(Sifat Orang
Alim)
Q.S. Fathir ayat 28
AFRIYANI ( 2021113083)
Kelas : PAI A
JURUSAN TARBIYAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim.
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Karakteristik Orang Berilmu dalam
Qs. Al-fathir Ayat 28”. Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi I, semester VII (Tujuh)
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan tahun akademik
2016. Penulis menyadari tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka,
makalah ini tidak akan terwujud. Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
- Bapak
Dr. Ade Dedi Rohayana,M.Ag selaku ketua IAIN Pekalongan
- Bapak Drs.H.M.Muslih
Husein,M.Ag selaku wakil ketua III IAIN Pekalongan
- BapakDrs. M. Ghufron Dimyati,MSIselaku dosen pengampu mata kuliah
TafsirTarbawiI
- Bapak
dan ibu selaku kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moral,
materiil serta motivasinya;
- Segenap
Staf Perpustakaan IAIN
Pekalongan yang telah memberikan bantuan referensi-referensi buku rujukan;
- Mahasiswa
Prodi PAI kelas A yang telah memberikan bantuan, dukungan dan motivasinya;
- Serta
semua pihak yang telah memberikan dukungan moral dan materiilnya.
Penulis menyadari bahwa makalah
ini jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Harapan penulis, semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.
Pekalongan, 13 Juli 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu
Pengetahuan merupakan anugerah yang sangat agung dan rahasia Illahi yang paling
besar dari sekian banyak rahasia Allah di alam ini. Allah menciptakan dan
membentuk manusia dengan perangkat akal dan pikiran yang responsif terhadap
berbagai fenomena kehidupan di muka bumi, beserta berbagai macam tanda
kebesaran-Nya di jagad raya. Dengan ilmu pengetahuan, manusia dikukuhkan
menjadi pembawa risalah kekhalifahan di muka bumi, yang memiliki kewajiban
untuk memakmurkan dan mengembangkannya. Dengan dinamika kehidupan dan berbagai
pernak-perniknya, berdasarkan petunjuk Rabb-Nya, selaras dengan manhaj dan
arahan-Nya, sehingga proses pencarian maupun pengamalan Ilmu Pengetahuan dapat
dikategorikan sebagai ibadah.
Berbicara tentang Ilmu Pengetahuan
dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ada persepsi bahwa Al-Qur’an itu adalah
kitab Ilmu Pengetahuan. Persepsi ini muncul atas dasar
isyarat-isyarat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Ilmu Pengetahuan. Dari isyarat
tersebut sebagian para ahli berupaya membuktikannya dan ternyata mendapatkan
hasil yang sesuai dengan isyaratnya, sehingga semakin memperkuat persepsi
tersebut.[1]
Salah satu pokok ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an adalah tentang
kedudukan ilmu pengetahuan dan al-qur’an, dalam makalah ini akan membahas
tentang Karakteristik orang berilmu dalam QS.Al-Fathir ayat 28, sebagai berikut :
1.
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ
مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ
2.
الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ
غَفُورٌ {(۲۸)
Artinya : “ (Dan demikian pula di
antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang
bermacam-macam warnanya)sebagaimana beranekaragamnya buah-buahan dan
gunung-gunung.(Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama) berbeda halnya dengan orang-orang yang
jahil seperti orang-orang kafir Mekkah. (Sesungguhnya Allah Maha Perkasa) di
dalam kerajaan-Nya (lagi Maha Pengampun) terhadap dosa hamba-hamba-Nya
yang mukmin.[2]
Dalam
Al-Qur’an surat Al-Fathir ayat 28 ini penting untuk dikaji agar kita sebagai
hamba Allah yang telah diberi akal oleh-Nya, bisa mempergunakan akal yang kita
miliki dengan baik, dan sebagai manusia yang berilmu agar dapat mengamalkan
ilmunya dengan baik dan bermanfaat bagi
dirinya sendiri bahkan orang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Orang Berilmu dalam surat Al-Fathir ayat 28
Ilmu adalah
suatu sifat yang dengan sifat tersebut sesuatu yang dituntut bisa terungkap
dengan sempurna. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ilmu merupakan sarana
untuk menungkap, mengatasi, menyelesaikan dan menjawab persoalan yang sedang
dihadapi dalam hidup dan kehidupan manusia.[3]
Dalam surat
Al-Fathir ayat 28, yang dimaksud dengan “ulama” adalah “yang berpengetahuan
agama”. Siapapun yang memiliki pengetahuan, dan dalam disiplin apapun
penegtahuan itu, maka ia dapat dinamai alim.[4]
Ibnu Abbas
mengatakan ;” Alim sejati di antara Arrahman ialah yang tidak mempersekutukan
Dia dengan sesuatu pun, dan yang halal tetap halal dan yang haram tetap haram,
serta memelihara perintahNya dan yakin bahwa dia akan bertemu dengan Dia, lalu
selalu menilik dan menghitung amalnya sendiri.[5]
Sedangkan
menurut Hasan Al-Basri berkata. “Orang yang berilmu ialah orang yang takut
kepada Allah yang Maha pengasih, sekalipun dia tidak menegtahui-Nya. Dan
menyukai apa yang disukai oleh Allah dan menghindari apa yang dimurkai Allah.[6]
B. Tafsir
1. Tafsir Al-Misbah
Firman-Nya (كذ لك)
kadalika dipahami oleh banyak ulama dalam arti seperti keragaman itu juga
terjadi pada makhluk-makhluk hidup itu. Ada juga ulama yang memahaminya dalam
arti “seperti itulah perbedaan-perbedaan yang nampak dalam kenyataan yang
dialami makhluk”. Ini kemudian mengantar kepada pertanyaan berikutnya yang
maknanya adalah yang takut kepada Allah dari manusia yang berbeda-beda warnanya
itu hanyalah para ulama/cendekiawan.
Ayat ini
menggaris bawahi juga kesatuan sumber materi namun menghasilakn aneka
perbadaan. Sperma yang menjadi bahan penciptaan dan cikal bakal kejadian
manusia dan binatang, pada hakikatnya nampak tidak berbeda dalam kenyataannya
satu dengan yang lain. Bahkan sekiranya kita menggunakan alat pembesar
sekalipun, sperma-sperma tersebut tampak tidak berbeda. Di sinilah letak salah
satu rahasia dan misteri gen dan plasma. Ayat ini pun mengisyaratkab bahwa
faktor genetislah yang menjadikan tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia tetap
memiliki ciri khasnya dan tidak berubah hanya disebabkan oleh habitat dan
makanannya.
Kata (علماء)
ulama adalah bentuk jamak dari kata (عالم) alim yang terambil dari akar kata yang
berarti mengetahui secara jelas, karena itu semua kata yang terbentuk oleh
huruf-huruf ain, lam dan mim selalu menujuk kepada kejelasan, seperti (علم)
alam/bendera, (عالم) alam/alam raya atau makhluk yang memiliki rasa atau kecerdasan
علا مة.
Thahir Ibn
Asyur menulis bahwa yang dimaksud dengan ulama adalah orang-orang yang
mengetahui tentang Allah dan syariat. Sebesar kadar pengetahuan tentang hal itu
sebesar itu juga kadar kekuatan khasyat/takut. Adapun ilmuawan dalam bidang
yang tidak berkaitan dengan penegtahuan tentang Allah, serta pengetahuan
tentang ganjaran dan balasan-NYA yakni pengetahuan yang sebenarnya maka
pengetahuan mereka itu tidaklah mendekatkan mereka kepada rasa takut dan kagum
kepada Allah.[7]
2. Tafsir Al-Azhar
Dalam ayat ini
(Al-Fathir ayat 28) ,disebut tiga kelompok besar makhlkuk bernyawa pengisi
bumi.
1. Pertama
ialah manusia dengan berbagai warna dan bangsa dan bahasa. Kita akan melihat
berbagai ragam bangsa, berbagai ragam suku, berbagai apa yang dinanami ras.
2. Yang kedua
di minta perhatian kita kepada binatang-binatang yang melata di mka bumi ini.
Baik yang berjalan dengan kaki empat, atau yang berkaki enam, atau yang
mempunyai berpuluh kaki sebagai lipan, ulat sampah yang merah dan lain-lain.
Demikian juga bangsa serangga, kumbang-kumbang, lipas, kacoak, jengkrik dan
beratus macamnya pula sampai kepada cacing, termasuk juga binatang di rimba
masih liar dan buas.
3. ketiga
disebutlah tentang binatang-binatang ternak sejak dari untanya, kerabu, sapi,
kambing dan domba. Ada pula yang ditemakkan buat dikendarai sebagai kuda dan
keledai.
Dengan demikian
setelah menyuruh kita melihat dan memperhatikan itu semunya, yang dapat
menimnulkan berbagai ilmu penegtahuan dan pengalaman, Firman Allah QS. Fathir
ayat 28 “sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya
hanyalah orang-orang yang berilmu.[8]
3. Tafsir Ibnu
Katsir
Dalam ayat ini
Allah mengingatkan akan kesempurnaan kekuasaan-Nya dalam menciptakan segala
perkara dengan berbeda-beda dan variatif dari bahan yang satu, yaitu air yang
diturunkan dari langit. Air hujan dapat mengeluarkan aneka warna seperti
kuning, merah, hijau, putih dan sebagainya serta berbeda-beda warna, rasa dan
baunya. Hal ini sebgaimana Firman Allah “ Dan di bumi ini terdapat
bagian-bagian yang berdampingan, kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman, dan pohon
kurma yang bercabang dan yang tidak
bercabang disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanaman itu
atas sebagian yang lain dalam hal rasanya sesungguhnya pada yag demikian itu
terdapat tanda-tanda kekuasaan bagi kaum yang berpikir,”(ar-Ra’d : 4).
Firman Allah
Ta’ala “ sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambanya hanyalah
ulama. “Sesungguhnya orang yang benar-benar takut kepada-Nya ialah para ulama
yang memahami tentang Allah. Hasan Bashari berkata “ orang alim ialah yang
takut kepada Tuhan yang maha Pemurah dengan Kegaiban-Nya, yang mencintai apa
yang di cintai-Nya , dan yang zuhud terhadap perkara yang dimurkai Allah.[9]
C. Aplikasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam buku
Secercah Cahaya Ilahi penulis mengemukakan bahwa ada dua catatan kecil namun
amat penting dari ayat ini.
Pertama adalah
penekananya pada keanekaragaman serta perbedaan-perbedaan yang terhampar
dibumi. Penekanan ini, diingatkan Allah swt. Sehubung dengan keanekaragaman
tanggapaan manusia terhadap para nabi dan kitab-kitab suci yang diturunkan
Allah. Ini mengandung arti bahwa keanekaragaman dalam kehidupan merupakan
keniscayaan yang dikehendaki Allah. Termasuk dalam hal ini perbedaan dan
keanekaragaman pendapat dalam bidang ilmiah, bahkan keanekaragaman tanggapan
manusia menyangkut kebenaran kitab-kitab suci, penafsiran kandungannya serta
bentuk-bentuk pengamalannya.
Kedua, mereka
yang memiliki pengetahuan tentang fenomena alam dan sosial, dinamai oleh
al-qur’an ulama. Hanya saja seperti pernyataannya diatas, pengetahuan tersebut
menghasilkan khasyat. Khasyat menurut pakar bahasa al-qur’an , ar-Raghib
al-Ashfahani adalah rasa takut yang disertai penghormatan, yang terlahir akibat
pengetahuan tentang objek. Pernyataan al-Qur’an bahwa yang memiliki sifat
tersebut hanya ulama, mengandung art bahwa yang tidak memilikinya bukanlah
ulama.
Ayat ini
berbicara tentang fenomena alam dan sosial. Ini berarti para ilmuan sosial dan
alam, dituntut agar mewarnai ilmu mereka dengan nilai spiritual dan agar dalam
penerapannya selalu mengindahkan nilai-nilai tersebut. Bahkan tidak meleset
jika dikatakan bahwa ayat ini berbicara tentang kesatuan apa yang dinamai “ilmu
agama” dan “ilmu umum”. Karena puncak ilmu agama adalah penegtahuan tentang
Allah, sedang seperti terbaca diatas, ilmuawan sosial dan alam memiliki rasa
takut dan kagum kepada Allah yang lahir dari pengetahuan mereka tentang
fenomena alam dan sosial dan pengetahuan mereka tentang Allah.[10]
D.
Aspek Tarbawi
1. Memiliki rasa takut yang tinggi kepada Allah SWT.
2. Selalu beramal sesuai dengan ilmunya.
3. Menyebarkan ilmu yang dimilikinya dan tidak menyembunyikannya.
4. Selalu berfikir dan mentadaburi tanda-tanda kekuasaan Allah azza wa
jalla, meyakini bahwa seluruh yang Allah ciptakan tidak ada kebatilan
sedikitpun di dalamnya.
5. Tidak menjadikan ilmunya (ilmu agama) untuk mengeruk
keuntungan dunia dengan cara yang diharamkan oleh agama.
6. Selalu mengikuti yang terbaik
dari apa yang didapatkan dan selalu mencari yang paling
mendekati kebenaran.
7. Tidak akan menyampaian ilmunya kecuali benar-benar telah diketahui kebenaran ilmu tersebut dan tidak berbicara kecuali kebenaran semata.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu yang benar menurut
syari’at Islam adalah ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunah serta
tanda-tanda kekuasaan Allah SWT di alam semesta ini. Dalam Al-Qur’an maupun
As-Sunah kita sebagai umat Islam diperintahkan untuk menuntut ilmu dan
dihukumi wajib.
Ilmu adalah suatu sifat yang dengan sifat tersebut sesuatu yang
dituntut bisa terungkap dengan sempurna. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
ilmu merupakan sarana untuk menungkap, mengatasi, menyelesaikan dan menjawab
persoalan yang sedang dihadapi dalam hidup dan kehidupan manusia.
Dalam surat
Al-Fathir ayat 28, yang dimaksud dengan “ulama” adalah “yang berpengetahuan
agama”. Siapapun yang memiliki pengetahuan, dan dalam disiplin apapun
penegtahuan itu, maka ia dapat dinamai alim.
Beberapa ciri-ciri orang berilmu adalah
memiliki rasatakut dan khasyyah yang tinggi kepada Allah SWT, selalu beramal
sesuai ilmunya, menyebarkan ilmuyang dimilikinya dan tidak
menyembunyikannya, tidak menjadikan ilmunya (ilmu agama) untukmengeruk
keuntungan dunia dengan cara yang diharamkan oleh agama, selalu mengikuti yang
terbaikdari apa yang didapatkan dan selalu mencari yang paling mendekati
kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Hamka. 1988. Tafsir
Al-Azhar Juzu’ XXII (Jakarta : PT. Pustaka Panjimas)
Juwariah. 2010. HADIS
TARBAWI (YOGYAKARTA : Teras)
Munir, Ahmad. 2008. Tafsir
Tarbawi cet.I (Yogyakarta: Teras)
Mustafa Al Maragi, Ahmad. 1992. Tafsir Al-Maragi Juz XXII (Semarang
: CV Toha Putra Semarang)
Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad. 1999. Kemudahan dari Allah :
Ringaksan Tafsir IBNU KATSIR JILID 3 (Jakarta : Gema Insani Press)
Quraish Shihab, Muhammad. 2002. Tafsir Al-Misbah (Jakarta : Lentera
Hati)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama :
AFRIYANI, CS. Pd, I
Tempat, tanggal lahir :
Pekalongan, 17 September 1994
Alamat : Desa Salakbrojo RT/RW
04/02, kec. Kedungwuni, kab.
Pekalongan
No. HP : 085712939673
Nama orang tua :
- Ayah : Wasbari
- Ibu : Istiqomah
Riwayat Pendidikan : - MI
WS Salakbrojo
- MTs. SS Proto
- SMK Syafi’i Akrom
- Konsentrasi S1 PAI di IAIN
Pekalongan
[1] Dr. Ahmad
Munir, MA, Tafsir Tarbawi cet.I (Yogyakarta: Teras, 2008), hlm. 80
[2] Ahmad
Mustafa Al Maragi, Tafsir Al-Maragi Juz XXII, (Semarang : CV Toha Putra
Semarang, 1992), hlm. 216-217.
[3]
Juwariah, HADIS TARBAWI, (YOGYAKARTA : Teras, 2010), hlm. 139.
[4] M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm. 466-477.
[5] Hamka,
Tafsir Al-Azhar Juzu’ XXII, (Jakarta : PT. Pustaka Panjimas Jakarta,
1988), hlm. 245
[6] Ahmad
Mushthafa Al-Maraghi, Op.Cit., hlm. 220.
[7] M.
Quraish Shihab, Op.Cit., hlm. 466.
[8] Hamka,
Op.Cit., hlm. 243-244.
[9] Muhammad
Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah : Ringaksan Tafsir IBNU KATSIR JILID 3,
(Jakarta : Gema Insani Press, 1999), hlm. 964-965.
[10] M. Quraish Shihab, Op.Cit., hlm. 467-468.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar