“PENDIDIKAN SOSIAL-UNIVERSAL”
TOLERANSI DALAM KERAGAMAN GLOBAL
QS. AL-BAQARAH, 2:256
Nia Prastika 2021113251
Kelas D
JURUSAN PAI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr.Wb
Pujisyuku rpenulispanjatkan kehadirat Allah
Swt. Yang telahmelimpahkan Rahmat, Taufiq serta Hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah ini yang merupakan tugasmata kuliah Tafsir Tarbawi II. Penulissadar bahwa tanpa pertolongan-Nya
segalausahapenulistidakakanadaartinya, laahaulawalaaquwwatailaabillaah.
Shalawat sertasalam dari penulis semoga senantiasa
terlimpah untuk khalifah yang membawa angin perubahan bagi kehidupan dunia, NabiullahMuhammad Saw. Semoga penulis mampu
mengikuti jejak beliau sebagai khalifah meski baru sebatas khalifah untuk diri penulis
sendiri.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca untuk menambah wawasan.
Wassalamualaikum, Wr. Wb
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Konsekuensi
dari pluralitas agama bagi setiap umat beragama adalah kewajiban untuk mengakui
sekaligus menghormati agama lain, sehingga sikap keagamaan yang perlu dibangun
dalam menghadapi pluralitas agama adalah prinsip kebebasan dalam memeluk suatu
agama. Prinsip yang demikian antara lain dibangun dari misi historis
Islam bahwa “Tidak ada paksaan untuk memeluk agama (Islam), sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat…” (Q.S. Al-Baqarah
(2):256).
B.
Nash dan Arti
Allah
Ta’ala berfirman,
لآَإِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia
telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 256).
C . Mengapa
Penting Di Kaji
Ayat ini menerangkan tentang kesempurnaan ajaran Islam, dan bahwasanya
karena kesempurnaan bukti-buktinya, kejelasan ayat-ayat dan keadaannya
merupakan ajaran akal dan ilmu, ajaran fitrah dan hikmah, ajaran kebaikan dan
perbaikan, ajaran kebenaran dan jalan yang lurus, maka karena kesempurnaannya
dan penerimaan fitrah terhadapnya, maka Islam tidak memerlukan pemaksaan.[1]
PEMBAHASAN
A. Teori
1. Nash
QS. AI-Baqarah 2:256
لآَإِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لاَ انْفِصَامَ لَهَا وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia
telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 256).
2. pengertian
Toleransi
Toleransi berasal dari bahasa Latin
yaitu “tolerare” yang berarti bertahan atau memikul.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran”,
yang berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan,
membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan
sebagainya) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya.
Toleransi juga berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih
diperbolehkan.
Menurut Siagian (1993) toleran
diartikan dengan saling memikul walaupun pekerjaan itu tidak disukai; atau
memberi tempat kepada orang lain, walaupun kedua belah pihak tidak sependapat.
(Ajat Sudrajat, 2008:141)
Dalam bahasa Arab, toleransi biasa
disebut “ikhtimal”, “tasamuh” yang artinya membiarkan sesuatu untuk
dapat saling mengizinkan dan saling memudahkan.
Toleransi menurut Syekh Salim bin
Hilali memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu antara lain:
1. Kerelaan
hati karena kemuliaan dan kedermawanan
2. Kelapangan
dada karena kebersihan dan ketaqwaan
3.
Kelemah lembutan karena kemudahan
4. Muka
yang ceria karena kegembiraan
5. Rendah
diri dihadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan
6. Mudah
dalam berhubungan sosial (mu'amalah) tanpa penipuan dan kelalaian
7.
Menggampangkan dalam berda'wah ke jalan Allah tanpa basa basi
8. Terikat
dan tunduk kepada agama Allah SWT tanpa rasa keberatan.
Selanjutnya,
menurut Salin al-Hilali karakteristik tersebut merupakan:
1. Inti
Islam
2. Seutama
iman,
3. Puncak
tertinggi budi pekerti (akhlaq)[2]
B. Tafsir
1. Tafsir Al-Maraghi
(256) “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang salah. Karena
itu barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Tidak ada paksaan di dalam memasuki agama, karena iman
harus dibarengi dengan perasaan taat dan tunduk. Hal ini tentunya tidak bisa
terwujud dengan cara memaksa, tetapi hanya mungkin melalui hujjah atau
argumentasi.
Ayat ini, kiranya cukup sebagai hujjah di hadapan orang-orang
yang sengaja memusuhi Islam, bahkan orang-orang Islam sendiri yang mempunyai
prasangka bahwa Islam tidak bisa tegak melainkan dengan pedang (kekerasan)
sebagai penopangnya. Mereka beranggapan bahwa kekuatan tersebut di pamerkan
dihadapan orang-orang apabila menerimanya, sehingga mereka selamat. Dan apabila
menolak, maka pedang (senjata) mulai berbicara.
Sejarah telah membuktikan kebohongan anggapan ini. Apakah
benar pedang berbicara dalam rangka mengintimidasi orang-orang untuk memasuki
Islam? Bukankah Nabi sendiri melaksanakan ibadah salat dengan cara sembunyi,
sedang kaum Musyrik dengan santernya melancarakan fitnah terhadap kaum
Muslimin, dan menimpakan berbagai macam siksaan, sampai membuat beliau dan
sahabat terpaksa melakukan hijrah.[3]
2. Tafsir Al-Azhar
“Tidak ada paksaan dalam agama.” (pangkal ayat 256).
Kalau anak itu sudah terang menjadi Yahudi, tidaklah boleh dia dipaksa memeluk
Islam. Menurut riwayat Ibnu Abbas, Nabi s.a.w. hanya memanggil anak-anak i9tu
dan disuruh memilih, apakah mereka sudi memeluk agama ayah mereka, yaitu Islam
atau tetap dalam Yahudi dan turut diusir? Dan menurut riwayat, ada di antara
anak-anak itu yang memilih Islam dan ada yang terus jadi Yahudi dan sama
berangkat dengan Yahudi yang mengasuhnya itu meninggalkan Madinah. Keyakinan
suatu agama tidaklah boleh dipaksakan, sebab: “telah nyata kebenaran dan
kesesatan.” Orang yang boleh mempergunakan akalnya buat menimbang dan memilih
kebenaran itu, dan orang pun mempunyai fikiran waras untuk menjauhi kesesatan .
“Maka barangsiapa yang menolak segala pelanggaran batas dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya telah berpeganglah dia dengan tali yang amat teguh,
yang tidak akan putus selama-lamanya.”Agama Islam memberi orang kesempatan
untuk mempergunakan fikirannya yang murni, guna mencari kebenaran . asal orang
sudi membebaskan diri daripada hanya turut-turutan dan pengaruh dari
hawanafsunya, niscaya dia akan bertemu dengan kebenaran itu. Apabila inti
kebenaransudah didapat, niscaya iman kepada Tuhan Allah mesti timbul, dan kalau
iman kepada Tuhan Allah Yang Tunggal telah timbul, segala pengaruh dari yang
lain, dari sekalian pelanggaran batas mesti hilang. Tetapi suasana yang seperti
ini tidak bisa dengan paksa, mesti timbul dari keinsafan sendiri. “Dan Allah
adalah Maha Mendengar, lagi Mengetahui.“ (ujung ayat 256). Di dengar-Nya
permohonan hamba-Nya minta petunjuk. Diketahui-Nya hamba-Nya berusaha mencari
kebenaran.[4]
3. Tafsir Jalalain
(Tidak ada paksaan dalam agama) maksudnya untuk
memasukinya (sesungguhnya telah nyata jalan yang benar dari jalan yang salah)
artinya telah jelas dengan adanya bukti-bukti dan keterangan-keterangan yang
kuat, bahwa keimanan itu berarti kebenaran dan kekafiran itu kesesatan. Ayat
ini turun mengenai seorang Ansar yang mempunyai anak-anak yang hendak
dipaksanya masuk Islam. (maka barang siapa yang ingkar kepada tagut) maksudnya
setan atau berhala, dipakai untuk tunggal dan jamak (dan dia beriman kepada Allah
, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada simpul tali yang teguh kuat)
ikatan tali yang kukuh (yang tidak akan putus-putus, dan Allah Maha Mendengar)
akan segala ucapan (Maha Mengetahui) segala perbuatan.[5]
4. Tafsir Al-Mishbah
Kembali pada penegasan ayat ini, tidak ada paksaan dalam
menganut keyakinan agama; Allah menghendaki agar setiap orang merasakan
kedamaian. Agama-Nya dinamai Islam, yakni damai. Kedamaian tidak dapat diraih
kalau jiwa tidak damai. Paksaan menyebabkan jiwa tidak damai, karena itu tidak
ada paksaan dalam menganut keyakinan agama Islam.
Mengapa ada paksaan, padahal telah jelas jalan yang benar
dan jalan yang sesat, jika demikian, sangatlah wajar setiap pejalan memilih
jalan yang benar, dan tidak terbawa kejalan yang sesat. Sangatlah wajar semua
masuk agama ini. Pasti ada sesuatu yang keliru dalam jiwa seseorang yang
enggan menelusuri jalan yang lurus
setelah jelas jalan itu terbentang di hadapannya.
Tidak ada paksaan dalam menganut agama, karena telah
jelas jalan yang lurus, itu sebabnya, sehingga orang gila dan yang belum
dewasa, atau yang tidak mengetahui tuntunan agama, tidak berdosa jika melanggar
atau tidak menganutnya, karena bagi dia jalan jelas itu belum diketahuinya.
Tetapi Anda jangan berkata, bahwa Anda tidak tahu jika Anda mempunyai potensi
untuk mengetahui tetapi potensi itu tidak Anda gunakan. Disini Anda pun
dituntut karena menyia-nyiakan potensi yang Anda miliki
Ayat ini merupakan perumpamaan keadaan seseorang yang
beriman. Betapapun sulitnya keadaan, walau ibarat menghadap ke suatu jurang
yang amat curam, dia tidak akan jatuh binasa karena dia berpegang dengan kukuh
pada seutas tali yang amat kukuh, bahkan seandainya ia terjerumus masuk kedalam
jurang itu, ia masih dapat naik atau ditolong, karena ia tetap berpegang pada
tali yang menghubungkannya dengan sesuatu yang di atas, bagaikan timba yang
dipegang ujungnya. Timba yang diturunkan mendapatkan air dan ditarik ke atas.
Demikian juga seorang mukmin, yang terjerumus ke dalam kesulitan. Memang dia
turun atau terjatuh, tetapi sebentar lagi dia akan keatas membawa air kehidupan
yang bermanfaat untuk dirinya dan orang lain.[6]
C.
Aplikasi dalam
kehidupan sehari-hari
Bersikap
toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama.
Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan
dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat
mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama dalam kehidupan umat manusia ini.
Memperkokoh
Silaturahmi dan Menerima Perbedaan. Salah satu wujud dari toleransi hidup
beragama adalah menjalin dan memperkokoh tali silaturahmi antarumat beragama
dan menjaga hubungan yang baik dengan manusia lainnya. Pada umumnya, manusia
tidak dapat menerima perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan alasan
untuk bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan agama merupakan salah satu
faktor penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia. Merajut hubungan
damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan jika masing-masing pihak
menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa setiap
penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan
tanpa tekanan. Oleh karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan
kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi dan menerima adanya perbedaan. Dengan
ini, akan terwujud perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.
D.
Aspek Tarbawi
1. Tidak ada paksaan
bagi seseorang untuk memeluk agama Islam, karena telah jelas yang mana petunjuk
dan yang mana kesesatan.
2.
Sesungguhnya hanya ada dua pilihan yaitu petunjuk atau kesesatan, karena
seandainya ada yang ketiga maka Allah Ta’ala akan menyebutkannya, karena
kedudukannya di sini adalah pembatasan, dan yang manunjukan hal tersebut adalah
firman Allah Ta’ala Tidak ada setelah kebenaran kecuali kebatilan.
3.
Sesungguhnya tidak akan sempurna keikhlasan seseorang kepada Allah kecuali
dengan menolak semua bentuk kesyirikan.
4.
Bahwasanya setiap sesuatu yang disembah selain Allah adalah thogut.
5.
Bahwasanya keselamatan dunia dan akhirat hanya dengan kafir dan mengingkari
thogut dan beriman kepada Allah Ta’ala, ini didasari firman Allah Ta’ala
Sungguh dia telah berpegang dengan buhul tali yang amat kuat.
KESIMPULAN
Islam
adalah agama yang mudah dan penuh toleransi. Allah mengutus Muhammad SAW dengan
membawa agama yang lurus dan yang mudah. Hukum-hukum Islam dibangun di atas
kemudahan dan tidak menyulitkan, norma-norma agama ini seluruhnya dicintai
(oleh Allah) namun yang mudah dari itu semualah yang paling dicintai oleh
Allah. Maka dari itu sangat perlu usaha manusia untuk mewujudkan hubungan yang
harmonis antar umat manusia. Salah satu caranya yaitu mengembangkan sikap
Toleransi, Etika pergaulan.
Toleransi adalah keimanan yang paling utama. Toleransi adalah amalan yang paling ringan dan paling utama. Termasuk toleransi dalam Islam adalah bahwa Islam merupakan agama Allah untuk seluruh umat manusia. Toleransi Islam menolak sikap fanatisme dan perbedaan ras. Islam telah menyucikan diri dari ikatan dan belenggu jahiliyyah, maka Islam pun menghapus pengaruh fanatisme yang merupakan sumber hukum yang dibangun di atas hawa nafsu.
Toleransi adalah keimanan yang paling utama. Toleransi adalah amalan yang paling ringan dan paling utama. Termasuk toleransi dalam Islam adalah bahwa Islam merupakan agama Allah untuk seluruh umat manusia. Toleransi Islam menolak sikap fanatisme dan perbedaan ras. Islam telah menyucikan diri dari ikatan dan belenggu jahiliyyah, maka Islam pun menghapus pengaruh fanatisme yang merupakan sumber hukum yang dibangun di atas hawa nafsu.
DAFTAR PUSTAKA
http//www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatquran&id=208/tgl
27 april 2017, pukul 10:20
nunung-kyeopta.blogspot.com/2012/04/toleransi-umat-beragama-dalam-islam.html/27
april 2017, pukul 10:40
Tafsir Al-Maragi, Ahmad Mustafa Al-Maragi 1993,Semarang, PT. KARYA TOHA PUTRA SEMARANG
Tafsir Al-Azhar Jus III, Hamka,2003,
Jakarta: Pustaka Panjimas.
Tafsir Al-Mishbah, M. Quraish Shihab,2002,Tangerang: Lentera Hati.
Tafsir Jalalain, Imam Jalaluddin Al-Mahalli2009, Bandung: Sinar Baru Algensindo Bandung
BIODATA
Nama :
Nia Prastika
TTL :
Pekalongan, 23 Februari 1995
Alamat :
Ds. Bojongkoneng Kec. Kandangserang
SMP N 1 Kandangserang
SMA N 1 Kandangserang
[1]
http//www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatquran&id=208/tgl
27 april 2017, pukul 10:20
[2] nunung-kyeopta.blogspot.com/2012/04/toleransi-umat-beragama-dalam-islam.html/27
april 2017, pukul 10:40
[3]Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir
Al-Maragi,(Semarang, PT. KARYA TOHA PUTRA SEMARANG, 1993) hlm 28-32
[4]Hamka, Tafsir Al-Azhar Jus III, (Jakarta:
Pustaka Panjimas,2003) hlm 29-30
[5]Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Tafsir
Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algensindo Bandung) hlm 141-142
[6]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,
(Tangerang: Lentera Hati, 2002) hlm 251-553
Tidak ada komentar:
Posting Komentar