PENDIDIKAN
LIFE SKILL
“Generasi
Kuat, Hebat, Bermanfaat”
(QS. An-Nisa’ 4 : 9)
Rina Febriastuti 2021115267
Kelas : D
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN/ PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur
saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan makalah terntang
PENDIDIKAN LIFE SKILL “Generasi Kuat, Hebat, dan Bermanfaat” dengan baik,
meskipun banyak kekurangan didalamnya dan juga saya berterima kasih kepada
Bapak M.Hufron, M.S.I Selaku dosen mata kuliah Tafsir Tarbawi II yang telah
memberikan tugas ini kepada saya. Saya berharap makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan mengenai kesempurnaan akal. Saya juga
menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna.
Oleh sebab itu,
saya berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan saya
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun, semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
saya sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila
terdapat kesalahan-kesalahan yang kurang berkenan.
Pekalongan, 21 April 2017
Rina
Febriastuti
(2021115267)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan selalu berhubungan dengan terwujudnya keserasian
hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam
sekitarnya. Semakin tinggi keserasian hubungan tersebut, maka semakin dekat
pula terwujudnya tujuan pendidikan nasional yakni : berkembangya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut maka peran pendidikan
sangat menentukan, terutama dalam pembentukan sikap mental yang positif, sangat
dibutuhkan dalam rangka proses alih generasi.
Kandungan Al-Qur’an Surah An Nisaa ayat 9 berpesan agar umat Islam
menyiapkan generasi penerus yang berkualitas sehingga anak mampu
mengaktualisasikan potensinya sebagai bekal kehidupan di masa mendatang.
B. TEMA : PENDIDIKAN LIFE SKILL
JUDUL : Generasi Kuat, Hebat, Bermanfaat.
C.
NASH
و ليخش ا لذ ين لو تر كو ا من
خلفهم ذ ر ية ضعفا خا فو ا عليهم فليتقو ا ا لله و ليقو لو ا قو لا سد يد ا ( 9)
Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
(QS. An-Nisaa 4 : 9)
D.
ARTI PENTING
Surah An Nisa ayat 9 penting dikaji
karena menerangkan bahwa kelemahan ekonomi, kurang stabilnya kondisi kesehatan
fisik dan kelemahan intelegensi anak, akibat kekurangan makanan yang bergizi,
merupakan tanggung jawab kedua orang tuanya, maka disinilah hukum Islam
memberikan solusi dan kemurahan untuk di laksanakannya KB, yang mana untuk
membantu orang-orang yang tidak menyanggupi hal-hal tersebut, agar tidak
berdosa di kemudian hari, yakni apabila orang tua itu meninggalkan
keturunannya, atau menelantarkannya, akibat desakan-desakan yang menimbulkan
kekhawatiran mereka terhadap kesejahteraannya. Oleh karena itu, bagi
orang-orang yang beriman hendaklah bertakwa kepada Allah dan selalu berlindung
dari hal-hal yang di murkai di sisi Allah. Kita hendaknya takut apabila
meninggalkan keturunan yang lemah dan tak memiliki apa-apa, sehingga mereka tak
bisa memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan terlunta-lunta.
Ayat ini juga menjelaskan mengenai
harta waris. Turun sebagai peringatan kepada orang-orang yang berkenaan dengan
pembagian harta warisan agar jangan menelantarkan anak-anak yatim dan yang
dapat berakibat pada kemiskinan dan ketakberdayaan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Teori
Kemampuan peserta didik menghadapi problem hidup semasa aktif
menjadi peserta didik maupun seusai meninggalkan bangku pendidikan dengan
menggunakan potensi, kemampuan, kelihaian, dan ketrampilan (yang dimiliki
seseorang) dengan diimbangi sarana dan kondisi yang ideal merupakan realitas
yang harus dipahami. Berbagai kemampuan tersebut diperoleh dari bangku
pendidikan dan potensi diri peserta didik
yang mengalami sentuhan-sentuhan akademis dan teknologis, serta peran lingkungannya. Akumulasi dari berbagai
potensi tersebut jika mampu menanggulangi (memenuhi) kehidupan pada dasarnya
adalah hakekat life skill.[1]
Menurut KBBI Generasi adalah sekalian orang
yang kira-kira sama waktu hidupnya ; angkatan ; keturunan. Generasi kuat, hebat
dan bermanfaat adalah generasi yang tumbuh dan berperilaku merubah lingkungan
terdekatnya, menyelesaikan masalah yang ditimbulkan oleh lingkungan, membagi
pemahaman kepada pihak-pihak terkait, agar permasalahan dapat diurai dan
ditanggulangi menuju hal yang lebih baik.[2]
2. Tafsir
QS. An-Nisa’ 4 : 9
a.
Tafsir
Al-Maraghi
Pembicaraan dalam ayat ini masih berkisar
tentang para wali dan orang-orang yang diwasiati,yaitu mereka yang dititipi
anak-anak yatim juga tentang perintah terhadap mereka agar memperlakukan anak
yatim dengan baik, berbicara kepada mereka sebagimana berbicara kepada
anak-anaknya, yaitu dengan halus, baik dan sopan, lalu memanggil mereka dengan
sebutan anakku, sayangku dan sebagainya.
Firman Allah
taraku, artinya mereka hampir saja meninggalkan.
Firman Allah min khalfihim, artinya
sesudah mereka meninggal dunia.
Firman Allah khafu ‘alaihim artinya mereka
khawatir anak-anaknya menjadi terlantar dan tersia-sia hidupnya.[3]
b.
Tafsir
Al Azhar
“ hendaklah orang-orang merasa cemas seandainya meninggalkan
keturunan yang lemah, yang mereka khawatir atas mereka.” (Pangkal ayat 9).
Ayat ini masih bersangkut dengan ayat-ayat yang sebelumnya, masih
didalam rangka pemeliharaan anak yatim. Kalau diayat-ayat yang tadi diberi
perintah kepada orang-orang yang menjadi wali pengawas anak yatim yang belum
dewasa, supaya harta anak yatim jangan dicurangi, lalu datang ayat menegaskan,
bahwa laki-laki dapat bagian dan perempuanpun dapat bagian, dan kemudian datang
pula perintah kalau ada anak yatim dan orang-orang miskin hadir ketika tarikah
dibagi hendaklah mereka diberi rezeki juga, maka sekarang ayat ini adalah
peringatan kepada orang-orang yang akan meninggal, dalam hal mengatur wasiat
atau harta benda yang akan ditinggalkannya.
Untuk menjelaskan ayat ini kita nukilkan cerita tentang sahabat
Nabi yang terkemuka yaitu Sa’ad bin Abu Waqqash. Pada suatu hari dia ditimpa sakit, padahal
harta bendanya banyak. Lalu dia meminta fatwa kepada Rasulullah saw karena dia
bermaksud hendak mewasiatkan harta bendanya itu seluruhnya bagi kepentingan
umum. Mulanya beliau hendak mewasiatkan seluruh harta bendanya tetapi
dilarang oleh Rasulullah. Kemudian dia berniat hendak memberikan separuh saja,
itupun dilarang oleh Rasulullah saw kemudian hendak diberikan sebagai wasiat
sepertiga saja, lalu berkatalah Rasulullah saw :
“sepertiga? Dan sepertiga itupun sudah banyak! Sesungguhnya jika
engkau tinggalkan pewaris-pewaris engkau itu didalam keadaan mampu, lebih baik
daripada engkau tinggalkan mereka dalam keadaan melarat, menadahkan telapak
tangan kepada sesama manusia.”(Riwayat Bukhori dan Muslim).
Lalu datanglah lanjutan ayat, sebagai bimbingan agar jangan
meninggalkan ahli waris, terutama anak-anak dalam keadaan lemah, yaitu: “maka
bertakwalah kepada Allah dan katakanlah perkataan yang tepat.”(ujung ayat 9).
Lebih dahulu ingatlah dan janganlah hendaknya sampai waktu engkau
meninggal dunia, anak-anakmu terlantar. Janganlah sampai anak-anak yatim kelak
menjadi anak-anak melarat. Sebab itu bertakwalah kepada Allah, takutlah kepada
Tuhan, ketika engkau mengatur wasiat, jangan sampai karena engkau hendak
menolong orang lain, anakmu sendiri emgkau terlantarkan. Dan didalam mengatur
wasiat itu hendaklah memakai kata yang terang, jelas dan jitu, tidak
menimbulkan keraguan bagi orang-orang yang ditinggalkan.
Akhirnya diperingatkan sekali lagi tentang harta anak yatim untuk
menjadi peringatan bagi seluruh masyarakat muslimin. Baik wali pengasuh anak
itu, ataupun kekuasaan Negara yang akan menjadi pengawas keamanan umum.
Demikianlah Firman Tuhan.[4]
c.
Tafsir
Al-Misbah
Setelah menjelaskan yang wajib menyangkut harta warisan,
ditetapkan-nya dalam ayat ini yang dianjurkan. Memang, bukanlah sesuatu yang
dipuji, bila ada yang hadir atau mengetahui adanya pembagian rezeki, lalu yang
hadir dan mengetahui itu tidak diberi, apalagi jika diketahui oleh yang
mendapat bagian itu bahwa mereka adalah
kerabat dan kaum lemah yang membutuhkan uluran tangan. Karena itu, sebelum
menguraikan bagian masing-masing, kedua ayat diatas mengingatkan dua hal pokok.
Pertama adalah apabila sewaktu pembagian itu hadir, yakni diketahui oleh
kerabat yang tidak berhak mendapat warisan baik mereka dewasa maupun anak-anak,
atau hadir anak yatim dan orang miskin, baik mereka kerabat ataupun bukan,
bahkan mereka hadir atau tidak selama diketahui oleh yang menerima adanya
orang-orang yang butuh, maka berilah mereka sebagian, yakni walau sekedarnya
dari harta itu, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik, yang
menghibur hati mereka, karena sedikitnya yang diberikan kepada mereka atau
bahkan karena tidak ada yang dapat diberikan kepada mereka.
Hal kedua yang diingatkan adalah kepada mereka yang berada di
sekeliling para pemilik harta yang sedang menderita sakit. Mereka sering kali
memberi aneka nasihat kepada pemilik harta yang sakit itu, agar yang sakit itu
mewasiatkan kepada orang-orang tertentu sebagian dari harta yang akan
ditinggalkannya, sehingga akhirnya anak-anaknya sendiri terbengkalai. Kepada
mereka itu ayat 9 diatas berpesan : Dan hendaklah orang-orang yang memberi
aneka nasihat kepada pemilik harta, agar membagikan hartanya kepada orang lain
sehingga anak-anaknya terbengkalai, hendaklah mereka membayangkan seandainya
mereka akan meninggalkan dibelakang mereka, yakni setelah kematian mereka
anak-anak yang lemah, karena masih kecil atau tidak memiliki harta, yang mereka
khawatir terhadap kesejahteraan atau penganiayaan atas mereka, yakni anak-anak
lemah itu. Apakah jika keadaan serupa mereka alami, mereka akan menerima
nasihat-nasihat seperti yang mereka berikan itu? Tentu saja tidak! Karena itu –
hendaklah mereka takut kepada Allah kalau keadaan anak-anak mereka dimasa
depan. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dengan
mengindahkan sekuat kemampuan perintahNya dan menjauhi laranganNya dan
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar lagi tepat.
Seperti terbaca diatas, ayat ini ditujukan kepada yang berada
disekeliling seorang yang sakit dan diduga akan segera meninggal. Pendapat ini
adalah pilihan banyak pakar tafsir, seperti Ath-Thabari, Fakhruddin Ar Razi dan
lain-lain. Ada juga yang memahaminya ssebagi ditunjukan kepada mereka yang
menjadi wali anak-anak yatim, agar memperlakukan anak-anak yatim itu, seperti
perlakuan yang mereka harapkan kepada anak-anaknya yang lemah bila kelak para
wali itu meninggal dunia. Pendapat ini menurut Ibn-Katsir didukung pula oleh
ayat berikut yang mengandung ancaman kepada mereka yang menggunakan harta anak
yatim secara aniaya.
Muhammad Sayyid Thanthawi berpendapat bahwa ayat diatas ditunjukan
kepada semua pihak, siapapun, karena semua diperintahkan untuk berlaku adil,
berucap yang benar dan tepat, dan semua khawatir akan mengalami apa yang
digambarkan diatas.
Ayat yang memerintahkan pemberian sebagian warisan kepada kerabat
dan orang-orang lemah, tidak harus dipertentangkan dengan ayat-ayat kewarisan,
karena itu merupakan anjuran dan yang itu adalah hak yang tidak dapat
dilebihkan atau dikurangi.
Kata sadidan, terdiri dari huruf sin dan dal yang menurut pakar
bahasa Ibn Faris menunjuk kepada makna meruntuhkan sesuatu kemudian memperbaikinya.
Ia juga berarti istiqamah/konsistensi. Kata ini juga digunakan untuk menunjuk
kepada sasaran. Seorang yang menyampaikan sesuatu/ucapan yang benar dan mengena
tepat pada sasarannya, dilukiskan dengan kata ini. Dengan demikian kata sadidan
dalam ayat diatas, tidak sekedar berarti benar, sebagaimana terjemahan
sementara penerjemah, tetapi ia juga harus berarti tepat sasaran. Dalam konteks
ayat diatas keadaan sebagai anak-anak yatim pada hakikatnya berbeda dengan anak-anak kandung dan menjadikan mereka lebih
peka, sehingga membutuhkan perlakuan yang lebih hati-hati dan kalimat-kalimat
yang lebih terpilih, bukan saja yang kandunganya benar, tetapi juga yang
tepat.sehingga kalau memberi informasi atau mengatur jangan sampai menimbulkan
kekeruhan dalam hati mereka, tetapi teguran yang disampaikan hendaknya
meluruskan kesalahan sekaligus membina mereka.
Pesan ayat ini berlaku umum, sehingga pesan-pesan agampun,jika
bukan pada tempatnya,tidak diperkenanakan untuk disampaikan.” Apabila Anda
berkata kepada teman Anda pada hari jum’at saat Imam berkhutbah Diamlah
(dengarkan khutbah) maka anda telah melakukan sesuatu yang seharusnya tidak
dilakukan.”(HR.KeEnam pengarang kitab standar hadist).
Tidak dibenarkan pula dalam arti makruh mengucapkan salam kepada
siapa yang sedang berdzikir, belajar dan makan.
Dari kata sadidan yang mengandung makna meruntuhkan sesuatu
kemudian memperbaikinya diperoleh pula petunjuk bahwa ucapan yang meruntuhkan
jika disampaikan, harus pula dalam saat yang sama memperbaikinya dalam arti kritik
yang disampaikan hendaknya merupakan kritik yang membangun, atau dalam arti
informasi yang disampaikan harus mendidik.
Pesan Illahi diatas, didahului oleh ayat sebelumnya yang menekankan
perlunya memilih (Qaulan Ma’rufan), yakni kalimat-kalimat yang baik sesuai
dengan kebiasaan dalam masing-masing masyarakat, selama kalimat tersebut tidak
bertentangan dengan nilai-nilai Illahi. Ayat ini mengamanahkan agar pesan
hendaknya disampaikan dalam bahasa yang sesuai dengan adat kebiasaan yang baik
menurut ukuran setiap masyarakat.
Ayat-ayat diatas dijadikan juga oleh sementara ulama sebagai bukti
adanya dampak negatif dari perlakuan kepada anak yatim yang dapat terjadi dalam
kehidupan dunia ini. Sebaliknya amal-amal saleh yang dilakukan seorang ayah
dapat mengatar terpeliharanya harta dan peninggalan orang tua untuk anaknya
yang telah menjadi yatim. Ini
diisyaratkan oleh firmanNya : “Adapun dinding rumah (yang hampir runtuh
dan diperbaiki oleh hamba Allah bernama Musa As) maka ia adalah kepunyaan dua
orang anak yatim di kota itu, dan dibawahnya ada harta benda simpanan bagi
mereka berdua, sedang ayah keduanya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu
menghendaki supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan
simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu.”(QS.Al-Kahf [18]: 82). Demikian
dampak positif yang dapat diraih dalam kehidupan dunia ini.[5]
d.
Tafsir
Al Qurtubi
Dalam ayat ini dibahas dua masalah:
Pertama: Al Qurthubi mengatakan: keterangan tentang makna ayat
ini telah dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Ka’ab Al
Qurazhi, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda,
“Barangsiapa bersedekah dengan sebaik-baik sedekah maka
ia akan selamat ketika melewati jembatan (Shirath) dan barangsiapa yang
memenuhi kebutuhan seorang janda maka Allah akan mengganti hartanya.”
Pendapat lain : Kebanyakan ahli tafsir
berpendapat bahwa ayat ini menjelaskan orang yang akan menghadapi sakaratul
maut dan orang yang hadir pada saat itu berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya Allah
akan memberikan rizki kepada anakmu maka perhatikanlah dirimu, dan wasiatkan
hartamu untuk disedekahkan dijalan Allah, bersedekahlah dan bebaskanlah budak
sampai hartanya habis dan hal itu menghilangkan hak pewarisan, oleh karena itu
mereka dilarang melakukannya’.
Seakan-akan ayat ini berpesan kepada mereka,
‘Sebagaimana kalian takut (akan keadaan) warisan dan keturunanmu sepeninggalmu,
oleh karena itu hendaknya kalian juga takut terhadap warisan anak-anak yatim
yang berada dalam pengawasan kalian, maka janganlah kalian menghambur-hamburkan
hartanya’,”
Kedua : Firman Alah:. و
ليقو لو ا قو لا سد يد ا “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” As-Sadid bermakna perkataan yang adil dan
benar, atau perintahkan orang yang sakit mengeluarkan sebagian hartanya untuk
menunaikan kewajibannya (zakat), lalu ia boleh berwasiat kepada sebagian
kerabatnya dengan takaran yang tidak membahayakan hak ahli waris yang paling
kecilpun.[6]
3. Aplikasi Dalam Kehidupan
Nilai-nilai yang terkandung dalam Surah An Nisa ayat 9,
diantaranya:
1. Bagi orang-orang yang beriman hendaklah bertakwa kepada Allah dan selalu
berlindung dari hal-hal yang dimurkai disisi Allah.
2. Mengharuskan setiap umat tidak meninggalkan di belakang mereka generasi
yang lemah, tak berdaya dan tak memiliki daya saing dalam kompetensi kehidupan.
3. Hak waris anak yatim harus ditunaikan secara baik.
4. Meningkatkan kesadaran para pemuda untuk mengelola lingkungan dengan baik
dan memiliki kemampuan, ketrampilan serta moral yang baik.
5. Menjadi teladan yang baik dan bijak bagi generasi berikutnya.
4. Aspek Tarbawi
a. Agar umat Islam menyiapkan generasi penerus yang berkualitas sehingga anak
mampu mengaktualisasikan potensinya sebagai bekal kehidupan di masa mendatang.
b. Bagi umat Islam agar terus melahirkan umat yang berkualitas yang cinta
kepada agamanya.
c. Mengajarkan membaca Al-Qur’an kepada anak-anak sejak dini agar kelak mereka
mempunyai pegangan hidup dan tidak terombang-ambing dan tidak juga meniru
hal-hal yang bertentangan dan di haramkan oleh agamanya.
PROFIL PENULIS
Nama
: Rina Febriastuti
Anak pertama dari 2 bersaudara.
TTL
: Pekalongan, 20 Februari 1996
Pendidikan :
TK Muslimat NU Ngalian Tirto Pekalongan
MIS Ngalian Tirto Pekalongan
Mts-IN Banyurip Ageng
MAS HIFAL Banyurip Alit
Masih menempuh S1 di IAIN Pekalongan
Alamat
: Ngalian, RT:01 RW:01, Gang 8, Tirto Pekalongan.
[2]https://edisicetak.joglosemar.co/berita/menjadi-generasi-muda-yang-bermanfaat-153968.html diakses 21 April pukul 9:00
[3] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz IV , (Semarang:PT
Karya Toha Putra Semarang,1993), hlm 347
[5]M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian
Al-Qur’an, (Tangerang:Lentera Hati, 2002), hlm 354-356
[6]
Imam Abu Abdilah Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi Al
Andalusi, Al Jami’ Lil Ahkam Al-Qur’an,(Jakarta : Pustaka Azzam,2008)
hlm 127-133
Tidak ada komentar:
Posting Komentar