Titien Nur Indahsari
Kelas C
Pendahuluan
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Masjid sejak zaman dahulu teramat penting fungsi dan perananya dalam dakwah islamiyah, penyebaran ilmu pengetahuan, tempat rapat dan atur strategi perang. Adapun salah satunya adalah dalam khutbah, masjid adalah tempat yang baik untuk berkhutbah. Rasulullah pernah berkhutbah diatas untanya, yaitu ketika haji wada’. Akan tetapi khutbah yang sering rasulullah lakukan adalah dimasjid, yaitu terutama khutbah jum’at yang dilakukan dengan frekuensi waktu tujuh hari sekali.
Perkara di atas teramat pas dan baik untuk frekuensi tarbiyah para sahabat. Dimana lewat khutbah jum’at ini dimanfaatkan para sahabat untuk mendapatkan ilmu langsung dari rasulullah saw. Tidak jarang pula para sahabiyah terkadang diam-diam mendengarkan khutbah rasulullah ketika beliau berkhutbah dari balik masjid-tempat yang aman dari ajnabi-. Sebagaimana dilakukan oleh Ummu Hisyam-RA-.
Materi Hadits Tarbawi
عَنْ سَلِمٍ عَنْ أبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّم يَخْتُطُبُ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ:( مَنْ جَاءَ إلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ
(رواه البحار فى الصهحيح, كتاب الجمعة, باب الْخُطْبَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ)
Dari Salim dari bapaknya, ia berkata, aku mendengar Rasul berkhotbah di atas mimbar beliau bersabda:
“ Barang siapa yang hendak menghadiri shalat Jum’at, maka hendaknya ia ghuzul terlebih dahulu”
(Riwayat Al Bukhari dalam As Shahihah, Kitab al Jumu’atu, Bab Khotbah di Mimbar)
Biografi Perawi
Nama lengkap beliau adalah Salim bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Al-Khaththab Al-Qurasyi Al-’Adawi Al-Madani, cucu Amirul Mukminin Al-Khalifah Ar-Rasyid yang kedua, ‘Umar bin Al-Khaththab Al-Faruq radhiyallahu ‘anhu.
Kunyah beliau adalah Abu ‘Umar, dan adapula yang mengatakan bahwa kunyah beliau adalah Abu ‘Abdillah.
Ayah dari tokoh tabi’in yang satu ini adalah seorang ulama besar dari kalangan shahabat, yaitu ‘Abdullah bin ‘Umar yang tidak diragukan lagi keilmuan dan sikap ittiba’nya terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Salim bin ‘Abdillah adalah seorang imam yang zuhud, hafizh, mufti (pemberi fatwa) di kota Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Al-Madinah An-Nabawiyyah. Dilahirkan pada masa pemerintahan khalifah ‘Utsman bin ‘Affanradhiyallahu ‘anhu, beliau tumbuh menjadi seorang alim besar, salah satu tokoh fuqaha kota Madinah yang disegani dan dicintai umat.
Sa’id bin Al-Musayyib mengatakan, “Abdullah bin ‘Umar mengatakan kepadaku, ‘Tahukah engkau mengapa aku menamakan anakku dengan Salim?’ Aku berkata, ‘Aku tidak tahu.’ Kemudian kata Abdullah bin ‘Umar, ‘Aku menamakannya dengan Salim seperti nama maula Abu Hudzaifah -yaitu Salim-, salah seorang sahabat.”
Sebenarnya ibu Salim adalah seorang putri kerajaan Persia yang runtuh pada peperangan Al-Qadisiyah di masa pemerintahan Amirul Mukminin ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Ceritanya, ketika didatangkan para tawanan dari kerajaan Persia yang telah diporakporandakan oleh tentara Allah tersebut, di antara tawanan-tawanan tadi terdapat putri-putri Yazdajurd (Kisra/Raja Persia). Maka masing-masing dari putri Kisra Persia itu dinikahkan dengan anak-anak para shahabat yang mulia, yang pertama dinikahkan dengan ‘Abdullah bin ‘Umar yang dari keduanya lahirlah Salim, yang kedua dinikahkan dengan Al-Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib dan lahir dari keduanya ‘Ali (yang dikenal dengan Zainul ‘Abidin), dan putri yang ketiga dinikahkan dengan Muhammad bin Abi Bakr Ash-Shiddiq yang kemudian lahirlah buah perkawinan dari keduanya yang diberi nama Al-Qasim.
Ketiga putra-putra itu (Salim, ‘Ali bin Al-Husain Zainul ‘Abidin, dan Al-Qasim) tumbuh menjadi tokoh-tokoh besar yang berilmu, bertaqwa, wara’, dan ahli ibadah yang dicintai oleh kaum muslimin ketika itu dan hingga hari akhir nanti, Insya Allah.
Diceritakan oleh Abuz Zinad bahwa dahulu penduduk Madinah membenci untuk menjadikan (para tawanan/budak wanita) sebagai ummahatul awlad (yang melahirkan anak-anak tuannya). Sampai ketika lahir dari rahim-rahim mereka (putri-putri Yazdajurd tersebut) para qurra’ dan tokoh-tokoh besar, (yaitu) ‘Ali bin Al-Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib, Al-Qasim bin Muhammad, dan Salim bin ‘Abdillah, dan bahkan mereka melebihi penduduk Madinah dalam hal keilmuan, ketaqwaan, ibadah, dan wara’, maka seketika itu orang-orang sangat menyukai keberadaan para tawanan.
Keilmuan, Ibadah, dan Akhlak beliau
Beliau mengambil ilmu dari ayahnya (‘Abdullah bin ‘Umar), Ummul Mukminin‘Aisyah, Abu Hurairah, Abu Ayyub, Rafi’ bin Khadij, Safinah, Abu Rafi’, Sa’id bin Al-Musayyib, dan yang lainnya.
Sedangkan para ulama yang berguru dan mengambil ilmu dari beliau adalah anaknya sendiri (Abu Bakr), Ibnu Syihab Az-Zuhri, Shalih bin Kaisan, Hanzhalah bin Abi Sufyan, ‘Ubaidullah bin ‘Umar bin Hafsh, Abu Waqid Al-Laitsi Ash-Shaghir, ‘Ashim bin ‘Ubaidillah, Abu Qilabah Al-Jarmi, Humaid Ath-Thawil, ‘Amr bin Dinar Al-Makki, ‘Amr bin Dinar Al-Bashri, Nafi’ maula Ibnu ‘Umar, Musa bin ‘Uqbah, Muhammad bin Wasi’, Yahya bin Abi Ishaq Al-Hadhrami, Katsir bin Zaid, Fudhail bin Ghazwan, ‘Ikrimah bin ‘Ammar, Umar bin Hamzah, dan lain-lain.
Dikatakan oleh Rabi’ah, “Bahwa dahulu berbagai permasalahan agama dipegang oleh Sa’id bin Al-Musayyib, namun setelah meninggalnya beliau, maka berbagai permasalahan agama tersebut diserahkan kepada Al-Qasim bin Muhammad dan Salim bin ‘Abdillah bin ‘Umar.
Di antara putra-putra ‘Umar bin Al-Khaththab, yang paling mirip dengan beliau adalah ‘Abdullah bin ‘Umar, dan di antara putra-putra ‘Abdullah bin ‘Umar yang paling mirip dengan beliau adalah Salim bin ‘Abdillah.
Di antara murid-murid ‘Abdullah bin ‘Umar yang paling menonjol adalah Salim bin ‘Abdillah -putra beliau sendiri- dan Nafi’. Kemudian ada seorang yang bertanya kepada Yahya bin Ma’in, “Siapakah yang paling berilmu, Salim ataukah Nafi’?” Yahya bin Ma’in menjawab, “Mereka mengatakan, ’sesungguhnya Nafi’ tidaklah mengajarkan hadits, sampai meninggalnya Salim.”
Terjadi perbedaan pendapat dalam hal penyandaran riwayat antara hadits yang diriwayatkan oleh Salim dengan hadits yang diriwayatkan oleh Nafi’ dari ‘Abdullah bin ‘Umar dalam tiga hadits. Maksudnya adalah dalam satu matan hadits yang sama, periwayatan Salim dari ‘Abdullah bin ‘Umar adalah secaramarfu’namun Nafi’ meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar secara mauquf. Dan ini terjadi pada tiga hadits.
Ka’b mengatakan, “Salim lebih mulia dari Nafi’, namun hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Nafi’ adalah lebih utama dalam hal kebenarannya dibanding hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Salim bin ‘Abdillah.”
Suatu ketika khalifah Hisyam bin ‘Abdil Malik memasuki Ka’bah dan bertemu dengan Salim bin ‘Abdillah. Maka berkatalah Hisyam, “Mintalah kepadaku semua kebutuhanmu!” Maka Salim pun mengatakan, “Sesungguhnya aku malu kepada Allah untuk meminta kepada selain-Nya di rumah-Nya ini.” Tatkala keduanya telah keluar dari Ka’bah, Hisyam berkata, “Nah, sekarang mintalah kepadaku semua kebutuhanmu!” Salim bertanya, “Apakah yang engkau maksud itu kebutuhan dunia atau kebutuhan akhirat?” Hisyam menjawab, “kebutuhan dunia.”
Maka berkatalah Salim, “Demi Allah, aku tidak akan meminta dunia kepada Yang memilikinya (Allah), maka bagaimana mungkin aku meminta dunia kepada yang tidak memilikinya?”
Pernah suatu ketika seorang penguasa yang kejam yaitu Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi -salah seorang gubernur khalifah ‘Abdul Malik bin Marwan di negeri ‘Iraq- menyuruh Salim bin ‘Abdillah untuk membunuh seorang laki-laki. Maka Salim bertanya terlebih dahulu kepada orang tersebut, “Apakah engkau seorang muslim?” Laki-laki tadi menjawab, “Ya.” Kemudian Salim bertanya kembali, “Apakah kamu pagi ini sudah melakukan shalat shubuh?” Kata laki-laki itu, “Ya.”
Kemudian Salim pun kembali kepada Al-Hajjaj sambil melemparkan pedangnya dan berkata, “Dia (laki-laki tersebut) mengatakan bahwa dia adalah seorang muslim dan dia juga pada pagi hari ini telah melakukan shalat shubuh, dan sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang melakukan shalat shubuh maka dia berada dalam jaminan Allah.” [HR. Muslim dan At-Tirmidzi].
Kemudian Salim berkata, “Kami tidak akan membunuh orang yang melakukan shalat, akan tetapi kami akan memerangi orang-orang yang membunuh ‘Utsman.”
Beliau memiliki akhlak yang mulia dan merupakan seorang yang kuat seperti kuatnya tubuh para pekerja (kuli). Beliau memiliki kemiripan dengan ayahnya dalam hal gaya hidup, yaitu menjauhi kemewahan. Rambut dan jenggot beliau berwarna putih, pernah menjadi utusan kepada khalifah ‘Abdul Malik untuk menyampaikan bai’at ayahnya, kemudian pernah pula beliau mendatangi khalifah Al-Walid kemudian juga khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz.
Pujian para ‘ulama kepada beliau
Al-Imam Malik mengatakan, “Tidak ada seorang pun yang hidup di zaman Salim bin ‘Abdillah yang lebih mirip dengan orang-orang shalih terdahulu dalam hal kezuhudan, keutamaan, dan gaya hidup dibandingkan beliau.”
Maksudnya adalah bahwa Salim merupakan seorang yang zuhudnya, keutamaannya, dan gaya hidupnya paling mirip dengan orang-orang shalih zaman dahulu dibandingkan selain beliau.
Ibnu Hibban berkata, “Beliau adalah seorang yang mirip dengan ayahnya dalam hal perangai dan bimbingannya.”
Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahuyah berkata, “Rangkaian sanad yang paling shahih adalah Az-Zuhri (meriwayatkan) dari Salim, (dan Salim meriwayatkan) dari ayahnya (‘Abdullah bin ‘Umar).
Ahmad bin ‘Abdillah Al-’Ijli berkata, “Salim bin ‘Abdillah adalah seorang tabi’in Madinah yang terpercaya.”
Abdullah bin Al-Mubarak berkata, “Para ulama kota Madinah -yang terlahir dari mereka berbagai pendapat dalam bidang fikih- ada tujuh orang, yaitu: (Sa’id) bin Al-Musayyib, Sulaiman bin Yasar, Salim, Al-Qasim, ‘Urwah, ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah, Kharijah bin Zaid. Jika datang kepada mereka suatu permasalahan, maka mereka pun masuk ke permasalahan tersebut untuk membahasnya, tidaklah ada seorang hakim yang memutuskan suatu permasalahan sampai si hakim tadi mengangkat permasalahannya itu kepada mereka, kemudian mereka membahasnya dan memutuskan perkara tersebut.
Ibnu Sa’d berkata, “Salim adalah seorang yang tsiqah (terpercaya), banyak meriwayatkan hadits, seorang yang memiliki kedudukan yang tinggi, dan seorang yang memiliki sifat wara’.”
Wafat Beliau
Beliau wafat pada bulan Dzulqa’dah atau Dzulhijjah tahun 106 H. Dan dalam riwayat lain disebutkan bahwa beliau wafat pada tahun 107 H atau 108 H. Namun pendapat yang paling kuat adalah yang pertama, yaitu yang menyatakan bhawa beliau wafat tahun 106 H sebagaimana disebutkan oleh Adz-Dzahabi dalamSiyar A’lamin Nubala’. Jenazah beliau dishalatkan oleh khalifah Hisyam bin ‘Abdil Malik setelah selesainya beliau dari menunaikan ibadah haji.[1]
Mufradat
عَنْ سَلِمٍ عَنْ أبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّم يَخْتُطُبُ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ: مَنْ جَاءَ إلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ
(رواه البحار فى الصهحيح, كتاب الجمعة, باب الْخُطْبَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ)
Dari Salim dari bapaknya, ia berkata, aku mendengar Rasul berkhotbah di atas mimbar beliau bersabda:
“ Barang siapa yang hendak menghadiri shalat Jum’at, maka hendaknya ia ghuzul terlebih dahulu”
(Riwayat Al Bukhari dalam As Shahihah, Kitab al Jumu’atu, Bab Khotbah di Mimbar)
INDONESIA | ARAB |
Barang siapa | مَنْ |
Hendak menuju/ke | جَاءَ إلَى |
Shalat jum’at | الْجُمُعَةِ |
Ghuzul terlebih dahulu | فَلْيَغْتَسِلْ |
Kalimat Penting
غْتَسِل berasal dari kata غسل yang secara bahasa bisa dikatakan mandi, Syaikh Abu Bakar al Jazari dalam kitabnya Minhajul Muslim menjelaskan bahwa sunnah yang baik bila sebelum shalat jum’at mandi terlebih dahulu, serta memperbagus pakaian dan memakai weangian.[2]
Syarah Hadits.
Dalam hadits ini secara dzhahir menjelaskan akan hukum mandi jum’at, yaitu mandi dikala hendak berangkat shalat jum’at. Para imam yang mulia telah sepakat akan keutamaan-sunnah- mandi sebelum berangkat ke masjid dalam rangka shalat jum’at. Imam Syafii-rahimahullah- dalam kitabnya yang agung al Umm menjelaskan bahwa sunnah mengahadiri shalat jum’at adalah mandi,bersiwak, memakai wewangian dan memperbagus pakaian.[3]sebagaimana hadits nabi saw.
Akan tetapi yang akan dibahas disini bukanlah dari sisi nilai fikiyahnya, melainkan nilai-nilai tarbiyah yang bisa diambil dari riwayat tersebut. Disitu dijelaskan bahwa para sahabat sangat memperhatikan atas apa yang disampaikan sang khatib. Dahulu Ummu Hisyam sering mencuri-curi pendengaran atas khutbah rasulullah saw, sehingga Ummu Hisyam mampu memahami agama dengan baik. Disini dapat dijelaskan bahwa dalam khotbah jum’at banyak materi tarbiyah yang tidak sembarangan. Karena dalam khotbah ada banyak ilmu,informasi serta nasehat yang mendidik bagi para pendengarnya. Sampai –sampai Ummu Hisyam gemar mencuri khutbah nabi, beliau hingga hafal Surat Qaaf. Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Sahih Muslim, menjelaskan tentang kronologis hadits tersebut. Bahwa dulu Ummu Hisyam adalah sahabiyah yang suka mencuri khutbah Rasulullah saw ketika beliau khutbah jum’at. Setiap rasulullah khutbah beliau selalu menguping khutbahnya secara sembunyi agar tidak diketahu oleh para jamaah selaku lelaki ajnabi. Beliau menguping dari belakang tembok masjid.[4] Rasulullah ketika berkhutbah senantiasa dengan suara lantang dan jelas sehingga bisa didengar dari luar masjid, sebagaimana diteragkan oleh sahabat Jabir-RA-.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا خَطَبَ, احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ, وَعَلَا صَوْتُهُ, وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ, حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ: صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ
(رَوَاهُ مُسْلِمٌ.)
Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu berkata: Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila berkhotbah memerah kedua matanya, meninggi suaranya, dan mengeras amarahnya seakan-akan beliau seorang komandan tentara yang berkata: Musuh akan menyerangmu pagi-pagi dan petang.(Riwayat Muslim).[5]
Mengenai hadits dari Jabir-RA- tersebut Syaikh Abdurrhman al Bassam menjelaskan bahwa rasulullah ketika berkhutbah suaranya lantang dan meninggi sehingga mampu menggerakan hati, meraasuk ke jiwa, menyentuh perasaan dan menggegerkan semangat akan ketaatan pada Allah dalam rangka mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya[6]. Sedang hadits berikut akan menjelaskan tentang sifat khutbah nabi yang jelas.
قَالَ أَبُو وَائِلٍ خَطَبَنَا عَمَّارٌ فَأَوْجَزَ وَأَبْلَغَ فَلَمَّا نَزَلَ قُلْنَا يَا أَبَا الْيَقْظَانِ لَقَدْ أَبْلَغْتَ وَأَوْجَزْتَ فَلَوْ كُنْتَ تَنَفَّسْتَ فَقَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ فَأَطِيلُوا الصَّلَاةَ وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ وَإِنَّ مِنَ الْبَيَانِ سِحْرًا
(رَوَاهُ مُسْلِمٌ.)
" Abu Wa’il berkata: ’Ammar berkhutbah kepada kami dengan ringkas dan jelas. Ketika dia turun, kami berkata,”Hai, Abul Yaqzhan (panggilan Ammar). Engkau telah berkhutbah dengan ringkas dan jelas, seandainya engkau panjangkan sedikit!” Dia menjawab,”Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,’Sesungguhnya panjang shalat seseorang, dan pendek khutbahnya merupakan tanda kefahamannya. Maka panjangkanlah shalat dan pendekanlah khutbah! Dan sesungguhnya diantaranya penjelasan merupakan sihir’.” (HR Muslim, no. 869)
" Abu Wa’il berkata: ’Ammar berkhutbah kepada kami dengan ringkas dan jelas. Ketika dia turun, kami berkata,”Hai, Abul Yaqzhan (panggilan Ammar). Engkau telah berkhutbah dengan ringkas dan jelas, seandainya engkau panjangkan sedikit!” Dia menjawab,”Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,’Sesungguhnya panjang shalat seseorang, dan pendek khutbahnya merupakan tanda kefahamannya. Maka panjangkanlah shalat dan pendekanlah khutbah! Dan sesungguhnya diantaranya penjelasan merupakan sihir’.” (HR Muslim, no. 869)
Pantaslah jika Ummu Hisyam mampu mencerna dengan baik materi khutbah rasulullah dengan baik meski ia hanya menguping dari luar masjid. Itu semua karena sifat khutbah rasul yang lantang dan jelas. Jika ummu hisyam yang menguping dari luar masjid saja sudah mampu mencerna materi khutbah rasul dengan baik, bagaimana dengan para sahabat yang langsung berada di masjid mendengarkan khutbah beliau, tentunya mereka lebih baik mencerna materi khutbah rasulullah yang berisikan tarbiyah dan ilmu.
عَنْ أُمِّ هِشَامٍ بِنْتِ حَارِثَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: مَا أَخَذْتُ: "ق وَالْقُرْآنِ اَلْمَجِيدِ", إِلَّا عَنْ لِسَانِ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقْرَؤُهَا كُلَّ جُمُعَةٍ عَلَى اَلْمِنْبَرِ إِذَا خَطَبَ اَلنَّاسَ
(رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
Ummu Hisyam Binti Haritsah Ibnu Al-Nu'man Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku tidak menghapal (Qof. Walqur'anil Majiid kecuali dari lidah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam yang beliau baca setiap Jum'at di atas mimbar ketika berkhutbah di hadapan orang-orang. (Riwayat Muslim, dengan sanad yang baik dan di shahihkan oleh al Albani dalam Jami’ As Shahih)
Syaikh Abdurrhman al Bassam menjelaskan, kenapa Ummu Hisyam bisa sampai meghapal Surat Qaaf. Itu karena nabi jika berkhutbah membaca Qur’an ketika dalam Khutbah jum’at. Yang dimana atas sifat khutbah nabi ini, ulama Hmbaliyah mewajibkan membaca surat al Qur’an dalam khutbah jum’at, dan adapun surat yang disunahkan yaitu surat Qaaf. Karena dalam surat Qaff diterangkan akan ancaman akan dosa, kematian, kebangkitan dari kubur dan sejumlah Jaza’ atau balasan akan amal manusia sehingga mampu menggerakan dan menggetarkan qalbu para pendengarnya.[7]
Syaikh Abu Bakar al Jazari menjelaskan tentang salah satu hikmah akan khutbah jum’at adalah dengan adanya khutbah jumat ini dapat mendengarkan anjuran serta peringatan, janji serta ancaman Allah yang mampu membangkitkan semangat mereka dalam menunaikan sejumlah kewajiban mereka serta mendorong mereka supaya menunaikanya dengan sungguh-sungguh dan penuh ketekunan selama satu minggu.[8]
Aspek Tarbawi
Seperti di jelaskan oleh Syaikh Abu Bakar al Jazari-ra- bahwa dalam khotbah jum’at terdapat banyak materi tarbiyah yang mampu mendidik umat dalam perihal ketaatan pada Allah, menambah ilmu pengetahuan, wawasan dan informasi. Selain itu juga dengan khotbah yang baik sesuai sifaat khotbah rasulullah, yaitu jelas dn lantang. Akan mampu memahamkan materi khutbah dengan baik kepada umat, sehingga umat bisa terdidik dan menjadi umat yang pandai dan cerdas.
Kemudian khutbah jum’at adalah salah satu media belajar bagi masyarakat, terutama kaum lelaki yang dimana ia akan memimpin rumah tangga mereka. Dengan terdidiknya para pemimpin rumah tangga, diharapkan mampu mendidik keluarganya pula sehingga umat ini menjadi umat berkualitas dan bergama dan bermasyarakat dengan baik.
Ustadz Ibnu Suyud menjelaskan bahwa ada tiga waktu yang dimana waktu itu adalah waktu yang baik dalam memberikan ilmu atau nasehat dengan baik, yaitu pertama ketika dalam perjalanan atau kendaraan. Sebagaimana yang dilakukan nabi SAW dengan Ibnu Abbas, diwaktu sakit, makan bersama dan ketika khutbah. Sebagaimana yang dilakukan rasulullah di setiap waktu dan kesempatan seperti ketika haji wada’ beliau berkhutbah diatas ontanya, sewaktu diatas bukit dan juga ketika di mimbar masjid.[9]
Allhu’alam.
Daftar Pustaka
1.Minhajul Muslim, Syaikh Abu Bakar al Jazari. Darul Hadits.Mesir
2.Syarah Sahih Muslim, Imam Nawawi. Maktab Tsaqafi. Riyadh, Saudi
3.Al Umm, Imam As Syafi’i. jilid I, bab Sholat. Darul Fikr. Lebanon.
4.Bhulughul Maram, Ibnu Hajar al Asqalani. Darul Fikr. Lebanon.
5.Syarah Bhulugul Maram: Taudhihul Ahkam mim Bhulughul Maram, Syaikh Abdurrahman al Bassam. Darul Hadits.
6.Majmu’ Syarah Haditsah al Ahkam wa Tarbiyah, Al Faqir Muhammad Fachmi bin Suyud al Ghomawangiy. Maktab al Fahmi.
7.Jami’ As Shahih, Syaikh Nasrudin al Albani. Darul Ibn Taimiyah. Damaskus
8.Al Bidayah wa Nihayah, Imam Ibnu Katsir. Darul Aqidah, Lebanon.
MAKALAH HADITS TARBAWI
Khutbah Jum’at Media untuk Menyebarkan
Ilmu Pengetahuan
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Mata Kuliah :Hadits Tarbawi
Dosen Pengampu : Muhammad Hufron, M.S.I
PENYUSUN :
Titin Nur Indahsari (2021110315)
Kelas : C
TARBIYAH PAI
STAIN (SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI) PEKALONGAN
TAHUN 2012
Jln.Kusuma Bangsa No.9 Pekalongan
[1] Majmu’ Syarah Haditsah al Ahkam wa Tarbiyah, Al Faqir M Fachmi al Ghomawangiy. Maktab al Fahmi.E-Book/www.4shared.com_ Majmu’ Syarah Haditsah al Ahkam wa Tarbiyah. Atau Al Bidayah wa Nihayah, karya Ibnu Katsir.
[2] Lihat Minhajul Muslim, Syaikh Abu Bakar al Jazary. Darul Hadits. Mesir.
[3] Lihat kitab al Umm, Imam As Syafi’i. jilid I, bab Sholat. Darul Fikr. Lebanon.
[4] Syarah Sahih Muslim, Imam An Nawawi.Maktab Tsaqafi. Riyadh, Saudi.
[5] Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dengan sanad yang baik dan di shahihkan oleh al Albani, hadits ini juga ada di kitab Bhulughul Maram, bab. Shalat Jum’at.
[6] .Syarah Bhulugul Maram: Taudhihul Ahkam mim Bhulughul Maram, Syaikh Abdurrahman al Bassam. Darul Hadits.
[7] Syarah Bhulugul Maram: Taudhihul Ahkam mim Bhulughul Maram, Syaikh Abdurrahman al Bassam. Darul Hadits.
[8] Minhajul Muslim, Syaikh Abu Bakar al Jazari, Darul Hadits, Mesir.hal.188.
[9] Majmu’ Syarah Haditsah al Ahkam wa Tarbiyah, Al Faqir M Fachmi al Ghomawangiy. Maktab al Fahmi.E-Book/www.4shared.com_ Majmu’ Syarah Haditsah al Ahkam wa Tarbiyah.
riqoh ahmidtsani rosyada
BalasHapus2021110121
klas c
assaLamu'alaikum ukhti
sya ingin minta pendapat pemakalah
yang pertama,
apakah media dakwah dg jln khutbah jum'at masih relevan dan fungsional untuk membentuk umat berkepribadian, berkualitas,bergama serta bermasyarakat dengan baik? bagaimana dikaitkan dg pendidikan inkuiri???
trus yang kedua
metode tow strategi yg bagaimana agar substansi khutbah jum'at tsb tpat sasaran kpd jama'ah, agar tidak adanya suatu penampakan jama'ah yg tidur manis dan bsa diimplementasikan dlm ksehariaanya dg hsil khutbah tsb?
mtur nwun
nama: nurul khikmah
BalasHapuskelas: c
nim: 2021110122
khutbah jum'at sebagai media untuk menyebarkan ilmu pengetahuan, nilai apa yang bisa kita ambil dari hadist ini sendiri... dapatkah menggugah para jamaah sholat jum'at yang sering kali mengesampingkan khutbah jum'at, dengan berangkat ke masjid untuk sholat jum'at ketika nkhutbah selesai. .?
nama : dewi listiyaningsih
BalasHapuskelas: c
nim : 2021110106
assalamu'alaikum
bagaimana hukumnya apabila orang yang shalat jum'at tidak mendapati khutbah jum'at?
bahwa dia datangnya terlambat
Dari :2021110315
BalasHapusJawab pertanyaan Dewi Listiyaningsih
Apabila ia mendapat sholat 1 rokaat maka ia dihitung sholat jum'at namun apabila ia tidak mendapat sholat satu rakaat maka ia harus mengulangnya/menggantinya dengan sholat dzuhur.
Nama : INtan lis aryana
BalasHapusNIm : 202 111 0120
kls: c
bagaimana menurut pendapat anda tentang hadist tersebut jika dikaitkan dengan realita sekarang? krn scr realita banyak para pemuda yang menyepelekan khutbah jum'at, dengan datang sholat terlambat dan pulang mendahului. pdhl kn mendengarkan khutbah jum'at bukankah wjb hukumnya?
Dari :2021110315
BalasHapusjawab pertanyaan Nurul khikmah
yang ditanyakan anti adalah nilai apa??
ketika dilihat dari nilai tarbawi maka sudah dijelaskan dalam makalah seperti
1.Mampu mendidik umat dalam hal ketaatan pada Allah, menambah ilmu pengetahuan, sumber informasi dll
2. Sebagai media belajar bagi masyarakat khususny kaum laki-laki selaku pemimpiun rumah tangga
3. sebagai salah satu metode mensyiarkan dakwah islam.
Atau dilihat dari aspek Fikiyahnya yaitu Menjalankan sunnah Rosul yaitu mandi sebelum sholat jum'at, makai wewangian, memperbagus pakaian.
Sedangkan ketika berbicara malasalah menggugah para jamaah tentu saja iyya, apalgi ketika sang khotib menyampaikan khutbahnya seperti sifat khutbahnya Nabi yaitu lantang dan jelas. Seperti yg diterangkan oleh sahabat Jabir RA.
Dari 2021110315
BalasHapusJawab pertanyaan Ukhty Riqoh
Wa'alaikumussalam wr.wb
Menurut saya khutbah jumat masihlah sangat relevan dan fungsionalarena melihat dari frekuensi pertemuannya yg dilaksanakan seminggu sekali sehingga setidaknya kaum muslim mampu mendpat materi tarbiyah dari khutbah jumat tersebut apalagi jika ia menyimak materi yg disampaikan dengan seksama.
Kemudian jika dihubungkan dengan pendidikan inkuiri maka khutbah jumat ini dapat dijadikan oleh peserta didik sebagai sarana memperoleh ilmu yg kemudian hasilny dapt disampaikan kepada pembimbingnya/gurunya.
kemudian untuk strategi agar substansi khutbah jumat ini dpat tepat sasaran mka hendaknya seorang khotib menyuampaikan khutbahnya sebagai sifat khutbahnya Nabi SAW yaitu lantang dan jelas seperti yg diterangkan oleh sahabat JAbir RA, maka saya rasa tidak akan ad lagi jamaah yang mengantuk Apalagi tidurmanis selain itu perlunya kesadran dari para jamaah untk lebih khusu' dlam mendengarkan khutbah(mengetahui adab2 dalam mendengarkan khutbah). Allahu'alam
Nama : Istighfaroh
BalasHapusNIM : 2021110119
Kelas : C
Salam silaturrahim
Mbak yu seberapa penting kah khutbah jum'at menurut anda ?
Mengapa ketika sholat jum'at kok imam menyuruh makmumnya untuk mendengarkan khutbah tanpa bicara dan terkadang ada juga di masjidnya ada tulisan harom berbicara ketika khutbah ?
Terima kasih
Nama : Hinda iliana
BalasHapusNIM : 2021110099
Kelas : C
Apa sebenarnya yang dimaksud media?
Mengapa khutbah jum'at sebagai media untuk menyebarkan ilmu pengetahuan?
Nama : Dwi arum sari
BalasHapusNIM : 2021110108
Kelas : C
assalamualaikum,,,
mungkin sekarang2 ni kita sering mnemukan beberapa masjid di sekitar kita saat khutbah jum'at khotibnya sudah sepuh, shg banyak pemuda yang mlas mendengarkan khutbah dengan alasan ngantuklah denger suara khotib yg mendayu-dayu,,
lalu bgmn mnrt antum, apakah khutbah jm'at skrg msh bsa di ktakan efektif sbgai media penyebaran ilmu pendidikan????? makacih...
Bagamana hukum nya apabila orang yang berkhutbah menyampaikan khutbah nya tidak enak di dengar sehingga justru menjadikan si pendengar itu malas untuk mendengarkannya,??dan bagaimana hukum nya apabila dalam khutbah sang khotib melakukan kesalahan,??terimakasih!!
BalasHapusNama :Romadlon
BalasHapusNim :2021110114
Kelas:C
Bagamana hukum nya apabila orang yang berkhutbah menyampaikan khutbah nya tidak enak di dengar sehingga justru menjadikan si pendengar itu malas untuk mendengarkannya,??dan bagaimana hukum nya apabila dalam khutbah sang khotib melakukan kesalahan,??terimakasih!!
Nama:khafidhotul khusna
BalasHapusNim:2021110136
Kelas:C
Apakah penyaluran materi-materi khutbah dapat dan bisa dikatakan efektif bagi penjembatan ilmu pengetahuan?
Nama : Lutfiyah
BalasHapusNIM : 202 111 0118
Kelas: C
assalamualaikm,wr.wb
seberapa besar si pengaruh isi khutbah jum'at terhadap perilaku masyarakat?? dan apakah ada pengaruh yang signifikan dari mendengarkan isi khutbah yang ada??terimakasih...
Nama:Mega yuliana
BalasHapusNim:2021110137
Kelas:C
Tiap minggu hanya kaum laki-laki yang lebih banyak mendengarkan khutbah,bagaimana posisi perempuan agar dapat juga mendapatkan ilmu pengetahuan dari isi khutbah?
Nama : Nurul Islakhah
BalasHapusNim : 2021110139
kelas : C
khutbah jumat dari dahulu sampai sekarang tetap menggunakan media ceramah, dan itu yang menurutku menjadikan faktor yang membosankan,terutama untuk pemuda jaman sekarang yang serba modern,menurut anda relevan atau tidak jika penyampaian khutbah jumat di lengkapi dengan media seperti lcd?jelaskan alasanya?
Nama:Afif fathuri
BalasHapusnim:2021110096
kls:c
Pertanyaan:asalamkm wr,wb ....pada jaman rosul saw khutbah jum'at di lakukan untuk dakwah agama islam ,menurut anda khutbah sekarang apakah masih sama untuk berdakwah?apakah hanya untuk menjadirukun nya shalat jum'at?
Nama:Rosihun
BalasHapusNim :2021110111
Kls :C
Menurut anda apakah khutbah jumat sekarang msih bisa dikatakan sebagai media pembelajaran yang efektif , , , ,?
Jawab Pertannyaan Rosihun
BalasHapusiiya, jels masih sangat relevan
Jawab pertanyaan Istighfaroh
BalasHapusMenurut saya jlaslah masih sangat penting krena, melihat intensitas pelaksanaan yg dilaksankan seminggu sekali sehingga sngat efektif untk memperoleh ilmu, apalgi untk kaum laki-laki yg sebgaimana mrka fitrahnya adl menjdi pemimpin yang akn mengarahkan dan mendidik keluarganya, jika sehari-hari mereka sibuk bekrja jika tidk ad moment khusus hari jumat maka akan memperoleh ilmu kpan lagi..gtu,
lalu terkait dengan diam saat khutbah krena agar para jamaah terbebas dari kesia-siaan krena Rosul pernah bersabda bahwa seseorang yg berbicara ketika khotib sdg khutbah maka ia tidk akan mendapat pahal jum'at.
jawab pertanyaan Dwi Arum Sari
BalasHapusYa,memang fenomena sepuhnya sang khotib hingga membuat para pemuda mersa ngantuk memang sudah tidak asing lagy.
hal ini harusnya menjadi perhatian para pengurus masjid untuk lebih memperhatikan seorg khatib, Mungkin karena mereka adalah sesepuh yg kemudiaan disegani, akantetapi hal ini harusnya Tidak demikian, melihat bahwa sesepuh tersebut tdk lagy mampu berkhutbah dengan lantang dan jelas.
sehingga jangan samapai hnya karena rasa tidk enk kemudian mengorbankan jamaahnya.-lbih bijaklah-
Jawab pertanyaan NO NAMe
BalasHapusUntuk masalah kepastian hukum, silahkan nanty dipelajari lagy dimakul Fiqh.|
Tapi kemudian melihat dari sisi tarbawinya, tentulah yg demikian pesan yg disampaikan oleh seorang khotib menjadi tidak efektif.
jawab pertanyaan Hinda Iliana
BalasHapusMnrut sya, Media merupakan sarana berpa alat maupun bzhan yang dapat diguankan untuk penyampai suatu pesa/ilmu/pengetahuan.
Kemudian mengapa khutbah disebut jga sebagai media penyampai ilmu pengetahuan, krena dlm khutbah seorang khotib dapat menyampaikan suatu ilmu pengetahuan scra efektif karerna banyakny jamaah yg mendengarakan, sehiangga sekali waktu, suatu ilmu pengetahuan tersebar secra mudh.
jawab pertanyaan khafidhotul khusna,
BalasHapusMenurut saya masih sanagt efektifv sebagai penjembatan ilmu pengetahuan karena dlm jamaah jumat biasany tidak sedikit yg datang sehingga sekali penyampaian suatu ilmu sudh dpat diketahui banyak orang. Selain itu, melalui khutbah jumatt seorg laki-laki dpat memperoleh ilmu setelah selama seminggu sibuk dng apekerjaannya hingga tak sempat menuntut ilmu ditempat lain(halaqoh).
Jawab Pertanyaasn Megas Yuliana
BalasHapusSeorang Perempuan Boleh mengikutin sholat jum'at sehingga pun bisa mendengarkan khutbah jumat secara langsung. namun apabila ternyata tidk memungkinkan untkn kemasjid maka bisa ikut mendengarkan khutbah jumat disekitar lingkungan masjid. bukankah sekarang khutbah jumat telah disediakan microphon yg memungkinkan diluar jamaahpun msih bs ikut mendengarkan serta memperhatikan
Bukankah dahulu ad seorang sahabiyah -ummu hissyam- seseorang yg gemar mencuri dengar khutbah jumat diblakang masjid.
jawab pertanyaan Afif F
BalasHapusBerbaik sangka sajalah bahwa penyelenggaraan khjutbah jumat memang masih untuk tujuan dakwah, kalopun ad masjid-masjid tertentu yg menyelenggarakan hanya untuk menutup rukun sja, mka tdk bisa dijdikan olokan bahwa khutbah jum'at tidk lagyu sbgai media dakwah, krena menurut sya masih banyak masjid2 yg secara kualitas khutbah jumatnya sangatlah bagus, baik dari segi materi khutbah, sang khtib, imam maupun jamaahnya.