OBJEK PENDIDIKAN LANGSUNG
“Kerabat Sebagai Objek Pendidikan”
(QS. Asy-Syu’aara’ 214)
Asti Setiyasih 2021115249
Kelas: D
JURUSAN TARBIYAH/PAI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Objek
Pendidikan Langsung: “Kerabat Sebagai Objek Pendidikan” dengan baik, meskipun
banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga saya berterima kasih kepada Bapak M.
Hufron, M.S.I selaku Dosen mata kuliah Tafsir Tarbawi I yang telah memberikan
tugas ini kepada saya. Saya berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan mengenai Kesempurnaan Akal. Saya juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, saya
berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan saya buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.
Pekalongan, 04 November 2016
Asti Setiyasih
(2021115249)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Al-Qur’an diyakini oleh umat Islam sebagai kalamullah (firman
Allah) yang mutlak benar, berlaku sepanjang zaman dan mengandung ajaran serta
petunjuk tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia
ini dan di akhirat nanti. Ajaran dan petunjuk al-Qur’an tersebut berkaitan
dengan berbagai konsep yang amat dibutuhkan oleh umat manusia dalam mengarungi
kehidupannya di dunia ini dan di akhirat kelak.
Dalam sebuah
pendidikan tentunya terdapat sebuah subyek, obyek dan sarana-sarana lain yang
sekiranya dapat membantu terselenggaranya sebuah pendidikan. Allah SWT telah
memerintahkan kepada Rasul-Nya yang mulia, di dalam ayat-ayat yang jelas ini,
agar dia memberikan peringatkan kepada keluarga dan sanak kerabat kemudian
kepada seluruh umat manusia agar tidak seorang pun yang berprasangka jelek
kepada nabi, keluarga dan sanak kerabatnya. Jika dia memulai dengan memberikan
peringatan kepada kelurga dan sanak kerabatnya, maka hal itu akan lebih
bermanfaat dan seruannya akan lebih berhasil. Allah juga menyuruh agar bersikap
tawadhu kepada pengikut-pengikut yang beriman, bersikap baik keapad mereka, dan
ikut menggung kesusahan yang mereka mau menerima nasehat.
B. JUDUL
Objek Pendidikan Langsung : “Kerabat Sebagai Objek Pendidikan”
C. NASH
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ
الأقْرَبِينَ (٢١٤)
“dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”,
(QS. Asy-Syu’aara’ 214)
D. ARTI PENTING
1. Kata عَشِيرَتَ atau
'asyirata berarti anggota suku yang terdekat. Ia terambil dari kata
'asyara yang berarti saling bergaul, karena anggota suku yang
terdekat tau keluarga adalah orang yang sehari-hari saling bergaul.
2. Kata الأقْرَبِينَ atau al-aqrabin yang
menyifati kata 'asyirah, merupakan penekanan sekaligus guna mengambil
hati mereka sebagai orang-orang dekat dari mereka yang terdekat.
Dalam surat Asy-Syu’aara’ mengandung arti penting bahwa Kewajiban mendidik kepada keluarga terdekat harus dilakukan dengan
sebijaksana mungkin, tanpa harus dipaksa dan diintimidasi, karena hidayah iman
adalah urusan Allah SWT. Di dalam surat
tersebut juga tidak mengenal adanya pilih kasih kasih terhadap kerabat terdekat
dalam memberikan peringatan maupun perhatian.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
1.
Objek Pendidikan
Menurut KBBI
“Pendidikan adalah proses pengubahan sikap atau tingkah laku seseorang atau
kelompok orang-orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan”.
Objek menurut
bahasa yaitu orang yang menjadi pokok sasaran. Pendidikan adalah proses
pencerdasan secara utuh dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
atau keseimbangan materi dan religius spiritual.
Objek
pendidikan adalah seseorang yang menerima dan menjalani proses pendidikan yang
dilangsungkan oleh subjek pendidikan ataupun yang dialami langsung oleh objek
melalui pengalaman sehari-hari dan relasi objek dengan subjek serta relasi
dengan alam (Lingkungan).
jadi objek pendidikan adalah orang yang mendapat pencerdasan secara utuh
dalam rangka mencapai kebahagian dunia dan akhirat atau keseimbangan materi dan
religious spritual. Dapat disimpulkan bahwa objek pendidikan adalah manusia
dalam kaitannya dengan fenomena situasi pendidikan. Fenomena tersebut terdapat
dimana-mana, didalam masyarakat, didalam keluarga dan disekolah.[1]
2.
Kerabat
Kerabat adalah
unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan
darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu,
anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya.
Struktur-struktur kekerabatan mencakup kekeluargaan dan bentuk kelompok yang
merupakan perluasan keluarga seperti suku atau klen.
Ikatan diantara
orang yang bukan kerabat melahirkan banyak macam bentuk pengelompokan mulai
dari “persaudaraan sedarah” sampai persahabatan semacam “perkumpulan”. Umur dan
ikatan yang terbentuk karena keinginan sendiri termasuk kedalam kategori bukan
kerabat.
Kekerabatan
atau kekeluargaan merupakan hubungan antara manusia yang memiliki asal usul
silsilah yang sama, baik melalui keturunan biologis sosial maupun budaya. Dalam
bahasa Indonesia ada istilah sanak saudara, kaum kerabat, ipar-bisan, yang
dapat diartikan dengan kata family. Kata family berasal dari bahasa Belanda dan
Inggris yang sudah umum dipakai dalam bahasa Indoneisa sehingga dapatlah
dikatakan ia telah di Indonesianisasi.
Dalam
antropologi sistem kekerabatan termasuk keturunan dan pernikahan (melalui
hubungan darah atau dengan melalui hubungan status perkawinan). Pengertian
bahwa seseorang dinyatakan sebagai kerabat bila ia memiliki pertalian atau
ikatan darah dengan seseorang lainnya, contoh kongkrit dari hubungan darah
ialah kakak-adik sekandung.[2]
3.
Kerabat sebagai objek pendidikan
Umat Islam
adalah saudara bagi yang lain, maka harus saling mendidik dan menasehati.
Sebagaimana sabda Nabi SAW: “ Dari Jarir Ibn Abdillah ra. Berkata: Saya
bersumpah setia kepada Rosululloh SAW untuk mendirikan sholat, menunaikan
zakat, dan menasehati kepada setiap muslim”. (HR. Bukhory-Muslim). Maka
kerabat-kerabat kita terdekat merupakan juga objek dakwah dan tarbiyah.[3]
Kerabat
merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai
wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, damai, dan sejahtera
dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara anggotanya. Untuk itu sesama umat
dianjurkan untuk saling mendidik atau memberi peringatan diantara anggotanya.
Sebagai subjek pendidik hendaknya memiliki peran yang baik yang dapat dijadikan
sebagai objek pendidikan kerabatnya yaitu dengan memiliki akhlak mulia karena
kedekatannya terhadap Allah dan dapat dijadikan sebagai contoh yang baik
terhadap kerabat terdekatnya. Dalam melakukan peringatan terhadap kerabatnya
dianjurkan untuk tidak berpandang bulu atau pilih kasih, sesama kerabat harus
saling memperingati dan memberi perlakuan baik demi kebahagiaan dunia dan
akhirat.
B. Tafsir dari
Surat Asy-Asyu’aara’ Ayat 214
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ
الأقْرَبِينَ (٢١٤)
“dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat”(Asy-Syu’ara’:214)
a.
Tafsir Al-Mishbah
Ayat di atas
berpesan kepada Nabi Muhammad saw bahwa: Hindarilah segala hal yang dapat
mengundang murka Allah, dan berikanlah peringatan kepada kerabat-kerabatmu
yang yang terdekat tanpa pilih kasih.
Bagi Ibn Asyur
ayat ini tertuju pada Nabi Muhammad saw. Ia adalah uraian khusus setelah ayat
sebelumnya merupakan uraian umum menyangkut siapa saja. Demikian tulisnya.
Kata (عشيرة) asyirah berarti anggota suku yang
terdekat. Ia terambil dari kata (عاشر) asyara yang berarti saling bergaul,
karena anggota suku yang terdekat atau keluarga adalah orang-orang yang
sehari-hari saling bergaul.
Kata (úüÎ/tø%F{$#)
al-aqrabin yang
menyifati kata asyrah, merupakan penekanan sekaligus guna mengambil hati mereka
sebagai orang-orang dekat dari mereka yang dekat.
Demikian ayat ini
mengajarkan kepada Rasul saw. Dan umatnya agar tidak mengenal pilih kasih, atau
memberi kemudahan kepada keluarga dalam hal pemberian peringatan. Ini berarti
Nabi saw dan keluarga beliau tidak kebal hukum, tidak juga terbebaskan dari
kewajiban. Mereka tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan kepada
Rasul saw. Karena semua adalah hamba Allah, tidak ada perbedaan antara keluarga
atau orang lain. Bila ada kelebihan yang berhak mereka peroleh, maka itu
disebabkan karena keberhasilan mereka mendekat kepada Allah dan menghiasi diri
dengan ilmu serta akhlak yang mulia.[4]
b.
Tafsir Al-Lubab
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ
الأقْرَبِينَ (٢١٤)
214.
dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,
Ayat ini
berpesan bahwa: hindarilah segala hal yang dapat mengundang murka Allah swt.
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat tanpa pilih
kasih. Nabi Muhammad dan keluarga tidak kebal hukum, tidak juga terbebaskan
dari kewajiban. Mereka tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan
kepada Rasul saw, karena semua adalah hamba Allah swt. Bila ada kelebihan yang
berhak mereka peroleh, maka itu disebabkan karena keberhasilan mereka mendekat
kepada Allah swt. Dan menghiasi diri dengan ilmu serta akhlak yang mulia.[5]
c.
Tafsir Al-Qurthubi
Firman Allah
. “dan
berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”
Mengenai
potongan ayat ini dibahas dua masalah:
1.
Kerabat-kerabat dekat Rasulullah SAW mendapat perhatian pertama dan
utama untuk mendapat peringatan, untuk mencegah sikap mereka dan orang-orang
diluar mereka dalam memusuhi Rasulullah SAW karena perbuatan syirik mereka.
Adapun yang dimaksud dengan kerabat-kerabat dekat tersebut adalah kaum Quraisy.
Ada yang berpendapat, Suku Abdi manaf.
Disebut di dalam Shahih Muslim,
öÉRr&ur y7s?uϱtã
úüÎ/tø%F{$ ÇËÊÍÈ ورهطكمنهم المخلصى
“dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat dan sahabat-sahabatmu yang ikhlas”
Zhahirnya
teks ini adalah ayat al-Qur’an, kemudian dihapus hukum bacaannya (mansukh),
sebab tidak tertulis didalam al-Qur’an dan riwayatnya tidak mutawatir, dan jika
dinyatakan bahwa itu bagian dari al-Qur’an maka akan menimbulkan pertanyaan,
hadits ini berisi perintah untuk memberi peringatan kepada kerabat dekat yang
percaya kepada Rasulullah SAW, sebab hanya orang-orang yang ikhlas yang bisa
menerima islam beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan bukan orang-orang
musyrik. Sebab, yidak ada bagian ikhlas bagi orang-orang musyrik. Akan tetapi,
Rasulullah SAW, menyeru semua kerabatnya yang percaya kepadanya dan tidak,
memberi peringatan kepada semuanya dan orang-orang beserta mereka yang datang
kemudian. Tidak ada dalil periwayatan baik maknawi sekalipun Rasulullah SAW
hanya menyeru dan memberi peringatan kepada orang-orang yang percaya kepadanya
saja.
2.
Kekerabatan
dan keturunan tidak berkaitan dengan sebab-sebab menjadi seorang hamba, dan
terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya menjalin hubungan dengan non muslim
serta memberinya pengajaran dan nasehat. Dasarnya adalah Sabda Nabi: “Rasa
kasih sayangku kepada kalian yang akan aku limpahkan kepada kalian semua” dan
firman-Nya, انماىنةكم الله عن الذىن قتلوكم ؤالذىن
“sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu
orang-orang yang memerangimu karena agama”. [6]
C. Aplikasi dalam
Kehidupan
1. Saling memperingati
dalam kebaikan terhadap sesama kerabat
demi kebahagiaan kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Dilarang pilih kasih terhadap
sesama manusia.
3. Memberikan contoh yang
baik terhadap kerabat terdekat maupun sesamanya.
4. Mengubah nasib
seseorang menjadi lebih baik.
5. menghindari
kemusyrikan.
D. Aspek Tarbawi
ayat ini menyuruh supaya dipertakuti dengan siksa dan hukuman karib
kerabatmu sendiri dan tidak akan terlepas dari hukuman dan siksaan itu,
meskipun anakmu, bapakmu, ibumu, saudaramu, dan
sebagainya. Semuanya itu dihukum bila bersalah dan
berdosa. Maka tidak ada familisme dan kawanisme dalam islam. Melainkan semuanya
itu tunduk kepada hukum yang satu dengan tiada memandang bulu. Inilah keadilan
yang mutlak dalam islam. Dengan keadilan semacam inilah kaum muslimin dahulu
kala memerintahi dunia. Begitu juga allah menyeru nabi supaya jangan berlaku
sombong terhadap orang-orang mukmin yang menjadi pengikutnya.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Ayat diatas berpesan hindarilah
segala hal yang dapat mengundang murka allah dan berilah peringatan kepada
kerabat kerabatmu yang terdekat tanpa pilih kasih dan Takut takutilah kerabatmu
yang terdekat dengan azab dan siksa allah yang keras bagi orang yang kafir
kepadanya dan yang menyekutukan-Nya dengan yang lain.
Ayat ini selain menyuruh untuk menghindari kemusyrikan juga mengajarkan
kepada rasul SAW dan ummatnya agar tidak mengenal pilih kasih/ memberi
kemudahan kepada keluarga dalam hal pemberian peringatan. Ini berarti nabi dan
keluarga beliau tidak kebal hukum, tidak juga terbebaskan dari kewajiban.
Mereka tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan kepada rasul SAW.
karena semua adalah hamba allah, tidak ada
perbedaan antara keluarga / orang lain. bila ada kelebihan yang berhak mereka
peroleh, maka itu disebabkan karena keberhasilan mereka mendekat kepada allah dan menghiasi diri dengan ilmu serta akhlak mulia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman
Saleh, Abdullah. 2007. Teori-Teori
Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an. Jakarta: PT Rineka Cipta
Ajmad, Nurwadjah. 2007. Tafsir ayat-ayat pendidkan. Bandung;
Penerbit Marja
Imam Al Qurthubi, Syaikh. 2009. Tafsir Al Qurthubi (13).
Jakarta: Pustaka Azzam
Shihab , M. Quraish. 2005. Tafsir Al-Misbah. Tanggerang:
Lentera Hati
Shihab, M.Quraish. 2012. Al-Lubab. Tanggerang: Lentera Hati
BIOGRAFI PENULIS
Ø Nama: Asti Setiyasih
Ø Anak ke 2 dari
3 bersaudara
Ø TTL: Batang: 19 Mei 1997
Ø Pendidikan: - SDN
Gondang 02 (2003-2009)
-
SMPN 01 Blado (2009-2012)
-
SMAN 01 Bandar (2012-2015)
-
Mahasiswa S.1 Tarbiyah PAI (2015-sekarang)
Ø Alamat: Ds.Gondang RT/RW : 04/02,
kec.Blado-kab.Batang
[1] Abdurrahman
Mas’ud dkk. Paradigma Pendidikan Islam. (Pustaka
Pelajar: Semarang.2001),hlm.64
[2] Abdullah,
Abdurrahman Saleh. Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007).hlm.91-93
[3] Nurwadjah
Ajmad, Tafsir ayat-ayat pendidkan, (Bandung; Penerbit Marja,
2007),hlm.110
[5] M.Quraish Shihab, Al-Lubab,(Tanggerang: Lentera
Hati,2012).,hlm.716-717
[6] Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi (13), (Jakarta:
Pustaka Azzam,2009).,hlm.358-361
Tidak ada komentar:
Posting Komentar