METODE PENDIDIKAN UNIVERSAL
“METODE TABLIGH"
Q.S AL-MAIDAH, 5:67
Siti Aminah
NIM. (2117233)
Kelas C
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
|
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur ke hadirat Allah swt. Atas
izin-Nya makalah yang berjudul “Metode Tabligh”ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi
Muhammad saw., sahabatnya,
keluarganya, dan umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi. Makalah
ini menjelaskan tentang Metode Tabligh dan menjelaskan tentang tafsir Q.S
Al-Maidah Ayat 67.
Penulis sudah berusaha untuk
menyusun makalah ini sebaik mungkin. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Bapak M.Ghufron M.S.I selaku dosen pembimbing mata kuliah tafsir
tarbawi, serta kepada panitia pelatihan penulisan makalah yang telah memberi
penganugrahan kepada penulis tentang tata cara penulisan makalah. Penulis
menerima saran dan kritik dari pembaca guna penyempurnaan penulisan makalah
mendatang.
Akhirnya, makalah ini diharapkan bisa bermanfaat bagi pembaca.Amin
yaa rabbal ‘alamin.Selamat
membaca.
Pekalongan, 11 November 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR
ISI ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah 1
B. Rumusan
Masalah 1
C. Tujuan
Masalah 1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Hakikat
Metode tabligh 2
B. Dalil
para rasul dengan metode tabligh 3
C. Implementasi
metode tabligh dalam pendidikan 7
BAB
III PENUTUP
Simpulan 8
DAFTAR PUSTAKA 9
BIODATA PENULIS 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang
sempurna dan diturunkan oleh Allah untuk mengatur kehidupan. Akan tetapi, kesempurnaan ajaran Islam hanya merupakan
ide danangan angan saja jika ajaran
yang sempurna itu tidak disampaikan kepada manusia.
Lebih lebih jika ajaran itu tidak
diamalkan dalam kehidupan manusia.
Oleh karena itu, dakwah merupakan suatu aktifitas yang
sangat penting dalam ajaran Islam. Menurut Sayyid Quthub, tabligh berarti
menyampaikan dan menyeru manusia
kepada kebenaran agama,terutama kebenaran aqidah tauhid, karena itu bagi para nabi dan rasul Allah tentang
kewajiban tabligh menurut Sayyid Quthub,dikaitkan dengan dua kepentingan
,pertama,tabligh dilakukan untuk member informasi
kepada manusia tentang adanya
kebenaran dari Allah Swt, lalu mereka diharapkan
menerima dan beriman kepada kebenaran yang dibawa para Nabi dan Rasul Allah agar mereka terbebas dari azab
Allah. Selanjutnya,kedua tabligh dilakukan
sebagai argument (Hajjah) Allah atas manusia, maksudnya dengan tabligh berarti kebenaran telah disampaikan oleh Allah Swt kepada manusia melalui Nabi dan Rasulnya,sehingga tidak ada alas an bagi mereka
untuk tidak mengetahui kebenaran itu,
Atas dasar itu, Allah Swt berhak
untuk member ganjaran kepada orang
yang menerima atau menolak kebenaran tersebut, dan inilah makna tabligh sebagai argument tuhan (Hajjah) atas umat
manusia. Dakwah sebagai ikhtiar
mewujudkan system Islam dalam semua segi kehidupan manusia,dan untuk menjaga
dan memelihara kehidupan masyarakat dari keburukan dan kejahatan, maka kegiatan
tabligh harus dibarengi dengan amar ma’ruf dan nahi mungkar.
B. Rumusan Masalah
- Apa hakikat
metode tabligh ?
- Bagaimana
dalil para rasul dengan metode tabligh ?
- Bagaimana
implementasi metode tabligh dalam pendidikan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat metode
tabligh
2. Untuk mengetahui dalil para
rasul dengan metode tabligh
3. Untuk mengetahui implementasi
metode tabligh dalam pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Metode
Tabligh
Tabligh berasal dari
kata ballagha-yuballighu-tablighan,
yang artinya menyampaikan. Secara istilah, berarti menyampaikan ajaran-ajaran
islam yang diterima dari Allah Swt. kepada umat manusia untuk dijadikan pedoman
dan dilaksanakan agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.[1]
Pada dasarnya setiap nabi dan rasul Allah berkewajiban
menyampaikan kebenaran agama(risalah) yang dibawa kepada umatnya. Tugas dan
kewajiban menyampaikan kebenaran dalam
bahasa agama disebut tabligh. Konsep dasar dari pengertian tabligh adalah upaya menyampaikan ajaran ilahi kepada manusia
dengan kata lain bagaimana ajaran ilahi itu diinformasikan,disebarkan,dan
diajarkan kepada orang lain dengan tujuan pencerahan akalpikiran dan penyejukan
nurani. Menurut pakar bahasa Al Ashfahani,
kata tabligh menunjuk kepada kegiatan
menyampaikan kebenaran (agama) secara lisan.
Menurut Sayyid Quthub, tabligh berarti menyampaikan
dan menyeru manusia kepada kebenaran
agama, terutama kebenaran aqidah tauhid, karena itu bagi para nabi dan rasul Allah tentang kewajiban tabligh menurut Sayyid Quthub, dikaitkan dengan
dua kepentingan,pertama,tabligh
dilakukan untuk member informasi kepada manusia tentang adanyakebenaran dari Allah Swt, lalu mereka diharapkan menerima dan
beriman kepada kebenaranyang dibawa para Nabi dan Rasul Allah agar mereka
terbebas dari azab Allah Selanjutnya,kedua
tabligh dilak ukan sebagai argument
(Hajjah) Allah atas manusia,maksudnya dengan tabligh berarti kebenarantelah
disampaikan oleh Allah Swt kepadamanusia
melalui Nabi dan Rasulnya,sehingga tidak ada alas an bagi mereka untuk tidakmengetahui
kebenaran itu, Atas dasar itu, Allah
Swtberhak untuk member ganjaran kepada orang
yang menerima atau menolak kebenaran tersebut, dan inilah makna tabligh sebagai argument tuhan (Hajjah) atas umat manusia.
Tugas menyampaikan kebenaran (tabligh) seperti yang
tercantum dalam Q.S Al Maidah ayat 67 yakni perintah Allah kepada Rasul
untuk menyampaikan kebenaran. Menurut
Sayyid Quthub ayat tersebut ditujukan
kepada Nabi Muhammad Sawdalam hubungannya denganahli kitab. Dalam ayat tersebut,
Allah menyeruh nabi agar melaksanakan
tabligh dengansebaikbaiknya. Nabi diperintahkan agar memperhatikan dua prinsip yang berkaitan denganmateri tabligh.
Dua prinsip tersebut menurut Sayyid Quthub
yakni,Pertama,bahwa kebenaran yang disajikan
melalui tabligh harus sempurna dan utuh,tidak parsial.Kedua, bahwa kebenaran
Tugas Dan Fungsi Dakwah Dalam Pemikiran Sayyid Quthub (H. Baharuddin Ali)
129 yang disampaikan melalui
tabligh,terutama menyangkut aqidah,harus tegas dan jelas yaitu bahwa aqidah islam itu harus dibedakan secara
jelas yaitu bahwa aqidah islam itu harus dibedakan
secara jelas dengan berbagai kepercayaan lain yang sesat dan menyimpang. Dalam masalah ini tidak dibenarkan adanya basa
basiyang dapat mengurangi distingsiaqidah islam dengan kepercayaan lain yang sesat.[2]
B.
Dalil Para Rasul dengan Metode Tabligh
يَا
أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ
رِسَالَتَهُ ۚ
وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Artinya : “Hai Rasul,
sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu
kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan
amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS.Al-Maidah:67)
Penjelasan :
Dikemukakan oleh Abusy
Syaikh yang bersumber dari Al-Hasan, bahwa Rasulullah Saw. bersabda :
“Sesungguhnya Allah mengutusku dengan suatu risalah. Hal itu menyempitkan
dadaku, karena aku tahu manusia mendustakanku. Lalu Allah menjanjikan, risalah
itu aku sampaikan atau Dia menyiksaku”. Maka turunlah ayat ini “YAA
AYYUHARRASUULU BALIGH MAA UNZILAILAIKA MIN RABBIKA”.[3]
a.
Tafsir Al-Azhar
Ayat 67 ini ialah menjelaskan tugas yang
dipikulkan Allah kepada RasulNya, nabi Muhammad Saw. Dan di samping diberi
tugas, Tuhan pun memberikan jaminanNya pula atas keselamatan disi beliau selama
melakukan tugas. Sebab itu maka ayat ini dimulai dengan ucapan : “Wahai rasul !”(pangkal ayat 67).
Sebagaimna kita ketahui, Tuhan tidak pernah memanggi nabi kita dengan menyebut
namanya, melainkan menyebut tugas atau jabatannya. Dan panggilan “Wahai Rasul”
akan mengingatkan beliau tugas yang dipikulkan ke atas pundaknya: “Sampaikanlah apa yang telah diturunkan
kepada engkau.(dari Tuhan engkau). Ini adalah perintah tegas dari Tuhan
bahwasanya segala wahyu yang telah diturunkan Tuhan kepadanya, hendaklah beliau
sampaikan langsung kepada umat, tidak boleh ada yang disembunyikan, sebab
samalah artinya dengan tidak menyampikan sama sekali. Sama juga dengan kita
umat Muhammad sendiri, kalau kita mengaku percaya kepada Allah dan Rasul,
hendaklah kita percaya dalam keseluruhan, bukan percaya setengah-setengah, atau
percaya mana yang enaknya saja. Maka tidaklah dapat diragukan lagi, bahwasanya
perintah itu telah dijalankan oleh rasul dengan selengkapnya, tidak ada yang
dikuranginya dan tidak ada yang sembunyikannya, manisnya atau pahitnya. Beliau
telah melakukan tugas dengan sebaik-baiknya. Beliau telah tegak dengan teguhnya
seketika gelombang kesukaran datang lantaran melakukan tugas itu. Seluruh
tenaga telah beliau tumpahkan, sejak dari masa sembunyi-sembunyi mengadakan
dakwah di rumah Arqam bin Abi Arqam, sampai pindah dan sampai pelita agama
menyala dan musuh tunduk takluk dan masuk ke dalam islam berduyun-duyun.
Menurut riwayah Buhkari Muslim, seketika
Tabi’in bertanya kepada Aisyah, adakah ayat yang tidak disampaikan oleh nabi,
Aisyah menjawab: “Barangsiapa yang mengatakan kepada engkau bahwa Muhammad
pernah menyembunyikan apa yang diturunkan Allah kepadanya, berdustalah orang
itu”. Sebagaimana ditulis oleh Imam Al-Mawardi dalam kitabnya: “I’lamun
Nubuwwah” bahwa sejak mula menjadi Rasul, Tuhan telah memberinya perlindungan
dengan berbagai jalan. Mulia sekali, yang dipakai Tuhan buat melindungi Nabi
Muhammad Saw dari bahaya, ialah paman beliau Abu Thalib. Setelah Abu Thalib
meninggal, Allah datangkan pula alat perlindungan baru, yaitu datangnya kaum
Anshar dari Madinah yang bersedia harta benda dan jiwa raga mereka buat membela
Nabi Muhammad Saw. Dalam pada itu jika kita perhatikan seluruh hidup beliau,
baik seketika masih di Mekah atau dalam perjalanan hijrah ke Madinah, atau
sebelumnya sampai di Madinah, berpuluh kali diadakan orang percobaan-percobaan
membunuh beliau namun semuanya itu tidak berhasil.[4]
Penutup ayat : “Sesungguhnya Allah tidaklah akan memberi petunjuk kepada kaum yang
kafir”. (ujung ayat 67). Ujung ayat ini memberi peringatan kepada orang
yang beriman, bahwasanya segala rencana orang kafir, yang tidak mau menerima
kebenaran itu tidaklah akan berhasil. Allah tidak akan memberi mereka petunjuk,
sebab sejak semula mereka telah menempuh jalan yang salah. Maka segala siasat
mereka, baik menghalangi dan menghambat rencana Rasulullah, ataupun usaha
hendak mengganggu diri beliau sendiri tidaklah akan berhasil. Kebenaran ajaran
Tuhan cepat ataupun lambat pasti akan jelas juga.[5]
b.
Tafsir Al-Maraghi
Hai Rasul,
sampaikanlah kepada semua orang segala yang telah diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu yang memiliki perkaramu, dan menyampaikan kamu pada kesempurnaan, dan
janganlah kamu khawatir dalam menyampaikan itu terhadap seorang pun, dan jangan
takut kamu ditimpa bahaya karenanya.
Adapun hikmah dari ditegaskannya perintah dan
penegasan (tabligh) dengan menganggap bahwa menyembunyikan sebagian risalah
juga berarti menyembuyikan seluruhnya, sekalipun sudah maklum bahwa para rasul adalah
terpelihara dari menyembunyikan sesuatu yang diperintahkan Allah untuk
menyampikannya, yang kalau tidak, maka batallah hikmah risalah karena hilangnya
kepercayaan manusia terhadap penyampainnya itu. Hikmah dari penegasan itu tadi,
bagi rasul Saw sendiri, adalah pemberitahuan untuknya, bahwa tabligh itu
menjadi kewajiban yang tak bisa tawar-tawar, dan tidak boleh menyembunyikan apa
yang wajib disampaikan dalam keadaan apapun. Umpamanya, dengan menangguhkan
sesuatu dari waktunya berdasarkan ijtihad. Sekiranya tidak ada nash tersebut di
atas, tentu boleh saja bagi rasul berijtihad untuk menaguhkan sebagian wahyu,
sampai cukup mantap kesiapan manusia untuk menerimanya, dan tidak menyebabkan
mereka menolak stelah mendengar rasul karenanya. Sedang bagi manusia yang
mnedengar tabligh, hikmahnya supaya mereka mengerti fakta ini dengan adanya
nash tersebut. Jadi, tak ada alasan bagi mereka untuk memperselisihkan fakta
ini dengan pendapat atau paham yang berbeda-beda. Dan demikian, teranglah bagi
anda bahwa qaul-qaul dan pendapat-pendapat yang kita dengar tentang bolehnya
menyembunyikan sebagian wahyu selain Al-Qur’an dari seluruh manusia atau dari
kebanyakan mereka, pendapat ini terang tidak cocok sama sekali dengan agama,
dan tak perlu ditakwilkan dengan berita-berita dhaif yang diriwayatkan orang,
lebih-lebih dengan hadis-hadis palsu mengenai bab ini. Kebenaran yang tak perlu
diragukan dalam hal ini ialah, bahwa Rasul telah menyampaikan seluruh wahyu
Al-Qur’an yang telah diturunkan kepadanya, dan telah bekiau terangkan, tanpa
mengkhusukan sesuatupun dari ilmu agama pada seorangpun. Disamping itu, bahwasanya
tidak ada keistimewaan bagi seseorang atas yang lain dalam ilmu agama, keculai
dengan memahami Al-Qur’an benar-benar lewat ilmu hadis, atsar para ulama dari
kalangan para sahabat dan tabi’in.
An-nas
(manusia), yang dimaksud adalah orang-orang kafir, yang salam penyampaian wahyu
itu memuat keterangan tentang kekafiran dan kesesatan mereka, termasuk
kerusakan akidah dan amal perbuatan mereka. Juga tentang penyesalan Allah atas
mereka dan nenek moyang merka. Itu semua membuat mereka marah dan menyebabkan
mereka menganiaya rasul Saw., baik denga perkataan maupun perbuatan, serta
merencanakan pembunuhan atas diri beliau setelah meninggalnya Abu Thalib, dan
mereka putuskan hukuman mati atas diri beliau di Daru’n-Nadwah. Akan tetapi,
Allah swt. Memelihara beliau dari rencana keji mereka itu. Dan demikian pula
yang dilakukan umat yahudi terhadap beliau sesudah hijrah.
Sesungguhnya
Allah swt takkan memberi petunjuk kepada kaum kafir itu. Yaitu orang-orang yang
hendak menganiaya kamu seenaknya, atas tabligh yang kamu sampaikan. Bahkan
mereka akan sia-sia, dan kalimat-kalimat Allah Swt. yang akan terlaksana dengan
sempurna, sehingga dengan demikian sempunalah agama-Nya.[6]
C. Implementasi
metode tabligh dalam pendidikan
Nilai tarbawi yang dapat
diambil dari surat Al-Maidah ayat 67, yaitu bahwa metode tabligh adalah suatu
metode yang dapat diperkenalkan dalam dunia pendidikan modern. Yaitu suatu
metode pendidikan dimana guru tidak sekedar menyampaikan pengajaran kepada
murid, akan tetapi dalam metode itu terkandung beberapa persyaratan guna
terciptanya efektifitas proses belajar mengajar. Beberapa persyaratan yang
dimaksud adalah :
1.
Aspek kepribadian guru
yang selalu menampilkan sosok uswah hasanah, suri tauladan yang baik bagi
murid-muridnya
2.
Aspek kemampuan intelektual
yang memadai
3.
Aspek penguasaan
metodologis yang cukup sehingga mampu meraba dan membaca kejiwaan dan kebutuhan
murid-muridnya.
4.
Aspek spiritualitas
dalam arti pengamal ajaran islam yang istiqomah
Apabila keempat persyaratan di atas terpenuhi oleh
seorang guru, maka materi yang disampaikan kepada murid akan merupakan qoulan baligha, yaitu ucapan yang
komunikatif dan efektif.[7]
Sifat
tabligh bisa kita sesuaikan dengan kompetensi professional. Seorang guru ketika
menyampaikan materi perlu menggunakan metode pembelajaran dengan tepat. Guru
dituntut memiliki kemampuan dalam perencanaan dan pelaksanaan proses
pembelajaran, guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran, untuk itu guru dituntut mampu menyampaikan
bahan pelajaran. Guru harus selalu meng-update, dan menguasai materi pelajaran
yang disajikan.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tugas menyampaikan
kebenaran (tabligh) seperti yang tercantum dalam Q.S Al Maidah ayat 67 yakni
perintah Allah kepada Rasul untuk menyampaikan kebenaran. Sama juga dengan kita
umat Muhammad sendiri, kalau kita mengaku percaya kepada Allah dan Rasul,
hendaklah kita percaya dalam keseluruhan, bukan percaya setengah-setengah, atau
percaya mana yang enaknya saja. Maka tidaklah dapat diragukan lagi, bahwasanya
perintah itu telah dijalankan oleh rasul dengan selengkapnya, tidak ada yang
dikuranginya dan tidak ada yang sembunyikannya, manisnya atau pahitnya.
Guru dituntut memiliki kemampuan
dalam perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran, guru mempunyai tugas
untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran,
untuk itu guru dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran. Guru harus selalu
meng-update, dan menguasai materi pelajaran yang disajikan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi.Ahmad Mushthafa,1970. Terjemah Tafsir Al-Maragh Juz VI (Semarang: CV Toha Putra)
Baharudin Ali.2014.Tugas dan Fungsi Dakwah Dalam Pemikiran
Sayyid Quthub”, Jurnal Dakwah Tabligh,Vol.15,No.1
Hamka.1983, Tafsir Al-Azhar Juz VI,(Jakarta: PT Pustaka Panjimas)
Lubabun Nuqul fi Asbabun Nuzul, Riwayah Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an, (Indonesia:
Daarul Ihya)
http://gopellive.blogspot.com
diakses pada 11 November 2018 pukul 15.18
http://grabalong.blogspot.com
BIODATA PENULIS
Nama : Siti Aminah
NIM : 2117233
TTL : Pekalongan, 17 September 1997
Alamat : Desa Sembung Jambu
Rt.20/Rw.05 Bojong, Pekalongan
Riwayat Pendidikan : SDN 01 Tengeng Wetan
: SMP N 1 Sragi
: SMK Islam Bojong
[1] http://gopellive.blogspot.com (diakses pada 11
November 2018 pukul 15.18)
[2] Baharudin
Ali.2014.Tugas dan Fungsi Dakwah Dalam
Pemikiran Sayyid Quthub”, Jurnal Dakwah Tabligh,Vol.15,No.1,2014,hlm
128-129
[3] Lubabun Nuqul
fi Asbabun Nuzul, Riwayah Turunnya
Ayat-Ayat Al-Qur’an, (Indonesia: Daarul Ihya) hlm 223
[4] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz VI,(Jakarta: PT
Pustaka Panjimas,1983) hlm.358-360
[5] ibid, hlm 365
[6] Ahmad
Musthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir
Al-Maraghi, (Semarang: CV Toha Putra,1970), hlm 281-285
[7]http://grabalong.blogspot.com
(diakses pada 11 November 2018 pukul 15.18)
[8] www.kompasiana.com
(diakses pada 12 November 2018 pukul 16.00)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar