti itu mengandung hikmah yang
teramat baik. Kemudian, jika mereka tidak mendapati seorang pun dirumah itu,
hendaklah mereka pulang karena tata krama yang demikian itu memberikan pegaruh
yang besar terhadap kehidupan masyarakat islami, dengan jalan memelihara
kesopanan umum, mencegah terjadinya desas-desus dan memelihara kehormatan
secara keturunan.
Dalam
ayat ini Allah mengecualikan sebagian kerabat untuk memasuki tempat sebagian
yang lain, dan budak-budak untuk memasuki tempat para tuannya. Kemudian
menjelaskan bahwa permintaan izin tidak dilakukan diseluruh waktu, tetapi pada
tiga waktu yang ketika itu tuan rumah biasanya menanggalkan pakaiannya, karena
pada waktu itu seseorang tidak mendapat beban disamping kurang perhatian untuk
menjaga auratnya. Selanjutnya, Allah menjelaskan bahwa para wanita yang sudah
lanjut usia dan tidak mempuyai keinginan untuk kawin lagi tidak berdosa untuk
tidak menutup auratnya jika tidak mengenakan perhiasan, tetapi hendaklah mereka
berusaha semampu mungkin untuk mensucikan dirinya.[1]
kepada Allah
supaya menoleh lagi kepada sopan santun dalam rumah tangganya sendiri. Rumah
tangga seorang mu’min adalah tempat dia istirahat, bahkan tempat dia
menggembleng kehidupan beragama, kehidupan yang beriman. Sebab itu dia mesti
teratur menurut aturan Nabi Muhammad. Rumah tangga adalah benteng tempat
mempertahankan budi dan harga diri. Rumah tangganya orang yang beriman bukanlah
rumah tangga yang kucar kacir.
Sekali
lintas orang sudah dapat melihat cahaya iman memancar dari dalam rumah itu.
Disana dapat dilihat kedaulatan ayah sebagai nahkoda dan ibu sebagai juru batu
dan anak-anak sebagai anggota atau awak kapal yang setia. Di dalam ayat ini
diakui dan dijaga kehormatan kepala-kepala rumah tangga itu. Dahulu diterangkan
sopan santun orang lain akan masuk rumah. Sekarang diterangkan lagi sopan
santun isi rumah di dalam rumahnya adalah tiga waktu, yaitu sebelum sembahyang
subuh dan siang sehabis tergelincir matahari waktu zuhur dan selesai sembahyang
isya tiga waktu yang wajib disaktikan, demi kehormatan ibu bapak atau anggota
rumah tangga yang lain. Pada waktu sedemikian itu maka setiap hamba sahaya atau
khadam, bujang-bujang, orang-orang gajian atau pesuruh rumah tangga dan
anak-anak yang belum dewasa dalam rumah itu sendiri, baik anak tuan rumah atau
cucunya atau anak-anak yang lain yang dipelihara didalam rumah itu meminta izin
terlebih dahulu jika hendak menemui tuan dan nyonya rumah.
Adapun
diluar ketiga saat itu (sesaat sebelum subuh, waktu “qailulah”, yaitu istirahat
siang dan sehabis isya), maka kanak-kanak dibawah umur dan pembantu rumah
tangga tidaklah dimestikan meminta izin tetapi dalam ayat 59 dijelaskan, bahwa
anak-anak yang tealah dewasa meskipun anak-anak kita sendiri misalnya yang
telah menikah dan berumah tangga sendiri pula, hendaklah dia meminta izin
sebagaimana meminta izinnya orang-orang yang lain, apabila dia akan menemui
pemudi-pemudi rumah tangga itu.
Kemudian,
pada ayat 60 dijelaskan lagi tentang perempuan yang tidak diharap nikah lagi,
yang disebut Qawa’id perempuan yang telah duduk tidak haidh lagi,
artinya tidak ada lagi tarikan kelamin karena telah padam nyalanya. Tidak
tergiur lagi nafsu syahwat apabila laki-laki
memandangnya dan dia sendiri pun tidak ingat lagi akan hal itu, maka mereka
tidaklah mengapa jika berpakaian lengkap, artinya tidak mengapa jika ditanggali
pakaian luarnya untuk menutupi tarikan tubuhnya.[2]
Pada
ketiga kondisi tersebut juga pelajar-pelajar atau anak-anak itu tidak
dibolehkan memasuki rumah atau kamar tempat beristirahat kecuali sesudah
meminta izin terlebih dahulu. Menurut keterangan Sa’id bin Musaiyyab ayat ini
telah di-nasakh-kan, sehingga orang-orang tersebut tidak perlu lagi minta
izin masuk ke dalam rumahnya. Kalau ayat ini tidak di-nasakh-kan maka
katanya perintah itu hukumnya sunnah dan tidak wajib. Jika tidak dibolehkan
seseorang membuka auratnya walaupun dalam keadaan khalwat, jika tidak
ada keperluan untuk mebukanya, seperti terlalu panas, atau takut kainnya akan
berlumur dengan barang-barang kotor seperti ketika dia sedang menyapu. Kata
sebagian ulama, wajib meminta izin masuk jika rumah itu mempunyai penjaga. [3]
Dengan
demikian, pelayan dan anak-anak dilarang menerobos masuk ke kamar pada ketiga
kondisi tersebut karena khawatir sang ayah sedang bercampur dengan istrinya,
tau melakukan hal yang semacamnya. Karena itu, Allah swt berfirman, “itulah
tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak pula atas mereka selain dari
ini.” Yakni, jika mereka menemui suami istri pada selain ketiga kondisi di
atas, maka tidak ada dosa bagimu menempatkan mereka bersamamu dan tidak ada
dosa atas mereka jika melihat sesuatu lantaran mereka dibolehkan menerobos
untuk masuk dan karena mereka “melayani kamu” dan melakukan pekerjaan lainnya.
Perilaku para pelayan itu dimaafkan. Namun, tidak dimaafkan bagi orang selain
mereka.[4]
D.
Aplikasi dalam
kehidupan
Hendaknya kita
bertamu harus memperhatikan etika dan adab berikut ini :
1. Memilih Waktu Berkunjung
Hendaknya
bagi orang yang ingin bertamu memilih waktu yang tepat untuk bertamu. Karena
waktu yang kurang tepat terkadang bisa menimbulkan perasaan yang kurang enak
bagi tuan rumah bahkan terkadang mengganggunya. Dikatakan oleh sahabat Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu :
“Rasulullah tidak pernah
mengetuk pintu pada keluarganya pada waktu malam. Beliau biasanya datang kepada
mereka pada waktu pagi atau sore.” (HR. al-Bukhari no. 1706 dan Muslim
no. 1928)
2. Meminta Izin kepada
Tuan Rumah
Hal ini merupakan
pengamalan dari perintah Allah subhanahu wa ta’ala di dalam firman-Nya:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä
w
(#qè=äzôs? $·?qãç/
uöxî
öNà6Ï?qãç/ 4_®Lym
(#qÝ¡ÎSù'tGó¡n@ (#qßJÏk=|¡è@ur
#n?tã
$ygÎ=÷dr& 4 öNä3Ï9ºs
×öyz
öNä3©9
öNä3ª=yès9
crã©.xs? ÇËÐÈ
“Wahai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin
dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu agar
kamu selalu ingat.” (An-Nur: 27)
Di antara
hikmah yang terkandung di dalam permintaan izin adalah untuk menjaga pandangan
mata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Meminta izin itu dijadikan
suatu kewajiban karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR. al-Bukhari
no.5887 dan Muslim no. 2156 dari
sahabat Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu)
Rumah itu
seperti penutup aurat bagi segala sesuatu yang ada di dalamnya sebagaimana
pakaian sebagai penutup aurat bagi tubuh. Jika seorang tamu meminta izin
terlebih dahulu kepada penghuni rumah, maka ada kesempatan bagi penghuni rumah
untuk mempersiapkan kondisi di dalam rumahnya. Di antara mudharat yang timbul
jika seseorang tidak minta izin kepada penghuni rumah adalah bahwa hal itu akan
menimbulkan kecurigaan dari tuan rumah, bahkan bisa-bisa dia dituduh sebagai
pencuri, perampok, atau yang semisalnya, karena masuk rumah orang lain secara
diam-diam merupakan tanda kejelekan. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa
ta’ala melarang kaum mukminin untuk memasuki rumah orang lain tanpa seizin
penghuninya. (Lihat Taisirul Karimir Rahman)
4. Menyebutkan
Keperluannya
Di antara
adab seorang tamu adalah menyebutkan urusan atau keperluan dia kepada tuan
rumah supaya tuan rumah lebih perhatian dan menyiapkan diri ke arah tujuan
kunjungan tersebut, serta dapat mempertimbangkan dengan waktu dan keperluannya
sendiri. Hal ini sebagaimana kisah para malaikat yang bertamu kepada Nabi
Ibrahim ‘alaihis salaam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
(yang artinya):
“Ibrahim bertanya, “Apakah
urusanmu wahai para utusan?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami diutus kepada
kaum yang berdosa.” (Adz-Dzariyat: 32)
5. Memintakan izin untuk
tamu yang tidak diundang.
Jika bertamu
dalam rangka memenuhi undangan, namun ada orang lain yang tidak diundang ikut
bersamanya, maka hendaknya mengabarkan kepada tuan rumah dan memintakan izin
untuknya. Hal ini pernah dialami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sebagaimana kisah sahabat Abu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
“Di kalangan kaum Anshar ada
seseorang yang dikenal dengan panggilan Abu Syu’aib. Dia mempunyai seorang
budak penjual daging. Abu Syu’aib berkata kepadanya, “Buatlah makanan untukku,
aku akan mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama
empat orang lainnya. Maka dia pun mengundang Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersama empat orang lainnya. Ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam datang bersama 4 orang lainnya, ternyata ada seorang lagi
yang mengikuti mereka, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya anda mengundang kami berlima, dan orang ini telah mengikuti kami,
jikalau anda berkenan anda dapat mengizinkannya dan jika tidak anda dapat
menolaknya.” Maka Abu Syu’aib berkata, “Ya, saya mengizinkannya.” (HR.
al-Bukhari no. 5118 dan Muslim no. 2036)
6. Tidak Memberatkan
Tuan Rumah dan Segera Kembali ketika Urusannya Selesai.
Bagi seorang
tamu hendaknya berusaha tidak membuat repot atau menyusahkan tuan rumah dan
segera kembali ketika urusannya selesai. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
(yang artinya):
“…tetapi jika kalian diundang
maka masuklah, dan bila telah selesai makan kembalilah tanpa memperbanyak
percakapan…” (Al-Ahzab: 53)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
“Jamuan tamu itu tiga hari
dan perjamuannya (yang wajib) satu hari satu malam. Tidak halal bagi seorang
muslim untuk tinggal di tempat saudaranya hingga menyebabkan saudaranya itu
terjatuh dalam perbuatan dosa. Para sahabat bertanya, “Bagaimana dia bisa
menyebabkan saudaranya terjatuh dalam perbuatan dosa?” Beliau menjawab, “Dia
tinggal di tempat saudaranya, padahal saudaranya tersebut tidak memiliki
sesuatu yang bisa disuguhkan kepadanya.” (HR. Muslim no. 48 dan Abu
Dawud no. 3748 dari sahabat Abu Syuraih al-Khuza’i radhiyallahu ‘anhu)
Disebutkan
oleh para ulama bahwa perjamuan yang wajib dilakukan tuan rumah kepada tamu
hanya satu hari satu malam (24 jam). Jamuan tiga hari berikutnya hukumnya
mustahab (sunnah) dan lebih utama. Adapun jika lebih dari itu maka sebagai
sedekah. Maka dari itu, bagi tamu yang menginap kalau sudah lewat dari tiga
hari hendaknya meminta izin kepada tuan rumah. Kalau tuan rumah mengizinkan
atau menahan dirinya maka tidak mengapa bagi si tamu tetap tinggal, dan jika
sebaliknya maka wajib bagi si tamu untuk pergi. Karena keberadaan si tamu yang
lebih dari tiga hari itu bisa mengakibatkan tuan rumah terjatuh dalam perbuatan
ghibah, atau berniat untuk menyakitinya atau berburuk sangka. (Lihat Syarh
Shahih Muslim)
7. Mendoakan Tuan Rumah
Hendaknya
seorang tamu mendoakan tuan rumah atas jamuan yang dihidangkan kepadanya. Di
antara doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِيْ مَا رَزَقْتَهُمْ
وَاغْفِرْ لَهُمْ وَ ارْحَمْهُمْ
“Ya Allah
berikanlah barakah untuk mereka pada apa yang telah Engkau berikan rizki kepada
mereka, ampunilah mereka, dan rahmatilah mereka.” (HR. Muslim no. 2042 dari
sahabat Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu).
E. Aspek
Tarbawi
1.
Orangtua
hendaknya mendidik anak-anak dan bawahannya agar memperhatikan norma-norma
pergaulan.
2.
Wanita yang
telah masuk umur yang biasanya tidak diminati lagi oleh pria diberi kelonggaran
dalam berpakaian tetapi itu bukan berarti membolehkannya ber-tabarruj
atau memakai pakaian yang menampakan apa yang harus ditutup dari anggota
tubuhnya.
3.
Dalam bertamu
hendaknya memperhatikan tiga waktu yang diperbolehkan.
4.
Memelihara diri
dengan sungguh-sungguh dengan menjaga kesucian diri.
5.
Anjuran kepada
anggota keluarga agar memakai pakaian yang pantas ketika bertemu satu sama
lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Maraghi,
Ahmad Musthafa. 1989. Tafsir Al-Maraghi 18 .Semarang : Toha Putra.
Ar-Rifai, Muhammad
Nasib. 1999. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3. Jakarta : Gema Insani
Press.
Binjai, Syekh
H. Abdul Halim Hasan. 2006. Tafsir Al-Ahkam. Jakarta : Kencana.
Hamka. 1982. Tafsir Al-Azhar Juz XVIII. Jakarta:
PT. Pustaka Panji mas.
BIODATA
Nama
: Qory’ ikrima
NIM
: 2021114256
TTL : Pemalang, 4 Maret 1996
Alamat : Jalan Sumbawa No.4 Desa
Pedurungan barat, kecamatan Taman
Kabupaten Pemalang
Motto : bisa ngga bisa harus bisa,
hadapi yang ada sekarang!
Never give up ;)
[1]Ahmad Musthafa
Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi 18 (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm.229-230.
[2]
Hamka, Tafsir
Al-Azhar Juz XVIII (Jakarta: PT. Pustaka Panji mas, 1982), hlm.226-228.
[3]
Syekh H. Abdul
Halim Hasan Binjai, Tafsir Al-Ahkam (Jakarta: Kencana, 2006) ,
hlm.549.
[4]Muhammad Nasib
Ar-Rifai, Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir Jilid 3 (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hlm. 522.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar