KEDUDUKAN
ORANG YANG BERILMU
(Nilai
Orang Berilmu)
QS.
Al-Mujadillah ayat :11
FATIH RIZQON ZALNA (2021115007)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Kedudukan
Orang Yang Berilmu ini dengan baik, meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan
juga kami berterima kasih pada Bapak Muhammad
Hufron, M.SI selaku Dosen mata kuliah Tafsir Tarbawi yang telah memberikan
tugas ini kepada kami. Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai kedudukan orang yang berilmu
dan nilai orang berilmu. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan .
Pekalongan,
September 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam Islam,
mencari ilmu sangat diwajibkan bagi siapa pun dan tidak memandang usia,
laki-laki atau perempuan. Karena ilmu bagaikan cahaya yang selalu menerangi
hati, jika tidak ada atau tidak punya ilmu maka hati akan gelap dan selalu
melakukan hal-hal yang negatif atau kotor.
Sedangkan orang
yang berilmu atau mempunyai ilmu, maka hatinya akan selalu memancarkan aura dan
tidak mungkin melakukan hal-hal yang negatif. Orang berilmu juga mempunyai
kedudukan dan nilai, kedudukan orang yang berilmu diatas orang-orang yang tidak
berilmu. Untuk itu kita sebagai kaum muslim harus mengetahui tentang ilmu dan
siapa saja orang yang mempunyai kedudukan dan nilai orang yang berilmu.
B. Judul
Judul yang akan kita bahas pada kali ini, menyangkut tentang “Nilai Orang
Berilmu”
C. Naskh
Surah Al-Mujadalah ayat : 11
11. Hai orang-orang beriman apabila
dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
D. Arti Penting
1.تَفَسَّحُوا = Lapangkan, dan hendaklah sebagaian kamu
melapangkan kepada sebagaian yang lain. Ini berasal dari kata-kata mereka ifsah
‘anni artinya : menjauhlah dariku.
2. يَفْسَحِ
اللَّهُ لَكُمْ= Allah melapangkan
rahmat dan rezeki-Nya untukmu.
3. انْشُزُوا=
Bangkitlah untuk memberi kelapangan kepada orang-orang yang datang.
4. فَانْشُزُوا=
Bangkitlah kamu dan jangan berlambat-lambat.
5.يَرْفَعِ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا=
Allah meninggikan kedudukan mereka di hari kiamat
6.وَالَّذِينَ
أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ=
Dan Allah meninggikan orang-orang yang berilmu diantara mereka, khususnya
derajat-derajat dalam kemuliaan dan ketinggian kedudukan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
ILMU
“Ilmu” merupakan suatu istilah yang berasal dari
bahasa Arab, yaitu ‘alima yang terdiri dari huruf ‘ayn, lam dan mim.
Al-Qur’an sering menggunakan kata ini dalam berbagai sighat (pola), yaitu masdar,
fi’il mudari’, fi’il madi, amr, isim fa’il, isim maf’ul dan isim tafdil.
Secara harfiah “ilmu” dapat diartikan kepada tahu atau
mengetahui. Secara istilah ilmu berarti memahami hakikat sesuatu atau memahami
hukum yang berlaku atas sesuatu.
Dalam pandangan Al-Qur’an, ilmu tersebut dapat
membentuk sikap atau sifat-sifat manusia. Atau dengan kata lain, sikap atau
karakter seseorang merupakan gambaran pengetahuan yang dimiliki. Maka perbedaan
sikap dan pola pikir antara seseorang dengan lainnya dilatarbelakangi oleh
perbedaan dan pengetahuan mereka. Bahkan ilmu pengetahuan tidak hanya membentuk
perilaku tetapi juga pandangan hidup mereka. [1]
B.
TAFSIR AL-MARAGHI
11. Hai orang-orang beriman apabila
dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
1. Pengertian Secara Ijmal
Sesungguhnya
Allah melarang para hambanya dari berbisik-bisik mengenai dosa dan pelanggaran
yang menyebabkan permusuhan, Allah memerintahkan kepada mereka sebab kecintaan dan
kerukunan di antara orang mukmin. Dan diantara sebab kecintaan dan kerukunan
itu adalah melapangkan tempat di dalam majlis (pertemuan) ketika ada orang yang
datang dan bubar apabila diminta dari kalian untuk bubar.
Apabila
kalian melakukan hal itu, maka Allah akan meninggikan tempat-tempat kalian di
dalam surga-Nya, dan menjadikan kalian termasuk orang-orang yang berbakti tanpa
kekhawatiran dan kesedihan[2].
2.
Penjelasan Ayat
Wahai
orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan Rosul-Nya, apabila
dikatakan kepadamu, berikanlah kelapangan di dalam majlis Rosulullah SAW
atau di dalam majlis peperangan, berikanlah olehmu kelapangan, niscaya
Allah akan melapangkan rahmat dan rizqi-Nya bagimu di tempat-tempatmu di dalam
surga.
Para Sahabat
Berlomba-lomba Berdekatan dengan Tempat Duduk Rosulullah SAW
Telah
dikeluarkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari Muqatil, Dia berkata : Rosulullah SAW,
pada hari jum’at ada shuffah, sedang tempat itu sempit. Beliau
menghormati orang-orang yang ikut perang badar, baik mereka itu Muhajirin dan
Anshar. Maka datanglah orang diantara mereka itu, di antaranya Tsabit inu Qais.
Mereka telah didahului orang dalam hal tempat duduk. Lalu mereka pun berdiri di
hadapan Rosulullah SAW, kemudian mereka mengucapkan As Salamu’alaika wahai
Nabi wa rahmatu ‘I-Lahi wa barakatuh. Beliau menjawab salam mereka.
Kemudian mereka menyalami orang-orang dan orang-orang menjawab salam mereka.
Mereka berdiri menunggu untuk diberi kelapangan bagi mereka, tetapi mereka
tidak diberi kelapangan. Hal itu terasa berat oleh Rosulullah SAW. Lalu Beliau
mengatakan kepada beberapa orang yang ada di sekitar beliau : Berdirilah
Engkau wahai Fulan, berdirilah Engkau wahai Fulan. Beliau menyuruh beberapa
orang untuk berdiri sesuai dengan jumlah mereka yang datang. Hal itu pun tampak
berat oleh mereka dan ketidakenakan Beliau tampak oleh mereka. Orang-orang
munafik mengecam yang demikian itu dan mengatakan “Demi Allah, Dia tidaklah
adil kepada mereka. Orang-orang itu telah mengambil tempat duduk mereka dan ingin
berdekatan dengannya. Tetapi dia menyuruh mereka berdiri dan menyuruh duduk
orang-orang yang datang terlambat. Maka turunlah ayat 11 surah Al-Mujadillah.
Berkata
Al-Hasan : para sahabat berdesak-desak dalam majlis peperangan, apabila mereka
berbaris untuk berperang, sehingga sebagian mereka tidak memberikan kelapangan
kepada sebagaian yang lain karena keinginannya untuk mati syahid. Dari ayat ini
bisa disimpulkan bahwa :
a.
Para sahabat
berlomba-lomba untuk berlomba-lomba untuk berdekatan dengan tempat duduk Rosulullah
SAW untuk mendengarkan pembicaraan Beliau, karena pembicaraan Beliau mengandung
banyak kebaikan dan keutamaan besar. Oleh karena itu maka Beliau mengatakan : “Hendaklah
duduk berdekekatan denganku orang-orang yang dewasa dan berakal diantara kamu”.
b.
Perintah
untuk memberikan kelonggaran dalam majlis dan tidak merapatkannya apabila hal
itu mungkin, sebab yang demikian ini akan menimbulkan rasa cinta di dalam hati
dan kebersamaan dalam mendengarkan hukum-hukum agama.
c.
Orang yang
melapangkan kepada hamba-hamba Allah pintu-pintu kebaikan dan kesenangan, akan
dilapangkan baginya kebaikan-kebaikan di dunia dan di akhirat.
Ayat ini
mencakup pemberian kelapangan dalam menyampaikan segala macam kebaikan kepada
kaum muslim dan dalam menyenangkannya. Oleh karena itu, maka Rosulullah SAW
mengatakan :
لَا يَزَالُ اللهُ فِيْ عَوْنِ اْلعَبْدِ مَادَامَ اْلعَبْدُ فِيْ عَوْنِ اَخِيْهِ
“Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong
saudaranya”
Apabila kamu diminta untuk berdiri dari Majlis Rosulullah SAW, maka
berdirilah kamu, sebab Rosulullah SAW itu terkadang ingin sendirian guna
merencanakan urusan-urusan agama atau menunaikan beberapa tugas khusus yang
tidak dapat di tunaikan atau disempurnakan penunaiannya kecuali dalam keadaan
sendirian.
Mereka telah menjadikan hukum ini umum, sehingga mereka mengatakan :
apabila pemilik majlis mengatakan kepada siapa yang ada di majlisnya
“berdirilah kamu”, maka sebaiknya kata-kata itu di ikuti.
Tidak selayaknya orang yang baru datang menyuruh berdiri kepada seseorang,
lalu dia duduk di tempat duduknya, sebab telah dikeluarkan oleh Imam Bukhari,
Muslim dan At-Tirmidzi dari Ibnu ‘Umar bahwa Rosulullah SAW mengatakan :
لَايُقِمِ الرَّجُلُ الرَّجُلَ مِنْ مَجْلِسِهِ, وَلَكِنْ
تَفَسَّحُوْاوَتَوَسَّعُوْا
“Janganlah seseorang menyuruh berdiri kepada orang lain dari tempat
duduknya. Akan tetapi, lapangkanlah dan longgarkanlah”.
“Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa
derajat”[3]
Kedudukan dan Nilai orang yang berilmu
Allah meninggikan orang-orang mukmin dengan mengikuti
perintah-perintahNya dan perintah-peritah Rosul, khususnya orang-orang yang
berilmu diantara mereka, derajat-derajat yang banyak dalam hal pahala dan
tingkat-tingkat keridhaan.
Sesungguhnya, wahai orang mukmin, apabila salah seorang diantara kamu
memberikan kelapangan bagi saudaranya ketika saudaranya itu datang atau jika ia
disuruh keluar lalu ia keluar, maka hendaklah ia tidak menyangka sama sekali
bahwa hal itu mengurangi haknya. Bahwa yang demikian merupakan peningkatan dan
penambahan bagi kedekatannya di sisi Tuhannya. Allah Ta’ala tidak akan
menyia-nyiakan yang demikian itu, tetapi Dia akan membalasnya di dunia dan di
akhirat. Sebab orang yang tawadhu’ kepada perintah Allah, maka Allah akan
mengangkat derajat dan menyiarkan namanya.[4]
Al-Ghozali berkata : Seluruh manusia akan binasa kecuali orang-orang
yang mempraktekkan ilmunya dan seluruh orang yang mempraktekkan ilmunya juga
akan binasa kecuali orang-orang yang berhati tulus.
Dalam Ihya Ulumuddin Al-Ghozali berkata : Siapa yang tahu suatu dan dia
mempraktekkan, ia disebut orang yang agung di dalam malakut (alam). Ia seperti
matahari yang menerangi alam dan memancarkan sinar dari dalamnya sendiri. Ia
seperti kasturi yang membuat benda lain menjadi harum, sementara dirinya
sendiri berbau harum. Siapa yang menyibukkan diri dengan meng-akar, ia telah
memikul sesuatu yang sangat besar dan beresiko tinggi. Oleh sebab itu hendaknya
dia memelihara adat dan tugasnya itu.[5]
Allah mengetahui segala perbuatanmu, tidak ada yang samar bagi-Nya,
barang siapa yang taat dan siapa yang durhaka di antara kamu. Dia akan membalas
kamu semua dengan amal perbuatanmu. Orang yang berbuat baik akan dibalas dengan
kebaikan dan orang yang berbuat buruk akan dibalas-Nya dengan apa yang pantas
baginya atau di ampuni-Nya.
C.
APLIKASI DALAM KEHIDUPAN
Sudah
dijelaskan di atas mengenai pengertian tentang ilmu dan manfaat mencari ilmu
bagi diri sendiri maupun orang lain. Mencari ilmu tidak hanya di dunia ketika
hidup dan setelah meninggal pun masih mencari ilmu. Orang yang berilmu akan
dibanggakan oleh masyarakat disekitarnya, dan sangat disegani oleh semua orang.
D.
ASPEK TARBAWI DALAM SURAH AL-MUJADALLAH AYAT :11
a.
Dalam mencari ilmu harus menghormati orang yang telah memberi ilmu
kepada kita. Sebuah hadits yang marfu’, yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi
dari Sahabat Abu Huarairah RA. Bahwasannya Nabi Muhammad SAW bersabda:
“bersikaplah sopan santun terhadap orang yang engkau belajar kepadanya.[6]
b.
Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu dibandingkan
dengan orang yang tidak berilmu.
c.
Mempunyai ilmu juga harus menjaganya dan jangan sampai ilmu itu
menghancurkannya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Didalam Surah Al-Mujadallah ayat : 11, menerangkan
tentang adab seseorang dalam sebuah majlis dan menghormati gurunya yang telah
memberikan ilmu kepadanya. Selain itu, Allah akan meninggikan derajat
orang-orang yang berilmu dibandingkan orang yang tidak mempunyai ilmu.
DAFTAR
PUSTAKA
Yusuf,
Kadar M.2013.Tafsir Tarbawi.Jakarta:AMZAH
Mushtafa,
Ahmad Al-Maraghiy.1989.Terjemahan Tafsir Al-Maraghi.Semarang:Tohaputra
Rizal,
Yose.2009.Falsafah Hidup Untuk Pencari Ilmu.Bandung:Pustaka Al Fikrii
Zainuddin
Al-Malybari.2010.Terjemahan ‘Irsyadul ‘Ibad.Surabaya:Mutiara Ilmu
Maisur,
Muhammad.1955.Nasihat Penting Bagi Pencari Ilmu.Yogyakarta:Titian Ilahi
Press
PROFIL
Nama :
FATIH RIZQON ZALNA
Tempat Tanggal Lahir :
Pekalongan, 04 April 1997
Alamat :
Desa Karangdowo, Rt : 09 Rw : 04 no :32 Kec. Kedungwuni Kab. Pekalongan.
No. Hp :
0856 4078 5677
Riwayat Pendidikan :
MI WS Karangdowo 01
MTs
YMI Wonopringgo
MA Dr. Ibnu Mas’ud Wiradesa
IAIN Pekalongan
Pengalaman Organisasi : OSIS
MADRIM
Saka Bhayangkara Polres Pekalongan
PAC IPNU Kec. Kedungwuni
PR IPNU Desa Karangdowo
Status :
Mahasiswa IAIN Pekalongan
Guru Bahasa Arab SMP Islam Salakbrojo
[1]
Yusuf, Kadar,Tafsir Tarbawi(Jakarta:AMZAH,2013)Hal. 18
[2]
Musthofa, Ahmad Al-Maraghi.Terjemahan Tafsir
Al-Maraghi(Semarang:Tohaputra,1989)Hal.22
[3]
Zainuddin, Al-Marybari.Terjemahan ‘Irsyadul ‘Ibad(Surabaya:Mutiara
Ilmu,2010)Hal.33
[4]
Musthofa, Ahmad Al-Maraghi.Terjemahan Tafsir Al-Maraghi(Semarang:Tohaputra,1989)Hal.26
[5]
Rizal, Yose.Falsafah Hidup Untuk Pencari Ilmu(Bandung:Pustaka
AlFikrii,2009)Hal.54
[6]
Maisur, Muhammad.Nasihat Penting Bagi Pencari Ilmu(Yogyakarta:Titian
Ilahi Press,1955)Hal.32
Tidak ada komentar:
Posting Komentar