HAK
ASASI MANUSIA
“ HAK BEBAS BERKEHENDAK” (QS.
AN-NAML,27 AYAT 40)
Rizkina
Ulfah (2021115056)
KELAS C
FAKULTAS
TARBIYAH
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayahnya
kepada kita semua sehingga masih merasakan nikmat dari–Nya.
Shalawat serta salam, semoga selalu
tercurah kepada Nabi kita Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan
yang baik bagi kita semua dan yang telah menyelamatkan kita dari zaman yang
gelap menuju zaman yangterang benderang. Semoga syafaat beliau sampai pada
kita. InsyaAllah.
Alhamdulillah, Penulisan makalah
Tafsir Tarbawi II mengenai Hak Asasi Manusia “Hak Bebas Berkehendak” yang
bersumber dari penafsiran Qs. An-Naml:27 Ayat 40 ini sangat membantu untuk mengingat, menambah
pengetahuan dan wawasan kita, khususnya bagi penulis sendiri. Dengan tulisan
dan uraian topik yang sederhana sesuai format yang telah ditentukan telah
selesai.
Tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama
Bapak Muhammad Hufron, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi II
dan untuk orang tua yang telah memberi semangat dan dorongan dalam
menyelesaikan tugas ini, tak lupa juga semua dosen dan Civitas Akademika IAIN Pekalongan, serta teman-teman yang
telah mendukung dan memberikan semangat yang lebih, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini dengan baik.
Penulis juga menyadari bahwa dalam
makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan
datang. Semoga Allah SWT selalu meridhoi segala usaha kita. Amin.
Pekalongan, 2 Maret 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Manusia adalah
makhluk Allah yang paling sempurna dan paling mulia di muka bumi. Kesempurnaan
itu terbukti dengan diciptakannya manusia sebagai makhluk yang paling baik
bentuknya bila dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. Manusia juga diberi
akal, karena dengan akalnya, manusia memiliki kemampuan yang dapat digunakan untuk
memilih dan menentukan yang boleh dikerjakan dan mana yang tidak boleh
dikerjakan. Oleh karena itu, manusia bebas menerima atau menolak segala sesuatu
yang ada, termasuk kebebasan untuk beriman, taat, dan patuh kepada perintah
Allah atau ingkar kepada-Nya.
Allah adalah
Dzat yang maha segalanya. Sehubungan dengan hal tersebut, hidup manusia pada
hakikatnya bertujuan untuk beribadah dan menggapai ridho-Nya. Tetapi, itu semua
tergantung dari manusianya sendiri. Allah memberikan kebebasan kepada
makhluknya atas semua hak yang ada pada diri hamba-Nya.
Oleh karena
itu, makalah ini membahas mengenai hak bebas berkehendak dengan tujuan supaya
manusia dapat menentukan jalannya sendiri akan bersyukur atau mengingkari
kepada-Nya.
B.
Tema dan Judul Makalah
Tema :Hak Asasi Manusia
Judul: “Hak Bebas Berkehendak”
C.
Nash Al-Qur’an Dan Terjemahannya
tA$s% Ï%©!$# ¼çnyZÏã ÒOù=Ïæ z`ÏiB É=»tGÅ3ø9$# O$tRr& y7Ï?#uä ¾ÏmÎ/ @ö6s% br& £s?öt y7øs9Î) y7èùösÛ 4 $£Jn=sù çn#uäu #
É)tGó¡ãB ¼çnyZÏã tA$s% #x»yd `ÏB È@ôÒsù În1u þÎTuqè=ö6uÏ9 ãä3ô©r&uä ÷Pr& ãàÿø.r& ( `tBur ts3x© $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù În1u @ÓÍ_xî ×LqÌx. ÇÍÉÈ
40. Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu
dari AI Kitab[1097]: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum
matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di
hadapannya, ia pun berkata: "Ini Termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku
Apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). dan Barangsiapa yang
bersyukur Maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan
Barangsiapa yang ingkar, Maka Sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha
Mulia".
[1097]
Al kitab di sini Maksudnya: ialah kitab yang diturunkan sebelum Nabi Sulaiman
ialah Taurat dan Zabur.
D.
Arti Penting yang Di kaji
Dalam
penafsiran Qs. An-Naml ayat 40 ini merupakan ayat yang penting untuk dikaji
karena di dalam ayat ini mengandug makna dan pembelajaran yang sangat luar
biasa. Betapa besarnya karunia Allah yang telah diberikan kepada hamba-hambaNya.
Karunia berupa hak bebas berkehendak yakni bersyukur atau ingkari atas
karunia-Nya. Barangsiapa bersyukur maka Allah akan menambah nikmat kepada hambaNya,
sedangkan barangsiapa yang ingkar (kufur) maka Allah akan memberi azab
kepada-Nya. Bersyukur kepada Allah atas nikmat besar yang menjadi hak dari
hamba-Nya. Manusia merupakan makhluk yang berakal agar mampu mengetahui tentang
suatu hal secara ilmiah karena suatu pilihan itu ada padanya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
1.
Pengertian Hak
Hak adalah
suatu yang harus diterima seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia
memiliki bermacam-macam hak yang harus diterima. Hak dapat merupakan sesuatu
yang dibawa manusia sejak lahir dan atau diterima sesudah lahir, yaitu sesuatu
yang dimiliki atau diterima manusia karena sebab-sebab tertentu.[1] Hak-hak yang dimiliki manusia pada umumnya adalah hak mendapatkan
pendidikan yang layak, hak berpendapat, dan lain-lain.
2.
Kebebasan berkehendak
Kebebasan
mempunyai arti merdeka atau lepas dari penjajahan, perbudakan, dan kurungan.[2]
Kebebasan adalah suatu keadaan yang menyatakan bahwa sesorang bukanlah budak yang
menjadi milik orang lain atau milik kelompok atau masyarakat tertentu, akan
tetapi ia adalah individu yang bebas berpikir, berkeinginan atau bertindak
sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Kebebasan yang diberikan kepada manusia
mencakup seluruh aktivitas manusia, seperti; kebebasan untuk menerima atau
menolak pendapat orang lain, kebebasan untuk memilih, kebebasan untuk
menentukan nasibnya sendiri, dan lain-lain.[3]
Kebebasan dalam
pemikiran etika Islam adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Manusia bebas
untuk menentukan dan melaksanakan tindakan yang dikehendaki, tetapi ia tetap
akan dimintai pertanggungjawaban atas semua keputusan dan tindakan yang
dilakukannya.[4]
B.
Tafsir Qs. An-Naml:27 Ayat 40
1.
Tafsir Al-Maragi
tA$s%) Ï%©!$# ¼çnyZÏã ÒOù=Ïæ z`ÏiB É=»tGÅ3ø9$# O$tRr& y7Ï?#uä ¾ÏmÎ/ @ö6s% br& £s?öt y7øs9Î) y7èùösÛ 4(
Sulaiman
berkata kepada ifrit seraya menyebut-nyebut nikmat dan keagungan karunia Allah
yang dilimpahkan kepadanya, “Aku dapat melakukan apa yang tidak dapat kamu
lakukan. Aku akan mendatangkannya dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya, aku dapat mendatangkannya sebelum kamu
mengerdipkan matamu.” Apa yang dikatakan Sulaiman itu benar terjadi :
) $£Jn=sù çn#uäu #
É)tGó¡ãB ¼çnyZÏã tA$s% #x»yd `ÏB È@ôÒsù În1u þÎTuqè=ö6uÏ9 ãä3ô©r&uä ÷Pr& ãàÿø.r& (
Tatkala Sulaiman melihat singgasana
Balqis itu berda tetap dalam keadaannya, tidak ada perubahan sedikit pun
padanya, tidak pula letaknya, Sulaiman berkata, “Ini adalah karunia dari Allah
untuk mengujiku; apakah aku bersyukur dengan memandang bahwa yang demikian itu
adalah karunia Allah semata tanpa andil kekuatan dariku, ataukah aku ingkar
lalu tidak bersyukur dan malah menyandarkan perbuatan itu kepada diriku.”
Sesungguhnya
seluruh nikmat jasmaniah, ruhiah, dan aqliah adalah pemberian Allah, yang
dengan itu Dia hendak menguji para hamba-hamba-Nya. Maka, barangsiapa tersesat
karenanya, berarti dia telah jatuh; dan barangsiapa mensyukurinya, berarti dia
telah naik selamat. Inilah yang dimaksud dengan Firman Allah sebagai berikut :
`tBur) ts3x© $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù În1u @ÓÍ_xî ×LqÌx. (
Barangsiapa
bersyukur, maka sesungguhnya faedah syukur itu kembali kepada dirinya sendiri,
karena hal itu dapat mengekalkan nikmat. Tetapi barangsiapa ingkar dan tidak
bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari para hamba dan ibadah mereka,
Maha Pemurah kepada mereka dengan melimpahkan nikmat kepada mereka, sekalipun
tidak menyembah-Nya.[5]
2.
Tafsir Al-Azhar
“Berkata seorang yang ada padanya ilmu dari
al-kitab: Aku akan membawakan singgasana itu kepada engkau sebelum matamu
berkedip.” (pangkal ayat 40).
Ini lebih cepat
lagi. Kalau ‘Ifrit tadi menunggu dahulu Baginda Nabi Sulaiman tegak dari
majlisnya, entah cepat majlis itu bubar entah lambat, maka orang yang mendapat
ilmu dari al-Kitab ini lebih cepat lagi: Yaitu singgasana itu akan datang
sekejap mata Baginda, sekejap mata saja! Atau picingkan mata sebentar, lalu
buka kembali; singgasana itu sudah ada! Dan memang ada sekali di hadapan Nabi
Sulaiman, sebentar itu juga.
Siapa orang yang mendapat ilmu dari al-Kitab ini? Ada
riwayar dari Ibnu Abbas bahwa nama orang itu Ashaf bin Barkhaya. Begitu pula
riwayat Muhammad Ishaq yang diterimanya dari Yazid bin Rauman. Kata riwayat itu
Ashaf ini adalah Sekretaris Pribadi Nabi Sulaiaman. Tetapi menurut riwayat
Mujahid namanya ialah Asthum, yaitu seorang shalih dari Bani Israil. Qatadah
dalam satu riwayatnya nama orang itu Balikha, dari Bani Israil juga,
bukan Jin tetapi Manusia juga. Zuhair bin Muhammad meriwayatkan pula namanya
ialah zin Nur (yang bercahaya). Abdullah bin Luhai’ah mengatakan bahwa
orang itu Nabi Khidir. Tetapi ada lagi riwayat lain mengatakan bahwa orang itu
ialah Nabi Sulaiman sendiri.
Mana yang benar? Yang benar adalah yang tertulis di
dalam al-Quran itu sendiri, bahwa ada orang yang mendapat ilmu dari
al-Kitab, mungkin dari Luh Mahfud, sanggup memindahkan singgasana itu dalam
sekejap mata. Adapun nama orangnya siapa, tidaklah penting. Sebaab itu al-Quran
tidak mementingkan nama itu. Sebab iyu adalah semata-mata kelebihan yang
diberikan kepada hambaNya. Tentang yang menyebut Nabi Khidir tidaklah kita salah
kalau riwayat ini tidak kita pegang betul, sebab riwayat tentang hidupnya Nabi
Khidir itu sendiripun tidaklah ada kekuatannya.
Tentang Ashaf bin Barkhaya dapat juga ditolak. Masakah
Ashaf lebih hebat ilmu pengetahuannya dari pda Nabi Sulaiman sendiri?.
Ar-Razi dalam tafsirnya leebih condong kepada pendapat
bahwa orang itu ialah Nabi Sulaiman sendiri.
Tentang perkataan bahwa singgasana itu akan hadir
dalam sekejap mata, meurut Ar-Razi itu adalah semata-mata pemakian bahsa
semata. Ar-Razi dalam hal ini memegang pendapat dari tafsiran Mujahid. Dalam
pemakian bahasa kalau orang bercakap misalanua:”tunggulah sekejap” artinya
ialah tidak lama!
“Maka tatkala
dilihatnya singgasana itu telah terletak dihadapannya, berkatalah dia: “Ini
adalah dari karunia Tuhanku, untuk menguji aku, bersyukurkah aku atau aku
mengingkari, dan barangsiapa yang bersyukur, maka kesyukurannya itu adalah
untuk dirinya sendiri.” (pangkal ayat 40). Beginilah ucapan Nabi Sulaiman a.s.
setelah singgasana itu berdiri di hadapannya, yang telah hadir tidak berapa
lama sesudah hal itu di perbincangkan.menilik isi doa cenderunglah ar-Razi
menguatkan bahwa manusia yang diberi ilmu dari al-Kitab itu memang Sulaiman
sendiri. Dia hendak menunjukkan kelak kepada Ratu Balqis itu bahwa dia bukan
semata-mata seorang Raja, bahkan lebih dari itu dia adalah seorang Nabi Allah
dan RasulNya, yang sewaktu-waktu diberi perbantuan oleh Tuhan dengan Mu’jizat.
Setelah dimohonkannya kepada Allah, dalam sekejap mata hadirlah singgasana itu.
Sebab itu dengan sangat terharu dia mengakui bahwa itu adalah semata-mata
karunia Tuhan ke atas dirinya. Kalau dia sendiri, tidaklah akan sanggup
mengerjakannya. Dan patutlah dia bersyukur, dan patutlah dia berterimakasih
kepada Ilahi. Sebab itu Mu’jizat yang amat luarbiasa ini, bahkan dia sendiri
pun tercengang, tidak menyangka permohonannya akan terkabul begitu cepat,
merasakan bahwa ini adalah suatu ujian bagi dirinya sendiri, bersyukurlah dia
atau kufur, melupakan jasa Tuhan atas dirinya: “Dan barangsiapa yang
mengingkari, maka sesungguhnya Tuhan-ku adalah Maha Kaya, Maha Mulia.”(ujung
ayat 40).[6]
3.
Tafsir Al-Mishbah
Berkatalah
seseorang yang memiliki ilmu dari al-Kitab:”Aku akan datang kepadamu dengannya yakni dengan membawa singgasana itu kemari sebelum matamu
berkedip.” Maka serta-merta, tanpa menunggu tanggapan dari siapa pun,
singgasana itu hadir di hadapan Nabi Sulaiman as. Dan tatkala dia
melihatnya terletak dan benar-benar mantap dihadapannya bukan berada
jauh darinya, dia pun berkata: “ini yakni kehadiran singgasana sesuai
keinginanku termasuk karunia Tuhanku dari sekian banyak karunia yang
telah dilimpahkan-Nya kepadaku. Karunia itu adalah untuk menguji aku apakah
aku bersyukur dengan mengakuinya sebagai anugerah atau kufur yakni
mengingkari nikmat-Nya, dengan menduga bahwa ia memang hakku atau merupakan
usahaku sendiri tanpa bantuan Allah. Dan barang siapa yang bersyukur kepada
Allah maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan
barang siapa yang kufur maka itu adalah bencana buat dirinya. Allah tidak
menambah kaya dengan kesyukuran hamba-Nya tidak pula disentuh kekurangan dengan
kekufuran mereka karena sesungguhnya Tuhan memelihara dan Pembimbing-Ku
Maha Kaya lagi Maha Mulia.” [7]
4.
Tafsir Jalalain
(Seorang yang mempunyai ilmu dari Al kitab) yang
diturunkan (berkata,) ia bernama Ashif ibnu Barkhiya; dia terkenal
sangat jujur dan mengetahui tentang asma Allah Yang Teragung, yaitu suatu asma
apabila dipanjatkan doa niscaya doa itu dikabulkan ("Aku akan membawa
singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip") jika kamu tujukan
pandanganmu itu kepada sesuatu. Maka Ashif berkata kepadanya, "Coba
lihat langit itu", maka Nabi Sulaiman pun menujukan pandangannya ke
langit, setelah itu ia mengembalikan pandangannya ke arah semula sebagaimana
biasanya, tiba-tiba ia menjumpai singgasana ratu Balqis itu telah ada di
hadapannya. Ketika Nabi Sulaiman mengarahkan pandangannya ke langit, pada saat
itulah Ashif berdoa dengan mengucapkan Ismul A'zham, seraya meminta kepada
Allah supaya Dia mendatangkan singgasana tersebut, maka dikabulkan permintaan
Ashif itu oleh Allah. Sehingga dengan seketika singgasana itu telah berada di
hadapannya. Ibaratnya Allah meletakkan singgasana itu di bawah bumi, lalu
dimunculkan-Nya di bawah singgasana Nabi Sulaiman. (Maka tatkala Sulaiman
melihat singgasana itu terletak) telah berada (di hadapannya, ia pun
berkata, "Ini) yakni didatangkannya singgasana itu
untukku (termasuk karunia Rabbku untuk mencoba aku) untuk menguji
diriku (apakah aku bersyukur)mensyukuri nikmat, lafal ayat ini dapat
dibaca Tahqiq dan Tas-hil (atau mengingkari) nikmat-Nya. (Dan
barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan
dirinya) artinya pahalanya itu untuk dirinya sendiri (dan barang
siapa yang ingkar) akan nikmat-Nya (maka sesungguhnya Rabbku Maha
Kaya) tidak membutuhkan kesyukurannya (lagi Maha Mulia") yakni tetap
memberikan kemurahan kepada orang-orang yang mengingkari nikmat-Nya.[8]
C.
Aplikasi dalam Kehidupan
Berdasarkan
beberapa penjelasan tafsir-tafsir di atas, maka dapat diambil pelajaran untuk
kehidupan sehari-hari, yaitu: sebagai manusia hendaknya selalu memperbanyak
ilmu, karena dengan ilmu banyak hikmah yang akan kita dapatkan. Sebagai manusia
harus sadar akan kedudukannya dan hidup hanya sementara, maka bersyukurlah atas
nikmat yang telah diberikan oleh Allah dan kita harus menghindari kekufuran
agar tidak menimbulkan dosa dan celaka bagi kita.
D.
Aspek Tarbawi (Nilai Pendidikan)
1.
Pentingnya peranan mempelajari suatu ilmu dan mengamalkan ilmu yang
bersumber dari Allah Swt. Manusia paling tidak memiliki empat daya pokok,
yaitu:
a.
Daya fisik yang bila diasah dapat melahirkan keterampilan.
b.
Daya pikir yang menghasilkan ilmu dan teknologi.
c.
Daya kalbu yang membuahkan iman serta dampak-dampaknya yang luar
biasa.
d.
Daya hidup yang menjadikan pemiliknya mampu menghadapi berbagai
tantangan hidup.[9]
2.
Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah Swt.
3.
Selalu bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt
dan janganlah kau ingkar dan tidak bersyukur, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari uraian
penafsiran Qs.An-Naml ayat 40 diatas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa setiap
manusia berhak menentukan hidupnya masing-masing. Setiap manusia diberikan kebebasan
dalam menjalani hidupnya. Tetapi, kebebasan yang diberikan Allah kepada manusia
adalah kebebasan yang betanggungjawab, yaitu kebebasan yang selalu berdasar
pada aturan yang ada. Aturan yang langsung dari Allah (Al-Qur’an) ataupun dari
manusia itu sendiri (Undang-Undang). Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya
faedah syukur itu kembali pada diri sendiri. Tetapi, barangsiapa yang ingkar
dan tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari para hamba dan
ibadah mereka, lagi Maham Mengetahui.
B.
Daftar Pustaka
Al-Maraghi, Ahmad
Mustafa. 1993. Tafsir Al-Maragi Juz XIX. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.
Hamka. 2003. Tafsir
Al-Azhar Juz XIX. Jakarta: Pustaka Panjimas.
King Saud University,
Tafsir Jalalain Digital.
Shihab, M.
Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Suraji, Imam.
2015. Hak dan Kewajiban dalam Perspektif Etika Islam. Yogyakarta: STAIN Press.
PROFIL PENULIS
Nama lengkap
Rizkina Ulfah, biasa di panggil Ulfah. Lahir di kota Pekalongan pada tanggal 12
November 1997. Anak pertama dari dua bersaudara yang kebetulan perempuan semua.
Hobi saya membaca baik itu membaca buku tentang agama, ilmu pengetahuan, dan
cerita fiksi novel. Alamat Jl. Kapten Pattimura Gg SD Negeri Gamer 01 RT 002/RW
005 Pekalongan Timur.
Riwayat
pendidikan Tk Masyitoh 12, SD Negeri Gamer 01, Smp Negeri 17 Pekalongan, Smk
Negeri 3 Pekalongan, dan sekarang masih menempuh pendidikan S1 di IAIN
Pekalongan semester 4.
[1]Imam Suraji, Hak
dan Kewajiban dalam Perspektif Etika Islam, (Yogyakarta: STAIN Press,
2015), hlm.52-53
[5]Ahmad
Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maragi Juz XIX,(Semarang: PT. Karya Toha
Putra Semarang,1993). hlm.261-262
[6] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XIX, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
2003), hlm.214-215
[7]M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm.225-226
[8]King Saud University, Tafsir Jalalain Digital, hlm.380
[9]M. Quraish Shihab, Op.Cit., hlm.227
Tidak ada komentar:
Posting Komentar