OBJEK PENDIDIKAN ‘LANGSUNG’
Pendidikan Pertama Pada Anak (QS. Luqman ayat 17)
Ike Izmy Fatmala 2021115164
Kelas C
FAKULTAS TARBIYAH / PAI
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt yang
telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, sehingga makalah ini
dapat terseleslaikan dengan lancar. Shalawat serta salam senantiasa kita
curahkan kepada nabi kita, baginda nabi agung Muhammad saw. semoga kita semua
termasuk umat beliau yang akan mendapat syafa’atnya di yaumul akhir.
Tidak lupa, pemakalah juga
menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang
telah sepenuhnya memfasilitasi pembuatan makalah ini, kemudian bapak dosen yang
telah memberikan bimbingan, serta tema-teman semua yang telah berpartisipasi
memberi arahan dan masukan.
Disusunnya makalah ini guna memenuhi
tugas Tafsir Tarbawi. Yang mana dalam penyusunan makalah ini tentu
masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan ataupun kata yang kurang
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik senantiasa kita harapkan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Pekalongan,
November 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sulit untuk mengabaikan
peran keluarga dalam pendidikan. Anak-anak sejak masa bayi hingga usia sekolah
memiliki lingkungan tunggal, yaitu keluarga. Sehingga tak mengherankan jika
kebiasaan yang dimilki anak-anak sebagaimana terbentuk oleh pendidikan
keluarga. Sejak dari bangun tidur sampai akan kembali tidur lagi. Anak-anak
menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga terlebih dahulu.
Terkait dalam QS.
Luqman ayat 17 bahwa sebagai seorang ayah Luqman mengajarkan anaknya bagaimana
seharusnya pendidikan pertama yang harus didapat oleh seorang anak. Luqman
mengajarkan bahwa untuk menghadapi ‘kerasnya’ dunia ini kita harus mengenal
Allah terlebih dahulu dengan melaksanakan sholat.
Oleh karenanya,
sangatlah penting untuk mempelajari QS. Luqman ayat 17 ini yang akan dibahas di
bab 2 dalam makalah ini.
B. Judul Makalah
Untuk memenuhi tugas
makalah mata kuliah Tafsir Tarbawi, dalam hal ini pemakalah membahas
tentang “Objek Pendidikan ‘LANGSUNG’ (Pendidikan Pertama Pada Anak) QS.
Luqman ayat 17”, sesuai dengan tugas yang telah diamanahkan.
C.
Nash dan Arti QS. Luqman ayat 17
يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَةَ وَأمُر بِالمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ المُنكَرِ
وَاصبِر عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِن عَزمِ الأُمُورِ
“ Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah mengerjakan
yang ma’ruf dan cegahlah dari kemunkaran dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal diutamakan.”[1]
D. Urgensi
Adanya
pembahasan mengenai “Objek Pendidikan ‘DIRECT’ (Pendidikan Pertama Pada Anak)”
QS. Luqman ayat 17 ini karena didalamnya mengandung banyak nilai penting yang
patut kita teladani, diantaranya:
1.
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tafsir dari QS. Luqman ayat
17.
2.
Mahasiswa dapat mengetahui pendidikan pertama terhadap anak.
3.
Mahasiswa mengetahui bagaimana cara mendidik anak sendiri dengan
syariat Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI
Bayi
yang baru lahir merupakan makhluk yang tidak berdaya, namun ia dibekali oleh
berbagai kemampuan yang bersifat bawaan. Terlihat ada dua aspek yang
kontradiktif. Yang satu pihak bayi berada dalam kondisi tanpa daya, sedangkan
dilain pihak bayi memiliki kemampuan untuk berkembang. Namun perkembangan bayi
tak mungkin dapat berlangsung secara normal tanpa adanya intervensi dari luar,
walaupun secara alami ia memilki potensi bawaan. Tanpa adanya bimbingan dan
pengawasan yang teratur bayi akan kehilangan kemampuan untuk berkembang secara
normal, walaupun ia memilki poteni untuk tumbuh dan berkembang serta
potensi-potensi lainnya.
Keluarga
menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan yang pertama dan
pendidiknya adalah kedua orangtuanya. Orangtua (ayah dan ibu) adalah pendidik
kodrati. Mereka pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrat ibu dan ayah
diberikan anugerah oleh Allah berupa naluri orangtua. Karena naluri ini maka
timbul rasa kasih sayang para orangtua kepada anak-anaknya. Sehingga secara moral
keduanya merasa terbeban tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi, melindungi
serta membimbing keturunan mereka.
Pendidikan
keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan. Menurut
Rasulullah SAW., fungsi dan peran orangtua bhkan mampu untuk membentuk arah
keyakinan anak-anak mereka. Menurut beliau, setiap bayi yang dilahirkan sudah
memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang akan dianut
seorang anak spenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan, dan pengaruh
kedua orangtua mereka.[2]
B. TAFSIR
TAFSIR AL MARAGHI
يَابُنَيَّ أَقِمِ
الصَّلاَة
Hai anakku, dirikanlah
shalat, yakni kerjakanlah shalat dengan sempurna sesuai dengan cara yang
diridhoi. Karena didalam sholat itu terkandung ridho Tuhan, sebab orang yang
mengerjakannya berarti menghadap dan tunduk kepadaNya. Dan di dalam sholat
terkandung pula hikmat lainnya, yaiu dpat mencegah orang yang bersangkutan dari
perbuatan keji da mungkar. Maka apabila seseorang menunaikan hal itu dengan
sempurna, niscaya bersihlah jiwanya dan berserah diri kepada Tuhannya, baik
dalam keadaan suka maupun duka.
وَأمُر بِالمَعْرُوفِ
Dan diperintahkanlah
oranglain supaya membersihkan dirinya sebatas kemampuan. Maksutnya supaya
jiwanya menjadi suci dan dem untuk mencapai keberuntungan.
وَانْهَ عَنِ المُنكَرِ
Dan cegahlah manusia
dari semua perbuatan durhaka terhadap Allah, dan dari mengerjakan
larangan-laranganNya yang membinasakan pelakunya serta menjerumuskannya ke
dalam azab neraka yang apinya menyala-nyala, yaitu neraka jahanam dan
seburuk-buruk tempat kembali adalah neraka jahannam.
وَاصبِر عَلَى مَا
أَصَابَكَ
Dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu dari orang lain, karena kamu membela jalan
Allah, yaitu ketika kamu beramar ma’ruf atau bernahi munkar
kepada mereka.
إِنَّ ذَلِكَ مِن عَزمِ
الأُمُورِ
Sesungguhnya hal itu
telah ku sampaikan kepadamu, termasuk hal-hal yang telah diwajibkan oleh Allah
SWT. Atas hamba-hambaNya, tanpa ada piklihan lain. Karena didalam hal tersebut
terkandung faedah yang besar dan bermanfaat yang banyak, didunia dan diakhirat,
sebagaimana yang telah dibuktikan melalui berbagai macam eksperimen dalam
kehidupan dan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh nas-nas agama.[3]
TAFSIR AL MISHBAH
Nasihat Luqman
menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah
shalat, serta amal-amal kebajikan yang tercermin dalam amar ma’ruf dan nahi
munkar, juga nasihat yang berupa
perisai yang membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah.
Ma’ruf adalah “yang baik menurut pandangan umum suatu masyarakat yang telah mereka
kenal luas”, selama sejalan dengan al-khair (kebaikan), yaitu
nilai-nilai Ilahi. Munkar adalah sesuatu yang dinilai buru oleh mereka
serta bertentangan dengan nilai-nilai Ilahi.
Kata shabr (صبر)terambil
dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf shad,ba’ dan ra. Makna
berkisar pada tiga hal : 1. Menahan, 2. ketinggian sesuatu dan 3. Sejenis batu.
Dari makna menahan, lahir makna konsisten atau bertahan, karena yang bersabar
bertahan menahan diri pada satu sikap. Seseorang yang menahan gejolak hatinya,
dinamai bersabar. Yang ditahan dipenjara sampai mati dinamai mashburah. Dari
makna kedua, lahir kata shubr, yang berarti puncak sesuatu. Dan dari makna
ketiga, muncul kata ash-shubrah, yakni matu yang kukuh lagi kasar, atau
potongan besi.
Ketiga makna tersebut
dapat kait berkait, apalagi pelakunya manusia. Seseorang yang sabar, akan
menahan diri, dan untuk itu ia memerlukan kekukuhan jiwa, dan mental baja, agar
dapat mencapai ketinggian yang diharapkannya. sabar adalah menahan gejolak
nafsu demi mencapai yang baik atau yang terbaik.
Kata (عزم) ‘azm dari segi bahasa brarti keteguhan hati dan tekat untuk
melakukan sesuatu. Kata ini berpatron mashdar, tetapi maksudnya adalah objek,
sehingga makna penggalan ayat itu adalah shalat, amr ma’ruf dan nahi munkar
– serta kesabaran – merupakan hal-hal yang telah diwajibkan oleh Allah
untuk dibulatkan atas tekat manusia. Thabathaba’i tidak menyadari kesabaran
sebagai salah satu yang ditunjuk oleh kata yang demikian itu, karena menurutnya
kesabaran telah masuk dalam bagian ‘azm.[4]
TAFSIR AL – AZHAR
Luqman meneruskan
wasiat pada anaknya :
“wahai anakku! Dirikankanlah sembahyang,
Dan menyuruhlah berbuat yang ma’ruf,
Dan mencegahlah berbuat yang mungkar,
Dan sabarlah atas apapun yang menimpa engkau.
Inilah empat modal hidup yang diberikan luqman kepada anaknya dan dibawakan
menjadi modal pula bagi kita semua, disampaikan oleh Muhammad kepada umatnya.
Untuk
memperkuat pribadi dan meneguhkan hubungan dengan Allah, untuk memperdalam rasa
syukur terhadap Tuhan atas nikmat dan perlindungan nya yang selalukita terima,
dirikanah sembayang. Dengan sembahyang kita melatih lidah.hati dan
seluruh anggota badan selalu ingat kepada Tuhan. Dalam agama kita islam telah
ditentukan bahwa wajib kita mengerjakan sembahyang itu sekurang-kurangnya lima
kali sehari semalam; jangan kurang! Lebih boleh! Dapatlah kita hitungkan
sendiri betapa besar kesannya kepada jiwa kalau nama Allah selalu jadi sebutan
: “Allahu Akbar, Alhamdulillah, Subhanallah: dengan merundukkan badan ketika
ruku’, dengan mencecahkan kening ketika sujud, dengan tegak yang lurus tidak
melenggong kekiri-kanan, kita akan mendapat kekuatan pribadi, lahir dan batin,
moral dan mental.
Sudah jelas
bahwa sembahyang berjamaah adalah 27 kali pahalanya dari pada sembahyang
sendiri. Bahkan diantara Ulama, sebagai Imam Ahmad bin Hambal, mengatakan bahwa
sembahyang wajib berjamaah, walaupun hanya dua orang. Menurut Imam Abu Hanifah,
jiran mesjid sembahyang hendaklah dimesjid. Hikmatnya ialah agar pribadi jangan
lepas dari masyarakat. Maka apabila pribadi telah kuat karena ibadah, terutama
tiang agama, yaitu sembahyang lakukanlah tugas selanjutnya, yaitu berani
menyuruhkan berbuat yang Ma’ruf. Ma’ruf ialah perbuatan baik yang diterima baik
oleh masyarakat. Berusahalah engkau jadi pelopor dari perbuatan yang ma’ruf
itu. Orang yang telah teguh kokoh pribadinya karena ibadah, terutama
sembahyang, dia akan berani menyampaikan kebenaran kepada sesama manusia,
sekedar ilmu dan kesanggupan yang ada padanya. Sekurang-kurangnya menyuruh anak
dan istri mengerjakan sembahyang. Sesudah itu hendaklah berani pula menegur
mana perbuatan yang munkar, yang tidak diterima olehg masyarakat. Berani
mengatakan yang benar, walaupun pahit. Tinggal lagi kebijaksanaan. Yaitu
membungkus obat kinine yang pahit dengan gula, demi untuk terlepas dari pada
kerongkongan saja.
“Sesungguhnya
yang demikiaan itu adalah termasuk yang sepenting-penting pekerjaan.” ( ujung
ayat 17) yakni kalau kita ingin hendak jadi manusia yang berarti dalam
pergaulan itu didunia ini. Sembahyang peneguh pribadi diamar ma’ruf nahi
mungkar dalam hubungan dengan masyarakat, dan sabar untuk mencapai apa yang di
cita-cita.[5]
TAFSIR AL-QHURTUBI
“Hai anakku
dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah). (QS. Luqman [31]:17)
Dalam ayat ini
ada tiga masalah, yaitu, pertama: Firman Allah SWT, ( الصلوةاقميبنى) “Hai anakku, dirikanlah shalat”. Luqman
berwasiat kepada anaknya dengan ketaatan-ketaatan paling besar, yaitu shalat,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan melarang yang mungkar.
Kedua: Firman
Allah SWT, ( مااصابكواصبرعلى) “Dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu,” mengandung anjuran untuk
merubah kemungkaran sekalipun anda mendapatkan kemudharatan.
Ketiga: Firman
Allah SWT ,( ذالك من عزم الاموران) “Sesungguhnya
yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” Ibnu
Abbas r.a berkata: Diantara hakikat keimanan adalah bersabar atas segala yang
tidak diinginkan.[6]
C.
APLIKASI DALAM KEHIDUPAN
1.
Mendidik anak dengan mengenalkan Allah SWT.
2.
Sebagai orangtua harus memberikan contoh kepada anak untuk rajin
melaksanakan sholat.
3.
Memberikan contoh kepada anak untuk selalu berbuat baik.
4.
Memberikan contoh kepada anak untuk mempunyai sifat sabar.
D.
ASPEK TARBAWI
1.
Perintahkan anak untuk rajin sholat.
2.
Mengajarkan anak untuk selalu berbuat baik terhadap sesama ciptaan
Allah.
3.
Mengajarkan anak untuk menghindari sifat munkar.
4.
Mengarjarkan kepada anak untuk memiliki sifat sabar dalam
menghadapi segala sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Pendidikan utama atau pertama yang diajarkan oleh orangtua kepada
anaknya adalah mengenalkan Allah SWT. dengan melaksanakan shoalat, seperti
halnya yang dilakukan oleh Luqman dalam QS. Luqman ayat 17. Didalamnya
dinyatakan bahwa ‘dirikanlah sholat’ maka sebagai orangtua haruslah menasihati atau
mendidik anak untuk selalu ingat kepada Allah SWT. dengan melaksanakan sholat.
Lalu disebutkan juga didalam kandungan QS. Luqman ayat 17, ‘perintahkanlah mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah dari kemunkaran dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu’ maka sebagai orangtua haruslah
mendidik anaknya untuk berbuat yng ma’ruf maksutnya berbuat dalam kebaikan
dan menghindari yang munkar maksutnya
dilarang berbuat yang buruk atau tercela dan bersabar terhadap apapun yang
menimpa diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Quraish, M Shihab. 2006, Tafsir Al-Misbah, Jakarta:
Lentera Hati.
DR. Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (HAMKA) 1982. Tafsir
Al- Azhar. jakarta: pustaka panjimas.
Abdul, Faturrahman Hamid. 2009. Al-Qhurtubi Syaikh
Imam. Jakarta: PUSTAKA AZZAM.
Mustofa, Ahmad. 1998. Tafdir Al-Maraghi. Semarang: PT Karya Toha
Putra Semarang.
Jalaludin. 2010. Psikologi Agama. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
BIODATA
Nama : Ike Izmy Fatmala
Nim : 2021115164
Tempat, tanggal
lahir : Pekalongan, 07 Januari 1997
Alamat :
Ambokembang gang 3, rt/rw : 021/010
·
TK ABA AISIYAH AMBOKEMBANG
·
SD MUHAMMADIYAH 04 AMBOKEMBANG
·
SMP NEGERI 1 KEDUNGWUNI
·
SMA NEGERI 1 KEDUNGWUNI
·
IAIN PEKALONGAN
|
Riwayat
pendidikan :
Motto Hidup : Do what you love, and love what
you do!
[1] Al-Qur’an Al-Karim dan terjemahan
[2] Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010).
Hal. 291-294
[3] M. Shihab Quraish, Tafsir Al-Maraghi, (Jakarta: Lenter Hati, 2006).
Hal.
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati,
2006). hlm. 137-138
[5] DR. Haji Abdul Malik Abdul Karim Amrullah(HAMKA), Tafsir Al- Azhar
(jakarta:pustaka panjimas, 1982) hlm.132-133
[6] Faturrahman Abdul Hamid, Al-Qhurtubi Syaikh Imam,
(Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2009). hlm. 162-164.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar