SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
"IMPERIALISME BARAT TERHADAP DUNIA ISLAM"
1.
Nailatul Fauziyah (2014115040)
2.
Eni Maghfiroh (2014115056)
KELAS B
PRODI HUKUM
EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdullilah, puji syukur ke hadirat
Allah Swt. atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Imperialisme
Barat terhadap Dunia Islam” ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam
senantiasa tercurah kepada sebaik-baik manusia, nabi Muhammad Saw.,
keluarganya, dan sahabatnya.
Makalah ini ditunjang dengan adanya
pembahasan yang bertujuan untuk memperlengkap pemahaman makalah sesuai dengan
tema. Semua terjabarkan secara lengkap dan tidak meniggalkan aspek lingkungan
sekitar yang berhubungan dengan makalah yang telah disusun.
Makalah ini tentu tidak terlepas dari
kekurangan dan kesalahan baik isi maupun tulisan. Oleh karena itu, penulis
dengan senang hati menerima saran dan kritik konstruktif dari pembaca guna
penyempurnaan penulisan makalah ini..Akhirnya, kami berharap makalah ini dapat
memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi peningkatan pembelajaran dan
penambahan ilmu pengetahuan untuk mahasiswa yang lain. Amin yaa robbal
‘alamin.
Pekalongan, 16 April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Umat
Islam mengalami puncak kejayaan kedua pada masa tiga kerajaan Besar berkuasa,
yakni Kerajaan Usmani, Safawi, dan Mughal. Namun, seperti pada masa kekuasaan
Islam terdahulu, lambat laun kekuatan Islam menurun. Bersamaan dengan
kemunduran tiga kerajaan tersebut, bangsa Barat mulai menunjukkan usaha
kebangkitannya. Periode kerajaan tersebut (1503-1789) bahkan disebutkan sebagai
periode kejayaan peradaban Islam, setelah sebelumnya mengalami kemunduran pasca
jatuhnya dinasti Abbasiyyah.
Kebangkitan
bangsa Barat bermuara pada semangat keilmuan yang begitu tinggi, yang telah
membawa bangsa Barat menuju peneman-penemuan baru dan penjelajahan samudra,
serta revolusi industri hingga berujung pada imperialisme terhadap
wilayah-wilayah Islam pada khususnya. Perancis menduduki Aljazair pada tahun
1830, dan merebut Aden dari Inggris sembilan tahun kemudian. Tunisia
ditaklukkan pada tahun 1881, Mesir pada tahun 1882, Sudan pada tahun 1889.
Sementara itu, wilayah Islam di Asia Tengah juga tak luput dari penjajahan
Barat. Umat Islam di Asia Tengah menjadi sasaran pendudukan Uni Soviet.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu kiranya
merumuskan masalah sebagai pijakan untuk terfokusnya kajian makalah ini. Adapun
rumusan masalahnya sebagai berikut.
1.
Apa saja kemajuan dunia Barat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi?
2.
Bagaimana
cara Eropa bangkit?
3.
Bagaimana Imperialisme Barat di dunia Islam?
4.
Apa saja
faktor yang menyebabkan kemunduran kerajaan Utsmani?
5. Bagaimana ekspansi Barat ke negeri-negeri Islam?
C. Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang dilakukan melalui studi
literatur/metode kajian pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa referensi
buku atau dari referensi lainnya yang merujuk pada permasalahan yang dibahas.
Langkah-langkah pemecahan masalahnya dimulai dengan menentukan masalah yang akan dibahas dengan melakukan perumusan masalah,
melakukan langkah-langkah pengkajian masalah, penentuan tujuan dan sasaran,
perumusan jawaban permasalahan dari berbagai sumber, dan penyintesisan serta
pengorganisasian jawaban permasalahan.
D. Sitematika Penulisan Makalah
Makalah ini ditulis dalam tiga bagian, meliputi: Bab I,
bagian pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah, perumusan
masalah, metode pemecahan masalah, dan sistematika pnulisan makalah; Bab II,
adalah pembahasan; Bab III, bagian penutup yang terdiri dari simpulan dan
saran-saran.
BAB II
IMPERIALISME BARAT TERHADAP DUNIA ISLAM
A. Kemajuan Dunia Barat dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kemajuan
yang telah dicapai bangsa-bangsa Barat pada periode ini sebenarnya memiliki
kolerasi yang erat dengan perkembangan peradaban dunia Islam, baik ketika Islam
mencapai puncak kemajuannya di Eropa ataupun kemajuan yang dicapai dunia Islam
di Bagdad. Bangsa Barat banyak berutang budi kepada para ilmuan muslim yang telah berhasil
mengambangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Spanyol
(Andalusia) merupakan tempat paling utama bagi bangsa Barat dalam menyerap
peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun
perekonomian dan peradaban antarbangsaa. Bangsa Barat menyaksikan realitas
bahwa ketika Andalusia berada di bawah kekuasaan umat Islam, negeri ini telah
terlalu jauh meninggalkan negara tetangga-tetangganya di Eropa, terutama dalam
bidang pemikiran dan sains di samping perkembangan dan kemajuan bangunan fisik.
Dalam
hal ini pemikiran Ibnu Rusyid atau Averros (1120-1198 M) sangat berpengaruh di
dunia Eropa. Pemikiran ini berhasil melepaskan belenggu pemikiran taklid, dan
mengkritik semua bentuk pemikiran yang tidak rasional. Di antara ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam Islam yang banyak dipelajari oleh ilmuwan Barat
adalah ilmu kedokteran, ilmu sejarah, sosiologi, dan ilmu-ilmu lainnya.
Di
samping ilmu-ilmu terserbut, terdapat ilmu lain yang banyak berpengaruh
terhadap perkembangan dan kemajuan bangsa Barat. Di antaranya ilmu kimia, ilmu
hitung, ilmu tambang (mineralogi), meteorologi, dan sebagainya.[1]
B. Kebangkitan Eropa
Bangsa-bangsa
Eropa menghadapi tantangan yang sangat berat pada awal kebangkitannya.
Dihadapan mereka masih terdapat kekuatan-kekuatan angkatan perang Islam yang
sulit dikalahkan, terutama kerajaan Usmani yang berpusat di Turki. Tidak ada jalan lain, mereka harus
menembus jalan yang sebelumnya hanya dipandang sebagai dinding yang membatasi
gerak mereka.
Mereka
melakukan berbagai penelitian tentang rahasia Islam, berusaha menaklukan lautan
dan menjelajahi dunia yang sebelumnya masih diluputi kegelapan. Setelah
Christopher Colombus menemukan benua Amerika (1492 M) dan Vasco dan Dagama
menemukan jalan ke Timur melalui Cape Towen (1498 M), benua Amerika dan kepulauan
Hindia segera jatuh ke bawah kekuasaan Eropa.
Dalam
bidang perekonomian bangsa-bangsa Eropa pun semakin maju karena daerah-daerah
baru terbuka baginya. Mereka dapat memperoleh kekayaan yang tidak terhingga
untuk meningkatkan kesejahteraan negerinya. Maka, mulailah kemajuan bangsa
Barat menandingi kemajuan umat Islam yang telah sejak lama memang
berangsur-angsur mengalami kemunduran. Kemajuan bangsa Barat itu dipercepat
oleh penemuan dan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Penemuan mesin uap yang kemudian
melahirkan revolusi industri di Eropa semakin memantapkan kemajuan mereka.
Teknologi perkapalan dan militer berkembang dengan pesat. Dengan demikian,
Eropa menjadi penguasa lautan dan bebas melakukan kegiatan ekonomi dan
perdagangan dari dan ke seluruh dunia tanpa mendapat hambatan berarti dari
lawan-lawan dan pesaing-pesaing mereka. Bahkan, satu demi satu negeri Islam
jatuh ke bawah kekuasaannya sebagai negeri taklukan dan jajahan.
Negeri-negeri
Islam yang pertama kali jatuh ke bawah kekuasaan Eropa adalah negeri-negeri
yang jauh dari pusat kekuasaan Kerajaan Usmani, karena kerajaan ini meskipun
terus mengalami kemunduran, ia masih disegani dan dipandang masih cukup kuat
untuk berhadapan dengan kekuatan militer Eropa waktu itu.
C. Imperialisme Barat di Dunia Islam
Kelemahan
dan kemunduran dunia Islam dimanfaatkan oleh bangsa-bangsa Barat untuk bangkit
dan bergerak menuju ke arah negara-negara Islam serta menguasai dan
menjajahnya. Motivasi mereka datang ke negara-negara Islam adalah motivasi
ekonomi, politik, dan agama. Mereka datang dengan dalih untuk berdagang atau
mencari rempah di Timur. Akhirnya, mereka terangsang oleh keuntungan besar dan
ambisi yang kuat, sehingga muncullah keinginan untuk menguasai semua sistem
ekonomi dan politik negara-negara Islam yang dikuasainya.
Pada
saat yang sama, dunia Islam sedang terus dilanda kemunduran dan kelemahan dalam
berbagai bidang, sehingga negara-negara Islam tidak mampu bersaing dengan
bangsa Barat yang didukung oleh kekuatan politik militer yang tangguh. Saat
inilah dunia Islam berada dalam kekuasaan kaum imperialisme Barat.
Dengan
demikian dapat dikatakan, pada saat kelemahan umat Islam seluruh benua Asia
Afrika jatuh ke tangan penjajah bangsa-bangsa Barat. Namun, meskipun berada
dalam tekanan dan penjajahan, umat Islam terus melakukan perlawanan dan
berusaha membebaskan tanah air dan agama mereka dari tekanan penjajah
bangsa-bangsa Barat tersebut. Sebab para penjajah yang datang ke negara-negara
Asia Afrika, selain untuk mengeruk hasil bumi dan keuntungan yang sangat besar,
mereka juga menyebarkan agama Kristen.
Pada
awal abad ke-17, India yang pada saat itu di bawah kekuasaan Mongol Islam,
berada dalam posisi kemajuan dan kemakmuran. Keadaan demikian mengundang bangsa
Eropa yang sedang mengalami kemajuan untuk berdagang ke sana. Pada awal abad
ke-17, Inggris dan Belanda mulai menginjakkan kaki di India. Pada tahun 1611 M,
Inggris mendapat izin menanamkan modal, dan pada tahun 1617 M Belanda
mendapatkan izin yang sama.
Kongsi
dagang Inggris, British East India Company (BEIC) mulai berusaha menguasai
wilayah India bagian timur ketika mereka merasa cukup kuat. Penguasa-penguasa
setempat mencoba mempertahankan kekuasaan, dan berperang melawan Inggris tahun
1761. Namun, mereka tidak berhasil mengalahkan Inggris. Akibatnya,
daerah-daerah Oudh, Bengal, dan Orissa jatuh ke tangan Inggris. Pada tahun 1803
M, Delhi, Ibu kota Kerajaan Mughal juga berada di bawah bayang-bayang kekuasaan
Inggris.[2]
Asia
Tenggara sebagaimana juga India, kekuasaan politik negara-negara Eropa itu
berlanjut terus sampai pertengahan abad ke-20 M, ketika negeri-negeri jajahan
tersebut memerdekakan diri dari dominasi kekuasaan asing. Wilayah Asia Tenggara
yang juga
merupakan negara-negara Islam, tidak terkecuali jatuh dalam kekuasaan
bangsa-bangsa Eropa yang selama beberapa waktu menjajahnya.
D. Kemunduran Kerajaan Usmani
Dikarenakan
kemajuan-kemajuan bangsa Eropa terutama dalam teknologi militer dan industri
perang, membuat Kerajaan Utsmani menjadi kecil di hadapan Eropa. Akan tetapi,
nama besar Turki Utsmani masih membuat Eropa Barat segan untuk menyerang atau
mengalahkan wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Islam ini,
termasuk daerah-daerah yang barada di Eropa Timur.
Namun, kekalahan besar Kerajaan Utsmani dalam menghadapi serangan Eropa di
Wina tahun 1683 M membuka mata Barat bahwa Kerajaan Utsmani telah mundur jauh
sekali. Sejak itulah Kerajaan Utsmani berulang kali
mendapat serangan-serangan dari Barat. Ia hanya terpelihara dari keruntuhan
karena kedengkian di antara kerajaan-kerajaan Barat, yang memperebutkan
rampasan perang yang berasal dari Turki.
Sejak kekalahan dalam pertempuran Wina
itu, Kerajaan Utsmani juga menyadari akan kemundurannya dan kemajuan Barat.
Usaha-usaha pembaruan mulai dilaksanakan dengan mengirim duta-duta ke
negara-negara Eropa, terutama prancis, untuk mempelajari suasana kemajuan di
sana dari dekat.[3]
Celebi Mehmed diutus ke Paris tahun 1720
M dan diinstruksikan untuk mengunjungi pabrik-pabrik, benteng-benteng
pertahanan dan institusi-institusi lainnya. Ia kemudian memberi laporan tentang
kemajuan teknik, organisasai angkatan perang modern, dan kemajuan
lembaga-lembaga sosial lainnya. Laporan-laporan itu mendorong Sultan Ahmad III
(1703-1730) untuk memulai pembaruan di kerajaannya. Pada masa kekuasaannya didatangkan
ahli-ahli militer dari Eropa untuk tujuan pembaruan militer dalam Kerajaaan
Utsmani. Pada tahun 1717 M, seorang perwira Prancis De Rochefort, datang ke
Istambul dalam rangka membentuk korp At-Then dan melatih tentara Utsmani dalam
ilmu-ilmu kemiliteran modern. Pada tahun
1729 M, datang lagi Comte de Bonneval, juga dari Prancis, untuk memberi
latihan penggunaan meriam modern. Ia dibantu oleh Macatthydari Irlandia, Ramsay
dari Skotlandia, dan Mornia dari Prancis. Pada tahun 1734 M, untuk pertama
kalinya Sekolah Teknik Militer dibuka.
Usaha pembaruan ini tidak terbatas dalam
bidang militer. Dalam bidang-bidang yang lain pembaruan juga dilaksanakan,
seperti pembukaan pencetakan di Istambul tahun 1727 M, untuk kepentingan
kemajuan ilmu pengetahuan. Demikianlah juga gerakan penerjemahan buku-buku
Eropa ke dalam bahasa Turki. Pembaruan di Turki dilakukan dalam berbagai bidang
untuk meraih kemajuan-kemajuan negara.
Akan tetapi, walaupun demikian,
usaha-usaha pembaruan itu bukan hanya gagal menahan kemunduran Kerajaan Turki
Utsmani yang terus mengalami kemerosotan, tetapi juga tidak membawahasil yang
diharapkan. Penyebab kegagalan itu terutama adalah kelemahan raja-raja Utsmani
karena wewenangnya sudah jauh menurun. Di samping itu, keuangan negara yang
terus mengalami kemerosotan sehingga tidak mampu menunjang usaha pembaruan.
Faktor terpenting lainnya yang membawa kegagalan itu adalah karena ulama dan
tentara Yenisseri yang sejak abad ke-17 M menguasai suasana politik dalam
Kerajaan Utsmani serta menolak usaha pembaruan itu. Dengan demikian, Kerajaan
Utsmani terus mendekati jurang kehancurannya, sementara Barat yang menjadi
ancaman baginya semakin besar dan bertambah maju.
Modernisasai di Turki Utsmani baru mengalami kemajuan setelah
penghalang pembaruan utama, yaitu tentara Yunisseri dibubarkan oleh Sultan
Mahmud II (1807-1839) pada tahun 1826 M. Struktur kekuasaan dirombak,
lembaga-lembaga pendidikan modern didirikan, buku-buku Barat diterjemahkan ke
dalam bahasa Turki, siswa-siswa berbakat dikirim ke Eropa untuk belajar, dan
yang terpenting sekali adalah sekolah-sekolah yang berhubungan dengan
kemiliteran didirikan. Bidang militer inilah yang utama dan pertama mendapat
perhatian. Akan tetapi, meski banyak mendatangkan kemajuan, hasil gerakan
pembaruan tetap tidak berhasil menghentikan gerak maju Barat ke dunia Islam di
abad ke-19 M. Selama abad ke-18 M Barat menyerang ujung garis medan pertempuran
Islam di Eropa Timur, wilayah kekuasaan Kerajaan Utsmani.
Gerakan modernisasi di Turki justru
mengancam kekuasaan para sultan yang absolu, karena para pejuang Turki melihat
bahwa kelemahan Turki terletak pada keabsolutan Sultan itu. Mereka ingin
membatasi kekuasaan Sultan dengan membentuk konstitusi, sehingga lahir gerakan
Tanzimat, Utsmani Muda, Turki Muda, dan Partai persatuan dan Kemajuan (Ittihad
ve Terekki).
Ketika Perang Dunia I meletus, Turki
bergabung dengan Jerman yang kemudian mengalami kekalahan. Akibatnya, kekuasaan
kerajaan Turki Utsmani semakin ambruk. Pada sisi lain, satu demi satu
daerah-daerah di Asia dan Afrika yang sebelumnya dikuasai Turki Utsmani,
melepaskan diri dari pusat kekuasaan Konstantinopel.dari sekian banyakfaktor
yang menyebabkan kemunduran Turki Utsmani itu yang tak kalah pentingnya adalah
timbulnya perasaan nasionalisme pada bangsa-bangsa yang bderada dibawah
kekuasaannya. Bangsa Armenia dan Yunani yang beragama Kristen berpaling ke
Barat, memohon bantuan Barat untuk kemerdekaan tanah airnya. Bangsa Kurdi
pegunungan dan Arab di padang pasir dan lembah-lembah juga bangkit untuk
melepaskan diri dari cengkeraman penguasa Turki Utsmani.
Ketika terjadi Perang Dunia I (1915 M)
Turki Utsmani berada pada pihak yang kalah. Sampai tahun 1919 M, Turki diserbu
tentara Sekutu. Sejak itu kebesaran Turki Utsmani benar-benar tenggelam, bahkan
tidak lama kemudian, kekhalifahannya dihapuskan (1924 M). Semua daerah
kekuasaannya yang luas, baik di Asia maupun Afrika diambil alih oleh
negara-negara Eropa yang menang perang. Perang Dunia itu merupakan babak akhir
proses penaklukan Barat terhadap negeri-negeri Islam. Sejak itu, seakan-akan
tidak ada lagi kerajaan Islam yang betul-betul merdeka.
E. Ekspansi Barat ke Negeri-Negeri Islam
Penetrasi Barat ke pusat dunia Islam di
Timur Tengah pertama-tama dilakukan oleh dua bangsa Eropa terkemuka, Inggris
dan Prancis, yang memang sedang bersaing. Inggris terlebih dulu menanamkan
pengaruhnya di India. Prancis merasa perlu memutuskan hubungan komunikasi
antara Inggris di Barat dan India di Timur. Oleh karena itu, pintu gerbang ke
India, yaitu Mesir, harus berada di bawah kekuasaannya. Untuk maksud tersebut,
Mesir dapat ditaklukan Prancis tahun 1798 M.[4]
Alasan lain Prancis menaklukan Mesir
adalah untuk memasarkan hasil-hasil industrinya. Mesir, disamping mudah
dicapai, juga dapat menjadi sentral aktivitas untuk mendistribusikan
barang-barang ke Turki, Syiria, Hijaz, begitu pula ke Timur Jauh. Di balik itu,
Nopoleon sendiri, sebagai Panglima Ekspedisi Prancis itu memiliki keinginan
untuk mengikuti jejak Alexander the Great dari Macedonia, yang jauh di masa
lalu pernah menguasai Eropa dan Asia sampai ke India. Akan tetapi, kondisi
politik Prancis menghendaki Napoleon meninggalkan Mesir tahun 1799 M. Di Mesir,
Jenderal Kleber menggantikan kedudukan Napoleon. Dalam suatu pertempuran laut
antara Inggris dan Prancis Jenderal Kleber kalah. Jenderal Kleber dan
ekspedisinya meninggalkan Mesir 31 Agustus 1801 M, dan di Mesir terjadi
kekosongan kekuasaan.
Kekosongan itu dimanfaatkan oleh seorang
perwira Turki, Muhammad Ali (1769-1849 M) yang didukung oleh rakyat berhasil
mengambil kekuasaan dan mendirikan dinastinya. Dimulai oleh Muhammad Ali, Mesir
sempat menegakkan kedaulatan dan melakukan beberapa pembaruan. Tetapi pada
tahun 1882 M, negeri ini ditaklukkan oleh Inggris. Persaingan antara Inggris
dan Prancis di Timur Tengah memang sudah lama dan terus berlangsung. Dengan
demikian satu demi satu wilayah-wilayah negara Islam jatuh ke tangan
imperialisme Barat. Keadaan umat Islam yang semakin melemah tersebut seakan
tiada berdaya menghadapi imperialisme Barat yang semakin maju dalam berbagai bidang
khusus di dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi modern.[5]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kemajuan yang telah dicapai bangsa-bangsa Barat
pada periode ini sebenarnya memiliki kolerasi yang erat dengan perkembangan
peradaban dunia Islam, baik ketika Islam mencapai puncak kemajuannya di Eropa
ataupun kemajuan yang dicapai dunia Islam di Bagdad. Bangsa
Barat banyak
berutang budi kepada para ilmuan muslim yang telah berhasil mengambangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Bangsa-bangsa
Eropa menghadapi tantangan yang sangat berat pada awal kebangkitannya.
Dihadapan mereka masih terdapat kekuatan-kekuatan angkatan perang Islam yang
sulit dikalahkan, terutama kerajaan Usmani yang berpusat di Turki. Tidak ada jalan lain, mereka harus
menembus jalan yang sebelumnya hanya dipandang sebagai dinding yang membatasi
gerak mereka.
Kelemahan
dan kemunduran dunia Islam dimanfaatkan oleh bangsa-bangsa Barat untuk bangkit
dan bergerak menuju ke arah negara-negara Islam serta menguasai dan
menjajahnya. Motivasi mereka datang ke negara-negara Islam adalah motivasi
ekonomi, politik, dan agama. Mereka datang dengan dalih untuk berdagang atau
mencari rempah di Timur. Akhirnya, mereka terangsang oleh keuntungan besar dan
ambisi yang kuat, sehingga muncullah keinginan untuk menguasai semua sistem
ekonomi dan politik negara-negara Islam yang dikuasainya.
B. Saran-saran
Dengan
diselesaikannya makalah ini penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan pembaca. Selanjutnya penulis juga mengharapkan kritik dan
saran guna peningkatan kualitas dalam penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Drs. Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta :
Hamzah
S.M. Ikram. 1997. Muslim Civilization in India. London
: Cambridge University Press.
Yatim, Badri. 2004. Sejarah Peradaban Islam.Jakarta
: Raja Grafindo Persada.
Nasution, Harun. 1992. Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta : Bulan
Bintang.
Hitti, Philip K. 1974.
History of the Arabs. London: The Macmillan.
[1] Drs. Samsul Munir Amin, M.A, Sejarah
Peradaban Islam (Jakarta : Hamzah), hlm. 345
[2] S.M. Ikram, Muslim
Civilization in India (London : Cambridge University Press, 1997), hlm.
268. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 176.
[3] Harun Nasution, Pembaharuan
Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm.15.
[4] Philip K. Hitti, History of
the Arabs (London: The Macmillan, 1974), hlm.722.
[5] Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Sejarah
Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2010), hlm.354-359.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar