SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Disusun Oleh : Kelompok 2
1.
Risqi Amalia 2024213002
2.
Zaenurrohmah
2024213015
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Pekalongan
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warokhmatullahi Wabarokatuh
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan
rahmat, hidayah, kasih sayang dan barokahNya, penulis dapat menyelesaikan
makalahnya yang berjudul “ sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Khulafaur
Rasyidin “ ini.
Tujuan utama penulis membuat makalah ini berharap semoga makalah
ini membawa wawasan dan ilmu pengetahuan kita semua, yang tentunya memiliki
nilai-nilai kebaikan yang tinggi.
Kami sadar dalam penyusunan makalah ini masih banyak sekali
kekurangan. Oleh karena itu, kritikan dan saran dari dosen pembimbing dan
teman-teman sangat kami harapkan demi kesempurnaan dan kebenaran makalah ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pembimbing dan teman-teman.
Wa’alaikumsalam Warokhmatullahi Wabarokatuh
Pekalongan, 14 September 2015
Pemakalah
DAFTAR ISI
Cover
...................................................................................................... i
Kata Pengantar
...................................................................................................... ii
Daftar Isi
...................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan ............................................................................................. 1
Latar Belakang
......................................................................................... 1
Rumusan Masalah
.................................................................................... 1
BAB II Pendahuluan
........................................................................................... 2
Pendidikan Islam
Pada Masa Pertumbuhan ............................................. 2
Para Sahabat yang
Menjadi Guru ............................................................. 3
Pusat-pusat
Pendidikan Islam
................................................................... 4
Pengajaran Al
Qur’an Masa Pertumbuhan ............................................... 5
BAB III PENUTUP
............................................................................................ 6
Kesimpulan
............................................................................................... 6
Profil
..................................................................................................................... 7
BABI
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mempelajari Sejarah Pendidikan Islam
sangat penting. Kita dapat mengetahui Masa Pertumbuhan dan Perkembangan
Pendidikan Islam. Masa tersebut berlangsung pada masa khalifah yang empat atau
Khulafaur Rasyidin : Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Masa pemerintahan pada
tahun 632-661 M dan berkelanjutan hingga akhir kekuasaan Bani umayyah tahun
661-750 M, yang diwarnai dengan berkembangnya ilmu-ilmu naqliah.
Masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar
adalah dua tahun (11-13 H)(632-634 M), Umar bin Khattab memerintah selama 10
tahun (13-23 H)(634-644 M), Utsman bin Affan memerintah selama 12 tahun (23-35
H)(644-655 M). ketiganya menjadikan madinah sebagai pusat pemerintahan.
Selanjutnya Ali bin Abi Thalib memerintah selama 6 tahun (35-40 H)(655-650 M)
dengan pusat pemerintahan dipindah ke Kufah. Kedudukan Ali sebagai khalifah
kemudian di gantikan oleh putranya yang bernama Hasan bin Ali selama beberapa
bulan, namun untuk menghindari pertumpahan darah diantara kaum muslimin agar
tidak berkelanjutan maka ia serahkan kekuasaan sepenuhnya pada Muawiyah pada
tahun 41 H atau 661 M sehingga tahun ini dikenal dengan am al-jama’ah dimana tahun bersatunya
kaum muslimin di bawah satu kekuasaan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Pendidikan Islam pada masa pertumbuhan ?
2. Siapa
Sahabat Rosul yang menjadi guru pada masa pertumbuhan ?
3. Dimana
Pusat-pusat Pendidikan Islam pada masa pertumbuhan ?
4. Bagaimana
Pengajaran Al-qur’an pada masa pertumbuhan ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan Islam Masa Pertumbuhan
Pendidikan
Islam pada masa pertumbuhan dan perkembangannya, juga pada masa-masa berikutnya
mempunyai dua sasaran yaitu:
a)
Generasi
muda (sebagai generasi penerus) dan masyarakat bangsa lain yang belum menerima
ajaran Islam.
b)
Penyampaian ajaran Islam dan usaha
internalisasinya dalam masyarakat bangsa yang baru menerimanya yang dalam Islam
lazim disebut sebagai dakwah islami. Sedangkan dalam artinya yang pertama yaitu
pewarisan ajaran Islam kepada generasi penerus disebut sebagai Pendidikan
Islam.
Setiap
pasukan kaum Muslimin menguasai suatu daerah, segera sebagian sahabat mendapat
tugas untuk menymapaikan ajaran Islam kepada penduduk. Mereka menjadi pihak
yang berperan sebagai pendidikan atau guru-guru agama, sehingga timbul
pusat-pusat pendidikan Islam diluar Madina, dengan sahabat-sahabat terkenal
sebagai gurunya.
Dengan demikian telah jelas bahwa
sasaran pembudayaan Islam bukan hanya mewariskan kepada generasi muda saja,
tetapi juga meluaskan jangkauan penetrasi budaya Islami kepada budaya umat,
kepada bangsa-bangsa di luar negeri Arab yang sudah dirintis oleh Nabi Muhammad
SAW melalui pengiriman utusan-utusan untuk menyampaikan ajakan menerima Islam
kepada para raja dan penguasa disekitar Arab dengan tujuan untuk menyampaikan
ajaran Islam kepada masyarakat bangsa/suku bangsa agar mereka menerimanya
menjadi sistem hidup. Tetapi penguasa di luar Jazirah Arab memberikan
reaksi yang keras, bahkan sampai ada yang membunuh utusan Nabi Muhammad SAW dan
ada pula yang bersiap-siap untuk menyerang Madinah.
Untuk menghadapi serangan dari luar
tersebut, Nabi Muhammad mengirimkan pasukan yang terdiri dari sejumlah kaum
muslimin. Peristiwa ini dikenal dalam sejarah Islam dengan perang Mu’tah di
bawah pimpinan mula-mula Zaid bin Harisah, kemudian oleh Ja’far bin abi Talib,
lalu oleh Abdullah bin Rawahah, dan akhirnya oleh Khalid bin Walid. Peristiwa
tersebut terjadi di daerah Syam berhadapan dengan pasukan Syurahbil penguasa
Heraclius. Setiap pasukan kaum muslimin menguasai suatu daerah segera sebagian
sahabat mendapat tugas untuk menyampaikan ajaran Islam kepada penduduk. Mereka
menjadi yang bertindak sebagai pendidik atau guru-guru agama, sehingga timbul
pusat-pusat pendidikan Islam di luar Madinah.
Suatu peristiwa penting dalam
Sejarah Pendidikan Islam di masa setelah Nabi Muhammad SAW wafat adalah
peristiwa pemberontakan dari orang-orang murtad yang enggan membayar zakat,
serta timbulnya nabi-nabi palsu pada awal kekhalifahan Abu Bakar. Para
pemberontak tersebut adalah kalangan orang-orang yang baru masuk Islam dan
belum mantap keIslamannya. Untuk mengatasi pemberontakan tersebut Abu Bakar
mengirimkan pasukan yang terdiri dari para sahabat, yang akhirnya terjadi
pertempuran yang cukup hebat, sehingga banyak di antara para sahabat yang mati
syahid, yang menyebabkan berkurangnya penghafal-penghafal Al-Qur’an, guru dan
pendidik Islam.
Untuk menjaga agar Al-Qur’an tidak
sampai hilang, maka penulisan al-Qur’an yang pada masa Nabi Muhammad SAW masih
belum tersusun sesuai dengan hafalan para sahabat, dituliskan kembali dan
dijadikan satu mushaf. Para sahabat dikirim keberbagai daerah yang telah
dikuasai kaum muslimin, untuk mengajarkan Al-Qur’an dan memasukkan ajaran Islam
ke dalam budaya penduduk daerah-daerah baru tersebut.
Bebarengan dengan pengembangan
daerah kekuasaan islam pada masa-masa berikutnya, berkembang pula pusat-pusat
kegiatan pendidikan Islam, baik bagi mereka yang baru masuk Islam, bagi para
generasi muda (anak-anak), maupun bagi mereka yang akan memperdalam dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dalam Islam.
B.
Para Sahabat Yang Menjadi Guru
1. Masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq
Pada masa Abu Bakar
masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga
pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid
atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya. Menurut Ahmad
Syalabi lembaga untuk belajar membaca, menulis ini disebut dengan Kuttab.
Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid. Selanjutnya
Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa Kuttab didirikan oleh orang-orang Arab pada
masa Abu Bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan
yang bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasul terdekat.
Lembaga pendidikan Islam masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan
rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan Islam, sebagai tempat shalat
berjama’ah, membaca al-Qur’an dan lain sebagainya.
2. Masa Khalifah Umar bin Khattab
Pada masa khalifah
Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan
pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid
dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah
yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi al-Qur’an dan ajaran Islam
lainnya. Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk di halaman masjid
sedangkan murid melingkarinya.
Pelaksanaan pendidikan di masa Khalifah
Umar bin Kattab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada dalam
keadaan stabil dan aman, ini disebabkan disamping telah ditetapkannya masjid
sebagai pusat pendidikan juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam
di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa,
menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya.
Pendidikan dikelola di bawah pengaturan
gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi kemajuan di berbagai bidang,
seperti jawatan pos, kepolisian, baitulmal dan sebagainya. Adapun sumber gaji
para pendidik waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari
baitulmal.
3. Masa Khalifah Usman bin Affan.
Pada masa khalifah
Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa
sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun
hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat
yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan
meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar
di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi
pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada
masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta
didik yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat pendidikan juga
lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat memilih tempat yang mereka
inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat. Tugas mendidik dan
mengajar umat pada masa ini diserahkan pada umat itu sendiri, artinya
pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri
melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhaan Allah.
4. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
Pada masa Ali telah
terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa
pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa,
kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu Ali
tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya
itu ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi seluruh masyarakat
Islam.
C.
Pusat-pusat Pendidikan Islam
1.
Madrasah
Mekkah
Guru yang
pertama mengajar di Mekkah adalah Mu’az bin Jabal. Dialah yang mengajarkan Al
qur’an, hukum halal dan haram pada islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin
Marwan (65-86 H), abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana. Ia
mengajarkan tafsir, fiqih dan satra, Abdullah bin Abbaslah yang merupakan
pembangun Madrasah Mekkah yang kemudian menjadi termasyhur keseluruh penjuru
negeri Islam. Diantara murid-murid Ibnu Abbas yang menggantikannya sebagai guru
di madrasah Mekkah ini adalah Mujahid (seorang ahli tafsir), Atha’ yang
termasyhur keahliannya dalam ilmu fiqih dan thawus.
2.
Madrasah
Madinah
Madrasah
Madinah ini lebih termasyhur, karena disanalahtempat Khalifah Abu Bakar, Umar
dan Utsman dan disana pula banyak tinggal sahabat-sahabat Nabi. Diantara
sahabat yang mengajar di Madinah adalah Umar bin Khathab, Ali bin Abi Thalib,
zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Umar, Zaid bin Tsabit adalah seorang ahli
qira’at dan fiqh dan beliaulah yang mendapatkan tugas memimpin penulisan
kembali Al Qur’an.
3.
Madrasah
Basrah
Ulama yang
terkenal di Basrah adalah Abu Musa Al-Asy’ari dan Anas bin Malik. Abu musa
terkenal sebagai ahli fiqh, hadits, dan ilmu al Qur’an. Sedangkan Anis bin
Malik termasyhur dalam ilmu hadits. Setelah ulama-ulama wafat maka digantikan
oleh murid-muridnya yaitu yang terkenal : Hasan Al Basri dan Muhammad bin
Sirin. Hasan Al Basri terkenal sebagai ahli fiqih dan aqidah ahli sunnah
waljama’ah sedangkan Ibnu Sirin adalah seorang ahli hadist.
4.
Madrasah
Kufah
Ulama sahabat
yang tinggal di Kufah adalah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Ali
bin Abi Thalib mengurus masalah politik dan urusan pemerintah. Sedangkan Ibnu
Mas’ud sebagai guru agama, ahli tafsir, ahli fiqih dan banyak meriwayatkan
hadist-hadist nabi. Madrasah Kufah ini kemudian melahirkan Imam Abu Hanifah,
salah seorang Imam madzhab yang terkenal dengan penggunaan ra’yu dalam
berijtihad.
5.
Madarsah
Damsyiq
Setelah negeri
Syam (Syria) menjadi bagian Negara islam dan penduduknya banyak memeluk agama
Islam, maka Khalifah Umar bin Khathab mengirimkan 3 orang agama yaitu Muadz bin
Jabal, Ubadah dan abu Darda’, ketiga sahabat ini mengajar di Syam di tempat
yang berbeda. Mu’adz bin Jabal di Plestina, Ubadah di Hims dan abu Darda di
Damsyiq. Kemudian digantikan murid-muridnya, akhirnya madrasah ini melahirkan
Imam penduduk Syam yaitu Abdurahman Al-Auza’i yang sederajat ilmunya dengan
Imam Malik dan Imam Abu Hanifah.
6.
Madrasah Fistat
(Mesir)
Sahabat yang mula-mula mendirikan
Madrasah dan menjadi Guru di Mesir adalah Abdullah bin Amr bin Al-Ash. Ia
adalah seorang ahli hadist. Ia tak hanya menghafal hadist-hadist yang
didengarkan Nabi Muhammad SAW, melainkan juga menuliskannya dalam catatan
sehingga ia tidak lupa atau khilaf dalam meriwayatkan hadits-hadits itu kepada
murid-muridnya.
D.
Pengajaran Al Qur’an Masa Pertumbuhan
Problem pertama yang dihadapi oleh para sahabat dalam
pengajaran Al-Qur’an yaitu Al-Qur’an secara lengkap dan sempurna ada dalam
hafalan umumnya para sahabat, tetapi tentunya tidak semua sahabat hafal
sepenuhnya Al-Qur’an. Di samping itu Al-Qur’an juga masih dalam bentuk
tulisan-tulisan yang berserakan, yaitu yang ditulis oleh para sahabat yang
pandai menulis atas perintah Nabi Muhammad SAW selama proses penurunan
Al-Qur’an.
Atas usulan Umar bin Khattab karena khawatir ayat-ayat
Al-Qur’an akan hilang bersama kematian para sahabat penghafal Al-Qur’an yang
meninggal dalam peperangan Yamamah, Abu Bakar menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai
ketua Tim. Zaid bin Tsabit merupakan salah satu sahabat yang menjadi sekretaris
Rasul yang ditugaskan untuk menuliskan wahyu Al-Qur’an.
Pada masa itu pengajaran Al-Qur’an kepada orang yang
baru masuk islam berlangsung secara hafalan, para sabahat juga memberikan
penjelasan seperlunya tentang arti dari ayat-ayat tersebut menurut apa yang
diterimanya dari Rasulullah SAW dan memberikan contoh pelaksanaan atau praktek
ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Problema yang kemudian muncul dalam pengajaran
Al-Qur’an, adalah masalah pembacaan (qiraat). Al-Qur’an adalah bacaan dalam
bahasa Arab. Jadi, mereka yang tidak berbahasa Arab harus menyesuaikan lidahnya
dengan lidah orang Arab. Oleh karena itu, pengajaran Al-Qur’an tersebut selalu
dibarengi dengan pengajaran bahasa Arab secara sederhana.
Problema qiraat tersebut semakin
nampak setelah terjadi komunikasi antara kaum muslimin dari satu daerah dengan
daerah lainnya, yang mendapatkan pelajaran Al-Qur’an dari sahabat-sahabat
dengan dialek (lahjah) yang berbeda. Dan Rasulullah pun memperkenalkan hal yang
demikian. Tetapi dengan perbedaan lahjah tersebut tentunya akan membingungkan
mereka.Merekapun berselisih dalam pembacaan (qiraat) Al-Qur’an dan saling
mempertahankan anggapan bahwa bacaan mereka yang benar sedangkan yang lainnya
salah.
Akhirnya Khalifah Usman bin Affan
meminjam naskah yang disimpan oleh Hafsah binti Umar, untuk ditulis kembali
oleh panitia yang sengaja ditunjuknya, yang diketuai oleh Zaid bin sabit dengan
anggota: Abdullah bin Zubair bin Ash dan Abdurrahman bin Haris. Dalam
menuliskan kembali Al-Qur’an tersebut, Usman menasihatkan untuk:
a)
Mengambil pedoman kepada bacaan
mereka yang hafal Al-Qur’an.
b)
Apabila ada pertikaian antara mereka
tentang bacaan tersebut, maka haruslah dituliskan menurut dialek suku Quraisy,
sebab Al-Qur’an itu diturunkan menurut dialek mereka.
Al-Qur’an yang telah dibukukan itu
dinamai Al-Mushaf. Kemudian Mushaf tersebut dibuat lima buah Mushaf, yang
masing-masing dikirim ke Makkah, Syiria, Basrah dan Kufah, sedangkan yang satu
dipegang Khalifah Usman di Madinah. Khalifah Usman memerintahkan agar
catatan-catatan yang ada sebelumnya dibakar, supaya umat Islam berpegang kepada
mushaf yang lima itu.
Manfaat pembukuan Al-Qur’an di masa
Usman adalah:
a)
Menyatukan kaum muslimin pada satu
macam mushaf yang seragam ejaan tulisannya.
b)
Menyatukan bacaan, dan kendatipun
masih ada perbedaannya, namun harus tidak
berlawanan dengan ejaan Mushaf Usman. Dan bacaan-bacaan yang tidak sesuai tidak
diperbolehkan.
c)
Menyatukan tertib susunan
surat-surat, menurut tertib urut sebagai yang kelihatan pada mushaf-mushaf
sekarang ini.
Sejak itulah pengajaran Al-Qur’an
secara berangsur-angsur menjadi satu sebagaimana yang tertulis dalam mushaf,
dan selainnya ditetapkan tidaksah dan akhirnya ditinggalkan.
Untuk memudahkan pengajaran
Al-Qur’an bagi kaum muslimin yang tidak berbahasa Arab, maka guru Al-Qur’an
telah mengusahakan antara lain:
a)
Mengembangkan cara membacaAl-Qur’an
dengan baik yang kemudian menimbulkan ilmu Tajwid Al-Qur’an.
b)
Meneliti cara pembacaan
Al-Qur’an (qiraat) yang telah berkembang pada masa itu, mana yang
sah dan mana yang tidak sah, yang akhirnya menimbulkan adanya Ilmu Qira’at,
yang kemudian timbul Qira’at al Sab’ah
c)
Memberikan
tanda-tanda baca dalam tulisan mushaf sehingga menjadi mudah dibaca dengan
benar bagi mereka yang baru belajar membaca Al-Qur’an.
d)
Memberikan penjelasan tentang maksud
dan pengertian yang dikandung oleh ayat-ayat Al-Qur’an yang diajarkan yang
kemudian berkembang menjadi Ilmu Tafsir. Pada mulanya diajarkan
penjelasan-penjelasan ayat Al-Qur’an yaitu berupa hadis-hadis, kemudian
berkembang cara-cara penafsiran Al-Qur’an dengan menggunakan akal pikiran
dengan berpedoman kepada kaidah-kaidah bahasa Arab.
Oleh karena itu, pengajaran bahasa
Arab, dengan kaidah-kaidahnya, selalu menyertai pengajaran Al-Qur’an kepada
kaum muslimin non Arab, dengan tujuan agar mereka mudah membaca dan kemudian
memahami Al-Qur’an yang mereka pelajari.
Pengajaran Al-Qur’an pada masa
khalifah-khalifah Rosyidin dan Umaiyah adalah dengan pengajaran
bertingkat.Tingkat pertama adalah Kuttab,pada tingkat ini anak diajarkan
menulis dan membaca/ menghafal Al-Qur’an serta belajar pokok-pokok Agama
Islam.Setelah tamat Al-Qur’an mereka meneruskan pelajaran ke masjid.Pelajaran
di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi.Ilmu-ilmu yang
diajarkan pada tingkat menengah dan tertinggi ini terdiri dari :Al-Qur’an dan
tafsirnya,hadist dan mengumpulkannya,dan fiqih(tasyri’).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan
Islam pada masa pertumbuhan dan perkembangannya, juga pada masa-masa berikutnya
mempunyai dua sasaran yaitu:
a)
Generasi
muda (sebagai generasi penerus) dan masyarakat bangsa lain yang belum menerima
ajaran Islam.
b)
Penyampaian ajaran Islam dan usaha
internalisasinya dalam masyarakat bangsa yang baru menerimanya yang dalam Islam
lazim disebut sebagai dakwah islami. Sedangkan dalam artinya yang pertama yaitu
pewarisan ajaran Islam kepada generasi penerus disebut sebagai Pendidikan
Islam.
Para sahabat
yang menjadi guru:
1.
Abu
Bakar As Shidiq
2.
Umar
bin Khathab
3.
Ustman
bin Afan
4.
Ali
bin Abi Thalib
Pusat-pusat
pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin:
1.
Madrasah
Mekkah
2.
Madrasah
Madinah
3.
Madrasah
Bashrah
4.
Madrasah
Kufah
5.
Madrasah
Damsyiq
6.
Madrasah
Fistat (Mesir)
Pengajaran Al-Qur’an pada masa
khalifah-khalifah Rosyidin dan Umaiyah adalah dengan pengajaran
bertingkat.Tingkat pertama adalah Kuttab,pada tingkat ini anak diajarkan
menulis dan membaca/ menghafal Al-Qur’an serta belajar pokok-pokok Agama
Islam.Setelah tamat Al-Qur’an mereka meneruskan pelajaran ke masjid.Pelajaran
di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi.Ilmu-ilmu yang
diajarkan pada tingkat menengah dan tertinggi ini terdiri dari :Al-Qur’an dan
tafsirnya,hadist dan mengumpulkannya,dan fiqih(tasyri’).
DAFTAR
PUSTAKA
Zuhairini, dkk. 2000. Sejarah
Pendidikan Islam.Jakarta: Bumi Aksara
Mahmud Yunus,1990. Sejarah
Pendidikan islam,Jakarta: PT.HIDA KARYA AGUNG
Zuhairini,1997. Sejarah
Pendidikan Islam,Jakarta: Bumi Aksara
Yunus , Mahmud. 1992 Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
Shafwan
Hmabal Muhammad. Intisari Sejarah Pendidikan Islam.
PROFIL
1.
Nama
: Risqi Amalia
NIM : 2024213002
Tempat, Tanggal
Lahir : Pekalongan, 28 Januari 1995
Alamat : Kraton
PROFIL
2.
Nama
: Zaenurrohmah
NIM :
2024213015
Tempat,Tanggal
Lahir : Pekalongan, 13 April 1990
Alamat : Jl.
Dwikora gg. 8 No. 4 Yosorejo Pekalongan Selatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar