PENDIDIKAN KARAKTER-RELIGIUS
“HINDARILAH SIKAP SOMBONG DIMANAPUN“
( QS. Luqman [31] ayat 18 )
Muhamad Fatkhul Aziz (2021115205)
Kelas A
JURUSAN TARBIYAH/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji Syukur
Alhamdulillah tidak lupa penulis panjatkan terhadap kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, serta keridho-Nya dan memberikan
kesehatan jasmani maupun rohani. Sholawat serta salam tidak lupa penulis
panjatkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW yang di tunggu-tunggu syafa’atnya di
Yaumil kiyamah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Tafsir
Tarbawi II yang membahas tentang QS. Luqman ayat 18 tentang Hindari Sikap
Sombong dimanapun.
Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan makalah
ini., oleh karena itu mohon kritik dan
saran untuk menyempurnakannya. Untuk itu dengan kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terimakasih
yang tak terhingga kepada:
1. Orang tua penulis Ayah dan Ibu yang telah
memberi dorongan serta motivasi yang baik kepada penulis
sehingga penulis selalu terdorong dan termotivasi dan dapat menyelesaikan tugas
makalah ini.
2. Bapak Muhammad Hufron, M.S.I selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi II, yang telah memberikan arahan dan
bimbingannya kepada penulis.
3. Semua pihak serta teman-teman seperjuangan
yang turut berpartisipasi dalam membuat makalah ini.
Atas semua bantuan tersebut penulis tidak
mampu untuk membalasnya, kecuali hanya ucapan terima kasih serta do’a semoga
mendapatkan balasan dari Allah SWT. Dan harapannya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pribadi serta bagi yang membacanya.
Pekalongan,
05 April 2017
Muhamad
Fatkhul Aziz
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Allah menciptakan manusia bermacam-macam ada yang tampan ada yang jelek
dan ada juga yang kaya ada pula yang miskin dll, khususnya bagi orang-orang
yang diberi kelebihan berupa wajah tampan dan kekayaan yang melimpah dan kita
kadang-kadang berada dalam bawah kesadaran, oleh karena itu dengan kelebihan
tersebut kita lupa untuk mensyukurinya sehingga yang timbul energi dalam diri
kita adalah siat sombong, yang mana sifat tersebut menunjukkan bahwa tidak ada
yang melebihi diri kita sendiri padahal kita semua tahu bahwa Allahlah yang
maha menguasai dunia dan akhirat.
Sungguh Allah sangat murka terhadap orang-orang yang sombong dan
membanggakan dirinya bahwa dirinya mampu melakukan segalanya, alangkah baiknya
jika kita menahan rasa emosional yang menimbulkan sifat sombong.
B. Tema dan Judul Makalah
Pendidikan Karakter-Religius “ hindarilah sikap sombong dimanapun“
( QS. Luqman [31] ayat 18)
C.
Nash dan Artinya
وَلَا
تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى ٱلْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ ٱللَّهَ
لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. ( QS. Luqman [31] ayat 18)
D.
Arti penting
untuk dikaji
Dalam pembahasan kali ini alasan mengapa ayat ini sangat perlu
untuk dikaji adalah diayat ini berisi tentang Nasihat Luqman kali ini berkaitan
dengan akhlak dan sopan santun berinteraksi dengan sesama manusia. Materi
pelajaran aqidah, beliau selingi dengan materi pelajaran akhlak, bukan saja
agar peserta didik tidak jenuh dengan satu materi, tetapi juga untuk
mengisyaratkan bahwa ajaran akidah dan akhlaq merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat di pisahkan.
Beliau menasihati anaknya dengan berkata: Dan wahai anakku, di
samping butir-butir nasihat yang lalu, janganlah juga engkau berkeras memalingkan
pipimu yakni mukamu dari manusia - siapapun dia – didorong oleh penghinaan dan
kesombongan.
Tetapi tampilah kepada setiap orang dengan wajah berseri penuh
rendah hati. Dan bila engkau melangkah, janganlah berjalan di muka bumi dengan
angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai yakni tidak melimpahkan anugerah kasih sayang-Nya kepada orang
orang yang sombong lagi membanggakan diri.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Teori
Pengertian
Sombong / Takabur
Takabur
secara bahasa artinya sombong atau membanggakan diri. Orang
sombong selalu membanggakan dirinya, sehingga lupa bahwa semua yang dimilikinya
hanyalah karena karunia Allah SWT semata. Dan karunia itu harus disyukuri bukan
untuk dibangga-banggakan kepada orang lain.
Sedangkan
menurut istilah takabur adalah sikap merasa dirinya lebih dari pada orang lain
dan memandang rendah orang lain serta tidak mau taat/ tunduk kepada Allah SWT.
Penyebab sikap takabur : harta, kedudukaan ,ilmu & keturunan.
Sifat takabur
hampir sama dengan sifat ujub. Dimana sifat ujub adalah menganggap kelebihan
yang ada pada dirinya adalah atas usahanya sendiri. Sedangkan sifat takbbur
mengganggap dirinya lebih mampu dan meremehkan orang lain.
Jenis-jenis
Takabur, Takabur secara umum terdiri dari 3 jenis yaitu :
- Takabur kepada Allah swt, sebagaimana yang
dilakukan oleh Raja Namrud, Raja Fir’aun dan Abu Lahab.
- Takabbur kepada Rasulullah saw sehingga jauh dari
taat kepada ajaran dan perilaku Rasulullah saw.
- Takabbur kepada sesama makhluk Allah swt, seperti
takabbur karena memiliki harta yang banyak, ilmu, amal, dan nasab
dihadapan orang lain.[1]
Menurut Imam
Al- Ghazali ada tujuh kenikmatan yang menyebabkan seseorang memiliki sifat
takbbur yaitu :
- Ilmu pengetahuan, orang yang berilmu tinggi
atau berpendidikan tinggi merasa dirinya orang yang paling pandai bila
dibandingkan dengan orang yang tidak berilmu atau berpendidikan
- Amal ibadah yang tidak jelas dapat menyebabkan
sifat takabbur apalagi bila mendapat perhatian dari orang lain
- Kebangsawanan, dapat menyebabkan takabbur karena
menganggap dirinya lebih tinggi derajadnya daripada kelompok atau kasta
lain
- Kecantikan dan ketampanan wajah, menjadikan orang
merendahkan orang lain dan berperilaku sombong
- Harta dan kekayaan, dapat menjadikan orang
meremehkan orang miskin
- Kekuatan dan kekuasaan, dengan kekuatan dan
kekuasaan yang dimilikinya ia dapat berbuat sewenang-wenang terhadap orang
lain tanpa melihat statusnya
- Banyak pengikut, teman sejati, karib kerabat yang
mempunyai kedudukan dan pejabat-pejabat tinggi.
Menurut
Syekh Abdul Qodir Al-Jailani tentang sombong :
Janganlah
sombong! “Janganlah takabur kepada Allah dan kepada makhluk-Nya. Takabur adalah
sifat orang angkuh, yaitu orang yang Allah lempar kedalam Neraka Jahanam dengan
kepala dibawah. Bila kalian marah kepada Allah, kalian takbur kepada-Nya.
Tatkala Adzan dikumandangkna lalu kalian tidak bergegas menunaikan Shalat,
kalian takabur kepada-Nya. Ketika kalian menzalimi seseorang, kalian takabur
kepada-Nya. Karena itu, bertobatlah kepada-Nya. Lakukanlah tobat dengan ikhlas
sebelum kalian dihancurkan seperti Raja Namruz dan raja-raja zalim lainnya.[2]
B.
Tafsir Surat Luqman Ayat 18
A. Surat Luqman Ayat 18
1. Tafsir Al-Misbah.
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ
مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Dan
janganlah kamu memalingkan pipih mu dari manusia dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.
Nasihat
Luqman kali ini berkaitan dengan akhlak dan sopan santun berinteraksi dengan
sesama manusia. Materi pelajaran aqidah, beliau selingi dengan materi pelajaran
akhlak, bukan saja agar peserta didik tidak jenuh dengan satu materi, tetapi
juga untuk mengisyaratkan bahwa ajaran akidah dan akhlaq merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat di pisahkan.
Beliau
menasihati anaknya dengan berkata: Dan wahai anakku, di samping butir-butir
nasihat yang lalu, janganlah juga engkau berkeras memalingkan pipimu yakni
mukamu dari manusia - siapapun dia – didorong oleh penghinaan dan kesombongan.[3]
Tafsir
Al Qurthubi
Makna ayat tersebut adalah, jangan kamu condongkan wajahmu kepada
manusia karena sombong terhadap mereka, angkuh dan menghinakan mereka. Takwil
ibnu abbas RA dan sejumlah ulama. Ada yang berpendapat maknanya adalah, kamu
memalingkan pipimu apabila seseorang disebutkan disisimu, seakan-akan kamu
menghinakannya, maka makna ayat tersebut adalah, menghadaplah kepada mereka
dengan tawadhu’, akrab dan penuh keakraban apabila orang paling kecil diantara
mereka berbicara denganmu maka denngarkanlah dengan baik hingga dia selesai
bicara. Seperti inilah yang dilakukan Rasulullah saw.menurut saya (Al Qurthubi)
: ini semakna dengan apa yang diriwayatkan oleh malik, dari ibnu syihab, dari
Annas bin Malik RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Janganlah kalian benci, janganlah kalian saling membelakangi dan
janganlah kalian saling dengki. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang
bersaudara. Seorang muslim tidak halal menjauhi saudaranya lebih dari tiga
hari”.
Semangat
dan berjalan dengan bangga, bukan karena ada pekerjaan dan bukan karena ada
keperluan. Orang yang bersikap seperti ini biasanya memiliki sifat sombong dan
angkuh.[4]
Tafsir Jalalain
وَلَا
تُصَعِّر (Dan
janganlah kamu memalingkan) menurut qiraat yang lain dibaca wala tusa’ir. خَدَّكَ
لِلنَّاسِ (mukamu dari
manusia) janganalah kamu memalinkanya dari mereka dengan rasa takabur. وَلَا تَمْشِ
فِى ٱلْأَرْضِ مَرَحًا (Dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi dengan
angkuh) dengan rasa sombong. إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ
مُخْتَالٍ (Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong) yakni orang-orang yang sombong
di dalam berjalan. فَخُورٍ (lagi membanggakan diri)
atas manusia.[5]
C.
Aplikasi
dalam Kehidupan
Dalam
kehidupan kita harus senantiasa bersyukur kepada Allah swt. akan menyadari
bahwa kita sebagai manusia pasti banyak kekurangan dan kelebihan hanya milik
Allah swt. kita juga harus menyadari akan hidup ini hanya sementara. Senantiasa ikhlas melakukan kegiatan dalam hal
kebaikan yang Allah perintahkan dan janganlah kita sombong dalam hidup ini. Karena
sifat sombong akan membawa kerugian didunia maupun diakhirat.
D.
Aspek Tarbawi
1.
Menghindari sikap sombong
2.
Senantiasa rendah hati
3.
Selalu taat dan patuh kepada Allah swt
4.
Mensyukuri nikmat Allah swt
5.
Menghormati orang lain
6.
Selalu bersikap baik kepada orang lain
7.
Ridho atas nikmat yang telah diberikan dari Allah swt.
BAB III
PENUTUP
Takabur
secara bahasa artinya sombong atau membanggakan diri. Orang
sombong selalu membanggakan dirinya, sehingga lupa bahwa semua yang dimilikinya
hanyalah karena karunia Allah SWT semata. Dan karunia itu harus disyukuri bukan
untuk dibangga-banggakan kepada orang lain.
Sedangkan
menurut istilah takabur adalah sikap merasa dirinya lebih dari pada orang lain
dan memandang rendah orang lain serta tidak mau taat/ tunduk kepada Allah SWT.
Penyebab sikap takabur : harta, kedudukaan ,ilmu & keturunan.
Kita harus
selalu menerima apapun nikmat yang telah diberikan dari Allah swt. janganlah
kita bersikap sombong kepada Allah dan manusia. Bersikap rendah hatilah kepada
sesama manusia karena Allah menyukai hamba-hambanya yang bersikap rendah hati.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahalli Imam
jalaluddin dan Imam Jalaluddin Asuyuti. 2010. tafsir Jalalain. Bandung:
Sinar Baru Algen sindo.
Bayrak Syekh
Tosum dan Saleh Ahmad Al-Syami. 2011. Syekh Abdul Qodir Al-Jailani kasih
hidup sultan para wali dan sampai pesan yang menghidupkan hati. Jakarta:
zaman.
Imam Al Qurthubi Syeh. 2009. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta:
Pustaka Azam.
Shihab M.
Quraish. Tafsir Al Misbah. 2006. Jakarta : Lentera Hati.
Nama : Muhamad
Fatkhul Aziz
Tempat tanggal
lahir : Pemalang, 17 September
1996
Alamat : Desa Kalirandu,
Rt 01
Rw 03 Kec. Petarukan, Kab. Pemalang Motto Hidup :
”Berusaha menjadi manusia yang
bermanfaat”
Kutipan : “Beryukur itu
memang sulit tetapi lebih
sulit lagi kalau kita tidak bersyukur”
Riwayat Pendidikan :
·
SD Negeri 02 Kalirandu (lulus
tahun 2008)
·
MTs Al-Furqon Kalirandu (lulus
tahun 2011)
·
SMK Darul Amanah (lulus tahun 2014)
·
Fokus di S1 IAIN PEKALONGAN (Sekarang)
[2]Syekh Tosum Bayrak dan Saleh Ahmad Al-Syami, Syekh Abdul Qodir Al-Jailani
kasih hidup sultan para wali dan sampai pesan yang menghidupkan hati, (Jakarta:
zaman, 2011), hlm. 224
[3] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al Misbah , ( Jakarta : Lentera Hati, 2006), hlm. 138-139
[4] Al Qurthubi Syeh Imam, Tafsir Al Qurthubi, (Jakarta: Pustaka
Azam, 2009), hlm. 166-167
[5] Imam jalaluddin Al-Mahalli, Imam Jalaluddin Asuyuti, tafsir
Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algen sindo, 2010), hlm, 59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar