ADAB MASUK
RUMAH
SURAT
AL-AHZAB : 53 dan SURAT NUH : 28
Hidayatul
oktaviani
Kelas G
JURUSAN TARBIYAH / PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah Swt, yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi
Agung Nabi Muhammad saw, yang selalu kita nantikan syafaatnya dihari akhir
nanti.
Makalah ini disusun agar dapat memperluas membiasakan olahraga yang
saya sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi dan juga
beberapa referensi. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para Mahasiswa STAIN
PEKALONGAN.
Jika ada kekurangan dan jauh dari sempurna dalam makalah ini.
Kepada para mahasiswa ataupun mahasiswi, dosen pembimbing dan pembaca pada
umumnya kami meminta kritik dan sarannya demi perbaikan pembuatan makalah ini
di masa yang akan datang
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pasal ini
menunjukkan kelengkapan ajaran islam dalam mengatur semua kondisi seorang
muslim. Sebab, sesungguhnya islam telah mensyari’atkan bagi seorang muslim
beberapa adab ketika ia masuk rumah. Hendaklah ia memperhatikan adab-adab
tersebut. Dianjurkan bagi seorang muslim jika masuk kedalam rumahnya agar
mengetuk pintu dengan pelan-pelan, atau memencet bel pintu dengan tenang.
Hendaknya
seseorang memberi isyarat kepada penghuni rumah apabila mereka tidak menyadari
masuknya ia ke dalam rumah. Hal itu dapat dilakukan misalnya dengan berdehem
atau menghentakan kakinya ke lantai sehingga ia tidak mengagetkan orang didalam
rumah, membuat takut, atau mereka mengira sedang dimata-matai.
BAB II
PEMBAHASAN
A. QS. Al-Ahzab, ayat 53
1. Tafsiran dan isi kandungan
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَى طَعَامٍ
غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا
طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ
يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ وَاللَّهُ لا يَسْتَحْيِي مِنَ
الْحَقِّ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ
ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا
رَسُولَ اللَّهِ وَلا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ
ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا (٥٣)
Terjemah
Surat Al Hazab Ayat 53
53.
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi
kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu masak
(makanannya), tetapi jika kamu dipanggil maka masuklah dan apabila kamu selesai
makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang
demikian itu mengganggu Nabi sehingga dia (Nabi) malu kepadamu (untuk menyuruh
kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu
meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah
dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati
mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula)
menikahi istri-istrinya selama-lamanya setelah (Nabi wafat). Sungguh, yang
demikian itu sangat besar (dosanya) di sisi Allah.
Setelah ayat-ayat yang lalu berbicara tentang
istri Nabi yang boleh atau tidak boleh dikawini, serta pengaturannya yang
berkaitan dengan pribadi Nabi saw, kini
ayat-ayat diatas menetapkan peraturan yang berkaitan dengan kaum muslimin dalam
hubungan mereka dengan rumah tangga Nabi saw.
Ayat ini
mengandung dua tuntunan pokok. Pertama menyangkut etika mengunjungi Nabi
(rumah) dan kedua menyangkut hijab. Bagian pertama ayat ini menurut sahabat
Nabi saw, Anas Ibn Malik ra., turun berkaitan dengan perkawinan Nabi saw.
dengan Zainab binti Jahesy. Ketika itu Nabi menyiapkan makanan untuk para
undangan. Namun setelah mereka makan, sebagai undangan - dalam riwayat ini
dikatakan tiga orang – masih tetap duduk berbincang-bincang. Nabi saw. masuk ke
kamar ‘Aisyah lalu keluar, dengan harapan para tamu yang masih tinggal itu
telah pulang, tetapi belum juga maka beliau masuk lagi ke kamar istri yang lain,
demikian seterusnya, silih berganti masuk dan keluar ke kamar-kamar semua istri
beliau. Lalu turunlah ayat ini” (HR. Bukhari melalui Anas Ibn Malik).
Dalam riwayat
lain sahabat Nabi saw. Anas Ibn Malik
menyatakan bahwa Sayyidina Umar ra. Mengusulkan kepada Nabi saw bahwa: “Wahai
Rasul, orang baik dan tidak baik masuk kerumahmu, apakah tidak sebaiknya engkau
memerintahkan Ummabat al-Mu’minin (istri-istri Nabi) memasang hijab?”
maka turunlah ayat ini memerintah penggunaan tabir.
Kedua riwayat
di atas tidak harus dipertentangkan. Bisa saja Sayyidina Umar mengusulkannya
beberapa saat sebelum terjadinya undangan Nabi merayakanperkawinan beliau dengan Zainab ra.
itu.
Firman-Nya: kecuali
jika kamu diizinkan untuk (datang ) ke hidangan, berkedudukan sebagai
penjelasan larangan masuk dalam keadaan “kamu diizinkan untuk (datang) ke
hidangan”, yakni tidak masuk kecuali
ada undangan makan. Ini bukan berarti tidak boleh masuk kecuali bila ada
undangan makan. Tetapi itu adalah salah satu contoh. Dalam praktik sebelum dan
sesudah turunnya ayat ini, sekian banyak sahabat Nabi saw. yang datang
berkunjung – baik untuk makan maupun selainnya – tetapi setelah mendapat izin
dari Rasul saw. Dengan menggabung sabab nuzul yang menggambarkan
keterlambatan pulang setelah makan, dengan teks ayat yang menggambarkan
kedatangan terlalu cepat sebelum tibanya waktu makan atau katakanlah sebelum
“jam undangan”, maka ayat ini mngajarkan umat islam untuk datang tepat waktu
dalam memenuhi undangan. Jangan terlambat datang sehingga menjadikan orang lain
yang tepat waktu menanti, dan jangan juga terlalu cepat sehingga mengganggu
tuan rumah. Prinsip itu tentu saja tidak hanya terbatas pada undangan makan,
tetapi dalam segala hal.
Ayat ini
menunjukkan betapa luhur akhlak Nabi Muhammad. Beliau malu mengusir tamu,
kendati kehadiran mereka mengganggu beliau. Sebenarnya jika para tamu itu
mengerti, cukuplah mereka melihat Nabi berdiri dan keluar masuk ke kamar-kamar
cukuplah hal tersebut sebagai isyarat agar mereka pulang.[1]
Ayat 53
menetapkan peraturan yang berkaitan dengan kaum muslim dalam hubungan mereka
dengan rumah tangga Nabi saw. Ayat ini menyatakan : Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan.
Yakni diundang oleh berwenang untuk (datang) ke hidangan dengan tidak datang
terlalu cepat sebelum waktunya sehingga berlama-lama menuggu waktu masaknya
makanan yang akan dihidangkan, tetapi jika kamu diundang oleh yang berhak, maka
masuklah berdasar undangan itu tepat waktu dan bila kamu selesai makan,
tinggalkanlah rumah menuju tempat lain sesuka kamu tanpa duduk lebih lama dan
asyik memperpanjang percakapan. Sungguh berlama-lama dirumah Nabi saw
.mengganggu beliau. Beliau bermaksud meminta kamu pulang, tetapi beliau malu
menyuruh kamu keluar, tetapi Allah swt. “tidak malu” yakni tidak ada yang dapat
menghalangi-Nya menegur kamu menyangkut kebenaran.
Setelah memberi
tuntunan perihal kehadiran memenuhi undangan tuan rumah, kiini dijelaskan
bagaimana seharusnya sikap seseorang bila ada keperluan dirumah Rasul. Ayat
diatas melanjutkan apabila kamu meminta sesuatu kepada istri-istri Nabi saw.
itu, maka mintalah diri belakang tabir yang menutupi kamu dan mereka. Cara yang
demikian itu lebih suci bagi hati kamu dan hati mereka sehingga tidak gampang
dimasuki oleh gangguan setan. dan tidak boleh juga mengawini istri-istrinya
untuk selama-lamanya sesudah Beliau wafat. Sungguh menyakiti hati Nabi dan
mengawini istri Beliau sesudah wafatnya Nabi saw. adalah amat besar dosanya
disisi Allah swt.[2]
2. Penerapan dalam kehidupan
a. Janganlah
kamu masuk rumah kecuali diizinkan.
b. Tetapi jika
kamu diundang masuklah.
c.
Tamu hanya makan sebatas dia sebagai tamu dan tidak makan atas kehendak
sendiri.[3]
3. Aspek Tarbawi
Dari ayat
diatas dapat kita ambil nilai-nilai positif yang terkandung didalamnya,
diantaranya yaitu adab masuk rumah orang lain, kita tidak boleh memasuki rumah
orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu. Dalam konteks ayat diatas yaitu
menganjurkan meminta izin dan memberi salam, sunahnya memberi salam 3 kali.
Jika sudah mengucapkan salam 3 kali tetap tidak ada jawaban maka lebih baik
pulang dan kembali lagi lain waktu. Karena jika seseorang masuk rumah orang
lain tanpa izin maka yang dikhawatirkan akan timbul fitnah.
B. QS. NUH, ayat 28
1. Tafsir dan isi kandungan ayat ini
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ
وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلا
تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلا تَبَارًا (٢٨)
Artinya :
“Ya Tuhanku! ampunilah aku, ibu-bapakku, dan
siapa pun yang memasuki rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman
laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang
zalim itu selain kehancuran.”
Setelah
Nabi Nuh as. Berdo’a agar para pendurhaka dibinasakan Allah demi keselamatan
generasi berikut: sebagaimana terbaca pada ayat-ayat yang lalu, kini beliau
berdoa untuk orang-orang yang taat. Dan karena konteksnya adalah permohonan
ampun, maka beliau mulai dengan diri beliau sendiri guna menunjukan bahwa diri
beliau pun tidak dapat luput dari kekurangan. Beliau berdo’a menyatakan: Tuhanku!
Ampunilah aku, dan kedua ibu bapakku atau kedua anakku yang beriman,
serta orang yang masuk kerumahku dalam keadaan mukminkarena tiada tamu yang
masuk kerumah kecuali membawa rezeki dan yang keluar membawa pengampunan bagi
tuan rumah dan ampuni juga orang-orang mukmin laki-laki dan mukmin
perempuandan janganlah engkau tambahkan buat mereka kecuali kebahagiaan, dan
janganlah engkau tambahkan bagi orang-orang zalim yang telah merendah
daging kezalimannya selain kebinasaan.
Kata (لوالديّ)li walidayya
yakni dengan huruf (يا) yang pertama setelah huruf dal
merupakan bentuk dual dari kata (والد)walid yang
dimaksud adalah ayah dan ibu. Ada juga yang membacanya (لو لديّ)li waladayya
(tanpa huruf alif setelah wawu). Ini merupakan bentuk dual dari kata (ولد)walad/anak.
Yang dimaksud adalah kedua anak beliau yang beriman yang konon bernama Sam dan
Ham.
Awal surah ini
menampilkan nasihat dan tuntunan Nabi Nuh as. Kepada kaumnya agar mereka
beriman, shingga Allah tidak menjatuhkan siksa atas mereka. Akhir susah bicara
tentang penyiksaan kaum Nabi Nuh as. Setelah terbukti keengganan mereka
beriman. Uraian akhir surah ini serta doa keselamatan bagi yang taat dan
kebinasaan bagi yang durhaka, merupakan penegasan tentang uraian awalnya.
Demikian bertemu awal surah dan akhirnya. Maha Benar Allah dan sungguh serasi
firman-firman-Nya.[4]
Surah ini di
tutup dengan merekam penutup doa Nabi Nuh asyang menyatakan: “Tuhan
Pemeliharaku! Ampunilah aku dan kedua ibu bapakku, atau kedua anakku yang
beriman, serta siapa yang masuk kerumahku dalam keadaan mukmin, dan ampuni juga
orang-orang yang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan secara umum dan
janganlah Engkau tambahkan buat merekakecuali kebahagiaan, dan janganlah Engkau
tambahan bagi orang-orang zalim yang telah mendarah daging kezalimannya selain
kebinasaan”
2.Penerapan dalam kehidupan
a.
Jadi mendoakan orang beriman yang masuk kerumah merupakan ajuran agama, apalagi
kehadiran mereka dilukiskan: “datang membawa rezeki dan keluar membawa
pengampunan dosa tuan rumah”.
b. Perlunya
memberi perhatian kepada seluruh anggota masyarakat, bahkan hendaknya
memperhatikan jauh kedepan melampaui batas generasinya.[5]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Adab masuk
rumah adalah mengetahui adab-adab dan
tata krama dalam masuk rumah, dan bagaimana sepantasnya perangai (akhlak)
seorang mukmin dalam bertamu. Karena memiliki dan menjaga perangai (akhlaq)
yang baik merupakan tujuan diutusnya Rasulullah.
B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini penulis berharap agar para pembaca
dapat lebih memahami materi yang telah penulis sampaikan agar dapat lebih
mengembangkan cara berpikir (logika) kita. Dalam pembuatan makalah ini masih
banyak terdapat kekeliruan, maka oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca guna memperbaiki
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Quthubi dan
Syaikh Imam. 2009, Tafsir Al-Quthubi. Jakarta: Pustaka Azzam
Shihab
M.Quraish.2012.Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah
Al-Qur’an. Tanggerang: Lentera Hati
Shihab M.Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah:
Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati
PROFIL PENULIS
Nama :
Hidayatul Oktaviani
Nim : 2021114153
Alamat : Tegal, jln projosumarto II
Kec.Talang
Kab.Tegal
TTL : Tegal, 31 Oktober
1995
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : Islam
Riwayat Pendidikan : SDN Lambanggelun 01
SMPN Talang 02
SMA Ihsaniyah Tegal
STAIN Pekalongan
[1]M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm 309-311
[2]M.Quraish shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari
Surah-Surah Al-Qur’an (Tanggerang: Lentera Hati, 2012) hlm 236-237
[3] Al-Quthubi, Syaikh Imam, Tafsir Al-Quthubi (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009) hlm 540-544
[4] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002) hlm 476-477
[5] M.Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari
Surah-Surah Al-Qur’an (Tanggerang:
Lentera Hati, 2012) hlm 407-408
Tidak ada komentar:
Posting Komentar