HAK ASASI
MANUSIA
“HAK KEBEBASAN
BERBANGSA” Q.S. Al-Maidah: 8
OCTAVIYANI 2021115082
Kelas B
FAKLUTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya.
Shalawat serta salam kita curahkan kepada baginda nabi agung Muhammad SAW,
semoga kita semua termaksud umat yang mendapatkan syafaatNya di yaumul akhr
nanti Amin.
Tugas
makalah tentang “HAK KEMERDEKAAN BERBANGSA” guna memenuhi tugas mata kuliah
“TAFSIR TARBAWI II”. Adapaun dalam tugas ini tidak lepas dari bantuan serta
bimbingan dari beberapa pihak, oleh karena itu perkenankan saya untuk
menghaturkan terimakasih kepada baya menyadari bapak Muhammad Ghufron Dimyati,
M.S.I, selaku dosen pengampu mata kuliah TAFSIR TARBAW II. Dan kedua orang tua
saya yang tidak ada hentinya mendoakan dan mendukung saya, serta teman-teman
dari IAIN Pekalongan yang telah membantu saya.
Saya
menyadari bahwa dalam tugas makalah ini
masih banyak kekurangan, oleh karena itu mohon kritik sarannya. Semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi kita semuanya Amin.
Penulis,
26 Februari 2017
Octaviyani
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Q.S. Al-maidah ayat 8, ayat ini membahas tentang memerintahkan
kepada orang mu’min agar melaksanakan amal dan pekerjaan mereka dengan cermat,
jujur dan ikhlas karena Allah SWT, baik perkerjaan yang berkaitan dengan urusan
agama maupun pekerjaan yang berkaitan dengan urusan keduniawian. Karena dengan
itu mereka bisa sukses dan memperoleh hasil ataubalasan yang mereka harapkan.
Dalam persaksian mereka harus adil menerangkan apa yang sebenarnya tanpa
memandang siapa orangnya sekalipun menguntungkan lawan dan merugikan sahabat
maupun kerabat.
B.
Judul Makalah
Maklah ini bejudul “hak kebebasan berbangsa” sesuai dengan judul
yang didapatkan pemakalah
C.
Nash Dan Atri Penting Qur’an Surat Al-Maidah Ayat 8
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا
قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا
تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُون
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu
jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Didalam Q.S. Al-Maidah ayat 8, Allah memerintahkan kepada
orang-orang yang beriman untuk berbuat adil,. Dalam kesaksian agar mereka lebih
bertakwa kepada Allah SWT. Karena hak kemerdekaan berbangsa menyuruh kita agar
berbuat adil dalam situasi apapun. Dalam situasi ini manusia dituntut untuk
berperilaku humanis (memanusiakan manusia).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Didalam UUD 1945, alenia pertama berbunyi”bahwa sesunguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan
diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan
peri keadilan”. Dalam alenia tersebut terkandung suatu pengakuan tentang nilai
“hak kodrat” yaitu yang tersimpul dalam kalimat “bahwa kemerdekan adalah hak
segala bangsa”.
Hak
kodrat adalah hak yang merupakan karunia dari tuhan yang maha esa, yang melekat
pada manusia sebagi makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam pernyataan tersebut
ditegaskan bahwa kemerdekaan adalah segala hak segala “bangsa” bukan hak
individu saja sebagimana negar demokrasi. Bangsa adalah sebagi sesuatu
penjelmaan sifat kodrat manusia sebagi individu dan makhluk sosial.[1]
B.
Tafsir Q.S. Al-Maidah ayat 8
1.
Tafsir
Al- Mishbah
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا
تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ
اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُون
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu
jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat
ini masih meruapakan lanjuatan pesan-pesan ilahi diatas. Al-Biqa’i mengemukakan
bahwa, karena sebelum ini telah diperintahkan untuk berbuat adil terhadap
istri-istri pada awal dan pertengahan surat, sedang ada diantara istri-istri
itu yang non-muslim (ahl al-kitab) karena surat inipun telah mengizinkan untuk
mengawininya, maka adalah sangat sesuai bila izin tersebut disusul dengan
perinntah bertakwa. Karena itu, ayat ini menyeru: Hai orang-orang yang
beriman hendaklah kamu jadi qawwamin yakni orang-orang yang selalu dan
bersungguh-sungguh menjadi pelaksana yang sempurna terhadap tugas-tugas kamu
terhadap wanita dan lain-lainya, dengan menegakkan kebenaran demi karena allah,
serta menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum,mendorong kamu untuk berlaku tidak adil, baik
terhadap keluarga istri kamu yang ahl al-khitab itu, maupun terhadap selain
mereka. Berlaku adillah terhadap siapapun walau atas dirimu sendiri karena
ia yakin adil itu lebih dekat kepada takwa yang sempurna dari pada
selain adil. Dan bertakwalah kepada allah, sesungguhnya allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.[2]
Qs.an-nisa’(4):135
seruapa redaksinaya dengan ayat diatas. Hanya saja disana dinyatakan kunu
qawwamina bil qisth syuhada’a li-illahi. Sedangakan ayat diatas berbunyi
kunu qawwamina li-illahi syuhada’a bil qisth. Perbedaan redaksi boleh jadi
disebabkan karena ayat surat an-nisa’ diatas dikemukakan dalam konteks
ketetapan hukum dalam pengadilan yang disusul dengan pembicaraan tentang kasus
orang muslim yang menuduh seorang yahudi secara tidak sah, selanjutnya
dikemukakan uraian tentang hubungan pria dan wanita, sehigga yang ingin digaris
bawahi oleh ayat itu adalah pentingnyaa keadilan kemudian disusul dengan
kesaksian. Karena itu redaksinya mendahulukan kata al-qisth (adil) baru
kata syuhada (saksi-saksi) adapun pada ayat al-maidah ia ingin
mengingatkan perjanjian-perjanjian dengan allah dan rasullnya sehingga yang
ingin digariis bawahi adalah melaksanakan secara sempurnaseluruh perjajian itu,
dan itulah yang dikandunng oleh kata qawwamina
li-illah. [3]Ada
juga yang berpendapat bahwa surat an-nisa’ dikemukakan dalam konteks kewajiban berlaku adil terhadap diri, kedua
orang tua, dan kerabat, sehigga wajar jika kata al-qisth atau keadilan
yang didahulukan, sedang ayat al-maidah diatas, dikemukakan dalam koteks
permusuhan dan kebencian, sehigga yang perlu lebih dahulu diingatkan adalah
keharusan melaksanakan segala sesuatu
demi karena allah, karena hal ini yang akan lebih mendorong untuk meninggalkan
permusuhan dan kebencian.
Diatas
dinyatakan bahwa adil lebih dekat kepada
takwa. Perlu dicatat bahwa keadilan dapat merupakan kata yang menunjuk
substansi ajaran islam. Jika ada agama yang menjadikan kasih sebagai tuntunan .
tertinggi, islam tidak demikian, kasih dalam kehidupan pribadi apalagi
masyarakat, dapat berdampak buruk. Bukankah jika anda kasih kepada penjahat,
anda tidak akan menghukumnya? Adil adalah menempatkan segala sesuatu padaa
tempatnya. Jika seorang memerlukan kasih, maka dengan berlaku adil anda dapat
mencurahkan kasih kepadanya. Jika seseorang melakakukan pelanggaran dan wajar
mendapatkan sanksi yang berat, maka ketika itu kasih tidak boleh berperan
karena ia dapat menghambat ketetapan hukum. Ketika itu, uang dituntut adalah
adil yakni menjatuhkan hukuman yang setimpal daenagan apa yang sugah diperbuat.
2.
Tafsir
al-maragi
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ
Juga, tegakkanlah kebenaran itu terhadap orang
lain dengan cara menyuruh mereka melakukan yang ma’ruf dan mmencegah
kemungukaran, dalam rangka mencari ridhho allah
شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ
Jadi, keadilan adalah neraca kebenaran. Sebab manakala
terjadi ketidakadilan pada suatu umat, apapun sebabnya, maka akan lrenyap
kepercayaan umum, dan tersebarlah berbagi macam kerusakan dan terpecahlah
segala hubungan dalam masyarakat.
وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ
عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ا
Dan
janganlah permusuhan dan kebencian kamu terhadap suatu kaum mendoroongmu untuk
bersikap tidak adil terhadap mereka. Jadi, terhadap mereka pun kamu harus tetap
memberi kesaksian sesuatu dengan hak yang patut mereka terima apabila mereka
memang patut menerimanya. Juga putusilah mereka sesuai dengan kebenaran.[4]
اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
Kalimat ini merupakan penguat dari kalimat
sebelumnya, karena sangat penting soal keadilan untuk diperhatikan. Bahwa
keadilan itu syatu kewajiban yang harus ditunaikan tanpa pandang bulu. Keadilan
itu lebih dekat kepada takwa dengan Allah.
وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُون
Dan periharalah
dirimu dari murka Allah dan hukuman-nya, karena tak ada sesuatu pun dari amalmu
yang tersembunyi bagi Allah, baik amal lahiriyah maupun batiniyah. Dan
hati-hatilah terhadap balasan Allah terhadapmu, dengan adil, bila kamu
meninggalkan keadilan. Karena, sunnatullah pada makhluk-Nya telah berlaku,
bahwa meninggalkan keadilan, balasanya didunia ialah kehinaan dan kenistaan,
baik itu dilakukan oleh bangsa dan individu, sedang diakhirat kesengsaraan pada
hari hisab.[5]
C.
Implementasi
1.
Kewajiban berwudhu dengan air sebelum melaksanakan sholat dan ijin
bertayammum bagi yang oleh satu dan lain hal tidak dapat menggunakan air
2.
Tayammum diilakukan dengan dua kali pukulan ke tanah atau semacam
tanah dengan memukulkan kedua telapak tangan. Pertama kali untuk mengusap
tangan hingga pergelangan atau menurut pendapat lain hingga kesiku.
3.
Keadilan harus ditengakkan tanpa pilih kasih atau pandang bulu
4.
Nikmat tiadak selalu dalam bentuk perolehan sesuatu yang positif.
Keterhindaran dari bencanapun merupakan nikmat yang besar.[6]
D.
Aspek tarbawi
1.
Memerintahkan orang mu’min
untuk berperilaku humanis (memanusiakan manusia)
2.
Memerintahkan untuk berbuat adil kepada semua umat manusia
3.
Selalu bertakwa kepada Allah SWT
4.
Selalu berperilaku jujur dalam melakukan pekerjaan
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
:
Segala sesuatu
yang pantas dan mutlak untuk didapatkan oleh individu atau kelompok sebagian
anggota warga negara sejak masih berada didalam kandungan. Jadi manusia berhak untuk bebas dalam
berbangsa, telah diatur surat al-maidah ayat 8 yang mempunyai arti Hai orang-orang
yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Saran
:
Makalah
yang saya ketik masih banyak tulisan yang salah, saya selaku pemakalah
mengucapkan kata maaf. Semoga tulisan saya dapat di ambil manfaatnya. Mohon
kritik dan saran dari dosen penganmpu dan tema-teman.
DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi
azra.2003.demokrasi hak azazai manusia dan maasyarakat madani.jakarta:prenada
media
M. Quraish Shihab.2001.tafsir
al-mishbah.ciputat:lentara hati
M.Quraish
Shihab.2012.al-lubab makna tujuan dan pembelajaran surah-surah al-qur’an.tanggerang:lentera
hati
Ahmad
mustafa al-maragi.1987.tafsir al-maragi.semarang; PT. Karya toha putra
semarang
BIOGRAFI PENULIS
Riwayat
Pendidikan:
1.
R.A MASYITOH MENGUNENG WARUNGASEM BATANG
2.
SD NEGERI 01 MENGUNENG WETAN
3.
SMP NEGERI 02 WARUNGASEM BATANG
4.
SMK NEGERI 01 WARUNGASEM BATANG
5.
MASIH MENEMPU PENDIDIKAN DI IAIN PEKALONGAN, FAKLUTAS TARBIYAH DAN
ILMU KEGURUAN (PAI)
[1]Azra azyumardi,demokrasi
hak asasi manusia dan masyarakat madani,jakarta:prenada media,2003,hlm.189
[2] Shihab M.
Quraish,tafsir al-mishbah,ciputat:lentera hati,hlm
[3] Ibid,hlm.
[4] Al-margi ahmad
mustafah,tafsir al-margi,semarang:PT. Karya toha putra semarang1993,hlm.128-129.
[5] Ibid,hlm
130
[6] Shihab M.
Quraish,al-lubab makna tujuan pelajaran dari surah-surah al-quran,tangerang;lentera
hati,2012,hlm.256-257
Tidak ada komentar:
Posting Komentar